Iwan Dwiprahasto: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
OrophinBot (bicara | kontrib)
 
(58 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Sedang dikembangkan}}
 
{{Infobox person
| name = Iwan Dwiprahasto
Baris 6 ⟶ 4:
| alt =
| caption =
| birth_place = [[Surabaya]], [[Jawa Timur]]
| birth_date = {{Birth date|1962|04|08|df=y}}
| death_date = {{Death date and age|df=yes|2020|3|24|1962|4|8}}
| death_place = [[Yogyakarta]], [[DI Yogyakarta]]
| occupation = {{ubl|Dokter, farmakolog, dosen, guru|Farmakolog|Dosen|Guru besar, wakil|Wakil rektor}}
| known_for = {{ubl|Ahli farmakologi, |Ahli farmakoepidemiologi,|Ahli medicationfarmasi errorklinis}}
| alma_mater = [[Universitas Gajah Mada]]{{br}}[[University of Newcastle]]{{br}}[[London School of Hygiene and Tropical Medicine ]]
| spouse alma_mater = dr. Adi Utarini M.Sc, M.PH, PhD{{ubl|
| alma_mater = [[Universitas Gajah Mada]]{{br}}[[|University of Newcastle]]{{br}}[[|London School of Hygiene and Tropical Medicine ]]}}
| spouse =
}}
 
'''Prof. DR. dr. '''Iwan Dwiprahasto''', M.Med.Sc., Ph.D'''. ({{lahirmati|[[Surabaya,]]| 8 April|4| 1962|[[Yogyakarta]]|24|3|2020}}) adalah seorang [[Guru besar|Guru Besar]] Farmakologi [[Universitas Gadjah Mada|Universitas Gajah Mada]] (UGM). Bidang penelitian yang ia tekuniditekuninya adalah [[farmakologi]] dan [[farmakoepidemiologi]].<ref name=":1">{{Cite web|url=https://ikd.ugm.ac.id/halaman-52--prof-dr-iwan-dwi-prahastommedscphd.html|title=Prof. dr. Iwan Dwiprahasto, M.Med.Sc, Ph.D|website=ikd.ugm.ac.id|access-date=2020-06-16|archive-date=2020-06-16|archive-url=https://web.archive.org/web/20200616093830/https://ikd.ugm.ac.id/halaman-52--prof-dr-iwan-dwi-prahastommedscphd.html|dead-url=yes}}</ref><ref name=":2">{{Cite web|url=https://ugm.ac.id/id/berita/100-pengukuhan-prof-iwan-dwiprahasto-tradisi-menulis-resep-obat-perlu-dikoreksi|title=Pengukuhan Prof Iwan Dwiprahasto: Tradisi Menulis Resep Obat Perlu Dikoreksi|last=Humas UGM|first=|date=07-01-2008|website=Universitas Gajah Mada|access-date=16-06-2020}}</ref> Ia dikukuhkan sebagai Guru Besar UGM pada 7 Januari 2008. Sebelumnya, Iwan merupakan Wakil Rektor UGM dan Dekan [https://fk.ugm.ac.id/en/ Fakultas Kedokteran UGM]. Iwan menjadi salah satu dokter yang meninggal akibat terinfeksi [[Penyakit koronavirus 2019|CovidCOVID-19]]. Dokter yang berusia 58 tahun tersebut meninggal pada 24 Maret 2020 di [https://sardjito.co.id/ RSUP Dr. Sardijito Yogyakarta].<ref name=":0">{{Cite webnews|url=https://regional.kompas.com/read/2020/03/24/11364221/rektor-ugm-kenang-sumbangan-pemikiran-iwan-dwiprahasto-dalam-bidang|title=Rektor UGM Kenang Sumbangan Pemikiran Iwan Dwiprahasto dalam Bidang Kedokteran Halaman all|work=[[Kompas.com]]|language=id|access-date=2020-06-16|editor-last=MediaArief|editor-first=KompasTeuku CyberMuhammad Valdy}}</ref> Dalam pekan terakhir Maret 2020 tersebut, [[Ikatan Dokter Indonesia]] mengumumkan bahwa sembilan dokter meninggal dunia karena COVID-19.<ref>{{Cite news|websiteurl=KOMPAShttps://www.cnbcindonesia.com/news/20200328141739-4-148157/akibat-corona-9-dokter-indonesia-meninggal-dalam-sepekan|title=Akibat Corona, 9 Dokter Indonesia Meninggal dalam Sepekan|last=dob|work=[[CNBC Indonesia]]|language=id-ID|access-date=2020-06-1628}}</ref> IaDia dikebumikandimakamkan di Pemakaman Sawit Sari, komplekkompleks UGMUniversitas Gadjah Mada.<ref>{{Cite web|url=https://www.tagar.id/sosok-guru-besar-ugm-positif-covid19-yang-meninggal|title=Sosok Guru Besar UGM Positif Covid-19 yang Meninggal|last=News|first=Tagar|date=2017-12-23|website=TAGAR|language=id|access-date=2020-06-16}}</ref>
 
== Pendidikan<ref name=":1" /> ==
Iwan menempuh pendidikan kedokteran di instansi pendidikan berikut:<ref name=":1" />
 
* S1: Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (1987)
* S2: Master degree on Pharmacoepidemiology, University of Newcastle, New South Wales, Australia (1994)
* S3: London School of Hygiene and Tropical Medicine (LSHTM), EnglandInggris (2000)
 
== Pemikiran ==
Iwan aktif menulis sejak tahun 1990-an. Tulisan-tulisannya dipublikasikan dalam berbagai jurnal ilmiah, seperti ''Berkala Ilmu Kedokteran'' (UGM), ''The Journal of Nutrition'' (American Society for Nutrition), ''Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan'' (UGM), ''International Journal on Pharmaceutical and Clinical Research'', ''Asian Pacific Journal of Cancer Prevention'', ''International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences,'' dan masih banyak lagi. Iwan memiliki keahlian di bidang ilmu medis dan kesehatan, farmakologi, dan dan farmasi klinis.<ref>{{Cite web|url=https://acadstaff.ugm.ac.id/MTk2MjA0MDgxOTg5MDMxMDAz#main|title=ACADSTAFF UGM|website=acadstaff.ugm.ac.id|access-date=2020-06-28}}</ref> Topik-topik penelitian yang pernah ia lakukan antara lain ''medication error'', tata kelola medis, faktor risiko kanker payudara, dan ''adverse drug reaction'' (reaksi obat yang tidak dikehendaki).<ref name=":5" />
Dalam pidato pengangkatan sebagai Guru Besar, Iwan Dwiprahasto menyampaikan permasalahan terbatasnya informasi bukti ilmiah terkini tentang [[obat]] dan [[farmakoterapi]] di kalangan tenaga kesehatan di Indonesia. Pidato tersebut berjudul, "Farmakoterapi Berbasis Bukti: Antara Teori dan Kenyataan". Meski akses internet terbuka luas, namun kendala biaya, bahasa, dan fasilitas perangkat informasi teknologi dapat teratasi hingga 10-15 tahun ke depan. Tenaga kesehatan di daerah terpencil dikhawatirkan menjadi salah satu pihak yang terdampak. Kelemahan tersebut justru dimanfaatkan oleh duta-duta farmasi kepada para dokter, di mana informasi mereka cenderung berpihak pada kepentingan komersial.<ref name=":2" />
 
