'''Kerajaan Tamiang''' atau '''Kesultanan Banua Tamiang''', atau '''Benua Tunu''' merupakan salah satu [[Kerajaan Islam di Indonesia|kerajaan Islam]] tertua di [[Aceh]], [[Indonesia]], setelah [[Kesultanan Peureulak|Kesultanan Perlak]].<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cybernews|title=Sejarah Singkat Kerajaan Perlak dan Kerajaan Benua Raja Halaman all|url=https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/04/173000769/sejarah-singkat-kerajaan-perlak-dan-kerajaan-benua-raja|websitework=KOMPAS[[Kompas.com]]|language=id|access-date=2020-08-30|editor-last=Putri|editor-first=Arum Sutrisni|first=Arum Sutrisni|last=Putri|date=2020-03-04}}</ref> Wilayah Kerajaan Tamiang ini berada di ujung paling timur dari Provinsi [[Aceh Darussalam|Aceh Darusalam]] saat ini,. wilayahWilayah Tamiang tersebut juga merupakan perbatasan antara provinsiProvinsi Aceh dengan provinsiProvinsi [[SumatraSumatera Utara|Sumatera Utara]]. Pada saat sekarang ini Kerajaan Tamiang berada dalam kawasan administratif dari [[kabupatenKabupaten Aceh Tamiang]] yang resmii berdiri pada tahun 2002 dan merupakan pemekaran dari [[kabupatenKabupaten Aceh Timur]]. Kerajaan Tamiang atau kesultananKesultanan Banua Tamiang juga merupakan kerajaan islamIslam yang berdiri di Aceh jauh sebelum kemerdekaan Indonesia. Kerajaan Tamiang ini pernah mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Raja Muda Sedia.<ref name=":0">{{Cite web|last=Tamiang|first=Adlin-Kominfo Aceh|title=Sejarah Tamiang|url=https://acehtamiangkab.go.id/selayang-pandang/sejarah-aceh-tamiang.html|website=acehtamiangkab.go.id|language=id-id|access-date=2020-08-30}}</ref><ref>{{Cite journal|last=Putra|first=Irwansyah|last2=Prawirohartono|first2=Endy Paryanto|last3=Julia|first3=Madarina|date=2007-03-01|title=Pola makan, penyakit infeksi, dan status gizi anak balita pengungsi di Kabupaten Pidie Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam|url=http://dx.doi.org/10.22146/ijcn.17562|journal=Jurnal Gizi Klinik Indonesia|volume=3|issue=3|pages=115|doi=10.22146/ijcn.17562|issn=2502-4140}}</ref><ref>{{Cite web|title=Aceh Timur|url=http://jdih.acehtimurkab.go.id/news/page/gambaran-umum-daerah|website=jdih.acehtimurkab.go.id|access-date=2020-08-30}}</ref>
== Sejarah kesultanan/Kerajaan Tamiang ==
Nama dari Kerajaan Tamiang tersebut pada awalnya diambil dari sebuah kata "Tamiang" yang juga berasal dari kata "te-miyang". Nama tersebut diambil dari sebuah legenda yang berasal dari wilayah tersebut yang berarti tidak gatal-gatal atau kebal terhadap miang [[bambu]]. Hal tersebut juga berhubungan dengan cerita [[sejarah]] tentang Raja Tamiang yang bernama Pucook Sulooh. Ketika masih bayi, raja tersebut ditemui dalam rumpun [[Bambu betung|bambu Betong]] atau betung (istilah Tamiang ” bulooh ”) dan. Raja yang menemukannya ketika itu bernama Tamiang Pehok, laluia kemudian mengambil dan membawa bayi tersebut. Setelah dewasa kemudian ia dinobatkan menjadi Raja Tamiang dengan gelar ” Pucook Sulooh Raja Te – -Miyang “, yang artinya “seorangseorang raja yang ditemukan di rumpun rebong, tetapi tidak kena gatal atau kebal dari gatal-gatal.<ref>{{Cite web|date=2016-08-29|title=3 Kerajaan Islam Berpengaruh di Aceh|url=https://republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/16/08/29/ocnqms313-3-kerajaan-islam-berpengaruh-di-aceh|website=Republika Online|language=id|access-date=2020-06-12}}</ref><ref name=":0" />
