Janamejaya: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
M. Adiputra (bicara | kontrib)
 
(11 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{TMH Infobox|
| Image = Astikaking stops Takshaka from falling into Firejanamejaya.jpg
| Caption = Ilustrasi Maharaja Janamejaya (tengah)dalam bertemusuatu Resi [[Astika (resi)|Astika]]lukisan yang menghentikanmenggambarkan ''Sarpahoma'' (upacara pengorbanan ular)., Daridari buku''[[Razmnama]]'' atau ''Mahabharata'' terbitanversi Geeta[[bahasa Press,Persia]] Gorakhpur([[abad ke-17]]).
| Nama = Janamejaya
| Tokoh = ''Mahabharata''legenda India
| Kitab = ''[[Mahabharata]]'', ''[[Bhagawatapurana]]'', dan ''[[Purana]]'' lainnya.
| Devanagari = जनमेजय
| Profesi = raja
| Tempat = [[Hastinapura]]
| OrangtuaAyah = [[Parikesit]] (ayah) dan Irawati (ibu)
| Ibu = Madrawati/Irawati
| Istri = Wapustama
| Anak = [[satanika]]Satanika
| Ejaan_Sanskerta = JanaméjayaJanamejaya
| Asal = [[Hastinapura]], [[Kerajaan Kuru]]
| Kasta = kesatria
| Pasangan = Wapushtama (Bamustiman)
| Dinasti = [[Dinasti Kuru|Kuru]]
}}
'''Janamejaya''' {{Sanskerta|जनमेजय|Janamejaya}} adalah nama seorang raja dalam legenda [[Hindu]] dan [[sejarah India]]. Menurut konteks sejarah, ia memerintah [[Kerajaan Kuru]] pada [[Zaman Weda]] Pertengahan (1000 SM).<ref>[[Michael Witzel]] (1989), ''Tracing the Vedic dialects'' in ''Dialectes Dans Les literatures Indo-Aryennes'' ed. [[Colette Caillat|Caillat]], Paris, 97–265.</ref> Bersama [[Parikesit]]―ayah sekaligus pendahulunya―ia memegang peranan penting dalam persatuan negeri Kuru, penyusunan [[sloka]]-sloka ''[[Weda]]'' menjadi suatu himpunan, dan pengembangan upacara-upacara ''[[srauta]]'' yang ortodoks, sehingga mengantarkan negeri Kuru menjadi suatu kawasan politik dan kebudayaan yang dominan di [[India Utara]].
Dalam [[wiracarita]] ''[[Mahabharata]]'', '''Janamejaya''' {{Sanskerta|जनमेजय|Janaméjaya}} adalah nama seorang raja, memerintah [[Kerajaan Kuru]] dengan pusat pemerintahannya yang bernama [[Hastinapura]]. Ia adalah anak dari Maharaja [[Parikesit]]. Ia memiliki enam adik bernama Kaksasena, Ugrasena, Citrasena, Indrasena, Susena, dan Nakayasena. Ia diangkat menjadi raja pada usia yang masih muda setelah ayahnya tewas digit Naga [[Taksaka]]. Janamejaya menyelenggarakan upacara pengorbanan ular demi membalas dendam. Namun, upacara tersebut dibatalkan karena permintaan seorang [[resi]] muda bernama [[Astika (resi)|Astika]].
 
DalamJanamejaya disebutkan dalam [[itihasa|wiracarita]] dan kitab legenda Hindu, yaitu ''[[Mahabharata]]'', dan sejumlah '''Janamejaya'[[Purana]]''. {{Sanskerta|जनमेजय|Janaméjaya}}Menurut adalahcatatan namadalam seorang''Mahabharata'' rajadan ''Purana'', ia memerintah [[Kerajaan Kuru]] dengan pusat pemerintahannya yang bernama [[Hastinapura]]. IaMenurut adalah''Mahabharata'', ia anak dari Maharaja [[Parikesit]]., yang Ia memiliki enam adik bernama Kaksasena, Ugrasena, Citrasena, Indrasena, Susena, dan NakayasenaNakasena. Ia diangkat menjadi raja pada usia yang masih muda setelah ayahnya tewas digitdipagut Naga [[Taksaka]]. Janamejaya menyelenggarakan upacara pengorbanan ular demi membalas dendam. Namun, upacara tersebut dibatalkan karena permintaan seorang [[resi]] muda bernama [[Astika (resi)|Astika]]. Untuk melipur duka sang raja akibat kegagalannya menyelenggarakan pengorbanan ular, [[Wesampayana]] mengisahkan cerita ''[[Mahabharata]]'' kepadanya.
Cerita ''[[Mahabharata]]'' konon dikisahkan oleh Bagawan [[Wesampayana]] kepada dia.
 
Dalam himpunan pertama naskah ''Mahabharata'' (''[[Adiparwa]]'') disebutkan seorang [[#Tokoh bernama sama|Janamejaya]] jugayang merupakan putra Raja [[Puru (mitologi)|Puru]]. Menurut ''Mahabharata'', Janamejaya tersebut merupakan leluhur Raja Janamejaya putra Parikesit.
 
== UpacaraDalam pengorbanankepustakaan ular''Weda'' ==
Kitab-kitab ''[[Weda]]'' [[samhita]] memiliki pustaka-pustaka pendamping yang disebut "brahmana", berfungsi sebagai penjelas dari ritual-ritual yang tertera pada samhita. Dalam kitab ''[[Aitareyabrahmaṇa]]'' termaktub bahwa Janamejaya merupakan seorang penakluk yang agung, dan ''[[purohita]]''-nya (pendeta keluarga) bernama Tura Kawaseya (''Kāvaṣeya'') memahkotainya sebagai raja dan mengurus upacara [[aswamedha]] (korban kuda) yang diselenggarakannya. Tertulis pula bahwa pada suatu upacara ia tidak menggunakan jasa pendeta dari klan Kasyapa (''Kaśyapa'') melainkan klan Butawira (''Bhūtawīra''). Kemudian keluarga Asitamrega (''Asitamr̥ga'') yang merupakan keturunan dari klan Kasyapa digunakan jasanya kembali oleh Janamejaya.
[[Berkas:Snakesacrifice.jpg|ka|jmpl|Ilustrasi upacara pengorbanan ular yang diselenggarakan Janamejaya.]]
Pada suatu ketika, Sang [[Utangka]] dari Takshiladesa menghadap Maharaja Janamejaya yang baru saja selesai menaklukkan wilayah tersebut. Sang Utangka memberitahu Maharaja Janamejaya mengenai penyebab kematian ayahnya, yaitu digigit Naga [[Taksaka]]. Sang Raja meneliti kebenaran cerita tersebut, dan para menterinya membenarkan. Akhirnya ia mengadakan upacara pengorbanan ular untuk menyapu seluruh [[spesies]] mereka dari muka Bumi. Upacara tersebut dikenal dengan sebutan ''Sarpahoma''. Para [[brahmana]] tahu bahwa kelak upacara tersebut akan digagalkan oleh seorang resi, tetapi mereka tidak memberitahukannya kepada Sang Raja.
 
Kitab ''[[Satapathabrahmana]]'' disebutkan bahwa ia dan para saudaranya—Ugrasena, Bimasena (''Bhīmasena''), dan Srutasena (''Śrutasena'')—melaksanakan upacara [[aswamedha]], dipimpin oleh Indrota Daiwapa Sonaka (''Daivāpa Śaunaka''), untuk membersihkan diri mereka dari kekotoran batin.
Setelah sarana dan prasarana sudah lengkap, Sang Raja menyelenggarakan upacara. Api di tungku pengorbanan berkobar-kobar. Dengan mantra-mantra suci yang dibacakan oleh para brahmana, beribu-ribu [[ular]] ([[naga]]) melayang di langit (bagaikan terhisap) dan lenyap ditelan api pengorbanan. Pada saat pengorbanan berlangsung, munculah seorang brahmana bernama [[Astika (resi)|Astika]]. Ia memohon dengan sangat tulus kepada Maharaja Janamejaya agar menghentikan pengorbanan ular tersebut. ia mengatakan bahwa upacara tersebut tidak pantas untuk dilakukan. Karena merasa terharu dengan ketulusan Astika, Maharaja menghentikan upacaranya.
Kedua kitab ''Brāhmaṇa'' tersebut tadi menyatakan bahwa ibukota sang raja adalah Asandiwanta (''Āsandīvant'').
 