=== ''Medication Errorerror'' ===
Terbatasnya informasi bukti ilmiah terkini lantas berkonsekuensi dengan praktik ''off-label use of drug'' atau penggunaan obat di luar indikasi yang direkomendasikan. Di Indonesia sendiri, badan yang berwenang atas peredaran makanan dan obat di masyarakat adalah [[Badan Pengawas Obat dan Makanan|Badan POM]]. Praktik ''off-label'' banyak terjadi di apotek-apotek. Menggeruskan tablet untuk dijadikan satu sediaan puyer atau sirup adalah bentuk ''off-label.'' Obat-obat yang kerap digunakan secara ''off-label'' antara lain antikonsulvan, antibiotika, obat [[Influenza|flu]] dan [[batuk]], dan obat-obatan [[kardiovaskuler]]. Misinformasi juga dilanggengkan melalui penyimpangan pembuatan resep yang ditirukan berulang-ulang.<ref name=":2" /> Iwan, bersama tiga peneliti lain, membahas bagaimana penggunaan ''off-label'' atas resep antikonsulvan terjadi pada ⅓ pasien rumah sakit swasta di Jawa, terutama pasien dengan gangguan saraf dan kejiwaan. Meskipun belum ada bukti ilmiah adanya efek samping yang berarti, kewaspadaan terhadap praktik ini dianggap perlu.<ref>{{Cite journal|last=Rahajeng|first=Bangunawati|last2=Ikawati|first2=Zullie|last3=Andayani|first3=Tri Murti|last4=Dwiprahasto|first4=Iwan|date=2017-07-01|year=|title=A Retrospective Study: The Off-Label Use of Anticonvulstants at a Private Hospital in Indonesia|url=https://innovareacademics.in/journals/index.php/ijpps/article/view/25388|journal=International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences|volume=10|issue=5|pages=|doi=http://dx.doi.org/10.22159/ijpps.2018v10i5.25388|doi-broken-date=|issn=0975-1491}}</ref>
''Medication Errorerror'' adalah permasalahan di dalam proses pengobatan sehingga menimbulkan risiko kepada pasien, dari skala ringan sampai berat, yang seringkalisering kali disebabkan karena permasalahan kolaborasi di antara para tenaga kesehatan (dokter, apoteker, dan perawat). Permasalahan ini tidak lepas dari kualitas sistem pelayanan kesehatan sehingga dapat memberikan dampak buruk secara medis maupun prosedural dalam level individual, juga kerugian biaya dalam skala nasional.<ref name=":6">{{Cite journal|last=Ulfah|first=Siti Sahirah|last2=Mita|first2=Soraya Ratnawulan|year=2017|title=Review Artikel: Medication Errors pada Tahap Prescribing, Transcribing, Dispensing, dan Administering|url=http://jurnal.unpad.ac.id/farmaka/article/view/13318/pdf|journal=Farmaka|volume=15|issue=2|pages=233-240|doi=https://doi.org/10.24198/jf.v15i2.13318.g6149}}</ref><ref name=":3">{{Cite journal|last=Musharyanti, M.Med.Ed|first=Lisa|last2=Claramita, Ph.D|first2=Mora|last3=Haryanti, Ph.D|first3=Fitri|last4=Dwiprahasto, Ph.D|first4=Iwan|year=2019|title=Why Do Nursing Students Make Medication Errors? A Qualitative Study in Indonesia|url=https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1658361219300514|journal=Journal of Taibah University Medical Science|volume=14|issue=3|pages=282-288|doi=https://doi.org/10.1016/j.jtumed.2019.04.002}}</ref><ref>{{Cite journal|last=Dwiprahasto|first=Iwan|year=2001|title=Clinical Governance: Konsep Modern Pelayanan Kesehatan yang Bermutu|url=https://jurnal.ugm.ac.id/jmpk/article/view/2830|journal=Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan UGM|volume=04|issue=04|pages=197-203|doi=}}</ref> Topik ini adalah salah satu yang cukup banyak dan secara kontinu dikaji oleh Iwan Dwiprahasto. Tulisan-tulisannya yang dipublikasikan dalam jurnal antara lain "Intervensi Pelatihan untuk Meminimalkan Risiko ''Medication Error'' Didi Pusat Pelayanan Kesehatan Primer" (2006), "Masalah dan Pencegahan ''Medication Error,'' Bagian Farmakologi dan Toksikologi" (2008),''"''Faktor Penyebab ''Medication Error'' di Instalasi Rawat Darurat" (2012), dan "''Why Do Nursing Students Make Medication Errors? A Qualitative Study in Indonesia''" (2019).<ref name=":5">{{Cite web|url=https://scholar.google.co.id/citations?user=C7JqHOYAAAAJ&hl=en|title=Iwan Dwiprahasto - Google Scholar Citations|website=scholar.google.co.id|access-date=2020-06-17}}</ref>
 
Iwan''Medication Dwiprahastoerror'' jugadapat terjadi di berbagai fase, dari ''prescribing'' (kesalahan peresepan)'', transcribing'' (kesalahan menerjemahkan resep)'', dispensing'' (kesalahan menyiapkan dan meracik obat)'','' dan ''administering'' (kesalahan penyerahan obat kepada pasien).<ref name=":6" /> Permasalahan ini disinggungnya saat diresmikan menjadi Guru Besar UGM. Dia mengkiritikmengkritik soal tulisan tangan sebagai tradisi dalam peresepan. Ia berpendapat bahwa tulisan yang sulit dibaca seolah bagian dari sakralisasi peresepan. Resep yang sulit dibaca akan membuat [[apoteker]] menduga dan menebak berdasarkan kapasitasnya sendiri sehingga selalu memiliki risiko kekeliruan membacamembacanya (permasalahan ''transcribing''). Contohnya adalah Losec® yang berisi obat Omerprazole (untuk gangguan lambung) sering keliru dibaca sebagai Lasix® yang berisi Furosemida (diuretika). Juga, Sotatic® yang berisi Metoclopramide (obat antimuntah) sering keliru dibaca menjadi Cytotec® (berisi Misoprostol). Obat tersebut dapat menyebabkan [[Gugur kandungan|keguguran]] jika diberikan kepada ibu hamil.<ref name=":2" />
 
