Beksan Trunajaya: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(31 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox dance
{{tidak dikembangkan|d=30|m=11|y=2020|i=7|ket=}}
| name = Beksan Trunajaya
Beksan Lawung adalah tarian klasik gaya Yogyakarta. Tarian ini diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwono I yang merupakan sultan pertama dari Kraton Yogyakarta
| native_name =ꦧꦼꦏ꧀ꦱꦤ꧀ꦠꦿꦸꦤꦗꦪ
{{Sedang ditulis}}
| native_name_lang = jv
| etymology =
| image = Beksan lawung dance in Yogyakarta, Kota Jogjakarta 200 Tahun, plate after page 136.jpg
| alt =
| caption =''Ploncon'' dan ''jajar'' dalam pertunjukan Beksan Lawung Ageng
| genre = [[Perang]]
| signature =
| instruments = [[Gamelan]]
| inventor = [[Hamengkubuwana I]]
| year = Abad ke-18
| origin = [[Daerah Istimewa Yogyakarta]], [[Indonesia]]
}}
'''Beksan Trunajaya''' adalah [[trilogi]] tarian klasik gaya [[Yogyakarta]]. Ketiga tarian ini diciptakan oleh [[Hamengkubuwana I]] yang merupakan sultan pertama dari [[Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat]]. Tiga tarian yang termasuk dalam trilogi Beksan Trunajaya adalah '''Beksan Lawung Alit''', '''Beksan Lawung Ageng''', dan '''Beksan Sekar Madura'''. Beksan ini disebut "Trunajaya" karena dahulu ditarikan oleh pasukan Trunajaya dari [[Pulau Madura|Madura]], yang bergabung dalam [[Bregada|''bregada'']] Nyutra.{{Sfn|Tinarsidartha|Pramutomo|p=193|2016}}
 
Beksan Lawung Ageng, Lawung Alit, dan Sekar Madura kini telah ditetapkan sebagai [[Warisan Budaya Takbenda Indonesia]] dengan nomor registrasi 2010000088, 202101281, dan 202201577 pada tahun 2010 dan 2021–2022, berturut-turut.<ref>{{Cite web|title=Warisan Budaya Takbenda {{!}} Beranda|url=https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=88|website=warisanbudaya.kemdikbud.go.id|access-date=2024-05-08}}</ref><ref>{{Cite web|title=Warisan Budaya Takbenda {{!}} Beranda|url=https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=2192|website=warisanbudaya.kemdikbud.go.id|access-date=2024-05-08}}</ref><ref>{{Cite web|title=Warisan Budaya Takbenda {{!}} Beranda|url=http://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=3000|website=warisanbudaya.kemdikbud.go.id|access-date=2024-06-05}}</ref>
 
== Sejarah ==
Beksan Trunajaya diciptakan oleh [[Hamengkubuwana I]] berdasarkan latihan ''watangan'' yang rutin digelar setiap hari Sabtu. ''Watangan'' adalah latihan ketangkasan prajurit dalam [[berkuda]] dan menggunakan [[tombak]]. Tombak yang digunakan adalah tombak berujung tumpul, yang dalam bahasa Jawa disebut ''lawung''. Perlombaan ini rutin dilaksanakan di Alun-alun Utara, dan sering diiringi gendhing penghormatan [[Gamelan monggang|''Monggang'']].<ref name=":0">{{Cite web|last=Era.id|title=Mengenal Beksan Lawung Ageng, Salah Satu Tarian Pusaka Keraton Yogyakarta|url=https://era.id/culture/129043/mengenal-beksan-lawung-ageng|website=ERA.ID|language=id|access-date=2024-05-06}}</ref>
 
Saat [[Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat]] berdiri, Pemerintah Kolonial mengawasi penyelenggaraan pemerintahan di Keraton, sehingga Hamengkubuwana I memutuskan untuk menyamarkan latihan ''watangan'' yang rutin digelar tersebut ke dalam sebuah tarian yang diberi nama Beksan Trunajaya. Pada masa kekuasaannya hingga diteruskan kepada [[Hamengkubuwana II|putranya]], beksan ini dipertunjukkan untuk melegitimasi kekuasaan Sultan. Beksan ini sempat vakum dipertunjukkan ke publik pada masa [[Hamengkubuwana III]] hingga [[Hamengkubuwana V|V]], karena meletusnya [[Perang Diponegoro]] serta krisis ekonomi yang melanda Hindia Belanda pascaperang. Beksan ini kemudian dipertunjukkan lagi pada masa [[Hamengkubuwana VII]] sebagai simbol perwakilan diri Sultan dalam sebuah perhelatan publik dan pernikahan keluarga Kesultanan. Beksan ini menjadi semakin populer pada masa [[Hamengkubuwana IX]], karena mulai diajarkan di perkumpulan tari yang dibentuk di luar benteng Keraton.{{Sfn|Tinarsidharta|Pramutomo|p=191-192|2016}}
 