Kitab ''Gopathabrahmana'' mengandung cerita yang "absurd" tentang Janamejaya dan dua angsa jantan.<ref name=":0">{{Cite book|last=Macdonell|first=Arthur Anthony|title=Vedic Index of Names and Subjects|last2=Keith|first2=Arthur Berriedale|publisher=John Murray|year=1912|volume=I|pages=72, 78–79, 273–274, 314|language=}}</ref>{{Sfn|Raychaudhuri|1923|p=11}}
Setelah Astika pulang, ia merasa kecewa karena upacaranya tidak sempurna. Sebagai gantinya, Resi [[Wesampayana]] menuturkan sebuah kisah panjang untuk sang raja, yaitu kisah para kakek buyutnya–[[Pandawa]] dan [[Korawa]]–hingga [[perang di Kurukshetra|pertempuran besar]] di [[Kurukshetra]].
 
Kitab ''[[Pancawingsabrahmana]]'' menyebutkan seseorang bernama Janamejaya yang menjadi pendeta dalam suatu upacara pengorbanan ular, tetapi cendekiawan sekaligus [[Indolog]] Macdonell dan Keith menganggapnya sebagai Janamejaya yang berbeda dengan penguasa negeri Kuru.<ref name=":0b">{{Cite book|last=Macdonell|first=Arthur Anthony|title=Vedic Index of Names and Subjects|last2=Keith|first2=Arthur Berriedale|publisher=John Murray|year=1912|volume=I|pages=78–79, 273–274, 314|language=}}</ref>
== Penuturan isi ''Mahabharata'' ==
 
== Konteks sejarah ==
Sesuai keinginan Janamejaya, Resi [[Wesampayana]] memulai dari kisah para leluhur sang raja, yaitu [[Bharata (raja)|Bharata]], serta kakek moyangnya yang bernama Maharaja [[Yayati]], keturunan Sang [[Pururawa]], yang menurunkan lima putra dan mendirikan lima suku besar di [[India]]. Lima suku tersebut diturunkan oleh [[Yadu]], [[Tuwasu]], [[Druhyu]], [[Anu (Hindu)|Anu]], dan [[Puru]]. Leluhur Raja Janamejaya diturunkan oleh Sang Puru. Garis keturunan berlanjut kepada [[Bharata (raja)|Bharata]] – [[Kuru (raja)|Kuru]] – [[Pratipa]] – [[Santanu]], dan keluarga keraton [[Hastinapura]] ([[Pandu]], [[Dretarastra]], [[Pandawa]], [[Korawa]], dan lain-lain).
 
[[File: Late_Vedic_Culture_(1100-500_BCE).png|right|thumb|Peta [[India]], menggambarkan letak [[Kerajaan Kuru]] beserta kerajaan-kerajaan lainnya selama [[Periode Weda]].]]
Raja Janamejaya juga menyuruh Resi [[Wesampayana]] untuk menuturkan kisah Kakek buyutnya yaitu [[Arjuna]], yang bertarung dengan sepupu mereka yaitu para [[Korawa]], yang dipimpin oleh [[Duryodana]]. Pertempuran tersebut kemudian dikenal sebagai [[Perang di Kurukshetra|pertempuran besar di daratan Sang Kuru]] ([[Kurukshetra]]) atau [[Bharatayuddha]] (perang antara keturunan Sang [[Bharata (raja)|Bharata]]).
Sejarawan India [[Hem Chandra Raychaudhuri|H.C. Raychaudhuri]] menyimpulkan bahwa zaman [[Parikesit]], ayah Janamejaya, pada [[abad ke-9 SM]].{{sfn|Raychaudhuri|2006|pp=29-30}} [[Indolog]] [[Michael Witzel]] menyatakan bahwa Dinasti Parikesit (''Pārikṣita'') ada kaitannya dengan keberadaan kebudayaan gerabah hitam dan merah di [[Punjab]] serta bagian barat dan selatan [[India Utara]], yang secara [[arkeologi]] muncul pada masa 1180 SM.<ref>Michael Witzel (1989), [http://www.people.fas.harvard.edu/~witzel/dialects.pdf ''Tracing the Vedic dialects''], p.141</ref>
 
