Nyai Ageng Pinatih: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k menghapus templat '''tanpa kategori"
HsfBot (bicara | kontrib)
k v2.05b - Perbaikan untuk PW:CW (Referensi sebelum tanda baca)
 
(14 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{kembangkan}}
{{noref}}
{{noref}}'''Nyai Ageng Pinatih''' merupakan saudagar terkaya dan terbesar pada masa [[Sunan Giri]] masih bayi. Nyai Ageng Pinatih juga merupakan ibu angkat dari Sunan Giri atau Syeikh Kanjeng 'Ainul Yakin.
'''Nyai Ageng Pinatih''' (juga dijuluki: '''Nyai Gede Pinatih''', '''Nyai Ageng Samboja''', '''Nyai Ageng Maloka''', '''Nyai Salamah''', '''Nyai Gede Tandes''') adalah tokoh yang dipercaya masyarakat Gresik sebagai syahbandar perempuan Gresik yang menjabat pada 1458-1477. Julukan "Samboja" berasal dari nama negara Kamboja, "Pinatih" berasal dari kata 'Patih', "Maloka" dari nama negeri Malaka, "Salamah" bermakna 'berprestasi' dalam bahasa Jawa.
== '''Cerita rakyat''' ==
Menurut sejarawan Oemar Zainuddin dalam bukunya yang berjudul Kota Gresik 1896-1916 Sejarah Sosial Budaya dan Ekonomi (Penerbit Ruas), Nyai Gede Pinatih adalah seorang perempuan pertama di [[Nusantara]] pada zaman kesultanan untuk memungut bea cukai dan mengawasi para pedagang asing.
 
Singkat cerita, Nyai Ageng Pinatih pergi dari Keraton Blambangan karena suaminya bermaksud hendak menikah lagi. Lalu beliau pergi ke [[Majapahit]] guna menemui saudara perempuannya yang menjadi permaisuri Raja Brawijaya. Oleh Raja Brawijaya, beliau dihadiahi sebidang tanah di Gresik dan akhirnya menetap di Gresik sejak 1412 M.
<br />
 
Selepas itu, Nyai Ageng Pinatih mencoba mengembangkan bakat usaha dagangnya sampai terkenal menjadi pemilik beberapa kapal dagang. sampai suatu Nyai Gede Pinatih diangkat menjadi Syahbandar Gresik pada 1458 M.<ref>{{Cite web|title=Sejarah Nyai Ageng Pinatih Gresik » Budaya Indonesia|url=https://budaya-indonesia.org/Sejarah-Nyai-Ageng-Pinatih-Gresik|website=budaya-indonesia.org|access-date=2023-11-21}}</ref>
 
=== Perpindahan ke Gresik ===
Menurut cerita rakyat, Nyai Ageng Pinatih merupakan istri dari Patih Semboja, berasal dari Kerajaan Blambangan yang [[Hindu]], yang diusir dari kerajaannya oleh Prabu Menak Sembuyu (Menak Jinggo) karena Patih Semboja mendukung ajaran Syekh Maulana Ishaq. Karena itu, Patih Semboja menemui Raja Majapahit dan mengabdi sebagai pejabat tinggi di [[Kerajaan Majapahit]]. Raja Majapahit Brawijaya memberi Nyai Ageng Pinatih sebidang tanah di Gresik dan menetap di Gresik sejak 1412.<ref name=":2">{{cite web|last=redaksi|date=6 Desember 2014|title=Nyai Ageng Pinatih, Sosok di Balik Kesuksesan Dakwah Sunan Giri|url=https://daerah.sindonews.com/berita/933636/29/nyai-ageng-pinatih-sosok-di-balik-kesuksesan-dakwah-sunan-giri|laguage=id|access=24 Agustus 2021}}</ref><ref name=":1">{{cite web|last=jurnal|title=Gresik Sebagai Bandar Dagang Di Jalur Sutra Akhir Abad XV Hingga Awal Abad XVI (1513 M)|url=https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/avatara/article/view/24103/22034|language=id|access=24 Agustus 2021}}</ref> Ia dipercaya berasal dari [[Kerajaan Champa|Champa]] dan tinggal di Gresik Wetan, sekitar 200 meter dari Desa Gapura.<ref name=":0">{{cite web|date=21 Agustus 2009|title=Nyai Ageng Pinatih Award 2009 untuk Pekerja Sosial|url=https://regional.kompas.com/read/2009/08/21/16405731/~Regional~Jawa|language=id|access=7 Juli 2021}}</ref>
 