Sebelum [[islamIslam]] masuk ke Tamiang, wilayah ini pada umumnya masih dalam pengaruh hinduHindu-budhaBudha kala itu. Hal ini ditandai dengan adanya penjelasan tentang Kerajaan Tamiang yang terdapat pada [[Prasasti Sriwijaya]].<ref name=":0" /> Pada Awal abad ke-14 sekelompok [[Dai|da'i]] atau disebut juga dengan pengkhotbah Islam dikirim ke Tamiang oleh [[Kesultanan Samudera Pasai|Sultan Samudra Pasai.]] Raja yang berkuasa di Tamiang ketika itu beranama Po dinok. Raja tersebut tidak mendukung kedatangan kelompok pendakwah islamIslam tersebut masuk ke wilayahnya. Ia kemudian menyerang kelompok tersebut, tetapi kalah dan akhirnya meninggal. Setelah penaklukan tersebut maka terjadi proses i[[islamisasi|slamisasi]] masyarakat kerajaanKerajaan TamianTamiang pra islam menjadi masuk kedalam ajaran agama islamIslam. Proses islamisasi ini berlangsung secara [[damai]] sehingga terpilihlah Raja Muda Sedia (1330-1352 M) sebagai raja pertama Kerajaan Islam Tamiang. Pada masa Raja Muda Sedia (1330- 1366 M) sistem pemerintahan Kerajaan Islam Tamiang adalah sistem pemerintahan berdasarkan pewarisan atau turun termurun. Struktur [[Pemerintah|pemerintahan]] Kerajaan Islam Tamiang dipengaruhi oleh [[Kesultanan Samudera Pasai|Samudera Pasai]] dan [[Aceh Darussalam]]. Bentuk peradaban yang dibangun oleh raja untuk Kerajaan Islam Tamiang bertujuan untuk memenuhi kepentingan rakyat Tamiang. Hal ini dibuktikan dengan pembangunan kekuatan [[militer]] dan [[pelayaran]] serta [[perdagangan]] yang menunjukkan bahwa kekuasaan para raja untuk tindakan yang mengarah kepada kemaslahatan rakyat Tamiang. Peradaban yang dihasilkan oleh Kerajaan Islam Tamiang tidak hanya di bidang militer dan perdagangan saja melainkan di bidang [[Budaya|kebudayaan]] dan sarana [[Ilmu|ilmu pengetahuan]] seperti; meunasah, bahasa Tamiang, pakaian dan kesenian.<ref name=":2" /><ref name=":1">{{Cite journal|last=MUHAMMAD IQBAL|first=NIM 09120097|date=2014-04-11|title=KERAJAAN ISLAM TAMIANG DI ACEH ABAD KE XIV - XVI|url=http://digilib.uin-suka.ac.id/13069/|language=en|publisher=UIN SUNAN KALIJAGA}}</ref>
Kerajaan Tamiang pernah menjadi kerajaan terkenal yang mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Raja Muda Sedia yang memerintah pada tahun 1330 -1366M. Pada saat itu wilayah kekuasaan kerjaankerajaan Tamiang meliputi kawasan Aceh bagian timur dengan batas-batas sebagai berikut: di sebelah utara berbatas dengan Sungai Raya atau [[Selat Malaka]], di sebelah berbatasan dengan [[Besitang, Langkat|Besitang]], [[Kabupaten Langkat]], [[SumatraSumatera Utara|Sumatera Utara]]. kemudianKemudian di sebelah timur juga berbatasan dengan Selat Malaka dan di sebelah barat berbatas dengan Gunung Segama ([[Gunung Bandahara|Gunung Bendahara]]/Wilhelmina Berte). Akhir masa pemerintahan Raja Muda Sedia diwarnai dengan cerita tentang serangan [[Majapahit|Kerajaan Majapahit]] terhadap Kerajaan Benua Tamiang. Setelah kondisi kerajaan kembali pulih, Muda Sedinu memerintah di sana dan memindahkan pusat pemerintahan ke Pagar Alam, di sekitar Simpang Jernih. Selanjutnya Muda Sedinu digantikan oleh Raja Po Malat (1369--1412).<ref name=":2">{{Cite book|last=Koestoro|first=Lucas Partanda|last2=Restiyadi|first2=Andri|last3=Ratna|first3=-|last4=Afkhar|first4=Indra|last5=Setyaningsih|first5=Rita Margaretha|date=2009|url=http://repositori.kemdikbud.go.id/8652/|title=Berita penelitian arkeologi No. 22 : situs dan objek arkeologi-historis Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam|location=Medan|publisher=Balai Arkeologi Medan|language=id}}</ref>