Sejarawan H. C. Raychaudhuri menyatakan bahwa ada dua Parikesit dan Janamejaya pada silsilah yang tercatat pada naskah ''[[Itihasa]]'' dan ''[[Purana]]'', tetapi meyakini bahwa deskripsi tentang Janamejaya yang kedua lebih cocok sebagai raja [[Periode Weda]], sementara deskripsi tentang yang pertama amat jarang dan tidak konsisten. Namun Raychaudhuri juga mempertanyakan apakah memang ada dua raja berbeda yang bernama sama. Ia menyimpulkan bahwa ada penyisipan pada naskah-naskah silsilah pada tradisi Pasca-Periode Weda Akhir, yang juga menyebabkan adanya dua nama Parikesit, mungkin diciptakan oleh para penulis silsilah untuk menanggulangi [[anakronisme]] pada bagian-bagian akhir ''[[Mahabharata]]'', sebagai penggandaan nama dari satu orang yang sama yang tidak meninggalkan suatu tradisi yang bertahan dalam genealogi kerajaan Kuru.<ref>Raychaudhuri (1996), pp.2-19</ref>
== Peninggalan Sang Raja ==
 
Empat lempeng inskripsi tembaga yang diduga berasal dari zaman pemerintahan Janamejaya ditemukan pada [[abad ke-20]]. Namun, para sejarawan membuktikan bahwa benda tersebut merupakan [[artefak]] palsu.<ref>{{cite book |author=Richard Salomon |title=Indian Epigraphy: A Guide to the Study of Inscriptions in Sanskrit, Prakrit, and the Other Indo-Aryan Languages |url=https://books.google.com/books?id=t-4RDAAAQBAJ&pg=PA167 |year=1998 |publisher=Oxford University Press, USA |isbn=978-0-19-509984-3 |page=167 }}</ref><ref>{{cite book |author=Shankar Goyal |title=History writing of early India: new discoveries and approaches |url=https://books.google.com/books?id=pS9uAAAAMAAJ |year=1996 |publisher=Kusumanjali |oclc=34752382 |page=1}}</ref>
Upacara pengorbanan dilakukan di tepi [[sungai Arind]] di [[Bardan]], sekarang dikenal sebagai [[Parham]]. Sebuah kolam batu konon dibangun oleh Maharaja Janamejaya untuk menandai lokasi upacara, dikenal sebagai ''Parikshit kund'', masih ada di Distrik [[Mainpuri]]. Di dekat kota tersebut ada ''khera'' yang besar dan tinggi berisi reruntuhan sebuah benteng dan beberapa pahatan di atas batu ditemukan. Konon berasal dari zaman Maharaja [[Parikesit]].
 
== KeturunanDalam Raja Janamejayalegenda ==
Menurut kitab ''[[Mahabharata]]'', Janamejaya adalah putra Raja [[Parikesit]] dengan Ratu Madrawati atau Irawati.{{sfn|Raychaudhuri|2006|p=15, 35n}} Ia merupakan cucu kesatria [[Abimanyu]], dan merupakan cicit dari kesatria [[Arjuna]], kesatria masyhur dalam ''Mahabharata''. Ia diangkat menjadi raja setelah ayahnya mangkat. Peran pentingnya dalam ''Mahabharata'' ialah sebagai pendengar bagi narasi tentang para leluhur Janamejaya, yang disampaikan oleh [[Wesampayana]], murid [[Byasa]]. Wesampayana menceritakan kisah para leluhur Janamejaya setelah sang raja gagal melangsungkan ''sarpa satra'' (upacara pengorbanan ular) yang diadakan untuk membalaskan dendam atas kematian ayahnya. Sebelumnya, isi ''Mahabharata'' telah dituturkan oleh Byasa kepada Wesampayana.<ref>Vaidya P.L. and A.D. Pusalkar (1962, reprint 2003). ''The Mahabharata: Its History and Character'' in S. Radhakrishnan (ed.) ''The Cultural Heritage of India'', Vol.II, Kolkata: The Ramakrishna Mission Institute of Culture, {{ISBN|81-85843-03-1}}, p.60</ref>
 