Menurut buku ''Gresik Sejarah dan Harijadi'' yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Gresik, Nyai Ageng Pinatih diberi hak oleh raja Majapahit untuk bermukim menjadi saudagar di Gresik. Nyai Ageng Pinatih dipercaya memiliki barang dagangan dan kapal dalam jumlah besar, serta usaha dan relasinya luas di Pulau Jawa.<ref name=":1" />
 
=== Pelabuhan Gresik ===
Nyai Ageng Pinatih diberi hak oleh raja Majapahit untuk bermukim menjadi saudagar di Gresik. Nyai Ageng Pinatih dipercaya memiliki barang dagangan dan kapal dalam jumlah besar, serta usaha dan relasinya luas di Pulau Jawa.<ref>{{Cite web|title=Nyai Ageng Pinatih, Syahbandar Perempuan Gresik yang Juga Ibu Angkat Sunan Giri|url=https://daerah.sindonews.com/read/780713/29/nyai-ageng-pinatih-syahbandar-perempuan-gresik-yang-juga-ibu-angkat-sunan-giri-1653602725|website=SINDOnews Daerah|language=id-ID|access-date=2023-11-21}}</ref> Pelabuhan Gresik sudah ada sebelum berdirinya [[Giri Kedaton]] dan dengan cepat menjadi pelabuhan dagang besar pada dasawarsa kedua abad XIV. Hal tersebut dipercaya disebabkan oleh stabilitas pemerintahan Kerajaan Majapahit di bawah kekuasaan [[Hayam Wuruk|Maharaja Sri Rajasanegara]] atau Raja Hayam Wuruk.
 
Karena semakin banyaknya kapal singgah di pelabuhan, maka seorang syahbandar diperlukan untuk mengatur pelabuhan. Dalam pengangkatannya, seorang syahbandar harus menguasai berbagai bahasa, memahami ilmu perdagangan, dan memiliki relasi yang luas. Nyai Ageng Pinatih dianggap memenuhi syarat tersebut.
 
=== '''Syahbandar Gresik''' ===
Pada 1458 M, ia diangkat menjadi Syahbandar oleh Raja Majapahit [[Brawijaya V]] untuk menggantikan Ali Hutomo yang wafat pada 1449. Pusat Pelabuhan Gresik lalu berpindah dari Desa Bandaran ke Desa Kelingan (sekarang Kebungson atau Pakelingan). Pada masa ia menjabat, pelabuhan Gresik mencapai kejayaannya.<ref>{{cite web|last=jurnal|title=Syahbandar Perempuan Nyai Ageng Pinatih di Gresik, Jawa Timur (Peran Dan Kontribusinya Bagi Sumber Belajar Sejarah Di SMA)|url=https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPS/article/view/29506/0|language=id|access=17 Juli 2021}}</ref><ref>{{cite web|last=jurnal|title=Pelabuhan Gresik Sebagai Perdagangan Dan Islamisasi Abad XV-XVI M|url=http://digilib.uinsby.ac.id/29107/1/Dewi%20Roihanatul%20Hilmiyyah_A92215031.pdf|language=id|access=17 Juli 2021}}</ref><ref>{{cite web|last=jurnal|title=Wali Pejabat Pengusaha Dan Pendidik Nyi Gede Pinatih|url=https://fin.unusia.ac.id/wali-pejabat-pengusaha-dan-pendidik-nyi-gede-pinatih-dan-nyi-subang-larang-bag-ii/|language=id|access=23 Agustus 2021}}</ref> Ia dikisahkan membangun tempat pembuatan kapal dan peti kemasan yang disebut ''Blandongan,'' menyediakan tempat perbaikan peti yang digunakan untuk menyimpan barang yang diangkut ke dalam kapal, serta menyediakan kuda sebagai alat transportasi untuk mengangkut barang dari pedalaman menuju [[pelabuhan]] atau sebaliknya.
 
