'''Situs Karangkamulyan''' adalah [[situs arkeologi]] yang terletak di [[Desa]] [[Karangkamulyan, Cijeungjing, Ciamis]], [[Jawa Barat]]. Situs ini merupakan peninggalan dari zaman [[Kerajaan Galuh]].<ref>{{Cite web|last=Kebudayaan|first=Direktorat Pelindungan|date=2015-11-18|title=Peninggalan Kerajaan Galuh-Situs Karangkamulyan Telah Direvitalisasi|url=https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/dpk/revitalisasi-peninggalan-kerajaan-galuh-situs-karangkamulyan-telah-selesai/|website=Direktorat Pelindungan Kebudayaan|language=id-ID|access-date=2020-09-26}}</ref> Lokasinya berada di jalan poros Ciamis-Banjar dengan luas 25,5 hektar. Situs ini bercorak [[Agama Hindu|Hindu]]-[[Sunda]]. Situs Karangkamulyan menerapkan pola kelipatan tiga dalam susunan bangunannya.<ref>{{Cite journal|last=Syarif|first=Edwin Buyung|date=2017|title=Makna Estetik pada Situs Karangmulyan di Kabupaten Ciamis|url=https://journals.telkomuniversity.ac.id/idealog/article/view/1177/762|journal=Idealog|volume=2|issue=1|pages=33|doi=10.25124/idealog.v2i1.1177}}</ref>
Lokasi: Karangkamulyan;Cijeungjing;[[Ciamis]]
== Peninggalan arkeologi ==
Kisah tentang [[Ciung Wanara]] memang menarik untuk ditelusuri, karena selain menyangkut cerita tentang [[Kerajaan Galuh]], juga dibumbui dengan hal luar biasa seperti kesaktian dan keperkasaan yang tidak dimiliki oleh orang biasa namun dimiliki oleh Ciung Wanara.
Di dalam Situs Karangkamulyan terdapat 9 peninggalan [[arkeologi]] yaitu ''Batu Pangcalikan'', ''Panyabungan Hayam,'' ''Sanghyang Bedil'', lambang peribadatan, ''Cikahuripan'', ''Panyandaan'', ''Pamangkonan'', Makam [[Adipati Panaekan]], dan tumpukan batu Sri Begawat Pohaci. Luas lahan ''Batu Pangcalikan'' adalah 25 [[Meter persegi|m²]] dengan pagar pembatas dari batu setinggi 60 [[Sentimeter|cm]] dan selebar 80 cm. ''Panyabungan Hayam'' merupakan tanah lapang yang diisi oleh batu datar dan [[menhir]]. ''Cikahuripan'' dan ''Pamangkonan'' adalah bangunan persegi dengan dinding batu. ''Sanghyang Bedil'' dan ''Panyandaan'' adalah bangunan persegi dengan tambahan batu di depan pintu masuknya. Sedangkan Sri Begawat Pohaci adalah tumpukan batu yang tidak beraturan dengan batu tegak di puncaknya dan Situs Adipati Panaekan adalah punden yang membentuk lingkaran dengan batu tegak di sisi utara dan selatannya.<ref>{{Cite journal|last=Wijayanti|first=Yeni|date=2017|title=Pemanfaatan Situs Karangkamulyan untuk Kepentingan Pendidikan dalam Pembelajaran Sejarah|url=https://purbawidya.kemdikbud.go.id/index.php/jurnal/article/view/P6%281%292017-5/pdf_1|journal=Purbawidya|volume=6|issue=1|pages=64|doi=10.24164/pw.v6i1.136}}</ref>
== Lokasi ==
Kisah Ciung Wanara merupakan cerita tentang kerajaan Galuh ( sebelum berdirinya [[Kerajaan Majapahit]] dan [[Pajajaran]] ). Tersebutlah [[raja]] Galuh saat itu Prabu Adimulya Sanghyang Cipta Permana Di Kusumah dengan dua permaisuri, yaitu Dewi Naganingrum dan Dewi Pangrenyep. Mendekati ajal tiba Sang Prabu mengasingkan diri dan kekuasaan diserahkan kepada patih Bondan Sarati karena Sang Prabu belum mempunyai anak dari permaisuri pertama ( Dewi Naganingrum ). Singkat cerita, dalam memerintah raja Bondan hanya mementingkan diri sendiri, sehingga atas kuasa Tuhan Dewi Naganingrum dianugerahi seorang putera, yaitu Ciung Wanara yang kelak akan menjadi peenrus kerajaan Galuh dengan adil dan bijaksana.