Berhubungan dengan hal di atas, pada 2011, Iwan dan dua peneliti lain melakukan riset tentang peran resep elektronik di unit [[rawat jalan]]. Peran utamanya adalah meminimalkan risiko fase ''prescribing'' dan ''transcribing,'' masing-masing yaitu mengurangi kesalahan baca dan pemilihan dosis terkecil atas tulisan tangan''.'' Iwan dan kokeganya meneliti bagaimana pelaksanaan tersebut berpengaruh pada penerimaan dokter (secara deksriptif-kuantitatif) dan pemangkasan waktu tunggu resep terhadap apoteker ([[quasi eksperimen]] kuantitatif). Terdapat informasi bahwa sebanyak 62% pasien di empat RS umum di Yogyakarta mengaku kesulitan membaca resep miliknya. Kesulitan ini juga dialami oleh apoteker (25%) dan asisten apoteker (40%).<ref>{{Cite journal|last=Widayati|first=Aris|date=2007-11|title=Persepsi dokter, apoteker, dan pasien mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (Legibility)di empat Rumah Sakit Umum di kota Yogyakarta periode Maret-April 2007|url=http://repository.usd.ac.id/8906/|journal=Jurnal Farmasi Sains dan Komunitas|language=id|volume=3}}</ref> Bagaimana sikap pengguna terhadap resep elektronik ditelaah melalui perspektif manfaat (nilai 0,004) dan persepsi kemudahan (nilai 0,003). Dari sini dapat diartikan bahwa pengguna menerima bentuk inovasi teknologi yang ada. Dokter dan instalasi dalam penelitian ini merasakan manfaat resep elektronik, yang mengerucut pada kesesuaian formularium pada peresepan. Validasi resep oleh petugas farmasi juga tidak lagi diperlukan karena kesalahan ''input'' data dapat diberi peringatan oleh komputer. Dalam hal waktu tunggu pasien saat pengambilan obat, rata-rata waktu tunggu secara statistik berbeda makna (p < 0,001) dengan perbandingan waktu tunggu 13,9 ± 2,697 menit (resep elektronik) dengan 21,280 ± 6,612 menit (resep manual). Dapat disimpulkan bahwa waktu tunggu menjadi lebih pendek.<ref>{{Cite journal|last=Kusumarini|first=Putu|last2=Dwiprahasto|first2=Iwan|last3=Wardani|first3=PE|year=2011|title=Penerimaan Dokter dan Waktu Tunggu pada Peresepan Elektronik Dibandingkan Peresepan Manual|url=https://jurnal.ugm.ac.id/jmpk/article/view/2576|journal=Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan|volume=14|issue=03|pages=133-138|doi=}}</ref>
Tak hanya tulisan tangan, aturan pemakaian obat dalam resep juga dikriitknya. Aturan "tiga kali sehari" seharusnya mulai ditinggalkan dan diganti menjadi "dikonsumsi tiap 8 jam". Begitu juga dengan obat untuk "dua kali sehari", seharusnya ditulis menjadi "setiap 12 jam". Iwan berpesan agar para profesional kesehatan selalu berpacu pada bukti-bukti ilmiah terkini demi menjaga kesehatan masyarakat.<ref name=":2" /> Isi pidato tersebut juga disampaikan oleh Rektor UGM, yaitu [[Prof. Panut Mulyana]] kepada wartawan saat meliput kepulangan Iwan Dwiprahasto.<ref name=":0" />
[[Berkas:Antibiotic resistance mechanisms.jpg|jmpl|Mekanisme resistensi antibiotik di dalam tubuh manusia]]
Dalam tesis buatannya pada 19911992 di Universitas Newcastle yang dijadikan landasan analisa langkah-langkah pencegahan ''medication error,'', Iwan Dwiprahasto menemukan bahwa pemberian [[Antibiotik|antibiotikaantibiotik]] pada [[infeksi saluran pernapasan akut]] (ISPA) di layanan kesehatan swasta Yogyakarta tidak tepat. Angkanya mencapai 82%, di mana tidak berbeda antara [[dokter umum]] dan [[Dokter spesialis|spesialis]]. Pencegahan ''medication error,'' menurut Iwan, dapat dilakukan dengan memperbaiki [[Tata kelola perusahaan|tata kelola]] layanan rumah sakit, yang bermuara pada pengelolaan medik pasien secara terpadu.<ref>{{Cite journal|last=Dwiprahasto|first=Iwan|year=2004|title=Medical Error di Rumah Sakit dan Upaya untuk Meminimlkan Risiko|url=journalhttps://jurnal.ugm.ac.id/jmpk/article/view/2884|journal=Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan|volume=7|issue=01|pages=13-17|doi=}}</ref> Perlu diketahui sebelumnya bahwa sebagian besar ISPA umum disebabkan oleh [[virus]] (salesma, [[Influenza|flu]], [[bronkitis]], dan [[Radang paru-paru|pneumonia]] lainnya) dan dapat sembuh sendiri tanpa [[terapi medikamentosa]] (''self limiting disease''). Antibiotik hanya diberikan kepada ISPA yang disebabkan oleh bakteri, seperti kasus akut untuk [[rhinosinusitis]] dan bronkitis, serta bakteri penyebab [[otitis media]] dan [[faringitis]]/[[Radang amandel|tonsilitis]]. Konsumsi antibiotik yang berlebihan justru dapat menyebabkan resistensi antibiotik.<ref name=":4">{{Cite journal|last=Dwiprahasto|first=Iwan|year=2006|title=Peningkatan Mutu Penggunaan Obat di Puskesmas melalui Pelatihan Berjenjang pada Dokter dan Perawat|url=https://journal.ugm.ac.id/jmpk/article/viewFile/2740/2462|journal=Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan Universitas Gajah Mada|volume=09|issue=02|pages=94-101|doi=}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://www.halodoc.com/tidak-semua-infeksi-memerlukan-pengobatan-antibiotik|title=Tidak Semua Infeksi Memerlukan Pengobatan Antibiotik|last=Redaksi Halodoc|first=|date=13-03-2019|website=Halodoc|access-date=18-06-2020}}</ref>
 
Besarnya pemberian antibiotika untuk ISPA diteliti kembali oleh Iwan Dwiprahastoolehnya secara retrospektif dengan maksud menciptakan model intervensi pelatihan penggunaan obat yang rasional. Penelitian ini dipublikasikan pada 2006 dan turut menelusuri penggunaan injeksi untukpada penyakit [[Mialgia|myalgiamialgia]]. Lokus penelitiannya diadalah 43 puskesmas di delapan kab/kota Prov. [[SumatraSumatera Barat]]. Melalui penghitungan data resep, penelitian ini kembali mengkonfirmasi penggunaan obat berlebih untuk ISPA (antibiotik) dan myalgiamialgia (injeksi) berbentuk polifarmasi, yaitu penggunaan beberapa obat secara bersamaan dalam satu kondisi medis, baik kepada balita maupun dewasa. Peresepan seperti ini cenderung sama ditemui pada layanan dokter umum di layanan kesehatan swasta.<ref name=":4" />
=== Medication Error ===
''Medication Error'' adalah permasalahan di dalam proses pengobatan sehingga menimbulkan risiko kepada pasien, dari skala ringan sampai berat, yang seringkali disebabkan karena permasalahan kolaborasi di antara para tenaga kesehatan (dokter, apoteker, dan perawat).<ref>{{Cite journal|last=Ulfah|first=Siti Sahirah|last2=Mita|first2=Soraya Ratnawulan|year=2017|title=Review Artikel: Medication Errors pada Tahap Prescribing, Transcribing, Dispensing, dan Administering|url=http://jurnal.unpad.ac.id/farmaka/article/view/13318/pdf|journal=Farmaka|volume=15|issue=2|pages=233-240|doi=https://doi.org/10.24198/jf.v15i2.13318.g6149}}</ref><ref name=":3">{{Cite journal|last=Musharyanti, M.Med.Ed|first=Lisa|last2=Claramita, Ph.D|first2=Mora|last3=Haryanti, Ph.D|first3=Fitri|last4=Dwiprahasto, Ph.D|first4=Iwan|year=2019|title=Why Do Nursing Students Make Medication Errors? A Qualitative Study in Indonesia|url=https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1658361219300514|journal=Journal of Taibah University Medical Science|volume=14|issue=3|pages=282-288|doi=https://doi.org/10.1016/j.jtumed.2019.04.002}}</ref> Topik ini adalah salah satu yang cukup banyak dan secara kontinu dikaji Iwan Dwiprahasto. Tulisan-tulisannya yang dipublikasikan dalam jurnal antara lain "Intervensi Pelatihan untuk Meminimalkan Risiko ''Medication Error'' Di Pusat Pelayanan Kesehatan Primer" (2006), "Masalah dan Pencegahan ''Medication Error,'' Bagian Farmakologi dan Toksikologi" (2008),''"''Faktor Penyebab ''Medication Error'' di Instalasi Rawat Darurat" (2012), dan "''Why Do Nursing Students Make Medication Errors? A Qualitative Study in Indonesia''" (2019).<ref name=":5">{{Cite web|url=https://scholar.google.co.id/citations?user=C7JqHOYAAAAJ&hl=en|title=Iwan Dwiprahasto - Google Scholar Citations|website=scholar.google.co.id|access-date=2020-06-17}}</ref>
 
