Tari Guel: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Fajriboy (bicara | kontrib)
k Berkas Tari Guel
Madeira Guci (bicara | kontrib)
Menyunting gaya bahasa
 
(34 revisi perantara oleh 22 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:Tari_GuelGuel dance.jpg|270px|thumbjmpl|rightka|TariSeorang Guelbocah berkostum tari guel.]]
'''Tari Guelguel''' adalah salah satu khasanah [[budaya]] [[Gayo]] di [[NadAceh]]. Guel berarti membunyikan. Khususnya di daerah dataran tinggi gayo, tarian ini memiliki kisah panjang dan unik. Para peneliti dan [[koreografer]] tari mengatakan tarian ini bukan hanya sekedarsekadar tari. Dia merupakan gabungan dari seni [[sastra]], seni [[musik]] dan seni [[tari]] itu sendiri.
 
Dalam perkembangannya, tari Guelguel timbul tenggelam, namun Guel menjadi tari tradisi terutama dalam upacara [[adat]] tertentu. Guel sepenuhnya apresiasi terhadap wujud alam, lingkkungan kemudian dirangkai begitu rupa melalui gerak simbolis dan hentakan irama. Tari ini adalah media informatif. Kekompakan dalam padu padan antara seni satra, musik/suara, gerak memungkinkan untuk dikembangkan (kolaborasi) sesuai dengan semangat zaman, dan perubahan pola pikir masyarakat setempat.
Guel tentu punya filosofi berdasarkan sejarah kelahirannya. Maka rentang 90-an tarian ini menjadi objek peneilitianpenelitian sejumlah survesorsurveyor dalam dan luar negeri.
 
== Mimpi Sengeda ==
Pemda Daerah Istimewa Aceh ketika itu juga menerjunkan sejumlah tim dibawah koodinasi Depdikbud (dinas pendidikan dan kebudayaan), dan tersebutlah nama Drs Asli Kesuma, Mursalan Ardy, Drs Abdrrahman Moese, dan Ibrahim Kadir yang terjun melakukan survey yang kemudian dirasa sangat berguna bagi generasi muda, seniman, budayawan untuk menemukan suatu deskripsi yang hampir sempurna tentang tari guel. Sebagian hasil penelitian ini yang saya coba kemukakan, apalagi memang dokumen/literatur tarian ini sedikit bisa didapatkan.
Berdasarkan [[cerita rakyat]] yang berkembang di tanah Gayo. tari Guelguel berawal dari mimpi seorang pemuda bernama Sengeda anak Raja Linge ke XIII. Sengeda bermimpi bertemu saudara kandungnya Bener Meria yang konon telah meninggal dunia karena pengkhianatan. Mimpi itu menggambarkan Bener Meria memberi petunjuk kepada Sengeda (adiknya), tentang kiat mendapatkan Gajah putih sekaligus cara meenggiring [[Gajah]] tersebut untuk dibawa dan dipersembahakandipersembahkan kepada Sultan Aceh Darussalam. Adalah sang putri Sultan sangat berhasrat memiliki Gajah Putih tersebut.
 
==Mimpi Sengeda==
Berdasarkan cerita rakyat yang berkembang di tanah Gayo. tari Guel berawal dari mimpi seorang pemuda bernama Sengeda anak Raja Linge ke XIII. Sengeda bermimpi bertemu saudara kandungnya Bener Meria yang konon telah meninggal dunia karena pengkhianatan. Mimpi itu menggambarkan Bener Meria memberi petunjuk kepada Sengeda (adiknya), tentang kiat mendapatkan Gajah putih sekaligus cara meenggiring Gajah tersebut untuk dibawa dan dipersembahakan kepada Sultan Aceh Darussalam. Adalah sang putri Sultan sangat berhasrat memiliki Gajah Putih tersebut.
 
Berbilang tahun kemudian, tersebutlah kisah tentang Cik Serule, perdana menteri Raja Linge ke XIV berangkat ke Ibu Kota Aceh Darussalam (sekarang kota Banda Aceh). Memenuhi hajatan sidang tahunan Kesutanan Kerajaan. