Carok: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
menambah teks dan referensi
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(12 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{untuk|makna laindisambiginfo|Carok (disambiguasi)}}{{Sedang ditulis}}
'''Carok''' adalah tindakan pembunuhan yang dilakukan oleh masyarakat [[Suku Madura|Madura]] untuk mempertahankan harga diri dari pelecehan orang lain.{{Sfn|Djatmiko|2019|p=42}} PenyebabnyaPenyebab adalahutamanya perbuatanyaitu terjadinya pelecehan melecehkanterhadap istri orang lain sertaatau sengetasengketa tanah dan [[sumber daya alam]].{{Sfn|Djatmiko|2019|p=42–43}} Carok dilakukan dengan dua cara, yaitu ''ngonggai'' dan ''nyelep''.{{Sfn|Hastijanti|2005|p=11}} Senjata yang digunakan hanya [[Sabit|celurit]].{{Sfn|Djatmiko|2019|p=41–42}} Persyaratan melakukan Carok yaitu ''kadigdajan'', ''tampeng sereng'', dan ''banda.{{Sfn|Hastijanti|2005|p=11}}''
 
== Penyebab ==
Dalam masyarakat Madura, melecehkan istri dan anak orang lain merupakan hal yang memalukan bagi suaminya dan keluarganya. Masyarakat Madura menganggap istri sebagai bagian dari kehormatan laki-laki, sehingga bentuk pelecehan apapun berarti mencari kematian.{{Sfn|Supriyadi, Ardhana, dan Wahyuni|2017|p=89}} Salah satu prinsip hidup masyarakat Madura yaitu membalas sesuatu sama persis dengan perbuatan yang diterimanya. Bila ada anggota keluarga yang terbunuh, maka keluarganya juga akan membalas dengan cara yang sama. Pemenang Carok selalu menyimpan baju dan senjata lawan yang dibunuhnya dan kemudian memberikannya kepada anak dan kerabat dekat pelaku Carok yang terbunuh. Tujuannya adalah untuk membalaskan dendam atas kematiannya. Hal ini membuat Carok menjadi sesuatu yang diwariskan secara turun temurun.{{Sfn|Jufri|2017|p=16}} Dalam perkara sengketa, Carok dijadikan sebagai cara terakhir untuk menyelesaikan masalah. Pihak yang bersengketa akan mengadakan [[musyawarah]] terlebih dahulu untuk mencapai kesepakatan damai. Jika tidak terjadi kesepakatan maka Carok diterapkan.{{Sfn|Jufri|2017|p=15}}
Carok dapat terjadi karena beberapa perkara. Penyebab yang utama ialah perbuatan mengganggu istri orang lain yang dianggap merendahkan harga diri suaminya. Selain itu Carok juga dapat terjadi karena perkara sengketa tanah dan [[sumber daya alam]].{{Sfn|Djatmiko|2019|p=42–43}}
 
== CaraPemaknaan ==
Dalam masyarakat Madura, Carok dimaknai sebagai bentuk mempertahankan harga diri terutama dalam perkara suami terhadap istrinya. Carok menjadi lambang kekuasaan suami terhadap istrinya sehingga terbentuk budaya berumah tangga terutama pada cara menerima tamu, cara berpakaian, dan pernikahan antar keluarga. Selain itu, Carok juga menjadi pembentuk budaya pemukiman masyarakat Madura. Dari segi [[status sosial]], Carok dijadikan alat untuk memperoleh kekuasaan dan melambangkan kekuatan bagi kerabat dan lingkungan sosial pelakunya. Oleh karenanya, pemenang dalam Carok biasaakan menyimpan senjata yang dipakai untuk membunuh lawannya danserta mengubur mayat lawannya di pekarangan rumah.{{Sfn|Hastijanti|2005|p=11}} Hal ini dilakukan sebagai bentuk pewarisan dendam kepada keturunan dari pelaku Carok.{{Sfn|Supriyadi, Ardhana, dan Wahyuni|2017|p=90}}
Carok dilakukan dengan berkelahi menggunakan [[Sabit|celurit]].{{Sfn|Djatmiko|2019|p=41–42}} Memulai Carok dilakukan dengan dua cara, yaitu ''ngonggai'' dan ''nyelep''. ''Ngonggai'' yaitu menantang lawan secara terang-terangan dengan mendatangi rumahnya. Sedangkan ''nyelep'' yaitu menyerang lawan dari samping atau dari belakang saat dalam keadaan lengah. Selain itu, Carok juga dapat terjadi secara mendadak tanpa ada persiapan sebelumnya. Ini terjadi saat ada pelecehan harga diri secara tiba-tiba.{{Sfn|Hastijanti|2005|p=11}}
 