[[Penelitian intervensi]] juga kembali diinisiasi Iwan Dwiprahasto atas penggunaan obat dipada 20 [[Pusat Kesehatan Masyarakat|puskemas]] di lima kab/kota di [[Kalimantan Timur]]. Survei yang mengidentifikasi ''medication error'' di sana menunjukkan bahwa kekeliruan sering terjadi di bagian pemilihan obat, cara pemberian obat, dan frekuensi pemberian obat. Maka, dari basis data ini, intervensi yang dilakukan berbentuk pelatihan kepada dokter dan perawat puskesmas. Masing-masing materinya adalah tentang penggunaan obat secara rasional dan ''on the job training'' menggunakan contoh kasus sehari-hari di puskesmas. Enam bulan setelah intervensi pelatihan, angka ''medication error'' turun. Penurunan kesalahan yang signifikan (dalam rasio metode riset: p < 0,05) terjadi pada aspek ketidaklengkapan resep, kekeliruan pemilihan obat, dan kekeliruan cara pemberian obat. Melalui penelitian ini, Iwan menunjukkan bagaimana intervensi yang berfokus pada [[farmakoterapi]] berbasis bukti dan penyuluhan tentang risikonya berhasil menurunkan angka ''medication error'' di puskesmas.<ref>{{Cite journal|last=Dwiprahasto|first=Iwan|year=2006|title=Intervensi Pelatihan untuk Meminimalkan Risiko Medication Error di Pusat Pelayanan KesehatanPrimer|url=http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/detail.php?dataId=5603|journal=Berkala Ilmu Kedokteran|volume=38|issue=1|pages=1-8|doi=}}</ref>
Dalam tesis buatannya pada 1991 yang dijadikan landasan analisa langkah-langkah pencegahan ''medication error,'' Iwan Dwiprahasto menemukan bahwa pemberian [[Antibiotik|antibiotika]] pada [[infeksi saluran pernapasan akut]] (ISPA) di layanan kesehatan swasta Yogyakarta tidak tepat. Angkanya mencapai 82%, di mana tidak berbeda antara [[dokter umum]] dan [[Dokter spesialis|spesialis]]. Pencegahan ''medication error,'' menurut Iwan, dapat dilakukan dengan memperbaiki [[Tata kelola perusahaan|tata kelola]] layanan rumah sakit, yang bermuara pada pengelolaan medik pasien secara terpadu.<ref>{{Cite journal|last=Dwiprahasto|first=Iwan|year=2004|title=Medical Error di Rumah Sakit dan Upaya untuk Meminimlkan Risiko|url=journal.ugm.ac.id|journal=Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan|volume=7|issue=01|pages=13-17|doi=}}</ref> Perlu diketahui sebelumnya bahwa sebagian besar ISPA umum disebabkan oleh [[virus]] (salesma, [[Influenza|flu]], [[bronkitis]], dan [[Radang paru-paru|pneumonia]] lainnya) dan dapat sembuh sendiri tanpa [[terapi medikamentosa]] (''self limiting disease''). Antibiotik hanya diberikan kepada ISPA yang disebabkan oleh bakteri, seperti kasus akut untuk [[rhinosinusitis]] dan bronkitis, serta bakteri penyebab [[otitis media]] dan [[faringitis]]/[[Radang amandel|tonsilitis]]. Konsumsi antibiotik yang berlebihan justru dapat menyebabkan resistensi antibiotik.<ref name=":4">{{Cite journal|last=Dwiprahasto|first=Iwan|year=2006|title=Peningkatan Mutu Penggunaan Obat di Puskesmas melalui Pelatihan Berjenjang pada Dokter dan Perawat|url=https://journal.ugm.ac.id/jmpk/article/viewFile/2740/2462|journal=Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan Universitas Gajah Mada|volume=09|issue=02|pages=94-101|doi=}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://www.halodoc.com/tidak-semua-infeksi-memerlukan-pengobatan-antibiotik|title=Tidak Semua Infeksi Memerlukan Pengobatan Antibiotik|last=Redaksi Halodoc|first=|date=13-03-2019|website=Halodoc|access-date=18-06-2020}}</ref>
 
''Medication error'' juga diobservasi Iwan dari sisi salah satu pemangku kepentingan, yaitu perawat. Sebuah studi menyatakan bahwa di Indonesia, ''medication error'' oleh pelajar keperawatan selama masa [[Rotasi klinis|rotasi klinik]] dapat mencapai 44,8%.<ref>{{Cite journal|last=Khasanah|first=Uswatun|year=2012|title=Nursing Procedural Error: Types and Causing Factor in Nursing Sstudents of Clinical Rotation in Nursing Study Program UIN Syarif Hidayatullah|url=|journal=Jurnal Ners|volume=7|issue=2|pages=186-195|doi=http://dx.doi.org/10.20473/jn.v7i2.4020}}</ref> Penelitian lain juga memperlihatkan bahwa banyak perawat muda yang tidak yakin dengan kompetensinya sendiri dalam hal administrasi pengobatan yang aman karena minimnya pengetahuan tentang farmakologi dan aspek keamanan medis lainnya.<ref>{{Cite journal|last=Adhikari|first=Radha|last2=Tocher|first2=Jennifer|last3=Smith|first3=Pam|last4=Corcoran|first4=Janet|last5=MacArthur|first5=Juliet|date=2014-02-01|title=A multi-disciplinary approach to medication safety and the implication for nursing education and practice|url=http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0260691713003845|journal=Nurse Education Today|series=Patient Safety|language=en|volume=34|issue=2|pages=185–190|doi=10.1016/j.nedt.2013.10.008|issn=0260-6917}}</ref> Pada 2019, bersama tiga peneliti lain, Iwan mempublikasikan jurnal tentang [[studi kualitatif]] pelajar keperawatan terhadap ''medication error.''. Dalam [[ilmu keperawatan]] sendiri, pokok keamanan medis lebih banyak dibahas dalam bentuk kuliah di kelas dibandingkan eksperimen lapangan yang bergantung pada pembelajaran individu. Ditambah lagi, pokok ini hanya diajarkan pada tahun ketiga dalam satu mata kuliah. Ketika rotasi klinik berlangsung, para pelajar keperawatan dituntut untuk siap siaga dalam memberikan pelayanan di berbagai layanan kesehatan. Identifikasi ''medication error'' yang ditemukan dalam penelitian ini adalah kesalahan pada waktu pengobatan, identifikasi pasien, dan persiapan obat yang tidak tepat. Penelitian ini menekankan pentingnya model bimbingan dan supervisi yang memadai di pendidikan klinis untuk perawat demi menjaga kompetensi keamanan medis.<ref name=":3" />
Besarnya pemberian antibiotika untuk ISPA diteliti kembali oleh Iwan Dwiprahasto secara retrospektif dengan maksud menciptakan model intervensi pelatihan penggunaan obat yang rasional. Penelitian ini dipublikasikan pada 2006 dan turut menelusuri penggunaan injeksi untuk penyakit [[Mialgia|myalgia]]. Lokus penelitiannya di 43 puskesmas di delapan kab/kota Prov. [[Sumatra Barat]]. Melalui penghitungan data resep, penelitian ini kembali mengkonfirmasi penggunaan obat berlebih untuk ISPA (antibiotik) dan myalgia (injeksi) berbentuk polifarmasi, yaitu penggunaan beberapa obat secara bersamaan dalam satu kondisi medis, baik kepada balita maupun dewasa. Peresepan seperti ini cenderung sama ditemui pada layanan dokter umum di layanan kesehatan swasta.<ref name=":4" />
 
