Ernst Utrecht: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
k Bot: Mengganti kategori yang dialihkan Belanda-Indonesia menjadi Tokoh Indonesia keturunan Belanda |
||
(17 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 17:
|spouse = Elien Utrecht
|relatives=
|party = [[Berkas:Indonesian National Party
|occupation = [[Pengacara]] <br/> [[Politikus]] <br/> [[Dosen]]
|alma_mater = [[Berkas:Logo TH Bandoeng.jpg|20px]] [[Technische Hoogeschool te Bandoeng]] ([[Institut Teknologi Bandung]]) (tidak selesai karena [[Perang Dunia II]]) <br/> [[Berkas:UniversiteitLeidenLogo.jpg|20px]] [[Universitas Leiden|Rijksuniversiteit Leiden]]
}}[[Berkas:Baharuddin Lopa.gif|jmpl|Salah satu murid Ernst Utrecht ketika di Makassar, Baharuddin Lopa yang kelak akan menjadi [[Daftar Jaksa Agung Indonesia|Jaksa Agung]] dan [[Daftar Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia|Menteri Hukum dan HAM]] pada [[Kabinet Persatuan Nasional]]. ]]
Dr. '''Ernst Utrecht''' ({{lahirmati|[[Surabaya]]
== Riwayat Hidup ==
Ia dilahirkan di [[Kota Surabaya|Surabaya]] pada tahun 1922. Sebenarnya, Ernst Utrecht pernah kuliah di [[Technische Hoogeschool te Bandoeng]] / [[Institut Teknologi Bandung]]. Akan tetapi, kuliahnya terbengkalai akibat [[Perang Dunia II]]. Utrecht kemudian melanjutkan kuliah bidang Hukum dan [[Indologie]] di [[Universitas Leiden]]. Kemudian,
== Kehidupan di Indonesia ==
=== Kehidupan Akademis ===
Setibanya di Indonesia, ia menjadi pengajar di Kursus Dinas C pada [[Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia|Kementerian Dalam Negeri]] di [[Kota Malang|Malang]] di mana ia mengajar mata pelajaran pengantar ilmu hukum dan [[Hukum administrasi negara|hukum administratif]].<ref name=":1">{{Cite journal|last=Manullang|first=Fernando Morganda|date=2015-07-27|title=THE PURPOSE OF LAW, PANCASILA AND LEGALITY ACCORDING TO ERNST UTRECHT: A CRITICAL REFLECTION|url=http://ilrev.ui.ac.id/index.php/home/article/view/141|journal=Indonesia Law Review|language=en|volume=5|issue=2|pages=187–207–207|doi=10.15742/ilrev.v5n2.141|issn=2356-2129|access-date=2019-02-07|archive-date=2019-02-09|archive-url=https://web.archive.org/web/20190209124109/http://ilrev.ui.ac.id/index.php/home/article/view/141|dead-url=yes}}</ref>
Kemudian, ia menjadi dosen tamu di [[Universitas Hasanuddin]], [[Kota Makassar|Makassar, Sulawesi Selatan]] yang pada saat itu merupakan cabang dari [[Universitas Indonesia]] (1954-1956). Kemudian, dari tahun 1956 sampai 1958, ia menjadi dosen kepala Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang sudah resmi terbentuk.<ref name=":2">{{Cite book|edition=Cet. 1|title=Melintasi dua zaman : kenangan tentang Indonesia sebelum dan sesudah Kemerdekaan|url=https://www.worldcat.org/oclc/85208715|publisher=Komunitas Bambu|date=2006|location=Depok, Indonesia|isbn=9793731060|oclc=85208715|last=Utrecht, Elien.}}</ref> Konon, ketika aktif mengajar di Makassar,
Sebagai akibat kurangnya tenaga pengajar pada saat itu, Utrecht juga memiliki jadwal mengajar di kota lain dan berperan sebagai pendiri universitas di kota [[Kota Ambon|Ambon]] bersama Yayasan Perguruan Tinggi Maluku (yang menjadi bakal [[Universitas Pattimura]]) dan [[Kota Cirebon|Cirebon]] ([[Universitas Sunan Gunung Jati]]). Dibandingkan memilih menjadi dosen tetap di [[Universitas Indonesia]] [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]],
==== Dekan Universitas Baperki ====
Ia mencapai jabatan tertinggi pertamanya sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Hukum [[Universitas Trisakti|Universitas Baperki]] (sekarang [[Universitas Trisakti]]) pada tahun 1960.<ref name=":
Menurut beberapa mahasiswa di Universitas Baperki, Prof. Utrecht adalah seorang yang sangat sederhana.