== Deskripsi ==
=== Peran penari ===
Peran penari dalam Beksan Trunajaya terdiri atas:<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2021-03-16|title=Beksan Lawung Ageng, Tarian Pusaka Keraton Yogyakarta|url=https://www.kompas.com/skola/read/2021/03/16/100000469/beksan-lawung-ageng-tarian-pusaka-keraton-yogyakarta|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2024-05-06}}</ref>
 
* Dua orang ''botoh'' yang hendak menguji ketangkasan prajurit-prajurit yang dibinanya.
* Dua orang ''salaotho'' yang suka melawak, tetapi setia pada ''botoh'' (Beksan Lawung Ageng).
* Empat orang ''lurah,'' prajurit berpangkat tinggi.
* Empat orang ''jajar'', prajurit berpangkat rendah.
* Empat orang ''ploncon'', orang yang menyediakan tombak untuk digunakan adu ketangkasan.
Tata busana yang digunakan untuk masing-masing penari berupa [[blangkon|''udeng tepen'']] untuk ''jajar'', ''ploncon'', dan ''lurah'', atau ''songkok'' untuk ''botoh'', kain [[batik]], celana [[cinde]], ''sampur'', ''lonthong'' (setagen), ''kaweng'', ''bara'', kalung, sumping, kelat bahu, dan buntal. Penari ''botoh'' dan ''lurah'' mengenakan rias ''kalang kinantang'' dan kain [[Batik Parang|batik Parang Rusak Barong]], sementara ''jajar'' mengenakan rias ''bapang'' dan kain batik motif [[batik Kawung]]. ''Salaotho'' menggunakan riasan dan busana yang berbeda; riasan ''gecul'' dan baju biru, celana putih, serta kain ''bangbangan'' dari Madura. Pemilihan busana ini berkaitan dengan [[Akulturasi|silang budaya]] yang ada pada beksan ini. Bahasa yang dituturkan adalah campuran [[Bahasa Bagongan|bahasa Jawa Bagongan]], [[Bahasa Madura|Madura]], [[Bahasa Bugis|Bugis]], dan [[Bahasa Melayu Klasik|Melayu Klasik]].{{Sfn|Tinarsidharta|Pramutomo|p=194-195|2016}} Pada beksan Sekar Madura, [[Bahasa Jawa Bagelan|dialek Bagelan]] juga dituturkan.<ref name=":2">{{Cite web|title=Beksan Sekar Medura|url=https://budaya.jogjaprov.go.id/artikel/detail/273-beksan-sekar-medura|website=budaya.jogjaprov.go.id|language=id|access-date=2024-05-06}}</ref>
 
=== Gerakan dan jalannya tari ===
Ragam gerak yang digunakan Beksan Trunajaya antara lain:<ref name=":0" />
 
* Ragam gerak ''bapang'', dengan sifat gagah dan ekspresif, digunakan oleh ''jajar''.
* Ragam gerak ''kalang kinantang'', dengan sifat halus, digunakan oleh ''lurah.''
* Ragam gerak lawakan (''gecul''), digunakan oleh ''salaotho''.
* Ragam gerak ''impur'' (''kakung alus'') yang digunakan pada Beksan Lawung Alit dan Sekar Madura.<ref name=":1">{{Cite web|last=crew|first=kraton|title=Beksan Lawung Alit|url=https://www.kratonjogja.id/kagungan-dalem/73-beksan-lawung-alit/|website=kratonjogja.id|language=en|access-date=2024-05-06}}</ref>
* Ragam gerak untuk empat penari ''alus'' dan empat penari ''gagah'' yang digunakan pada Beksan Sekar Madura.<ref name=":2" />
 
Pada beksan Sekar Madura, terdapat satu properti yang digunakan saat penari duduk di hadapan meja, yaitu botol dan gelas sloki. Properti tersebut menunjukkan bahwa pada masa itu, jika para prajurit menang berperang, mereka bergembira dan saling menghibur dengan minum [[minuman keras]].<ref name=":2" />
 
