Tuhan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
→Persentase kepercayaan akan Tuhan: Perbaikan Kesalahan Pengetikan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
→Etimologi dan terminologi: Ganti pranala Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
(74 revisi perantara oleh 41 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 9:
}}
{{Konsep Tuhan}}
Dalam pemikiran monoteistik, '''Tuhan'''
Ada banyak nama untuk menyebut Tuhan, dan nama yang berbeda-beda melekat pada gagasan kultural tentang sosok Tuhan dan sifat-sifat apa yang dimiliki-Nya. [[Aten]]isme pada zaman [[Mesir Kuno]], kemungkinan besar merupakan agama monoteistis tertua yang pernah tercatat dalam sejarah yang mengajarkan Tuhan sejati dan pencipta alam semesta,<ref>{{citation| first=M. |last=Lichtheim |title=Ancient Egyptian Literature |volume=2 |year=1980 |pages=96}}</ref> yang disebut [[Aten]].<ref>{{citation| first=Jan |last=Assmann |title=Religion and Cultural Memory: Ten Studies |publiher=Stanford University Press |year=2005 |pages=59}}</ref> Kalimat "[[Keluaran 3#Ayat 14|Aku adalah Aku]]" dalam [[Alkitab Ibrani]], dan "Tetragrammaton" [[YHVH]] digunakan sebagai nama Tuhan, sedangkan [[Yahweh]], dan [[Yehuwa]] kadang kala digunakan dalam [[agama Kristen]] sebagai hasil vokalisasi dari
Banyaknya konsep tentang Tuhan dan pertentangan satu sama lain dalam hal sifat, maksud, dan tindakan Tuhan, telah mengarah pada munculnya pemikiran-pemikiran seperti [[omniteisme]], [[pandeisme]],<ref name="Lataster">{{cite book
|author= Raphael Lataster|title= There was no Jesus, there is no God: A Scholarly Examination of the Scientific, Historical, and Philosophical Evidence & Arguments for Monotheism|url= https://archive.org/details/therewasnojesust0000lata|page= [https://archive.org/details/therewasnojesust0000lata/page/165 165]|year= 2013|ISBN= 1492234419 }}</ref><ref name="Dawe">{{cite book
|title= The God Franchise: A Theory of Everything|author = Alan H. Dawe|year = 2011|ISBN = 0473201143|page = 48 }}</ref> atau filsafat Perennial, yang menganggap adanya satu kebenaran [[teologi]]s yang mendasari segalanya, yang diamati oleh berbagai agama dalam sudut pandang yang berbeda-beda, maka sesungguhnya agama-agama di dunia menyembah satu Tuhan yang sama, tetapi melalui konsep dan pencitraan mental yang berbeda-beda mengenai-Nya.<ref>{{citation|title=Christianity and Other Religions |first1=John |last1=Hick |first2=Brian |last2=Hebblethwaite |year=1980 |pages=178}}</ref>
== Etimologi dan terminologi ==
Kata Tuhan dalam [[bahasa Melayu]] berasal dari kata '''[[:wikt:tuan|tuan]]'''. Buku pertama yang memberi keterangan tentang hubungan kata tuan dan Tuhan adalah ''Ensiklopedi Populer Gereja'' oleh Adolf Heuken SJ (1976). Menurut buku tersebut, arti kata ''Tuhan'' ada hubungannya dengan kata Melayu ''tuan'' yang berarti atasan/penguasa/pemilik.<ref>{{citation| first=Adolf |last=Heuken |title=Ensiklopedi Populer Gereja |year=1976}}</ref> Kata "tuan" ditujukan kepada manusia, atau hal-hal lain yang memiliki sifat menguasai, memiliki, atau memelihara. Digunakan pula untuk menyebut seseorang yang memiliki derajat yang lebih tinggi, atau seseorang yang dihormati. Penggunaannya lumrah digunakan bersama-sama dengan disertakan dengan kata lain mengikuti kata "tuan" itu sendiri, dimisalkan pada kata "tuan rumah" atau "tuan tanah" dan lain sebagainya (dalam bahasa Inggris: '''''[[Lord]]'''''). Kata ini biasanya digunakan dalam konteks selain keagamaan yang bersifat ketuhanan.<ref name="KBBID">{{cite web