Dalam cerita rakyat lain, Dinasti Ming dikisahkan mengangkat Nyai Ageng Pinatih sebagai Syahbandar Gresik menggantikan [[Cheng Ho]] yang bertugas mengontrol keamanan wilayah [[Jawa]] dan [[Sumatra]] dari aksi perampokan kapal-kapal dagang yang melalui wilayah tersebut. Di [[Palembang]], Cheng Ho mendirikan Kantor Perdamaian yang mengurus dan bertanggung jawab dan menjaga keamanan. [[Shi Jinqing]] atau Shi Daniang kemudian diangkat sebagai Syahbandar Gresik dan dijuluki Nyai Ageng Pinatih.<ref>{{cite web|last=Nurrohmat|date=2 Oktober 2018|title=Islam Kosmopolitan di Gresik|url=https://alif.id/read/binhad-nurrohmat/islam-kosmopolitan-di-gresik-b211922p/|language=id|firs=Binhad|access=7 juli 2021}}</ref> Menurut Chen Yu Sung, [[ayah]] Nyai Ageng Pinatih adalah utusan utama yang diangkat oleh penguasa [[Majapahit]] di [[Palembang]] untuk mengurus soal keadamaan dan administrasi kenegaraan di Palembang setelah runtuhnya [[Kerajaan Sriwijaya]].<ref name=":0" />
 
Nyai Ageng Pinatih dipercaya sebagai perempuan pertama di [[Nusantara]] yang memungut [[bea cukai]] dan mengawasi pedagang asing pada zaman kesultanan.<ref name=":2" />
 
=== Ibu Angkat Sunan Giri ===
Konon, pada 1443 M saat Sunan Giri masih bayi, sunang Giri adalah anak dari pasangan Maulana Ishaq dan Dewi Sekardadu ink, dibuang ke laut oleh Dewi Sekardadu yang terletak di Selat Bali. Dewi Sekardadu adalah putri Prabu Menak Sembuyu, seorang penguasa wilayah Blambangan pada masa-masa akhir Majapahit.
 
Karena Kelahiran Sunan Giri dianggap membawa kutukan yang berupa wabah penyakit di wilayah blambangan. Maka, Dewi Sekardadu dipaksa oleh sang ayahanda yang tak lain adalah Prabu Menak Sembuyu untuk membuang jabang bayi sunan giri yang baru dilahirkannya itu. Kemudian, karena diperintah oleh sang ayah, mau atau tidak, rela atau tidak, Dewi Sekardadu harus menghanyutkan anaknya itu ke Selat Bali.
 
Singkat cerita, Bayi tersebut ditemukan para anak buah Nyai Ageng Pinatih sendiri di tengah samudera. Pada saat itu kapal Nyai Ageng Pinatih kebetulan hendak berlayar menuju Pulau Bali. Hampir semua Perhatian para awak kapal tertuju pada sebuah peti yang terapung-apung di tengah laut. Bahkan, kapal mereka sempat menabrak peti yang kelak menjadi aeorang wali besar di pulau jawa.
 
tanpa pikir panjang para awak kapal mengangkat peti yang didalamnya berisi seorang bayi yang kelak bernama Joko Samudro itu. dan ketika dibuka, ternyata di dalam peti ada seorang bayi laki-kali. Para awak kapal anak buah Nyai Ageng Pinatih lalu memutuskan tidak jadi melanjutkan perjalanan menuju Bali yang tentu harus mendapat restu dari sang pemilik kapal. Hingga akhirnya, para ABK iti memilih kembali ke Gresik untuk melaporkan penemuan peti yang berisi bayi tersebut kepada Nyai Ageng Pinatih.<ref>{{Cite web|title=Sejarah Nyai Ageng Pinatih Gresik » Budaya Indonesia|url=https://budaya-indonesia.org/Sejarah-Nyai-Ageng-Pinatih-Gresik|website=budaya-indonesia.org|access-date=2023-11-21}}</ref>
 
=== Kematian ===
Menurut buku ''Grisse Tempo Doeloe'', Nyai Ageng Pinatih tidak lagi aktif sebagai [[syahbandar]] pada 1477 karena sakit parah kemudian wafat. Makam di Kebungson sekitar 300 meter sebelah utara Alun-Alun Kota Gresik dipercaya sebagai makamnya. Tidak diketahui siapa penggantinya sebagai syahbandar.<ref name=":1" />
 
Namun, Oemar Zainuddin dalam buku Kota Gresik 1896-1916 Sejarah Sosial Budaya Dan Ekonomi (Penerbit Ruas), menyebut Nyai Ageng Pinatih meninggal pada 1483 M.
 
== Referensi ==
{{reflist}}
 
[[Kategori:Tokoh menurut abad dan kewarganegaraan]]