=== Kanker Payudarapayudara ===
[[Penelitian intervensi]] juga kembali diinisiasi Iwan Dwiprahasto atas penggunaan obat di 20 [[Pusat Kesehatan Masyarakat|puskemas]] di lima kab/kota di [[Kalimantan Timur]]. Survei yang mengidentifikasi ''medication error'' di sana menunjukkan bahwa kekeliruan sering terjadi di bagian pemilihan obat, cara pemberian obat, dan frekuensi pemberian obat. Maka, dari basis data ini, intervensi yang dilakukan berbentuk pelatihan kepada dokter dan perawat puskesmas. Masing-masing materinya adalah tentang penggunaan obat secara rasional dan ''on the job training'' menggunakan contoh kasus sehari-hari di puskesmas. Enam bulan setelah intervensi pelatihan, angka ''medication error'' turun. Penurunan kesalahan yang signifikan (dalam rasio metode riset: p<0,05) terjadi pada aspek ketidaklengkapan resep, kekeliruan pemilihan obat, dan kekeliruan cara pemberian obat. Melalui penelitian ini, Iwan menunjukkan bagaimana intervensi yang berfokus pada [[farmakoterapi]] berbasis bukti dan penyuluhan tentang risikonya berhasil menurunkan angka ''medication error'' di puskesmas.<ref>{{Cite journal|last=Dwiprahasto|first=Iwan|year=2006|title=Intervensi Pelatihan untuk Meminimalkan Risiko Medication Error di Pusat Pelayanan KesehatanPrimer|url=http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/detail.php?dataId=5603|journal=Berkala Ilmu Kedokteran|volume=38|issue=1|pages=1-8|doi=}}</ref>
Iwan Dwiprahasto juga terlibat dalam penelitian [[kanker payudara]]. Sebagian dari penelitian bertopik kanker payudara Iwan tercatat sebagai [[Metaanalisis|studi meta-analisis]], dengan asosiasi terhadap faktor risiko penyakit dan proses pengobatan beserta dampaknya.<ref name=":5" />
 
Bersama tiga peneliti lain, Iwan Dwiprahasto mengobservasi riwayat keluarga dan risiko atas kanker payudara dalam [[Suku Melayu|etnis Melayu]] di [[Malaysia]] dan [[Indonesia]]. Fokus etnis berangkat dari penelitian terdahulu yang membahas capaian kanker payudara yang berbeda-beda di tiap negara, di mana [[Amerika Utara]] dan [[Eropa Barat]] memiliki kasus yang lebih tinggi dibandingkan di [[Asia]]. Dari sini, faktor [[Genetika|genetik]], atas etnis Melayu, yang memengaruhi kemunculan [[neoplasma]] di [[payudara]] dieksplorasi lebih jauh dengan memanfaatkan kembali [[jurnal ilmiah]] berbahasa Inggris yang dipublikasikan selama 1999-2018 dan identifikasi latar pasien (desain riset meta-analisis). Hasilnya, terdapat keterhubungan tinggi antara riwayat keluarga yang memiliki kanker payudara dengan potensi kanker dalam etnis Melayu di Malaysia dan Indonesia (OR=3.34 [95% CI 2.68-4.15, ''P''<0.00001])''.'' Penelitian ini merekomendasikan perempuan untuk mengedukasi dirinya tentang kanker payudara sekaligus melakukan deteksi dini jika terdapat benjolan di payudara. Mengingat, penelitian terkait menunjukkan bahwa perempuan dengan kanker payudara—yang juga terjadi pada keluarganya—baru melakukan deteksi ketika neoplasma sudah memasuki perkembangan lanjut.<ref>{{Cite journal|last=NINDREA|first=Ricvan Dana|last2=ARYANDONO|first2=Teguh|last3=LAZUARDI|first3=Lutfan|last4=DWIPRAHASTO|first4=Iwan|date=2019-05-08|title=Family History of Breast Cancer and Breast Cancer Risk Between Malays Ethnicity in Malaysia and Indonesia: A Meta-Analysis|url=https://doi.org/10.18502/ijph.v48i2.814|journal=Iranian Journal of Public Health|doi=10.18502/ijph.v48i2.814|issn=2251-6093}}</ref>
''Medication error'' juga diobservasi Iwan dari sisi salah satu pemangku kepentingan, yaitu perawat. Sebuah studi menyatakan bahwa di Indonesia, ''medication error'' oleh pelajar keperawatan selama masa [[Rotasi klinis|rotasi klinik]] dapat mencapai 44,8%.<ref>{{Cite journal|last=Khasanah|first=Uswatun|year=2012|title=Nursing Procedural Error: Types and Causing Factor in Nursing Sstudents of Clinical Rotation in Nursing Study Program UIN Syarif Hidayatullah|url=|journal=Jurnal Ners|volume=7|issue=2|pages=186-195|doi=http://dx.doi.org/10.20473/jn.v7i2.4020}}</ref> Penelitian lain juga memperlihatkan bahwa banyak perawat muda yang tidak yakin dengan kompetensinya sendiri dalam hal administrasi pengobatan yang aman karena minimnya pengetahuan tentang farmakologi dan aspek keamanan medis lainnya.<ref>{{Cite journal|last=Adhikari|first=Radha|last2=Tocher|first2=Jennifer|last3=Smith|first3=Pam|last4=Corcoran|first4=Janet|last5=MacArthur|first5=Juliet|date=2014-02-01|title=A multi-disciplinary approach to medication safety and the implication for nursing education and practice|url=http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0260691713003845|journal=Nurse Education Today|series=Patient Safety|language=en|volume=34|issue=2|pages=185–190|doi=10.1016/j.nedt.2013.10.008|issn=0260-6917}}</ref> Pada 2019, bersama tiga peneliti lain, Iwan mempublikasikan jurnal tentang [[studi kualitatif]] pelajar keperawatan terhadap ''medication error.'' Dalam [[ilmu keperawatan]] sendiri, pokok keamanan medis lebih banyak dibahas dalam bentuk kuliah di kelas dibandingkan eksperimen lapangan yang bergantung pada pembelajaran individu. Ditambah lagi, pokok ini hanya diajarkan pada tahun ketiga dalam satu mata kuliah. Ketika rotasi klinik berlangsung, para pelajar keperawatan dituntut untuk siap siaga dalam memberikan pelayanan di berbagai layanan kesehatan. Identifikasi ''medication error'' yang ditemukan dalam penelitian ini adalah kesalahan pada waktu pengobatan, identifikasi pasien, dan persiapan obat yang tidak tepat. Penelitian ini menekankan pentingnya model bimbingan dan supervisi yang memadai di pendidikan klinis untuk perawat demi menjaga kompetensi keamanan medis.<ref name=":3" />
 