Situs Karangkamulyan berada di dalam kawasan [[hutan lindung]] dan di antara pertemuan sungai [[Ci Muntur|Cimuntur]] dan [[Ci Tanduy|Citanduy]]. Lahan yang dipagar berbentuk [[Persegi|bujur sangkar]] dengan tumpukan batu alami. Bagian tengahnya ada menhir, batu berbentuk lonjong yang pipih, [[dolmen]], dan tumpukan batu-batu kecil. Di sekitar batu ditemukan arca Ganesa, Yoni yang terbelah, dan [[Punden berundak|punden]] yang rusak. Sekeliling lahan ini terdapat lahan datar yang tidak ditumbuhi oleh rumput dan digunakan sebagai tempat [[sabung ayam]]. Dalam ''Cikahuripan'' terdapat [[mata air]] yang menjadi tempat mandi para putri raja dari Kerajaan Galuh.<ref>{{Cite journal|last=Munandar|first=Agus Aris|date=2011|title=Kisah-kisah dan Kepercayaan Rakyat di Seputar Kepurbakalaan|url=http://paradigma.ui.ac.id/index.php/paradigma/article/download/15/pdf|journal=Paradigma|volume=2|issue=1|pages=11|doi=|issn=2503-0868|access-date=2020-09-26|archive-date=2019-09-11|archive-url=https://web.archive.org/web/20190911172929/http://paradigma.ui.ac.id/index.php/paradigma/article/download/15/pdf|dead-url=yes}}</ref>
== Referensi ==
Bila kita telusuri lebih jauh kawasan yang luasnya kurang lebih 25 Ha ini menyimpan berbagai benda-benda yang diduga mengandung [[sejarah]] tentang Kerajaan Galuh yang sebagian besar berbentuk batu. Batu-batu ini letaknya tidaklah berdekatan tetapi menyebar dengan bentuknya yang berbeda-beda, berada dalam sebuah tempat berupa struktur bangunan terbuat dari tumpukan batu yang bentuknya hampir sama. Struktur bangunan ini memiliki sebuah pintu sehingga menyerupai sebuah kamar.
<references />5. https://tintaputih.net/2021/08/06/karangkamulyan-hutan-berharga-pertemuan-dua-sungai/ {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20210809111541/https://tintaputih.net/2021/08/06/karangkamulyan-hutan-berharga-pertemuan-dua-sungai/ |date=2021-08-09 }}
{{Topik Ciamis}}
{{DEFAULTSORT:Karangkamulyan}}
{{indo-stub}}
Batu-batu yang ada di dalam struktur bangunan ini memiliki nama dan kisah, begitu pula beberapa lokasi lain yang terdapat di dalamnya yang berada di luar struktur batu. Masing-masing nama tersebut merupakan pemberian dari masyarakat yang dihubungkan dengan kisah atau cerita tentang kerajaan Galuh seperti ; pangcalikan atau tempat duduk, lambang peribadatan, tempat melahirkan, tempat sabung ayam dan Cikahuripan.
{{candi-stub}}
{{Hindu-stub}}
{{arkeologi-stub}}
[[Kategori:Candi di Jawa Barat|Karangkamulyan]]
[[Situs Karangkamulyan]] merupakan peninggalan Kerajaan Galuh Pertama menurut penyelidikan Tim dari Balar yang dipimpin oleh Dr Tony Jubiantoro pada tahun 1997. Bahwasannya di tempat ini pernah ada kehidupan mulai abad ke IX, karena dalam penggalian telah ditemukan keramik dari [[Dinasti Ming]]. [[Situs ]]ini terletak antara [[Ciamis]] dan [[Banjar]], jaraknya sekitar 17 km ke arah timur dari kota Ciamis atau dapat ditempuh dengan kendaraan sekitar 30 menit.
[[Kategori:Situs arkeologi di Jawa Barat]]
[[Kategori:Situs arkeologi Sunda]]
Situs ini juga dapat dikatakan sebagai situs yang sangat strategis karena berbatasan dengan pertemuan dua sungai yakni Sungai [[Citanduy]] dan [[Cimuntur]], dengan batas sebelah utara adalah jalan raya Ciamis-Banjar, sebelah selatan sungai Citanduy, sebelah barat merupakan sebuah pari yang lebarnya sekitar 7 meter membentuk tanggul kuno, dan batas sebelah timur adalah sungai Cimuntur. Karena merupakan peninggalan sejarah yang sangat berharga, akhirnya kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya oleh [[Pemerintah]].
Udara yang cukup sejuk terasa ketika kita memasuki gerbang utama situs ini. Tempat parkir yang luas dengan pohon-pohon besar disekitar semakin menambah sejuk Setelah gerbang utama, situs pertama yang akan kita lewati adalah Pelinggih ( Pangcalikan ). Pelinggih merupakan sebuah batu bertingkat-tingkat berwarna putih serta berbentuk segi empat, termasuk ke dalam golongan / jenis yoni ( tempat pemujaan ) yang letaknya terbalik, digunakan untuk altar. Di bawah Yoni terdapat beberapa buah batu kecil yang seolah-olah sebagai penyangga, sehingga memberi kesan seperti sebuah dolmen ( kubur batu ). Letaknya berada dalam sebuah struktur tembok yang lebarnya 17,5 x 5 meter.
