Balatu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
Menambahkan pranalag dalam
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(16 revisi perantara oleh 8 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox weapon
|name= BalatoBalatu
| image= [[FileBerkas: COLLECTIE TROPENMUSEUM Zwaard met houten schede TMnr 61-47.jpg|300px]]
| image_size = 350
|caption= Sebuah Balato''balatu'', sebelum tahun 1918.
|origin= [[Indonesia]]
|type= [[Pedang]]
Baris 37:
}}
 
'''BalatoBalatu''' (kadang-kadang disebut juga '''Balato''', '''Baltoe''', '''Balatu''', '''Balatu Sebua''', '''Ballatu''', '''Foda''', '''Gari Telegu''', '''Klewang Buchok Berkait''', '''Beleŵa''' '''gari''', '''Roso Sebua''' atau '''Telagoe''') adalah [[pedang]] yang berasal dari [[Nias]], sebuah pulau di lepas pantai [[SumatraSumatera Utara]], [[Indonesia]].
 
== Deskripsi ==
Balato''Balatu'' adalah pedang dengan berbagai macam jenis bilah, gagang, dan sarung. Tiga jenis mata bilah dapat dibedakan, semuanya melebar pada ujungnya: .
 
<nowiki>*</nowiki> Jenis dengan punggung yang hampir lurus dan ujung yang lurus. Sisi tajam membulat ke belakang.
<nowiki>*</nowiki> Jenis dengan punggung yang hampir lurus dan sisi tajam yang lurus atau sedikit cekung, ada bentuk S di punggungnya sampai ke sisi tajam.
<nowiki>*</nowiki> Jenis dengan punggung yang sedikit cembung, tepi sedikit cekung dan bagian cekung yang kuat (bentuk Bowie''bowie'').
 
Gagangnya sangat bervariasi, tetapi semua dapat dianggapberbentuk seperti kepala atau mulut binatang, kebanyakan berbentuk ''lasara'' (makhluk mitos), dibuat dengan gaya sederhana atau dalam bentuk kompleks yang kaya akan hiasan. Sebagian besar gagang terbuat dari kayu, tetapi ada juga yang terbuat dari [[Kuningan (logam)|kuningan]]. Gagang kayu memiliki cincin''[[ferrule]]'' kuningan yang melebar ke arah bilah.
<nowiki>*</nowiki> Jenis dengan punggung yang hampir lurus dan sisi tajam yang lurus atau sedikit cekung, ada bentuk S di punggungnya sampai ke sisi tajam.
 
Sarung terbuat dari kayu dengan ikatan kuningan atau [[rotan]] di sepanjang sarungnya. Seringkali keranjangbola rotan bundar dilekatkan pada sarung untuk menyimpan berbagai jimat. Biasanya, balatobola pada sarung ''balatu'' dari Nias bagian selatan memiliki keranjanglebih yang lebihbanyak dihiasihiasan dibandingkan balato''balatu'' dari wilayah utara.<ref>{{cite book|url=https://www.amazon.com/Traditional-Weapons-Indonesian-Archipelago-Zonneveld/dp/9054500042/ref=sr_1_1?ie=UTF8&qid=1394869874&sr=8-1&keywords=Traditional+Weapons+of+the+Indonesian+Archipelago|title=Traditional Weapons of the Indonesian Archipelago|author=Albert G Van Zonneveld|publisher=Koninklyk Instituut Voor Taal Land|year=2002|isbn=90-5450-004-2}}</ref>
<nowiki>*</nowiki> Jenis dengan punggung yang sedikit cembung, tepi sedikit cekung dan bagian cekung yang kuat (bentuk Bowie).
 
== Kebudayaan ==
Gagangnya sangat bervariasi, tetapi semua dapat dianggap seperti kepala atau mulut binatang, kebanyakan berbentuk ''lasara'' (makhluk mitos), dibuat dengan gaya sederhana atau dalam bentuk kompleks yang kaya akan hiasan. Sebagian besar gagang terbuat dari kayu, tetapi ada juga yang terbuat dari [[Kuningan (logam)|kuningan]]. Gagang kayu memiliki cincin kuningan yang melebar ke arah bilah.
Di dalam kehidupan suku Nias, tari perang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan zaman dulu dimasa leluhur suku Nias sering berperang antar desa. Berbagai perlengkapan perang yang akan digunakan saat berperang, mulai dari perisai, tombak, dan pedang (Gari/Tologu). Setelah zaman peperangan berakhir dan memasuki era baru dimana agama mulai masuk ke Nias, peperangan antar kampungpun selesai juga dan diciptakanlah salah satu tarian yang mencirikan peperangan. Di bagian selatan Nias sering disebut Faluaya, sedangkan di bagian utara Nias biasa dikenal Folaya Baluse yang didalamnya sama-sama memberitahukan alur dari sebua peperangan pada masa leluhur.
 