Ahli bahasa [[Remy Sylado]] menemukan bahwa perubahan kata "tuan" yang bersifat insani, menjadi "Tuhan" yang bersifat ilahi, bermula dari [[terjemahan Alkitab|terjemahan]] [[Alkitab]] ke dalam bahasa Melayu karya [[Melchior Leijdecker]] yang terbit pada tahun 1733.<ref name="Remy">{{citation| url=http://smystery.wordpress.com/2008/07/20/asal-kata-tuhan/ |title=Asal kata Tuhan | first=Remy |last=Sylado}}</ref><ref>{{nl}} [http://alkitab.mobi/ldkdr/Luk/1/46/ Luk 1:46 (Pujian Maria) terjemahan Leydekker/Leijdecker]</ref> Dalam terjemahan sebelumnya, yaitu kitab suci Nasrani bahasa Melayu beraksara Latin terjemahan Brouwerius yang muncul pada tahun 1668, kata yang dalam bahasa Yunaninya, ''Kyrios'', dan sebutan yang diperuntukkan bagi
Dalam bahasa Indonesia modern, kata "Tuhan" pada umumnya dipakai untuk merujuk kepada suatu Dzat abadi dan supernatural. Dalam konteks rumpun [[agama samawi]], kata Tuhan (dengan huruf T besar) hampir selalu mengacu pada [[Allah]], yang diyakini sebagai Dzat yang Maha sempurna, pemilik langit dan bumi yang disembah manusia. Dalam [[bahasa Arab]] kata ini sepadan dengan kata ''[[rabb]]''. Menurut Ibnu Atsir, Tuhan dan tuan secara bahasa diartikan pemilik, penguasa, pengatur, pembina, pengurus dan pemberi nikmat.<ref>{{citation | url=
Di dalam [[bahasa Melayu]] atau [[bahasa Indonesia]], dua [[konsep]] atau nama yang berhubungan dengan ketuhanan, yaitu: Tuhan sendiri, dan [[dewa]]. Penganut [[monoteisme]] biasanya menolak menggunakan kata dewa, karena merujuk kepada entitas-entitas dalam agama [[politeisme|politeistis]]. Meskipun demikian, penggunaan kata dewa pernah digunakan sebelum penggunaan kata Tuhan. Dalam [[Prasasti Trengganu]], [[prasasti]] tertua di dalam [[bahasa Melayu]] yang ditulis menggunakan [[huruf Arab]] ([[huruf Jawi]]) menyebut ''Sang Dewata Mulia Raya''. Dewata yang dikenal orang Melayu berasal dari kata ''[[dewata|devata]]'', sebagai hasil [[sejarah Nusantara pada era kerajaan Hindu-Buddha|penyebaran agama Hindu-Buddha]] di [[Nusantara]]. Bagaimanapun, pada masa kini, pengertian istilah Tuhan digunakan untuk merujuk Tuhan yang tunggal, sementara dewa dianggap mengandung arti salah satu dari banyak Tuhan sehingga cenderung mengacu kepada politeisme. Selain itu dalam teks terkadang juga digunakan kata "tuhan" dengan huruf kecil (mirip dengan kata "allah" dengan huruf kecil), terutama ketika memperbandingkan antara Tuhan Allah yang esa dengan tuhan (tuan) yang lain, misalnya dalam {{Ula|10|17}}: "Sebab TUHAN, Allahmulah Allah segala allah dan Tuhan segala tuhan, Allah yang besar, kuat dan dahsyat, yang tidak memandang bulu ataupun menerima suap; " {{1Kor|8|5}}, dan {{Maz|136|3}}
== Konsep tentang Tuhan ==