Selain faktor genetik yang juga dikonfirmasi Iwan dkk. di atas, faktor risiko lain seperti usia, [[hormon]], [[Diet|diet makan]], dan merokok juga turut memicu kanker. Dalam hal diet makanan, beberapa penelitian mengobservasi korelasi risiko kanker payudara dengan rendahnya konsumsi ikan. [[Asam lemak omega-3]] yang terkandung dalam ikan bermanfaat bagi pencegahan dan penanggulangan kanker payudara. Jenis ikan yang memiliki kandungan tinggi asam lemak omega-3 adalah [[salmon]], [[Makerel|mekarel]], [[tuna]], [[kakap merah]], dan [[Haring atlantik|herring]]. Akan tetapi, penelitian lanjutan memperlihatkan temuan yang berkebalikan sehingga keberlanjutan riset-riset yang ada melahirkan temuan yang tidak konsisten. Iwan Dwiprahasto dan tiga peneliti lain lantas ingin mengetahui bagaimana efek pelindungan atas zat omega-3 khusus pasien-pasien orang Asia. Hal ini dianggap perlu karena faktor geografis dan pasar pangan menghasilkan pola diet yang berbeda-beda di tiap kawasan. Sebanyak 11 artikel jurnal, yang sesuai dengan identifikasi riset ini, ditelaah kembali dengan metode meta-analisis. Riset Iwan dkk. tersebut menemukan bahwa dalam kasus orang Asia, asam lemak omega-3 dalam kandungan ikan memproduksi efek pelindungan terhadap kanker payudara.<ref>{{Cite journal|last=Nindrea|first=Ricvan Dana|last2=Aryandono|first2=Teguh|last3=Lazuardi|first3=Lutfan|last4=Dwiprahasto|first4=Iwan|date=2019-02-01|title=Protective Effect of Omega-3 Fatty Acids in Fish Consumption Against Breast Cancer in Asian Patients: A Meta-Analysis|url=http://journal.waocp.org/article_82369.html|journal=Asian Pacific Journal of Cancer Prevention|language=en|volume=20|issue=2|pages=327–332|doi=10.31557/APJCP.2019.20.2.327|issn=2476-762X|pmc=PMC6897018|pmid=30803190}}</ref> Adanya inkonsistensi hasil riset-riset yang juga meneliti topik ini diyakini disebabkan oleh perbedaan kebiasaan konsumsi ikan di tiap wilayah. Orang Asia didapati lebih banyak mengkonsumsi ikan dibandingkan orang-orang Eropa dan [[Amerika Utara]].<ref>{{Cite journal|last=Fabian|first=Carol J.|last2=Kimler|first2=Bruce F.|last3=Hursting|first3=Stephen D.|date=2015-05-04|title=Omega-3 fatty acids for breast cancer prevention and survivorship|url=https://doi.org/10.1186/s13058-015-0571-6|journal=Breast Cancer Research|volume=17|issue=1|pages=62|doi=10.1186/s13058-015-0571-6|issn=1465-542X|pmc=PMC4418048|pmid=25936773}}</ref>
=== Kanker Payudara ===
[[Berkas:Breast cancer probability according to mammography.svg|jmpl|Model hitungan probabilitas kanker payudara berdasarkan rekam deteksi mammografi]]
Iwan Dwiprahasto juga terlibat dalam penelitian [[kanker payudara]]. Sebagian dari penelitian bertopik kanker payudara Iwan tercatat sebagai [[Metaanalisis|studi meta-analisis]], dengan asosiasi terhadap faktor risiko penyakit dan proses pengobatan beserta dampaknya.<ref name=":5" />
Penyebab kanker payudara memang dipacu oleh berbagai faktor. Dari sinilah muncul gagasan bagaimana ''machine learning'' ([[pemelajaran mesin]]) dapat membantu menghitung faktor-faktor risiko sehingga dapat membantu seseorang dalam mengambil keputusan untuk melakukan deteksi dini kanker payudara. Perhitungan risiko penyakit melalui ''machine learning'' dianggap dapat memperlihatkan apakah seseorang punya risiko yang aman dari kanker payudara, masuk dalam kriteria aksi pencegahan kanker payudara, atau bahkan masuk dalam risiko tinggi memiliki kanker payudara.<ref>{{Cite book|url=https://www.worldcat.org/oclc/742421886|title=Data mining : concepts and techniques|last=Han, Jiawei.|date=2012|publisher=Elsevier/Morgan Kaufmann|others=Kamber, Micheline., Pei, Jian (Computer scientist)|isbn=978-0-12-381480-7|edition=3rd ed|location=Amsterdam|oclc=742421886}}</ref><ref>{{Cite journal|last=Chapman|first=W. W.|last2=Fizman|first2=M.|last3=Chapman|first3=B. E.|last4=Haug|first4=P. J.|date=2001-02|title=A comparison of classification algorithms to automatically identify chest X-ray reports that support pneumonia|url=https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/11376542/|journal=Journal of Biomedical Informatics|volume=34|issue=1|pages=4–14|doi=10.1006/jbin.2001.1000|issn=1532-0464|pmid=11376542}}</ref> Iwan kembali berkolaborasi dengan tiga penelitian lain untuk mengulas ''machine learning'' mana yang memiliki akurasi paling tinggi dalam mendeteksi kanker payudara, yakni melalui pendekatan: Naive Bayes, Neural Network, Decision Tree, Logistic Regression, Linear Discriminant Analysis, Super Vector Machine (SVM), K-Nearest Neighbor. [[Penelitian kuantitatif]] dengan desain riset meta-analisis ini meneliti jurnal ilmiah dari 2000-2018 yang menggunakan tiap ''machine learning'' di atas untuk mendeteksi kanker payudara, dan berdasarkan pembatasan riset, terdapat sebelas studi yang sesuai dengan desain penelitian. Uji analisa diagnostik dilakukan dengan menghitung skala sensitivitas dan spesifisitas dari ''dataset'' penelitian yang bersangkutan ke dalam kriteria akurasi nilai Area Under Curve (AUC) melalui kurva Receiver Operating Characteristic (ROC)''.'' Dari olahan perbandingan skala nilai yang ada, dihasilkan bahwa pendekatan SVM menggambarkan perhitungan risiko kanker payudara dengan klasifikasi akurasi yang sangat baik dibandingkan algoritma ''machine learning'' lainnya (AUC > 90%)''.'' Para penelitinya, termasuk Iwan, berkata bahwa ''machine learning'' membantu mengurangi kemungkinan kesalahan yang dapat disebabkan oleh tenaga medis ataupun sebagai data medis yang dapat dimanfaatkan sesuai kebutuhan. Sistem ini juga potensial untuk dikembangkan dalam bentuk [[aplikasi seluler]] sehingga para perempuan dapat menggunakannya dengan mudah.<ref>{{Cite journal|last=Nindrea|first=Ricvan Dana|last2=Aryandono|first2=Teguh|last3=Lazuardi|first3=Lutfan|last4=Dwiprahasto|first4=Iwan|date=2018-07|title=Diagnostic Accuracy of Different Machine Learning Algorithms for Breast Cancer Risk Calculation: a Meta-Analysis|url=http://doi.org/10.22034/APJCP.2018.19.7.1747|journal=Asian Pacific Journal of Cancer Prevention|volume=19|issue=7|doi=10.22034/APJCP.2018.19.7.1747|pmc=PMC6165638|pmid=30049182}}</ref>
 