Pada masa lalu, para pemuda di bagian ujung selatan Nias diharuskan untuk melompati batu setinggi 2 meter dalam upacara ''[[Fahombo]]'' (atau ''Hombo Batu'') agar dianggap telah mencapai kedewasaan sedangkan dibagian Nias lainnya yang menandakan kedewasaan seseorang itu adalah diadakannya upacara FAMOTO (sunat) namun saat latihan berperang para pemudanya juga dilatih untuk dapat melompat yaitu dengan cara melompat setinggi mungkin dan menebas pohon pakis yang tinggi sebagai pertanda mereka dapat mengalahkan musuhnya. Ini juga menandakan bahwa orang-orang itumereka mampu melindungi dan mempertahankan desa mereka setelah mencapai usia dewasa. Oleh karena itu, ''Si'ulu/Balugu'' (kepalaKepala desaAdat) akan membentuk tim ''Fataele'' dan merekrut orang-orang ini.<ref name="Fahombo">{{cite web|url=http://www.indonesia.travel/id/destination/730/pulau-nias/article/210/tari-fataele-tari-perang-khas-nias-selatan|title=Tari Fataele: Tari Perang Khas Nias Selatan|publisher=Indonesia Tourism|accessdate=7 April 2014}}</ref> Di masa lalu, orang-orang Nias ditakuti karena praktik [[Mangai binu|pengayauan]] mereka.<ref name="Nias Headhunting">{{cite web|url=http://news.softpedia.com/news/The-Island-of-the-Head-Hunters-64594.shtml|title=The Island of the Head Hunters|publisher=Softpedia News|accessdate=7 April 2014}}</ref> Diyakini bahwa para korban pengayauan akan menjadi pelayan di akhirat. Saat ini, pengayauan tidak lagi dilakukan karena mayoritas penduduk Nias telah menganut agama [[Protestanisme|Kristen Protestan]].<ref>{{cite book|title=Critical survey of studies on the anthropology of Nias, Mentawei and Enggano|author=Peter Suzuki|publisher=M. Nijhoff|year=1958|asin=B007T32XL0}}</ref>
Sarung terbuat dari kayu dengan ikatan kuningan atau [[rotan]] di sepanjang sarungnya. Seringkali keranjang rotan bundar dilekatkan pada sarung untuk menyimpan berbagai jimat. Biasanya, balato dari Nias bagian selatan memiliki keranjang yang lebih dihiasi dibandingkan balato dari wilayah utara.<ref>{{cite book|url=https://www.amazon.com/Traditional-Weapons-Indonesian-Archipelago-Zonneveld/dp/9054500042/ref=sr_1_1?ie=UTF8&qid=1394869874&sr=8-1&keywords=Traditional+Weapons+of+the+Indonesian+Archipelago|title=Traditional Weapons of the Indonesian Archipelago|author=Albert G Van Zonneveld|publisher=Koninklyk Instituut Voor Taal Land|year=2002|isbn=90-5450-004-2}}</ref>
 
== KebudayaanLihat juga ==
Di Nias Selatan, penduduk setempat mempraktikkan tarian perang yang disebut tarian ''Faluaya'' (atau ''[[Tari Fataele|Fataele]]''). Dalam tarian ini, para penari mengenakan pakaian berwarna-warni yang terdiri dari warna hitam, kuning dan merah, memakai dengan mahkota di kepala. Seperti [[Kesatria|ksatria]] dalam pertempuran, penari juga membawa [[baluse]] (perisai), pedang dan tombak sebagai alat pertahanan dari serangan musuh. Baluse yang digunakan terbuat dari kayu yang berbentuk seperti daun pisang dan dipegang di tangan kiri yang berfungsi untuk menangkis serangan musuh, sedangkan pedang atau tombak di tangan kanan berfungsi untuk membalas serangan musuh. Kedua senjata ini adalah senjata utama yang digunakan untuk bertarung oleh seorang ksatria Nias.
 
* [[Gari]], senjata lain dari Pulau Nias
Pada masa lalu, para pemuda diharuskan untuk melompati batu setinggi 2 meter dalam upacara ''Fahombo'' (atau ''Hombo Batu'') agar dianggap telah mencapai kedewasaan. Ini juga menandakan bahwa orang-orang itu mampu melindungi dan mempertahankan desa mereka setelah mencapai usia dewasa. Oleh karena itu, ''Si'ulu'' (kepala desa) akan membentuk tim ''Fataele'' dan merekrut orang-orang ini.<ref name="Fahombo">{{cite web|url=http://www.indonesia.travel/id/destination/730/pulau-nias/article/210/tari-fataele-tari-perang-khas-nias-selatan|title=Tari Fataele: Tari Perang Khas Nias Selatan|publisher=Indonesia Tourism|accessdate=7 April 2014}}</ref> Di masa lalu, orang-orang Nias ditakuti karena praktik [[pengayauan]] mereka.<ref name="Nias Headhunting">{{cite web|url=http://news.softpedia.com/news/The-Island-of-the-Head-Hunters-64594.shtml|title=The Island of the Head Hunters|publisher=Softpedia News|accessdate=7 April 2014}}</ref> Diyakini bahwa para korban pengayauan akan menjadi pelayan di akhirat. Saat ini, pengayauan tidak lagi dilakukan karena mayoritas penduduk Nias telah menganut agama [[Protestanisme|Kristen Protestan]].<ref>{{cite book|title=Critical survey of studies on the anthropology of Nias, Mentawei and Enggano|author=Peter Suzuki|publisher=M. Nijhoff|year=1958|asin=B007T32XL0}}</ref>
 
== Referensi ==
{{reflist}}{{Senjata Indonesia}}
 
[[Kategori:Senjata tradisional Indonesia]]
 
 
{{senjata-stub}}