Waktu tarian dapat bervariasi. Apabila waktu yang tersedia terbatas, maka gerakan-gerakan tertentu dapat dilakukan setengah ragam, kemudian dapat bergeser ke gerakan lainnya. Misalnya, jika beksan ini ditampilkan di hadapan wisatawan yang sedang berkunjung ke Keraton. Terdapat beberapa variasi jalannya tari yang sedang atau pernah dilakukan pada Beksan Trunajaya:{{Sfn|Tinarsidharta|Pramutomo|p=198|2016}}
 
* Pemangkasan gerak ''kalang kinantang'' sebanyak dua kali menjadi satu kali.
* Dialog yang dapat dilakukan bergantian antara pihak kanan dan kiri, menjadi bersamaan dan dipangkas dari semula tiga kali menjadi dua atau bahkan satu kali.
* Penari ''ploncon'' terkadang diganti dengan [[abdi dalem]] yang memberi tombak lawung; atau rak tombak yang akan diambil penari ''jajar'' atau ''lurah'', terutama untuk pertunjukan versi singkat.
* Terkadang yang diambil untuk dipentaskan hanya kelompok tertentu, misalnya empat ''jajar'' saja, atau empat ''lurah'' saja. ''Botoh'' dan ''salaotho'' masing-masing berjumlah dua orang untuk pementasan ini.
* Di luar Keraton, beksan ini dapat ditarikan hanya dengan satu ''botoh'' dan empat ''jajar'', yang tombaknya dibawa langsung oleh jajar sejak dari awal pementasan hingga selesai.
 
=== Iringan gendhing ===
Terdapat beberapa iringan ''gendhing'' yang digunakan dalam Beksan Trunajaya, antara lain:
 
* Pada Beksan Lawung Ageng, ''[[Gangsaran]]'' ''Roning Tawang, laras [[pelog]] [[pathet]] 6'' dibunyikan saat ''botoh'' menguji ketangkasan ''jajar'', sedangkan ''Gangsaran Bima Kurda, laras pelog pathet barang'' dibunyikan saat ''botoh'' menguji ketangkasan ''lurah''.{{Sfn|Tinarsidharta|Pramutomo|p=194|2016}}
* Pada Beksan Lawung Alit, ''Ladrang Harjuna Mangsah, laras pelog pathet barang'' dibunyikan saat ''botoh'' menguji ketangkasan ''jajar'', sedangkan ''Ladrang Harjuna Asmara, laras pelog pathet barang'' dibunyikan saat ''botoh'' menguji ketangkasan ''lurah''.<ref name=":1" />
* Pada Beksan Sekar Madura, gendhing yang digunakan adalah ''Ceng Barong'', ''laras slendro pathet 9''.<ref name=":2" />
[[Gamelan]] yang digunakan dalam beksan Lawung Ageng dan Alit adalah Kanjeng Kyai Guntur Sari. Gamelan ini dikenal karena jumlah [[saron]] yang lebih banyak daripada gamelan konvensional. Total dalam gamelan ini terdapat empat [[saron demung]], delapan [[saron]] ricik, dan satu [[saron peking]], serta ditambah alat musik khusus seperti [[beduk]], ''[[bonang|bonang panembung]]'', [[Rojeh|''rojeh'']], dan [[bende|''bende campur'']]. Untuk memberi suatu tanda tertentu dalam beksan ini, digunakan [[keprak]].{{Sfn|Rintoko|2022|p=97-98}}
 
Alat-alat musik Barat yang ada di Keraton juga digunakan sebagai iringan gendhing, yaitu [[tambur]], [[trompet]], [[trombon]], [[Tuba (alat musik)|tuba]], [[biola]], [[selo]], dan [[kontrabas]].{{Sfn|Rintoko|2022|p=96}}
 
== Referensi ==
{{reflist}}
 
=== Daftar pustaka ===
 
* {{Cite journal|last=Rintoko|first=A.|date=2022|title=Iringan Beksan Lawung Jajar Keraton Yogyakarta|url=https://e-journal.umaha.ac.id/index.php/ikonik/article/download/1694/1072/5032|journal=Ikonik: Jurnal Seni dan Desain|volume=4|issue=2|pages=95-99|ref=harv}}
* {{Cite journal|last=Tinarsidharta|first=Kusmahardika|last2=Pramutomo|date=2016|title=Beksan Lawung Ageng pada Upacara Pernikahan Agung Kraton Yogyakarta|url=https://jurnal.isi-ska.ac.id/index.php/gelar/article/view/2083/1965|journal=Gelar: Jurnal Seni dan Budaya|volume=14|issue=2|pages=191-200|doi=10.33153/glr.v14i2.2083|ref=harv}}
{{Tarian Indonesia}}
[[Kategori:Tarian dari Yogyakarta]]
[[Kategori:Warisan budaya takbenda Indonesia]]