=== Upacara pengorbanan ular ===
Janamejaya menikahi Wapustama, dan memiliki dua putra bernama Satanika dan Sankukarna. Satanika diangkat sebagai raja menggantikan ayahnya dan menikahi puteri dari [[Kerajaan Wideha]], kemudian memiliki seorang putra bernama Aswamedadata. Para keturunan Raja Janamejaya tersebut merupakan raja legendaris yang memimpin [[Kerajaan Kuru]], tetapi riwayatnya tidak muncul dalam [[Mahabharata]].
[[File:Snakesacrifice.jpg|thumb|Ilustrasi dari tahun 1920-an, menggambarkan ''Sarpasatra'' yang dilangsungkan Raja Janamejaya.]]
Dalam ''[[Adiparwa]]'', himpunan pertama ''[[Mahabharata]]'' dikisahkan bahwa Janamejaya menaklukkan daerah [[Taxila|Taksasila]] (Taxila). Di sana, sang raja bertemu seorang brahmana bernama [[Utangka]]. Ia memberitahu Janamejaya bahwa seekor naga bernama [[Taksaka]] bertanggung jawab atas kematian [[Parikesit]], ayah sang raja.<ref>{{cite book|first=Vettam |last=Mani|title = Puranic Encyclopaedia: A Comprehensive Dictionary With Special Reference to the Epic and Puranic Literature|url=https://archive.org/stream/puranicencyclopa00maniuoft/puranicencyclopa00maniuoft_djvu.txt|publisher = Motilal Banarsidass|year = 1975|location = Delhi|isbn = 0-8426-0822-2}}</ref> Janamejaya meneliti kebenaran cerita tersebut, dan para menterinya membenarkan. Akhirnya ia mengadakan upacara pengorbanan ular untuk menyapu seluruh [[spesies]] mereka dari muka Bumi. Upacara tersebut dikenal dengan sebutan ''Sarpasatra'' atau ''Sarpahoma''.<ref>{{Cite web|url= http://www.sacred-texts.com/hin/m01/m01051.htm|title=Section L (Astika Parva continued) Mahabharata|publisher=Sacred texts.com}}</ref>
 
Setelah sarana dan prasarana sudah lengkap, Sangsang Rajaraja menyelenggarakan upacara. Api di tungku pengorbanan berkobar-kobar. Dengan mantra-mantra suci yang dibacakan oleh para brahmana, beribu-ribu [[ular]] ([[naga]]) melayang di langit (bagaikan terhisap) dan lenyap ditelan api pengorbanan. Pada saat pengorbanan berlangsung, munculah seorang brahmana bernama [[Astika (resi)|Astika]]. Ia memohon dengan sangat tulus kepada Maharaja Janamejaya agar menghentikan pengorbanan ular tersebut. ia mengatakan bahwa upacara tersebut tidak pantas untuk dilakukan. Karena merasa terharu dengan ketulusan Astika, MaharajaJanamejaya menghentikan upacaranya.
 
Setelah Astika pulang,menggagalkan iaupacara merasayang kecewadilangsungkan karenasang upacaranyaraja, tidakJanamejaya sempurna.dihampiri Sebagaioleh gantinyaResi [[Byasa]] beserta murid-muridnya, Resisalah satunya ialah [[Wesampayana]]. Janamejaya memohon agar Byasa menuturkan kisah para leluhurnya, tetapi Byasa melimpahkannya kepada Wesampayana. Wesampayana pun menuturkan sebuah kisah panjang untuk sang raja, yaitu kisah para kakek buyutnya–buyutnya{{mdash}}[[Pandawa]] dan [[Korawa]]–hingga{{mdash}}hingga [[perang di Kurukshetra|pertempuran besar]] di [[Kurukshetra]].
 