Bangsa|last=Tiong Djin|first=Siauw|publisher=Perkumpulan Res Publica Indonesia,|year=2014|isbn=|location=Jakarta|page=}}</ref>
==== Pindah ke Bandung ====
Alasan lain Utrecht pindah ke Bandung dan meninggalkan Fakultas Hukum [[Universitas Indonesia]] disebabkan oleh perselisihan antara dirinya dengan penguasa militer lokal di Ambon, [[Herman Pieters]], yang juga menjabat sebagai dewan pengurus universitas tersebut. Sebagai akibatnya, Utrecht dikeluarkan pada 30 Juli 1960.<ref name=":
==== Meraih Gelar Doktor ====
Kemudian
=== Kehidupan politik ===
Utrecht adalah seorang politikus yang aktif. Ia menjadi anggota [[Partai Nasional Indonesia|Partai Nasional Indonesia (PNI)]] dan duduk di DPR dan [[Konstituante]].<ref>{{Cite web|url=http://www.konstituante.net/id/profile/PNI_ernst_utrecht|title=Mr. Drs. Ernst Utrecht - PNI (Partai Nasional Indonesia) - Profil Anggota - Konstituante.Net|website=Konstituante.Net|access-date=2018-07-28}}</ref> Selain itu, Ia pernah menjadi penasehat [[Soekarno]]. Selain itu, menurut Pusat Sejarah TNI AD (1995), ia termasuk ke dalam anggota Himpunan Sarjana Indonesia (HSI).<ref name=":5">{{Cite book|title=Bahaya Laten Komunisme Di Indonesia|url=http://archive.org/details/BahayaLatenKomunismeDiIndonesia_pki|language=English|last=salafykolaka.net}}</ref>
==== ''Utrecht Affair'' ====
Salah satu keputusan berani yang pernah ia buat adalah keputusan untuk melarang [[Himpunan Mahasiswa Islam|Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)]] sebagai organisasi di [[Fakultas Hukum Universitas Jember]] (ketika menjabat sebagai sekretaris fakultas) yang dikuatkan dalam Surat Keputusan No. 2/64.<ref name=":3">{{Cite web|url=https://republika.co.id/share/puz71i385|title=Islamofobia, Utrecht Affair, Larangan Ajar Agama di Sekolah|date=2019-07-22|website=Republika Online|access-date=2019-08-27}}</ref> Sebelum mengeluarkan keputusan melarang HMI, dalam kuliahnya Utrecht melarang mahasiswanya masuk HMI. Yang sudah terlanjur masuk diminta segera keluar. Jika tidak keluar, mahasiswa anggota HMI tidak akan diluluskan dalam mata kuliahnya. Kebijakan ini diambil karena HMI merupakan organisasi yang terkait partai terlarang saat itu, [[Partai Masyumi|Masyumi]].<ref name=":0">{{Cite book|url=https://www.worldcat.org/oclc/1007495217|title=Kronik '65 : catatan hari per hari Peristiwa G30S sebelum hingga setelahnya (1963-1971)|last=1984-|first=Hadi, Kuncoro,|isbn=9789799116055|edition=Cetakan pertama|location=Gejayan, Yogyakarta|oclc=1007495217}}</ref> Konflik lain yang pernah terjadi selama di Jember adalah kalimatnya mengenai [[Pemisahan agama dan negara|pemisahan negara dan agama]] serta pemisahan hukum dan kewajiban akan menjalankan perintah agama.<ref name=":1" />
Keputusan Utrecht tersebut mendapat protes keras dari para mahasiswa yang diwakili oleh Dewan Mahasiswa Universitas Brawijaya (DM-UB). DM-UB menilai kuliah dan tindakan Utrecht telah merusak ketenangan, keutuhan, persatuan mahasiswa, dan sivitas akademika umumnya yang selama ini telah terbina dengan baik. Tetap dengan sikap tersebut, Utrecht mengeluarkan surat terbuka kepada DM-UB seraya mengatakan tidak lagi mengakui wewenang DM-UB terhadap mahasiswa FH [[Universitas Brawijaya]] Cabang Jember. Utrecht juga memprovokasi Senat Mahasiswa FH untuk segera merombak DM-UB.<ref name=":3" />
Baris 65 ⟶ 63:
Akibat konflik dengan militer/[[Tentara Nasional Indonesia|TNI]] (dalam hal ini [[Herman Pieters]]) dan kelompok agama (dalam hal ini [[Himpunan Mahasiswa Islam|HMI]]/[[Partai Masyumi|Masyumi]]), ia mengalami akibat berat setelah peristiwa [[Gerakan 30 September|G30S]] dimana ia ditangkap dan dipenjara pada tahun 1965. Ia dikeluarkan dari penjara pada tahun 1966 kemudian pergi ke negeri [[Belanda]] pada tahun 1969 (melalui [[Singapura]], [[Australia]], dan [[Amerika Serikat]]) hingga meninggal di sana serta tidak pernah kembali ke Indonesia.<ref name=":1" /><ref name=":5" />