== Pengangkatan Guru Besar ==
Bersama tiga peneliti lain, Iwan Dwiprahasto mengobservasi riwayat keluarga dan risiko atas kanker payudara dalam [[Suku Melayu|etnis Melayu]] di Malaysia dan Indonesia. Fokus etnis berangkat dari penelitian terdahulu yang membahas capaian kanker payudara yang berbeda-beda di tiap negara, di mana [[Amerika Utara]] dan [[Eropa Barat]] memiliki kasus yang lebih tinggi dibandingkan di [[Asia]]. Dari sini, faktor genetik, atas etnis Melayu, yang memengaruhi kemunculan [[neoplasma]] di payudara dieksplorasi lebih jauh dengan memanfaatkan kembali [[jurnal ilmiah]] berbahasa Inggris yang dipublikasikan selama 1999-2018 dan identifikasi latar pasien (desain riset meta-analisis). Hasilnya, terdapat keterhubungan tinggi antara riwayat keluarga yang memiliki kanker payudara dengan potensi kanker dalam etnis Melayu di Malaysia dan Indonesia (OR=3.34 [95% CI 2.68-4.15, ''P''<0.00001])''.'' Penelitian ini merekomendasikan perempuan untuk mengedukasi dirinya tentang kanker payudara sekaligus melakukan deteksi dini jika terdapat benjolan di payudara. Mengingat, penelitian terkait menunjukkan bahwa perempuan dengan kanker payudara—yang juga terjadi pada keluarganya—baru melakukan deteksi ketika neoplasma sudah memasuki perkembangan lanjut.<ref>{{Cite journal|last=NINDREA|first=Ricvan Dana|last2=ARYANDONO|first2=Teguh|last3=LAZUARDI|first3=Lutfan|last4=DWIPRAHASTO|first4=Iwan|date=2019-05-08|title=Family History of Breast Cancer and Breast Cancer Risk Between Malays Ethnicity in Malaysia and Indonesia: A Meta-Analysis|url=https://doi.org/10.18502/ijph.v48i2.814|journal=Iranian Journal of Public Health|doi=10.18502/ijph.v48i2.814|issn=2251-6093}}</ref>
Dalam pidato pengangkatan sebagai Guru Besar, Iwan Dwiprahasto menyampaikan permasalahan terbatasnya informasi bukti ilmiah terkini tentang [[obat]] dan [[farmakoterapi]] di kalangan tenaga kesehatan di Indonesia. Pidato tersebut berjudul, "Farmakoterapi Berbasis Bukti: Antara Teori dan Kenyataan". Meski akses internet terbuka luas, namun kendala biaya, bahasa, dan fasilitas perangkat informasi teknologi dapat teratasi hingga 10-15 tahun ke depan. Tenaga kesehatan di daerah terpencil dikhawatirkan menjadi salah satu pihak yang terdampak. Kelemahan tersebut justru dimanfaatkan oleh duta-duta farmasi kepada para dokter, di mana informasi mereka cenderung berpihak pada kepentingan komersial.<ref name=":2" />
 
Ia merincikan permasalahan itu, "Dokter meresepkan obat-obat baru tanpa terlebih dahulu memahami sifat obat secara rinci apalagi mempelajari hasil-hasil uji klinik yang menyertainya dari waktu ke waktu. Jangankan mengetahui farmakologi obat dan profil farmakokinetika-nya, isi kandungan obat pun banyak yang tidak mengetahui. Nama dagang ternyata lebih enak untuk dilafal, sedangkan isi obat biarlah para farmakolog yang menghapal. Demikian mungkin yang terjadi (...) Obat ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi memberikan efek terapi yang diharapkan, tetapi di sisi lain justru menimbulkan risiko yang mencelakakan. Sayangnya, bukti ilmiah mengenai efek obat yang merugikan sering datang sangat terlambat, di saat korban telah berjatuhan. Itu pun kadang tidak membuat pemegang kebijakan serta-merta menghentikan peredaran suatu obat. Pemegang kebijakan obat seolah tidak berdaya menghadapi hegemoni [[industri farmasi]] yang secara intens memberikan tekanan politik, psikologis, dan tidak jarang intimidatif dalam melanggengkan produk yang berbuah bencana."<ref name=":7">{{Cite journal|last=Dwiprahasto|first=Iwan|date=2008|title=Farmokoterapi berbasis bukti: antara teori dan kenyataan|url=http://repository.ugm.ac.id/digitasi/index.php?module=cari_hasil_full&idbuku=1089|publisher=Universitas Gadjah Mada}}</ref>
Selain faktor genetik yang juga dikonfirmasi Iwan dkk. di atas, faktor risiko lain seperti usia, [[hormon]], [[Diet|diet makan]], dan merokok juga turut memicu kanker. Dalam hal diet makanan, beberapa penelitian mengobservasi korelasi risiko kanker payudara dengan rendahnya konsumsi ikan. Asam lemak omega-3 yang terkandung dalam ikan bermanfaat bagi pencegahan dan penanggulangan kanker payudara. Akan tetapi, penelitian lanjutan memperlihatkan temuan yang berkebalikan sehingga keberlanjutan riset-riset yang ada melahirkan temuan yang tidak konsisten. Iwan Dwiprahasto dan tiga peneliti lain lantas ingin mengetahui bagaimana efek pelindungan atas zat omega-3 khusus pasien-pasien orang Asia. Hal ini dianggap perlu karena faktor geografis dan pasar pangan menghasilkan pola diet yang berbeda-beda di tiap kawasan. Sebanyak 11 artikel jurnal, yang sesuai dengan identifikasi riset ini, ditelaah kembali dengan metode meta-analisis. Riset Iwan dkk. tersebut menemukan bahwa dalam kasus orang Asia, asam lemak omega-3 dalam kandungan ikan memproduksi efek pelindungan terhadap kanker payudara. Adanya inkonsistensi hasil riset-riset yang juga meneliti topik ini diyakini disebabkan oleh perbedaan kebiasaan konsumsi ikan di tiap wilayah. Orang Asia didapati lebih banyak mengkonsumsi ikan dibandingkan orang-orang Eropa dan Amerika Utara.
 