=== Penuturan isi ''Mahabharata'' ===
 
Dalam naskah ''Mahabharata'' terjemahan [[Kisari Mohan Ganguli]], penuturan kisah utama ''Mahabharata''{{mdash}}perselisihan antara [[Pandawa]] dan [[Korawa]]{{mdash}}dimulai pada kitab ''[[Adiparwa]]'', himpunan pertama ''Mahabharata'', bagian ''Adiwangsawatarana-parwa'', bab 59. Bab tersebut diawali dengan permohonan Janamejaya agar Byasa menceritakan kisah para leluhurnya, sebagaimana yang sudah ia sampaikan kepada murid-muridnya.
 
{{blockquote|
Wahai [[brahmana]], engkau telah melihat dengan mata kepalamu sendiri, tingkah polah para [keturunan] [[Korawa|Kuru]] dan [[Pandawa]]. Aku bersemangat untuk mendengarkan sejarah mereka darimu. Apa penyebab perpecahan di antara mereka yang diakibatkan oleh perbuatan luar biasa tersebut? Mengapa pula pertempuran besar{{mdash}}yang menyebabkan kematian insan yang tak terhitung banyaknya{{mdash}}terjadi di antara para leluhurku, yang pikiran jernihnya dikaburkan oleh takdir? Wahai brahmana mulia, ceritakanlah kepadaku segala hal yang terjadi sejelas-jelasnya.<ref>{{citation|url=https://sacred-texts.com/hin/m01/m01061.htm| title=The Mahabharata of Krishna Dvaipayana Vyasa, Book 1: Adi Parva | chapter=Adivansavatarana-parva: Section LX| author=Kisari Mohan Ganguli| place=Calcuta| year=1883―1896| language=Inggris}}</ref>
|author=Janamejaya kepada Byasa (''Mahabharata'', I:60)
}}
 
SesuaiByasa menugaskan [[Wesampayana]]{{mdash}}salah satu muridnya{{mdash}}untuk memenuhi keinginan Janamejaya. Wesampayana memulai dari ikhtisar perseteruan antara Pandawa dan Korawa. Kemudian kisah berlanjut tanpa kronologis dan meloncat-loncat karena mengikuti kehendak sang raja. Maka dari itu percakapan antara Janamejaya dan Wesampayana menentukan mana cerita yang didahulukan dan mana yang belakangan. Kilas balik yang tercatat meliputi kisah [[Santanu]] dan [[Satyawati]], Resikemudian kelahiran [[WesampayanaKarna]] memulaidan dari[[Kresna]], kisah awal mula kehidupan [[Drona]], kisah para leluhur sang raja, yaitu [[Duswanta]], [[Sakuntala]], dan [[Bharata (raja)|Bharata]], serta kakek moyangnya yang bernama Maharaja [[Yayati]], (keturunan Sang [[Pururawa]],) yang menurunkan lima putra dan mendirikan lima suku besar di [[India]]. Lima suku tersebut diturunkan oleh [[Yadu]], [[Tuwasu]], [[Druhyu]], [[Anu (Hindu)|Anu]], dan [[Puru]]. Leluhur Raja Janamejaya diturunkan oleh Sang Puru. Garis keturunan berlanjut kepada [[Bharata (raja)|Bharata]] – [[Kuru (raja)|Kuru]] – [[Pratipa]] – [[Santanu]], dan keluarga keraton [[Hastinapura]] ([[Pandu]], [[Dretarastra]], [[Pandawa]], [[Korawa]], dan lain-lain).
 
Secara garis besar, ''Mahabharata'' merupakan cerita berbingkai, dengan setiap cerita diawali oleh percakapan antara Janamejaya dan Wesampayana. Klimaksnya ialah pertikaian Pandawa melawan sepupu mereka yaitu para Korawa, yang dipimpin oleh [[Duryodana]]. Pertikaian tersebut memuncak jadi suatu pertempuran, yang kemudian dikenal sebagai [[Perang di Kurukshetra|pertempuran besar]] di daratan [[Kurukshetra]] {{Sanskerta|कुरुक्षोत्रयुद्ध|Kurukṣetrayuddha}} atau [[Bharatayuddha]] (perang antara keturunan [[Bharata (raja)|Bharata]]). Bagian awal ''[[Bhismaparwa]]''{{mdash}}jilid ''Mahabharata'' keenam yang mengandung awal perang Kurukshetra{{mdash}}diawali oleh pertanyaan Janamejaya kepada Wesampayana:
 