Terkait peristiwa [[Gerakan 30 September]] dan [[Penumpasan pemberontakan|pembasmian pihak-pihak yang terlibat setelahnya]], ia sempat berkomentar mengenai pembantaian simpatisan [[Partai Komunis Indonesia|PKI]] di Bali (Ia pernah menjadi pengurus PNI di Bali). Ia menganggap bahwa peristiwa pembasmian simpatisan PKI di Bali dianggap sebagai "perang suci". Pembantaian itu sendiri menurutnya dianggap tidak berdosa bagi para pelakunya yang, menurutnya, terdiri atas masyarakat biasa dan buruh pertanian yang juga diikuti dengan simpatisan PNI di Bali.<ref>{{Cite book|title=Sisi gelap pulau dewata : sejarah kekerasan politik|url=https://www.worldcat.org/oclc/968655092|publisher=LKiS|date=2006|location=Yogyakarta|isbn=9798451554|oclc=968655092|last=Robinson, Geoffrey.}}</ref><ref>{{Cite book|title=The dark side of paradise : political violence in Bali|url=https://www.worldcat.org/oclc/1043219067|publisher=Cornell University Press|date=1995|location=Ithaca|isbn=9781501732188|oclc=1043219067|last=Robinson, Geoffrey, 1957-}}</ref><ref>{{Cite book|edition=Cet. 1|title=Genealogi kekerasan dan pergolakan subaltern : bara di Bali Utara|url=https://www.worldcat.org/oclc/607257826|publisher=Prenada|date=2010|location=Rawamangun, Jakarta, Indonesia|isbn=9789793464534|oclc=607257826|last=Suryawan, I Ngurah, 1980-}}</ref> Bahkan, terkait peristiwa pembasmian ini, ia berasumsi bahwa pihak-pihak yang ikut serta dalam pembasmian (atau penumpasan) simpatisan PKI ini mencapai 50.000 jiwa.<ref>{{Cite web|url=https://www.europe-solidaire.org/spip.php?article35084|title=Indonesia 1965: The Forgotten Massacres - Europe Solidaire Sans Frontières|website=www.europe-solidaire.org|access-date=2019-08-27|archive-date=2020-06-14|archive-url=https://web.archive.org/web/20200614042131/http://www.europe-solidaire.org/spip.php?article35084|dead-url=yes}}</ref> Selain itu, ia juga mencatat terkait pembuangan para tahanan politik (tapol) ke [[Pulau Buru|Pulau Buru, Maluku]]. Jumlah tahanan tersebut (sebelum dibuang ke Pulau Buru) mencapai 250.000 jiwa.<ref>{{Cite
Salah satu kritiknya yang tajam pada awal [[Orde Baru|Pemerintahan Orde Baru]] ialah terkait [[Pembantaian Purwodadi|Peristiwa Purwodadi]]. Ia mengkritik pemerintahan [[Soeharto|Suharto]] di awal periodenya dengan mengatakan “''Repelita is onzin''” ([[Rencana Pembangunan Lima Tahun|Repelita]] adalah omong kosong). Ia mengatakan bahwa bantuan ekonomi barat kepada Indonesia adalah sama dengan imperialisme ekonomi yang membawa Indonesia memasuki [[Kapitalisme]] Barat.<ref>{{Cite web|url=http://historia.id/politika/articles/purwodadi-skandal-pertama-orde-baru-6lnlv|title=Purwodadi: Skandal Pertama Orde Baru|website=Historia - Obrolan Perempuan Urban|language=en|access-date=2019-01-24}}</ref> Selain itu, pada dekade 1970-an ia pernah menganggap Indonesia pada masa Orde Baru merupakan Indonesia yang memasuki era pemerintahan "Kasta Militer".<ref>{{Cite web|url=https://indoprogress.com/2016/09/trio-habibie-tim-tim/|title=Trio Habibie & Tim-Tim|date=2016-09-06|website=IndoPROGRESS|language=en|access-date=2019-08-27}}</ref>
Setelah tidak lagi tinggal di Indonesia dan menjadi eksil di Belanda, ia sering menulis buku dan jurnal terkait kondisi terkini di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara dan sekitarnya (terutama [[Australia]], [[Papua Nugini]], dan [[Fiji]]) baik dalam bidang politik, ekonomi, pertahanan, dan sosial hingga wafat pada tahun 1987.
== Opini dan Pemikiran ==
Baris 136 ⟶ 134:
{{DEFAULTSORT:Utrecht, Ernst}}
[[Kategori:
[[Kategori:
[[Kategori:
[[Kategori:
[[Kategori:
[[Kategori:
[[Kategori:
[[Kategori:Alumni Universitas Leiden]]▼
[[Kategori:Pakar Hukum]]▼
[[Kategori:Kelahiran 1922]]▼
[[Kategori:Tokoh dari Amsterdam]]▼
[[Kategori:Dosen Universitas Indonesia]]
[[Kategori:Dosen Universitas Padjadjaran]]
[[Kategori:Dosen Universitas Hasanuddin]]
[[Kategori:Dosen Universitas Pattimura]]
[[Kategori:Dosen Universitas Jember]]
[[Kategori:Dosen Universitas Trisakti]]
▲[[Kategori:Alumni Universitas Leiden]]
[[Kategori:Tokoh Indonesia keturunan Belanda]]
[[Kategori:Tokoh dari Surabaya]]
▲[[Kategori:Tokoh dari Amsterdam]]
[[Kategori:Politikus Indonesia]]
[[Kategori:Anggota Konstituante Republik Indonesia]]
[[Kategori:Politikus Partai Nasional Indonesia]]
|