Pada sekitaran tahun 1500-an Kerajaan Tamiang mengalami berbagai macam kemunduran. Kerajaan Tamiang tersebut mengalami kemunduran disebabkan oleh berbagai faktor. Pertama, serangan yang dilakukan oleh [[Militer|tentara]] [[Majapahit]] terhadap wilayah Tamiang. Kedua, wilayah kekuasaan kerajaan yang selalu berpindah-pindah. Ketiga, kelemahan para penguasa Kerajaan Islam Tamiang. Keempat, merosotnya [[ekonomi]] Kerajaan Islam Tamiang. Dengan terjadinya kejadian-kejadian tersebut maka hal tersebut membuat berakhirnya puncak kejayaan [[Kerajaan Islam di Indonesia|Kerajaan Islam]] Tamiang pada tahun 1558 M.<ref name=":1" />
== Daftar raja/sultan kerajaan(kesultanan Tamiang)penguasa ==
* 1330 – 1352: [[Sultan Muda Sedia]]
* 1352 – 1369: Mangkubumi Muda Sedinu
* 1369 – 1412: Sultan Po Malat
== Peninggalan ==
Pada masa pemerintahan [[Raja Muda Sedia]], Kerajaan Tamiang juga terbagi ke dalam dua kerajaan kecil yaitunya [[Kerajaan Karang]] dan Kerajaan Benua Tunu. Keberadaan Kerajaan Karang tersebut berawal dari diperolehnya pengakuan status kerajaan dari [[Ali Mughayat Syah dari Aceh|Sultan Ali Mughayat Syah]] dari [[Kesultanan Aceh|Kerajaan Aceh Darussalam]]. Walaupun saat itu terdapat dua kerajaan kecil namun kedua kerajaan kecil tersebut tetap tunduk dan patuh kepada Kerajaan Tamiang. Kedua kerajaan tersebut juga memiliki peninggalan yang sangat penting yaitunya [[istana]]. Kerajaan Benua Tunu memiliki sebuah istana yang dikenal dengan nama [[Istana Benua Raja]]. Istana tersebut saat ini berada di [[Desa Benua Raja]]. Lokasi istana ini hanya berjarak 5 kilometer dari pusat [[Kota Kuala Simpang, Aceh Tamiang|Kota Kuala Simpang]]. Saat ini Istana Benua Raja didiami oleh [[ahli waris]] kerajaan tersebut.<ref>{{Cite webnews|title=Istana Karang, Warisan Kerajaan Tamiang|url=https://aceh.tribunnews.com/2019/06/28/istana-karang-warisan-kerajaan-tamiang|websitework=Serambi Indonesia[[Tribunnews|language=id-IDTribunnews.com]]|access-date=2020-08-30|last=Bakri|date=2019-06-28}}</ref>
Peninggalan lainnya ialah peninggalan dari Kerajaan Karang yaitunya [[Istana Karang]]. Istana Karang ini berlokasi di Gampong Tanjung Karang, [[Kecamatan Karang Baru]], [[Kabupaten Aceh Tamiang]]. Kerajaan Karang yang merupakan bagian dari Kerajaan Tamiang sendiri berdiri pada tahun !558M, dengan raja pertamanya yang bernama [[Fromsyah]]. Jika dilihat secara keseluruhan, Istana Karang tersebut mempunyai bentuk bangunan yang menunjukkan bangunan tersebut berarsitektur [[Eropa]]. Gaya arsitektur Eropa melekat pada bangunan Istana Karang. Hal tersebut dapat terlihat pada [[konstruksi]] [[beton]], [[bata]], dan [[semen]] yang menjadi bahan dasar konstruksinya,<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cybernews|title=Berlebaran di Benua Raja, Istana Islam Melayu Terbesar di Aceh Tamiang Halaman all|url=https://travel.kompas.com/read/2017/06/27/080400527/berlebaran.di.benua.raja.istana.islam.melayu.terbesar.di.aceh.tamiang|websitework=KOMPAS[[Kompas.com]]|language=id|access-date=2020-08-30|editor-last=Asdhiana|editor-first=I Made|last=Masriadi|date=2017-06-27}}</ref><ref name=":2" />
== Referensi ==
|