Suku Polahi: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
k Etnik |
||
(45 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
'''Suku Polahi''' adalah
== Asal
Konon menurut cerita masyarakat setempat, orang Polahi adalah pelarian pada zaman [[penjajahan Belanda]]. Dalam [[bahasa Gorontalo]], Polahi berasal dari kata ''
Hal ini menjadikan orang Polahi hidup beradaptasi dengan kehidupan rimba. Setelah [[Indonesia]] merdeka, sebagian keturunan Polahi masih tetap bertahan tinggal di hutan. Sikap anti penjajah tersebut masih terbawa terus secara turun
▲Hal ini menjadikan orang Polahi hidup beradaptasi dengan kehidupan rimba. Setelah [[Indonesia]] merdeka, sebagian keturunan Polahi masih bertahan tinggal di hutan. Sikap anti penjajah tersebut terbawa terus secara turun temurun, sehingga orang lain dari luar suku Polahi dianggap penindas dan penjajah.<ref name=":1" />
▲== Kehidupan Suku Polahi ==
▲Keterasingan selama berada di hutan rimba membuat orang Polahi tidak terjangkau dengan etika sosial, pendidikan dan agama. Keturunan Polahi menjadi warga masyarakat yang sangat termarginalkan dan tidak mengenal tata sosial pada umumnya. Polahi juga tidak mengenal baca tulis serta menjadikan lagi Polahi suku yang tidak menganut agama.<ref name=":1" />
Orang Polahi sangat terbelakang, tak hanya karena keterpencilan dan tak mempunyai pendidikan formal, bahkan dalam kebudayaan suku Polahi tidak mengenal hitung-menghitung dan tidak mengenal nama hari dalam kalender.
▲dialek Gorontalo dan menganut agama tradisional. Suku Polahi hidup dari bercocok tanam sekedarnya dan berburu binatang babi hutan, rusa, serta ular sanca. Belum mengenal pakaian seperti masyarakat Indonesia pada umumnya, hanya memakai penutup syahwat dari daun palma dan kulit kayu. Rumah suku Polahi sangat sederhana, tak berdinding, dapur dibuat di tengah, juga berfungsi untuk penghangat badan. Mereka tak mengenal
▲Orang Polahi sangat terbelakang, tak hanya karena keterpencilan dan tak mempunyai pendidikan formal, bahkan dalam kebudayaan suku Polahi tidak mengenal hitung-menghitung dan tidak mengenal nama hari dalam kalender. Atas bantuan para
Orang Polahi hidup dalam kelompok-kelompok kecil di
=== Pulohuta ===
▲== Kepercayaan Suku Polahi ==
Pulohuta digambarkan sebagai sosok yang hidup serta memiliki kuasa atas tanah. Konsepnya berasal dari nenek moyang. Pulohuta adalah sepasang suami istri. Bila masyarakat Polahi hendak membuka lahan di hutan, maka mereka akan meminta izin dahulu kepada Pulohuta.<ref name=":2" /> Selain memegang kuasa atas tanah, Pulohuta juga memegang kuasa atas hewan di hutan. Bentuk penghormatan orang Polahi kepada Pulohuta adalah jika mereka mendapat hewan buruan, bagian tertentu dari tubuh hewan itu diiris seperti telinga, mulut, dan lidah, kemudian ditaruh di tunggul kayu untuk dipersembahkan kepada Pulohuta.