Konsep ketuhanan telah dikenal sejak manusia ada di dunia. Dasar dari konsep ketuhanan ini ialah adanya sesuatu yang maha gaib. Konsep ketuhanan yang paling awal ialah [[animisme]] dan [[dinamisme]]. Kedua konsep ini mulai ada sejak zaman manusia purba dan sifatnya sangat sederhana. Segala sesuatu yang sifatnya gaib dikatikan dengan keberadaan Tuhan. Kemudian, konsep ketuhanan berkembang seiring terbentuknya struktur masyarakat pada manusia. Konsep Tuhan ikut berkembang dengan terbentuknya hierarki ketuhanan. Pada masa ini, terbenuklah politeisme yang meyakini bahwa Tuhan tidak tunggal. Dalam konsep ini, Tuhan memiliki keluarga atau masyarakat seperti pada masyarakat manusia. Dari politeisme berkembang konsep ketuhanan lain, yaitu [[henoteisme]]. Dalam henotesime, Tuhan diyakini memiliki struktur pemerintahan dengan pemerintah tertinggi oleh Dewa. Perkembangan selanjutnya dari henoteisme memunculkan monoteisme dengan konsep bahwa Tuhan adalah sesuatu yang esa.<ref>{{Cite book|last=Kasno|date=2018|url=http://repository.uinsby.ac.id/id/eprint/1155/1/Kasno_Filsafat%20Agama.pdf|title=Filsafat Agama|location=Surabaya|publisher=Alpha|isbn=978-602-6681-18-8|editor-last=Salsabila|editor-first=Intan|pages=33|url-status=live}}</ref>
Tidak ada kesepahaman mengenai konsep ketuhanan. Konsep ketuhanan dalam [[agama samawi]] meliputi definisi monoteistis tentang [[Tuhan dalam agama Yahudi]], pandangan [[Kristen]] tentang [[Tritunggal]], dan konsep [[Tuhan dalam Islam]]. Agama-agama [[dharma]] juga memiliki pandangan berbeda-beda mengenai Tuhan. [[Tuhan dalam agama Hindu|Konsep ketuhanan]] dalam [[agama Hindu]] tergantung pada wilayah, sekte, kasta, dan beragam, mulai dari panenteistis, monoteistis, politeistis, bahkan ateistis. Keberadaan sosok ilahi juga diakui oleh [[Gautama Buddha]], terutama [[Sakra (Buddhisme)|Śakra]] dan [[Brahma (Buddhisme)|Brahma]].
Baris 43 ⟶ 44:
=== Teisme, deisme, dan panteisme ===
[[Teisme]] pada umumnya mengajarkan bahwa Tuhan ada secara realistis, objektif, dan independen. Tuhan diyakini sebagai pencipta dan pengatur segala hal; mahakuasa dan kekal abadi; personal dan berinteraksi dengan alam semesta melalui pengalaman religius dan doa-doa umat-Nya.<ref name=smart>{{cite book|last=Smart|first=Jack|authorlink= J. J. C. Smart|coauthors=John Haldane|title=Atheism and Theism|publisher=Blackwell Publishing|year=2003|isbn=0-631-23259-1|page=8}}</ref> Teisme menegaskan bahwa Tuhan sukar dipahami oleh manusia sekaligus kekal selamanya; maka, Tuhan bersifat tak terbatas sekaligus ada untuk mengurus kejadian di dunia.<ref name=lemos>{{cite book|last=Lemos|first=Ramon M.|title=A Neomedieval Essay in Philosophical Theology|publisher=Lexington Books|year=2001|isbn=0-7391-0250-8|page=34}}</ref> Meski demikian, tidak seluruh penganut teisme mengakui dalil tersebut.<ref name=smart /> Teologi Katolik menyatakan bahwa Tuhan Mahakuasa sehingga tidak akan terikat pada waktu. Banyak penganut teisme percaya bahwa Tuhan Mahakuasa, Mahatahu, dan Mahapenyayang, meskipun keyakinan ini memicu timbulnya pertanyaan mengenai tanggung jawab Tuhan terhadap adanya kejahatan dan penderitaan di dunia. Beberapa penganut teisme menganggap Tuhan menahan diri meskipun memiliki kuasa, tahu apa yang akan terjadi, dan penuh kasih sayang. Sebaliknya, menurut [[teisme terbuka]], karena adanya sifat asasi waktu, atribut Mahatahu tidak berarti bahwa Tuhan juga dapat memprediksikan masa depan. "Teisme" kadang kala digunakan untuk mengacu kepada kepercayaan terhadap adanya Tuhan dan dewa/dewi secara umum, contohnya [[monoteisme]] dan [[politeisme]].<ref name="philosofrelGlossthe">{{cite web|url=http://www.philosophyofreligion.info/definitions.html|title=Philosophy of Religion.