'''Sahyang Bedil'''
Tempat yang disebut Sanghyang Bedil merupakan suatu ruangan yang dikelilingi tembok berukuran 6.20 x 6 meter. Tinggi tembok kurang lebih 80 cm. Pintu menghadap ke arah utara, di depan pintu masuk terdapat struktur batu yang berfungsi sebagai sekat (schutsel). Di dalam ruangan ini terdapat dua buah menhir yang terletak di atas tanah, masing-masing berukuran 60 x 40 cm dan 20 x 8 cm. Bentuknya memperlihatkan tradisi megalitik. Menurut masyarakat sekitar, Sanghyang Bedil dapat dijadikan pertanda datangnya suatu kejadian, terutama apabila di tempat itu berbunyi suatu letusan, namun sekarang pertanda itu sudah tidak ada lagi.
[['''
Penyabungan Ayam''']]
Tempat ini terletak di sebelah selatan dari lokasi yang disebut Sanghyang Bedil, kira-kira 5 meter jaraknya, dari pintu masuk yakni berupa ruang terbuka yang letaknya lebih rendah. [[Masyarakat]] menganggap tempat ini merupakan tempat penyabungan ayam Ciung Wanara dan ayam raja. Di samping itu merupakan tempat khusus untuk memlih raja yang dilakukan dengan cara demokrasi.
'''
Lambang Peribadatan'''
Batu yang disebut sebagai lambang peribadatan merupakan sebagian dari kemuncak, tetapi ada juga yang menyebutnya sebagai fragmen candi, masyarakat menyebutnya sebagai stupa. Bentuknya indah karena dihiasi oleh pahatan-pahatan sederhana yang merupakan peninggalan Hindu. Letak batu ini berada di dalam struktur tembok yang berukuran 3 x 3 m, tinggi 60 cm. Batu kemuncak ini ditemukan 50 m ke arah timur dari lokasi sekarang. Di tempat ini terdapat dua unsur budaya yang berlainan yaitu adanya kemuncak dan struktur tembok. Struktur tembok yang tersusun rapi menunjukkan lapisan budaya megalitik, sedangkan kemuncak merupakan peninggalan agama Hindu.
'''
Panyandaran'''
Terdiri atas sebuah menhir dan dolmen, letaknya dikelilingi oleh batu bersusun yang merupakan struktur tembok. Menhir berukuran tinggi 120 cm, lebar 70 cm, sedangkan dolmen berukuran 120 x 32 cm. Menurut cerita, tempat ini merupakan tempat melahirkan Ciung Wanara. Di tempat itulah Ciung Wanara dilahirkan oleh Dewi Naganingrum yang kemudian bayi itu dibuang dan dihanyutkan ke sungai Citanduy. Setelah melahirkan Dewi Naganingrum bersandar di tempat itu selama empat puluh hari dengan maksud untuk memulihkan kesehatannya setelah melahirkan.
'''Cikahuripan'''
Di lokasi ini tidak terdapat tanda-tanda adanya peninggalan [[arkeologis]]. Tetapi hanya merupakan sebuah sumur yang letaknya dekat dengan pertemuan antara dua sungai, yaitu sungai Citanduy dan sungai Cimuntur. Sumur ini disebut Cikahuripan yang berisi air kehidupan, air merupakan lambang kehidupan, itu sebabnya disebut sebagai Cikahuripan. Sumur ini merupakan sumur abadi karena airnya tidak pernah kering sepanjang tahun.
'''Dipati Panaekan'''
Di lokasi [[makam]] Dipati Panaekan ini tidak terdapat tanda-tanda adanya peninggalan arkeologis. Tetapi merupakan batu yang berbentuk lingkaran bersusun tiga, yakni merupakan susunan batu kali. Dipati Panaekan adalah raja Galuh Gara Tengah yang berpusat di Cineam dan mendapat gelar Adipati dari [[Sultan Agung]] Raja Mataram.
Setelah puas mengelilingi Situs ini, puluhan [[warung]] makan dengan menu khasnya [[pepes]] ayam dan pepes ikan mas merupakan pelengkap ketika kita berkunjung ke tempat ini. Apalagi minumannya air kelapa alami langsung dari buahnya semakin menambah asyiknya suasana. Walaupun hanya berupa situs-situs purbakala tampaknya tempat ini dikelola dengan cukup bagus, terbukti dengan kebersihan yang cukup terjaga di sekitar lokasi.
|