▲Orang Polahi hidup dalam kelompok-kelompok kecil di belantara hutan Gorontalo mengenal 3 tuhan dalam kepercayaannya. Ketiga tuhan ini adalah Pulohuta, Lati dan Lausala.<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|title=Terungkap, Suku Polahi di Hutan Gorontalo Mengenal Tiga Tuhan Halaman all|url=https://regional.kompas.com/read/2016/09/28/11080011/terungkap.suku.polahi.di.hutan.gorontalo.mengenal.tiga.tuhan|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2020-09-22}}</ref>
=== Lati ===
Lati digambarkan sebagai sosok makhluk hidup yang menghuni pohon-pohon besar serta di air terjun. Ukuran tubuhnya digambarkan kecil-kecil seukuran boneka dalam jumlah banyak. Lati merupakan pemegang kuasa atas pohon. Bila Polahi ingin menebang pohon besar atau mengambil madu lebah hutan yang terdapat di atasnya, Polahi membakar kemenyan, merapal mantera dengan tujuan menyuruh Lati pindah ke pohon lain.<ref name=":2" />
=== Lausala ===
== Perkawinan Sedarah Suku Polahi ==▼
Lausala dalam narasi Polahi layaknya tokoh ''[[marvel]]'' (manusia super). Tokoh antagonis yang digambarkan sebagai sosok yang haus minum darah. Lausala ternyata bukan hanya dideskripsikan sebagai tokoh laki-laki, sebab ada juga perempuan tua yang disebut-sebut sebagai Lausala. Masyarakat Polahi membuat beberapa gambaran untuk meyakinkan bahwa Lausala itu benar-benar ada. Orang Polahi meyakini Lausala memiliki mata merah, membawa pedang yang menyala dan ia bisa pindah dengan cepat dari balik bukit ke bukit yang lain. Menurut orang polahi, jika ada anjing menggonggong itu salah satu pertanda hadirnya Lausala.<ref name=":2" />
Masyarakat suku Polahi hidup secara nomaden. Mereka tinggal dalam gubuk-gubuk kayu sederhana supaya mudah untuk ditinggalkan.<ref name=":3">{{Cite news|title=Kisah Masyarakat Polahi di Gorontalo yang Punya Tradisi Nikah Sedarah|url=https://kumparan.com/kumparannews/kisah-masyarakat-polahi-di-gorontalo-yang-punya-tradisi-nikah-sedarah-1543383670778186373|work=[[Kumparan (situs web)|Kumparan]]|language=id-ID|access-date=2020-09-22|last=A39yuni|first=Nesia Qurrota}}</ref> Ketika ada anggota keluarga suku polahi yang meninggal dunia, maka akan dikuburkan di tempat itu, kemudian mereka akan meninggalkan tempat itu. Suku Polahi pindah untuk mencari lokasi baru lagi dengan membawa peralatan masak, pakaian, piring, gelas, dan alat lain yang bisa dipakai.
Rasa takut yang mendalam terhadap jenazah menjadi penyebab masyarakat Polahi untuk meninggalkan rumah mereka.<ref name=":3" /> Suku Polahi sering berpindah-pindah tempat, lalu membangun gubuk-gubuk baru. Dengan pola hidup demikian, masyarakat Polahi hanya saling berkomunikasi dengan kelompoknya. Hal tersebut kemudian yang melahirkan tradisi pernikahan sedarah atau antar saudara.<ref name=":3" />
Kawin dengan saudara kandung sudah menjadi hal yang biasa dalam suku Polahi. Sebagai contoh, sesepuh pada salah satu kelompok Polahi yaitu "Kelompok 9" merupakan seorang kakek dengan tiga bersaudara, dua saudara lain adalah perempuan. Kakek itu mengawini kedua saudara kandungnya ini sekaligus. Istri yang satu tak mempunyai anak, sedangkan satu lagi mempunyai enam anak, dua laki-laki dan empat perempuan. Kemudian anaknya mengawini anaknya lagi, sehingga anaknya juga menjadi menantunya. Meski hidup mengasingkan diri dan memiliki tradisi berbeda dengan masyarakat pada umumnya, masyarakat Polahi terbilang terbuka dengan masyarakat di luar lingkupnya.<ref>{{Cite web |url=http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1996/01/13/0003.html |title=Salinan arsip |access-date=2010-05-24 |archive-date=2006-09-20 |archive-url=https://web.archive.org/web/20060920093401/http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1996/01/13/0003.html |dead-url=yes }}</ref>
== Budaya ==
=== Konsumsi masyarakat ===
Masyarakat suku Polahi memiliki kebiasaan unik, diantaranya masyarakat Polahi yang hanya makan satu kali dalam sehari. Orang Polahi hanya makan sekali yaitu pada waktu sore hari saat pukul 5 sore saat menjelang salat [[Magrib]] dalam kepercayaan umat [[Muslim]]. Mereka mengonsumsi umbi-umbian yang mereka tanam sendiri dan tidak terbiasa mengonsumsi nasi seperti masyarakat umumnya. Mereka hanya bercocok tanam dengan menanam umbi-umbian, pepaya, dan pisang.<ref name=":3" />
== Referensi ==
{{reflist}}
[[Kategori:
|