[[Deisme]] mengajarkan bahwa Tuhan sukar dipahami oleh akal manusia. Menurut penganut deisme, Tuhan itu ada, tetapi tidak ikut campur dalam urusan kejadian di dunia setelah Ia selesai menciptakan alam semesta.<ref name=lemos /> Menurut pandangan ini, Tuhan tidak memiliki sifat-sifat kemanusiaan, tidak serta-merta menjawab doa umat-Nya dan tidak menunjukkan mukjizat. Secara umum, deisme meyakini bahwa Tuhan memberi kebebasan kepada manusia dan tidak mau tahu mengenai apa yang diperbuat manusia. Dua cabang deisme, [[pandeisme]] dan [[panendeisme]] mengkombinasikan deisme dengan [[panteisme]] dan [[panenteisme]].<ref name="Dawe"/><ref>{{cite book|title= The History of Science: A Beginner's Guide|url= https://archive.org/details/historyofscience0000john|author = Sean F. Johnston|year = 2009|ISBN = 1-85168-681-9|page = [https://archive.org/details/historyofscience0000john/page/90 90]}}</ref><ref>{{cite book|title= This Strange Eventful History: A Philosophy of Meaning|author = Paul Bradley|year = 2011|ISBN = 0875868762|page = 156}}</ref> Pandeisme dimaksudkan untuk menjelaskan mengapa Tuhan menciptakan alam semesta kemudian mengabaikannya,<ref name="Fuller">{{cite book|title= Thought: The Only Reality|author = Allan R. Fuller|year = 2010|ISBN = 1608445909|page = 79}}</ref> sebagaimana panteisme menjelaskan asal mula dan maksud keberadaan alam semesta.<ref name="Fuller"/><ref>{{cite book|title= Ultimate Truth, Book 1|author = Peter C. Rogers|year = 2009|ISBN = 1438979681|page = 121}}</ref>
[[Panteisme]] mengajarkan bahwa Tuhan adalah alam semesta dan alam semesta itu Tuhan, sedangkan [[panenteisme]] menyatakan bahwa Tuhan meliputi alam semesta, tetapi alam semesta bukanlah Tuhan. Konsep ini merupakan pandangan dalam ajaran [[Gereja Katolik Liberal]], [[Theosophy]], beberapa mazhab [[agama Hindu]], [[Sikhisme]], beberapa divisi [[Neopaganisme]] dan [[Taoisme]]. [[Kabbalah]], mistisisme Yahudi, melukiskan pandangan Tuhan yang panteistis/panenteistis—yang diterima secara luas oleh aliran [[Yahudi Hasidik]], khususnya dari pendiri mereka, [[Israel ben Eliezer|Baal Shem Tov]]—namun hanya sebagai tambahan terhadap pandangan Yahudi mengenai Tuhan personal, tidak dalam pandangan panteistis murni yang menolak batas-batas persona Tuhan.
Baris 55 ⟶ 56:
Pada masa kini, beberapa konsep yang lebih abstrak telah dikembangkan, misalnya [[teologi proses]] dan [[teisme terbuka]]. Filsuf Prancis kontemporer [[Michel Henry]] menyatakan suatu [[Pengertian Tuhan secara fenomenologi|pendekatan fenomenologi dan pengertian Tuhan]] sebagai esensi fenomenologis dari kehidupan.<ref>{{cite book|last=Henry|first=Michel|title=I Am the Truth. Toward a Philosophy of Christianity|publisher=Stanford University Press|year=2003|isbn=0-8047-3780-0|others=Translated by Susan Emanuel}}</ref>
Tuhan juga diyakini sebagai zat yang tak berwujud, sesuatu yang berkepribadian, sumber segala kewajiban moral, dan "hal terbesar yang dapat direnungkan".<ref name=swinburne/> Atribut-atribut tersebut diakui oleh teolog [[Yahudi]], [[Kristen]] awal, dan [[muslim]], yang terkemuka di antaranya adalah: [[Maimonides]],<ref name=Edwards /> [[Agustinus dari Hippo]],<ref name=Edwards>{{citation| first=Paul |last=Edwards |chapter=God and the Philosophers |editor=[[Ted Honderich|Honderich, Ted]] |title=The Oxford Companion to Philosophy |publisher=Oxford University Press |year=1995 |isbn=978-1-61592-446-2}}</ref> dan [[Al-Ghazali]].<ref name=Platinga>{{citation| last=Platinga |first=Alvin |chapter=God, Arguments for the Existence of |title=Routledge Encyclopedia of Philosophy |publisher=Routledge |year=2000}}</ref>
== Keberadaan Tuhan ==
Baris 65 ⟶ 66:
Pendekatan yang dilakukan [[Anselmus]] adalah untuk mendefinisikan Tuhan sebagai "tidak ada yang lebih besar daripada-Nya untuk bisa direnungkan". Filsuf panteis [[Baruch Spinoza]] membawa gagasan tersebut lebih ekstrem: "Melalui Tuhan aku memahami sesuatu yang mutlak tak terbatas, yaitu, suatu zat yang mengandung atribut-atribut tak terbatas, masing-masing menyiratkan esensi yang kekal dan tidak terbatas". Bagi Spinoza, seluruh alam semesta terbuat dari satu zat, yaitu Tuhan, atau padanannya, yaitu alam.<ref>{{cite book|last=Curley|first=Edwin M.|year=1985|title=The Collected Works of Spinoza|publisher=Princeton University Press|isbn=978-0-691-07222-7}}</ref> Bukti keberadaan Tuhan yang diajukannya merupakan variasi dari [[argumen ontologis]].<ref>{{citation| last=Nadler |first=Steven |chapter=Baruch Spinoza |title=The Stanford Encyclopedia of Philosophy |edition=Musim Gugur 2012 | editor=Edward N. Zalta |url =http://plato.stanford.edu/archives/fall2012/entries/spinoza/}}</ref>
Fisikawan kondang, [[Stephen Hawking]], dan penulis [[Leonard Mlodinow]] menyatakan dalam buku mereka, ''[[The Grand Design (buku)|The Grand Design]]'', bahwa merupakan hal yang wajar untuk mencari tahu siapa atau apa yang membentuk alam semesta, tetapi bila jawabannya adalah Tuhan, maka pertanyaannya berbalik menjadi siapa atau apa yang menciptakan Tuhan. Terkait pertanyaan ini, lumrah terdengar bahwa ada sesuatu yang tidak diciptakan dan tidak perlu pencipta, dan sesuatu itu disebut Tuhan. Hal ini dikenal sebagai [[argumen kosmologis|argumen sebab pertama]] untuk mendukung keberadaan Tuhan. Akan tetapi, kedua penulis tersebut mengklaim bahwa pasti ada jawaban masuk akal secara ilmiah, tanpa mencampur keyakinan tentang hal-hal gaib.<ref>{{cite book|page=[https://archive.org/details/granddesign0000hawk_x0i7/page/172 172]|title=The Grand Design|url=https://archive.org/details/granddesign0000hawk_x0i7|author=Stephen Hawking|coauthor=Leonard Mlodinow|publisher=Bantam Books|year=2010|isbn=978-0-553-80537-6}}</ref>
Beberapa teolog, misalnya ilmuwan sekaligus teolog [[Alister McGrath|A.E. McGrath]], berpendapat bahwa keberadaan Tuhan bukanlah pertanyaan yang bisa dijawab dengan [[metode ilmiah]].<ref name="mcgrath2005">{{cite book|author=Alister E. McGrath|title=Dawkins' God: genes, memes, and the meaning of life|url=http://books.google.com/books?id=V9dr6167AJ8C|year=2005|publisher=Wiley-Blackwell|isbn=978-1-4051-2539-0}}</ref><ref name="barackman2001">{{cite book|author=Floyd H. Barackman|title=Practical Christian Theology: Examining the Great Doctrines of the Faith|url=http://books.google.com/books?id=Jb5aRB7OxWsC|year=2001|publisher=Kregel Academic|isbn=978-0-8254-2380-2}}</ref> [[Agnostisme|Agnostik]] [[Stephen Jay Gould]] berpendapat bahwa ilmu pengetahuan dan agama tidak bertentangan dan tidak saling menjatuhkan.<ref>{{cite book|title=Leonardo's Mountain of Clams and the Diet of Worms|url=https://archive.org/details/leonardosmountai0000goul|last=Gould|first=Stephen J.|page=[https://archive.org/details/leonardosmountai0000goul/page/274 274]|publisher=Jonathan Cape|year=1998|isbn=0-224-05043-5}}</ref>
Beberapa kesimpulan yang diperoleh dari berbagai argumen yang mendukung dan menentang keberadaan Tuhan adalah: "Tuhan tidak ada" ([[ateisme lemah dan kuat|ateisme kuat]]); "Tuhan hampir tidak ada"<ref name="Dawkins">{{cite web| last=Dawkins| first=Richard| authorlink=Richard Dawkins| title=Why There Almost Certainly Is No God| url=http://www.huffingtonpost.com/richard-dawkins/why-there-almost-certainl_b_32164.html
| accessdate=2007-01-10| publisher=The Huffington Post}}</ref> ([[ateisme]] ''de facto''); "tidak jelas apakah Tuhan ada atau tidak" ([[agnostisisme]]<ref>{{Cite book|last = Dixon|first = Thomas|title = Science and Religion: A Very Short Introduction|url = https://archive.org/details/sciencereligionv00dixo_676|publisher=Oxford University Press|year=2008|location=Oxford|page=[https://archive.org/details/sciencereligionv00dixo_676/page/63 63]|isbn=978-0-19-929551-7}}</ref>); "Tuhan ada, tetapi tidak bisa dibuktikan atau dibantah ([[teisme]] lemah); dan "Tuhan ada dan dapat dibuktikan" (teisme kuat).
== Tuhan dalam sudut pandang nonteistis ==
Baris 76 ⟶ 77:
Menurut ajaran [[nonteisme]], alam semesta dapat dijelaskan tanpa mengungkit hal-hal gaib atau sesuatu yang tak teramati. Beberapa nonteis menghindari konsep ketuhanan, sementara menurut yang lain, hal itu amat penting; nonteis lainnya memandang sosok Tuhan sebagai simbol nilai-nilai dan aspirasi manusia. [[ateisme|Ateis]] asal Inggris, [[Charles Bradlaugh]] menyatakan bahwa ia menolak untuk berkata "Tuhan itu tidak ada", karena kata 'Tuhan' sendiri terdengar sebagai ungkapan untuk maksud yang tidak jelas atau tak nyata; secara lebih spesifik, ia berkata bahwa ia tidak meyakini Tuhan menurut agama Kristen.<ref>{{citation| title=A Plea for Atheism |author=Iconoclast |place=London |publisher=Austin & Co. |year=1876 |pages=2}}</ref>
[[Stephen Jay Gould]] melakukan pendekatan dengan membagi dunia filosofi menjadi "''[[non-overlapping magisteria]]''" (NOMA). Menurut pandangan tersebut, pertanyaan seputar hal-hal gaib/[[supernatural]], seperti halnya keberadaan dan sifat-sifat Tuhan, bersifat non-empiris dan lebih layak diulas dalam bidang [[teologi]]. Metode ilmiah seyogianya dipakai untuk menjawab pertanyaan mengenai dunia nyata, dan teologi dipakai untuk menjawab pertanyaan tentang tujuan sejati dan nilai-nilai moral. Menurut pandangan ini, kurangnya bukti empiris tentang kekuatan supernatural terhadap kejadian alam, menyebabkan ilmu pengetahuan menjadi pilihan pokok dalam menjelaskan fenomena di dunia.<ref>{{cite book|title=The God Delusion|url=https://archive.org/details/goddelusion0000dawk_j9i4|last=Dawkins|first=Richard|authorlink=Richard Dawkins|year=2006|publisher=Bantam Press|location=Great Britain|isbn=0-618-68000-4}}</ref>
Menurut pandangan lainnya, yang dikembangkan oleh [[Richard Dawkins]], dinyatakan bahwa keberadaan Tuhan adalah pertanyaan empiris, dengan alasan bahwa "alam semesta dengan tuhan akan sungguh berbeda dengan yang tanpa tuhan, dan itu tentu merupakan perbedaan ilmiah."<ref name="Dawkins" /> [[Carl Sagan]] berpendapat bahwa doktrin Pencipta Alam Semesta sulit dibuktikan maupun dibantahkan, dan penemuan ilmiah yang dapat menyangkal keberadaan Sang Pencipta tentu menjadi penemuan bahwa usia alam semesta tidak terbatas.<ref>{{cite book|title=The Demon Haunted World p.278|last=Sagan|first=Carl|authorlink=Carl Sagan|year=1996|publisher=Ballantine Books|location=New York|isbn=0-345-40946-9}}</ref>
Baris 82 ⟶ 83:
=== Tuhan antropomorfis ===
[[Pascal Boyer]] berpendapat bahwa dalam dunia yang dipenuhi oleh berbagai konsep seputar hal gaib yang berbeda-beda, secara umum, makhluk gaib tersebut cenderung bertindak selayaknya manusia. Penggambaran dewa-dewi dan makhluk gaib lainnya selayaknya manusia adalah ciri yang mudah dikenali dari suatu agama. Sebagai contoh, [[mitologi Yunani]], yang menurutnya cenderung menyerupai [[opera sabun]] masa kini daripada suatu sistem kepercayaan.<ref name="boyer">{{cite book|title=Religion Explained,|isbn=0-465-00696-5|year=2001|last=Boyer|first=Pascal|authorlink=Pascal Boyer|url=http://books.google.com/?id=wreF80OHTicC&pg=PA142&lpg=PA142&dq=boyer+modern+soap+opera|pages=142–243|publisher=Basic Books|location=New York}}{{Pranala mati|date=Mei 2023 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> [[Bertrand du Castel]] dan [[Timothy Jurgensen]] mendemonstrasikan melalui formalisasi bahwa penjelasan Boyer cocok dengan [[epistemologi]] fisika dalam memosisikan entitas yang diamati sebagai intermedian tidak secara langsung.<ref name="ducasteljurgensen">{{cite book|title=Computer Theology,|isbn=0-9801821-1-5|publisher= Midori Press|location= Austin, Texas|year=2008|last= du Castel|first= Bertrand|coauthors= Jurgensen, Timothy M.|authorlink=Bertrand du Castel|pages=221–222}}</ref> [[Antropolog]] [[Stewart Elliott Guthrie|Stewart Guthrie]] berpendapat bahwa masyarakat memproyeksikan ciri manusia kepada aspek-aspek non-manusia di dunia karena itu akan membuat aspek-aspek tersebut lebih familier. [[Sigmund Freud]] juga menyatakan bahwa konsep ketuhanan adalah proyeksi sosok ayah bagi seseorang.<ref>{{cite journal|url=http://www.yale.edu/cogdevlab/People/Lab_Members/Frank/Frank%27s%20papers%20pdfs%20/Frank%27s%20articles/conceptualizingnonnaturalentity.pdf|format=PDF|title=Conceptualizing a Nonnatural Entity: Anthropomorphism in God Concepts|year=1996|last=Barrett|first=Justin}}</ref>