Terbatasnya informasi bukti ilmiah terkini lantas berkonsekuensi dengan praktik ''off-label use of drug'' atau penggunaan obat di luar indikasi yang direkomendasikan. Di Indonesia sendiri, badan yang berwenang atas peredaran makanan dan obat di masyarakat adalah [[Badan Pengawas Obat dan Makanan|Badan POM]]. Praktik ''off-label'' banyak terjadi di apotek-apotek. Menggeruskan tablet untuk dijadikan satu sediaan puyer atau sirup adalah bentuk ''off-label.'' Obat-obat yang kerap digunakan secara ''off-label'' antara lain antikonsulvan, antibiotika[[antibiotik]]a, obat [[Influenza|flu]] dan [[batuk]], dan obat-obatan [[kardiovaskuler]]. Misinformasi juga dilanggengkan melalui penyimpangan pembuatan resep yang ditirukan berulang-ulang.<ref name=":2" /> Iwan, bersama tiga peneliti lain, membahas bagaimana penggunaan ''off-label'' atas resep antikonsulvan terjadi pada ⅓ pasien rumah sakit swasta di Jawa, terutama pasien dengan gangguan saraf dan kejiwaan. Meskipun belum ada bukti ilmiah adanya efek samping yang berarti, kewaspadaan terhadap praktik ini dianggap perlu.<ref>{{Cite journal|last=Rahajeng|first=Bangunawati|last2=Ikawati|first2=Zullie|last3=Andayani|first3=Tri Murti|last4=Dwiprahasto|first4=Iwan|date=2017-07-01|year=|title=A Retrospective Study: The Off-Label Use of Anticonvulstants at a Private Hospital in Indonesia|url=https://innovareacademics.in/journals/index.php/ijpps/article/view/25388|journal=International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences|volume=10|issue=5|pages=|doi=http://dx.doi.org/10.22159/ijpps.2018v10i5.25388|doi-broken-date=|issn=0975-1491}}</ref>
Penyebab kanker payudara memang dipacu oleh berbagai faktor. Dari sinilah muncul gagasan bagaimana ''machine learning'' ([[pemelajaran mesin]]) dapat membantu menghitung faktor-faktor risiko sehingga dapat membantu seseorang dalam mengambil keputusan untuk melakukan deteksi dini kanker payudara. Perhitungan risiko penyakit melalui ''machine learning'' dianggap dapat memperlihatkan apakah seseorang punya risiko yang aman dari kanker payudara, masuk dalam kriteria aksi pencegahan kanker payudara, atau bahkan masuk dalam risiko tinggi memiliki kanker payudara.<ref>{{Cite book|url=https://www.worldcat.org/oclc/742421886|title=Data mining : concepts and techniques|last=Han, Jiawei.|date=2012|publisher=Elsevier/Morgan Kaufmann|others=Kamber, Micheline., Pei, Jian (Computer scientist)|isbn=978-0-12-381480-7|edition=3rd ed|location=Amsterdam|oclc=742421886}}</ref><ref>{{Cite journal|last=Chapman|first=W. W.|last2=Fizman|first2=M.|last3=Chapman|first3=B. E.|last4=Haug|first4=P. J.|date=2001-02|title=A comparison of classification algorithms to automatically identify chest X-ray reports that support pneumonia|url=https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/11376542/|journal=Journal of Biomedical Informatics|volume=34|issue=1|pages=4–14|doi=10.1006/jbin.2001.1000|issn=1532-0464|pmid=11376542}}</ref> Iwan kembali berkolaborasi dengan tiga penelitian lain untuk mengulas ''machine learning'' mana yang memiliki akurasi paling tinggi dalam mendeteksi kanker payudara, yakni melalui pendekatan: Naive Bayes, Neural Network, Decision Tree, Logistic Regression, Linear Discriminant Analysis, Super Vector Machine (SVM), K-Nearest Neighbor. [[Penelitian kuantitatif]] dengan desain riset meta-analisis ini meneliti jurnal ilmiah dari 2000-2018 yang menggunakan tiap ''machine learning'' di atas untuk mendeteksi kanker payudara, dan berdasarkan pembatasan riset, terdapat sebelas studi yang sesuai dengan desain penelitian. Uji analisa diagnostik dilakukan dengan menghitung skala sensitivitas dan spesifisitas dari ''dataset'' penelitian yang bersangkutan ke dalam kriteria akurasi nilai Area Under Curve (AUC) melalui kurva Receiver Operating Characteristic (ROC)''.'' Dari olahan perbandingan skala nilai yang ada, dihasilkan bahwa pendekatan SVM menggambarkan perhitungan risiko kanker payudara dengan klasifikasi akurasi yang sangat baik dibandingkan algoritma ''machine learning'' lainnya (AUC > 90%)''.'' Para penelitinya, termasuk Iwan, berkata bahwa ''machine learning'' membantu mengurangi kemungkinan kesalahan yang dapat disebabkan oleh tenaga medis ataupun sebagai data medis yang dapat dimanfaatkan sesuai kebutuhan. Sistem ini juga potensial untuk dikembangkan dalam bentuk [[aplikasi seluler]] sehingga para perempuan dapat menggunakannya dengan mudah.<ref>{{Cite journal|last=Nindrea|first=Ricvan Dana|last2=Aryandono|first2=Teguh|last3=Lazuardi|first3=Lutfan|last4=Dwiprahasto|first4=Iwan|date=2018-07|title=Diagnostic Accuracy of Different Machine Learning Algorithms for Breast Cancer Risk Calculation: a Meta-Analysis|url=http://doi.org/10.22034/APJCP.2018.19.7.1747|journal=Asian Pacific Journal of Cancer Prevention|volume=19|issue=7|doi=10.22034/APJCP.2018.19.7.1747|pmc=PMC6165638|pmid=30049182}}</ref>
 
Iwan, bersama tiga peneliti lain, membahas bagaimana penggunaan ''off-label'' atas resep antikonsulvan terjadi pada ⅓ pasien rumah sakit swasta di Jawa, terutama pasien dengan gangguan saraf dan kejiwaan. Meskipun belum ada bukti ilmiah adanya efek samping yang berarti, kewaspadaan terhadap praktik ini dianggap perlu.<ref>{{Cite journal|last=Rahajeng|first=Bangunawati|last2=Ikawati|first2=Zullie|last3=Andayani|first3=Tri Murti|last4=Dwiprahasto|first4=Iwan|date=2017-07-01|year=|title=A Retrospective Study: The Off-Label Use of Anticonvulstants at a Private Hospital in Indonesia|url=https://innovareacademics.in/journals/index.php/ijpps/article/view/25388|journal=International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences|volume=10|issue=5|pages=|doi=10.22159/ijpps.2018v10i5.25388|doi-broken-date=|issn=0975-1491}}</ref> Iwan, saat berpidato, juga menyayangkan bagaimana [[vitamin]] menjadi bagian wajib dari peresepan. Hingga saat ini belum ada bukti bahwa pemberian vitamin mampu mencegah terjadinya penyakit maupun mempercepat penyembuhan orang sakit. Contohnya, hasil ''systematic review'' atas penggunaan [[vitamin C]] atau [[vitamin E]] tidak berkorelasi dengan pencegahan apalagi penyembuhan kanker.<ref name=":7" />
 
Tak hanya tulisan tangan, aturanAturan pemakaian obat dalam resep juga dikriitknya. Aturan "tiga kali sehari" seharusnya mulai ditinggalkan dan diganti menjadi "dikonsumsi tiap 8 jam". Begitu juga dengan obat untuk "dua kali sehari", seharusnya ditulis menjadi "setiap 12 jam". Iwan berpesan agar para profesional kesehatan selalu berpacu pada bukti-bukti ilmiah (''evidence-based medicine'') terkini demi menjaga kesehatan masyarakat.<ref name=":2" /> Isi pidato tersebut juga disampaikan oleh Rektor UGM, yaituProf. [[Prof. Panut Mulyana]], kepada wartawan saat meliput kepulangan Iwan Dwiprahasto.<ref name=":0" />
 
== Asosiasi lembaga ==
Selama menjadi dokter, dia terlibat dalam sejumlah lembaga:<ref>{{Cite web|url=http://www.pdpersi.co.id/kanalpersi/pengurus_harian/data/materi_rakernas13persi/materi_iwan_dwiprahasto.pdf|title=Strategi Efisiensi Penggunaan Obat di Era JKN|last=|first=|date=|website=|access-date=|archive-date=2020-06-26|archive-url=https://web.archive.org/web/20200626053121/http://www.pdpersi.co.id/kanalpersi/pengurus_harian/data/materi_rakernas13persi/materi_iwan_dwiprahasto.pdf|dead-url=yes}}</ref>
# Komite Nasional Formularium (Ketua)
# Komite Nasional Daftar Obat Esensial (Ketua)
# Komute Nasional Formularium Haji (Ketua)
# Penyusun Formularium Obat InHealth Indonesia (Ketua)
# Dewan Penasihat Medis BPJS
# Dewan Penasihat Medis InHealth Indonesia
# Komite Nasional Penilai Obat Jadi Badan POM
# Komite Nasional Informatorium Obat Nasional Indonesia
# Komite Nasional Obat Tradisional dan Suplemen Makanan
# Komite Nasional Penilaian Teknologi Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI
# Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Kementerian Kesehatan RI
# Indonesian Clinical Epidmiology & EBM Network (Direktur)
# Dewan Pemerintah International Clinical Epidemiology Network
# Dewan Pakar Asosiasi Rumah Sakit Daerah
# Dewan Pakar Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia
 
== Referensi ==
{{reflist|2}}
<references responsive="" />
 
{{authority control}}
 
[[Kategori:Ilmuwan Indonesia]]
[[Kategori:Farmakologi]]
[[Kategori:Kematian akibat pandemi COVID-19 di Indonesia]]
[[Kategori:Meninggal usia 57]]