{{blockquote|Bagaimanakah jalannya pertempuran para perwira Kuru, Pandawa, dan Somaka, serta para raja berjiwa besar dari berbagai kerajaan yang telah berkumpul di tempat tersebut?<ref>{{citation|url=https://sacred-texts.com/hin/m06/m06001.htm| title=The Mahabharata of Krishna Dvaipayana Vyasa, Book 6: Bhishma Parva | chapter=Jamvu-khanda Nirmana Parva: Section I| author=Kisari Mohan Ganguli| place=Calcuta| year=1883―1896| language=Inggris}}</ref>
| source= Janamejaya kepada Wesampayana (''Mahabharata'', VI:1)
}}
[[File:Dhritarastra_sanjaya.jpg|thumb|Ilustrasi dari ''[[Razmnama]]'' (''Mahabharata'' versi [[Persia]]) menggambarkan Raja [[Dretarastra]] yang buta sedang berbincang dengan [[Sanjaya (Mahabharata)|Sanjaya]], pendampingnya sekaligus narator kejadian [[perang di Kurukshetra]] saat peristiwa itu berkecamuk.]]
Wesampayana menguraikan gambaran persiapan perang di Kurukshetra kepada Janamejaya pada bagian awal ''Bhismaparwa'', tetapi kemudian disisipi dengan kisah percakapan antara [[Dretarastra]] dengan [[Sanjaya (Mahabharata)|Sanjaya]] tentang keadaan dunia, kemudian narasi dibawakan oleh Sanjaya, termasuk bagian yang mengandung ajaran ''[[Bhagawadgita]]''. Narasi Sanjaya berakhir setelah kisah perang usai, dan diambil alih kembali oleh Wesampayana.
 
Kisah ''Mahabharata'' ditutup dengan uraian dari Wesampayana tentang pahala-pahala yang diperoleh apabila seseorang mempelajari dan menghayati kisah dan ajaran dalam ''Mahabharata'' secara sungguh-sungguh. Bagian tersebut diawali dengan pertanyaan Janamejaya:
{{blockquote|
Wahai orang suci, sebaiknya upacara apakah yang ditempuh seorang terpelajar untuk menyimak [kisah] Bharata? Apakah pahalanya [yang diperoleh dengan mendengarkannya]? [[dewa-Dewi Hindu|Dewa-dewi]] apakah yang dimuliakan selama beberapa ''parana'' (babak pembacaan kitab suci)? Wahai orang suci, derma apakah yang harus dipersiapkan oleh seseorang, pada setiap ''[[astadasaparwa|parwa]]'' atau hari suci [selama berlangsungnya pembacaan kitab tersebut]? Bagaimana seharusnya kualifikasi orang yang membaca kitab tersebut? Jelaskanlah kepadaku tentang semua hal itu!<ref name="mbh18">{{citation|url=https://sacred-texts.com/hin/m18/m18006.htm| title=The Mahabharata of Krishna Dvaipayana Vyasa, Book 18: Svargarohanika Parva | chapter=Section 6| author=Kisari Mohan Ganguli| place=Calcuta| year=1883―1896| language=Inggris}}</ref>
| author= Janamejaya kepada Wesampayana (''Mahabharata'', XVIII: 6)
}}
 
Wesampayana menjawab pertanyaan Janamejaya sekaligus menutup kisah ''Mahabharata'' dengan uraian panjang lebar tentang kemulian serta pahala yang diperoleh seseorang yang menyimak kisah ''Mahabharata'' dengan sungguh-sungguh, dengan tata upacara yang sesuai dan dengan dipimpin oleh pelantun kitab suci yang berkualifikasi.<ref name="mbh18"/>
 