== Kontroversi ==
Carok secara terang-terangan memerlukan tiga syarat yaitu ''kadigdajan'', ''tampeng sereng'', dan ''banda. Kadigdajan'' berarti pihak yang akan berkelahi harus memiliki kesiapan secara fisik dan mental yaitu bela diri dan keberanian. ''Tampeng sereng'' berarti memiliki tubuh yang kebal, sedangkan ''banda'' adalah biaya yang harus disiapkan untuk memulai Carok dan menanggung biaya setelahnya. ''Banda'' digunakan untuk membayar [[mantra]] tubuh kebal ,membiayai ritual kematian dari pelaku Carok yang terbunuh serta meringankan hukuman dalam putusan sidang peradilan.{{Sfn|Hastijanti|2005|p=12}}
Carok menjadi kontroversial karena tingkat kekerasan yang tinggi dan risiko kematian yang melekat padanya. Pada beberapa kasus, carok tidak hanya melibatkan individu atau keluarga yang berselisih, tetapi dapat memicu pertikaian antar kelompok yang lebih besar. Selain merugikan kehidupan manusia, carok juga menciptakan ketakutan dan ketidakstabilan sosial.
 
== Pemaknaan ==
Dalam masyarakat Madura, Carok dimaknai sebagai bentuk mempertahankan harga diri terutama dalam perkara suami terhadap istrinya. Carok menjadi lambang kekuasaan suami terhadap istrinya sehingga terbentuk budaya berumah tangga terutama pada cara menerima tamu, cara berpakaian, dan pernikahan antar keluarga. Selain itu, Carok juga menjadi pembentuk budaya pemukiman masyarakat Madura. Dari segi [[status sosial]], Carok dijadikan alat untuk memperoleh kekuasaan dan melambangkan kekuatan bagi kerabat dan lingkungan sosial pelakunya. Oleh karenanya, pemenang dalam Carok biasa menyimpan senjata yang dipakai untuk membunuh lawannya dan mengubur mayat lawannya di pekarangan rumah.{{Sfn|Hastijanti|2005|p=11}}
 
== Referensi ==
Baris 18 ⟶ 16:
== Daftar pustaka ==
 
* {{cite journal|last=Djatmiko, W.P.|first=|date=April 2019|title=Rekonstruksi Budaya Hukum Dalam Menanggulangi Carok di Masyarakat Madura Berdasar Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Sarana Politik Kriminal|url=https://ejournal.undip.ac.id/index.php/hukum_progresif/article/download/23612/15268|journal=Jurnal Hukum Progresif|volume=7|issue=1|pages=40–63|doi=10.14710/hp.7.1.40-63|issn=2655-6081|ref={{sfnref|Djatmiko|2019}}|url-status=live}}
* {{cite journal|last=Hastijanti|first=Retno|date=Juli 2005|title=Pengaruh Ritual CArokCarok terhadap Permukiman Tradisional Madura|url=http://dimensi.petra.ac.id/index.php/ars/article/download/16271/16263|journal=Dimensi|volume=33|issue=1|pages=9–16|doi=|issn=2338-7858|ref={{sfnref|Hastijanti|2005}}|url-status=live}}
* {{cite journal|last=Jufri|first=Muwaffiq|date=Mei 2017|title=Nilai Keadilan dalam Budaya Carok|url=http://ejournal.unira.ac.id/index.php/yustitia/article/download/200/162|journal=Jurnal Yustitia|volume=18|issue=1|pages=13–22|doi=|issn=|ref={{sfnref|Jufri|2017}}|url-status=live}}
* {{cite journal|last=Supriyadi, Ardhana, I.K., dan Wahyuni, A.A.A.R.|first=|date=2017|title=Pergeseran Makna Carok Bagi Masyarakat Pulau Sapudi Kabupaten Sumenep Madura 1970 – 2010|url=https://ojs.unud.ac.id/index.php/sastra/article/download/26496/16819/|journal=Humanis|volume=18|issue=2|pages=88–95|doi=|issn=2302-920X|ref={{sfnref|Supriyadi, Ardhana, dan Wahyuni|2017}}|url-status=live}}
 
[[Kategori:Budaya Indonesia]]
[[Kategori:Budaya Madura]]
[[Kategori:Madura]]