[[Émile Durkheim]] adalah salah seorang pertama yang menyatakan bahwa tuhan merepresentasikan ekstensi kehidupan sosial manusia untuk memasukkan unsur-unsur gaib. Mengimbangi pernyataan tersebut, psikolog [[Matt Rossano]] berpendapat bahwa ketika manusia mulai hidup dalam kelompok-kelompok yang lebih besar, mereka menciptakan sosok tuhan sebagai penegakan atas moralitas. Dalam kelompok yang lebih kecil, moralitas dapat dijaga dengan kekuatan sosial seperti penyebaran gosip atau penjagaan nama baik. Akan tetapi, lebih sulit untuk menjaga moralitas dalam kelompok besar dengan menggunakan kekuatan sosial. Rossano menyatakan bahwa dengan menambahkan kepercayaan akan tuhan dan makhluk gaib yang mahatahu, maka manusia menemukan strategi efektif untuk mengendalikan keegoisan dan membangun kelompok yang lebih kooperatif.<ref name="supernature">{{cite journal|last=Rossano|first=Matt|title=Supernaturalizing Social Life: Religion and the Evolution of Human Cooperation|year=2007|url=http://www2.selu.edu/Academics/Faculty/mrossano/recentpubs/Supernaturalizing.pdf|format=PDF|accessdate=2009-06-25|archive-date=2012-03-03|archive-url=https://web.archive.org/web/20120303101304/http://www2.selu.edu/Academics/Faculty/mrossano/recentpubs/Supernaturalizing.pdf|dead-url=yes}}</ref>
== Persentase kepercayaan akan Tuhan ==
[[Berkas:Europe belief in god.svg|jmpl|250px|Persentase populasi di negara-negara Eropa sebagai hasil survei tahun 2005 bahwa mereka "percaya akan Tuhan". Negara mayoritas [[Katolik Roma]] (e.g.: [[Polandia]], [[Portugal
Sampai tahun
== Peran pada kemanusiaan ==
Pemikiran mengenai peran Tuhan dalam keberadaan manusia di alam semesta telah dikembangkan oleh [[Giovanni Pico della Mirandola]] dan [[Marsilio Ficino]]. Pico meyakini bahwa Tuhan telah memberikan kesadaran kepada manusia mengenai hakikat keberadaannya di alam semesta sebagai ketetapanNya. Berdasarkan kesadaran ini, manusia memiliki tanggung jawab atas kehidupan yang diberikan kepadanya oleh Tuhan. Sedangkan Ficino berpendapat bahwa manusia merupakan makhluk rasional. Tuhan berperan membimbing manusia di dalam kehidupannya. Tanpa keberadaan Tuhan, manusia tidak dapat melakukan perbaikan apapun pada dirinya sendiri.<ref>{{Cite book|last=Faza|first=Abrar M. Dawud|date=2010|url=http://repository.uinsu.ac.id/5096/1/Buku%20Filsafat%20Ketuhanan%20Ali%20Shariati.pdf|title=Perspektif Sufistik Ali Shariati dalam Puisi "One Followed by Eternity of Zeroes”|location=Medan|publisher=Penerbit Panjiaswaja Press|isbn=978-602-96654-2-0|editor-last=Harahap|editor-first=Ahmad Gozali|pages=6-7|url-status=live}}</ref>
== Lihat pula ==
{{Portal-inline|Agama}}▼
* [[Agama]]
* [[Ateisme]]
Baris 101 ⟶ 103:
* [[Tuhan dalam agama Buddha]]
* [[Lord]]
{{clear}}
== Referensi ==
▲{{Portal|Agama}}
{{reflist|2}}
Baris 111 ⟶ 112:
* {{en}} [http://www.chabad.org/search/keyword.asp?kid=3001 Konsep Tuhan dalam agama Yahudi]
* {{en}} [http://www.armatabianca.org/eng/padre.php?sottomenu=4 Konsep Tuhan dalam Kekristenan]
* {{en}} [http://www.islam-info.ch/en/Who_is_Allah.htm Konsep Tuhan dalam Islam] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20190421081921/http://www.islam-info.ch/en/Who_is_Allah.htm |date=2019-04-21 }}
* {{en}} [http://www.shaivam.org/hipgodco.htm Konsep Tuhan dalam agama Hindu] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20030504073425/http://www.shaivam.org/hipgodco.htm |date=2003-05-04 }}
* {{en}} [http://glennwallis.com/yahoo_site_admin/assets/docs/Counsels1.114110129.pdf Konsep Tuhan menurut agama Buddha klasik]{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
* {{en}} [http://www.fatherspeaks.net Pandangan mistis tentang Tuhan]
* {{en}} [http://www.newadvent.org/cathen/06614a.htm Hubungan antara Tuhan dengan jagat raya]
{{Sistem kepercayaan}}
{{Teisme}}
{{Authority control}}
[[Kategori:Tuhan| ]]
Baris 123 ⟶ 127:
[[Kategori:Kepercayaan]]
[[Kategori:Filsafat]]
[[Kategori:Istilah agama]]
|