== Peninggalan Sang Raja ==
 
Upacara pengorbanan ular atau ''Sarpasatra'' dilakukan di tepi [[sungai Arind]] di [[Bardan]], sekarang dikenal sebagai "Parham", perubahan kata dari "[[ParhamParikshitgarh]]", [[Uttar Pradesh]].<ref name=vyasa/> Sebuah kolamceruk batu konon dibangun oleh Maharaja Janamejaya untuk menandaisebagai lokasi upacarakolong pengorbanan ular-ular, yang kini digenangi air, dikenal sebagai ''Parikshit kund'', masih ada di Distrik [[Distrik Mainpuri]].<ref name=vyasa/> Di dekat kota tersebut ada ''khera'' yang besar dan tinggi berisi reruntuhan sebuah benteng dan beberapa pahatan di atas batu ditemukan. Konon berasal dari zaman Maharaja [[Parikesit]].<ref name=vyasa>{{citation| url=https://www.vyasaonline.com/encyclopedia/snake-sacrifice/| title=Sarpa Yaga| publisher=Vyasa Online}}</ref>
 
== Keluarga dan keturunan ==
 
Dalam kitab ''[[Mahabharata]]'', disebutkan bahwa Janamejaya memiliki enam saudara: Kaksasena, Ugrasena, Citrasena, Indrasena, Susena, dan Nakasena.<ref>'' Journal of the Department of Letters'' by University of Calcutta (Dept. of Letters), Publ. Calcutta University Press, 1923, p2</ref> Janamejaya menikahi Wapustama, putri Suwarnawarma, penguasa [[kerajaan Kasi|negeri Kasi]].<ref>{{citation|url=https://sacred-texts.com/hin/m01/m01045.htm| title=Mahabharata of Krishna Dvaipayana Vyasa| chapter=Astika Parva: Section XLIV|author=Kisari Mohan Ganguli| year=1883–1896|publisher=Sacred-Texts.com}}</ref> Mereka memiliki dua putra bernama Satanika dan Sankukarna.<ref>{{citation| url=https://www.hindupedia.com/en/Janamejaya| publisher=Hindupedia| title=Janamejaya| author=Swami Harshananda| accessdate=24 Mei 2024|language=Inggris}}</ref> Satanika menikahi putri dari [[Kerajaan Wideha]], kemudian memiliki seorang putra bernama Aswamedadata.
 
Menurut kitab ''[[Bayupurana]]'' dan ''[[Matsyapurana]]'', terjadi perselisihan antara dia dengan Wesampayana. Kemungkinannya, setelah perselisihan tersebut, ia makzul lalu digantikan oleh putranya, Satanika.<ref>Misra, V.S. (2007). Ancient Indian Dynasties, Mumbai: Bharatiya Vidya Bhavan, {{ISBN|81-7276-413-8}}, p.278</ref> Menurut sumber lain, Janamejaya digantikan oleh Aswamedadata, cucunya.<ref>{{Cite book |last=Raychaudhuri |first=Hem Channdra |url=http://archive.org/details/politicalhistory00raycuoft |title=Political history of ancient India, from the accession of Parikshit to the extinction of the Gupta dynasty |date=1923 |publisher=Calcutta, Univ. of Calcutta |others=Robarts - University of Toronto}}</ref><ref>{{Cite book |last=Wilson |first=Horace H. |url=https://books.google.com/books?id=0Od1eFINWVkC&dq=aswamedhadatta&pg=PA163 |title=Select Works: "The" Vishnu Purana ; 4 : a system of Hindu mythology and tradition ; translated from the original Sanskrit, and illustrated by notes derived chiefly from other Puranas |date=1868 |publisher=Trübner |language=en}}</ref> Cucu Aswamedadata yaitu Nicaksu mendirikan klan Watsa, percabangan klan Kuru.<ref name="rh">{{cite book |last=Raychaudhuri |first=Hemchandra |title=Political History of Ancient India |publisher=University of Calcutta |year=1972 |location=Calcutta, India |page=117–118}}</ref><ref>{{citation|last=Pargiter|first=F.E.|year=1972| title=Ancient Indian Historical Tradition| publisher=Chaunan |place=Delhi|page=269-270}}</ref>
 
== Tokoh bernama sama ==
Baris 59 ⟶ 106:
== Lihat pula ==
* [[Taksaka]]
 
== Referensi ==
{{reflist|2}}
 
== Pranala luar ==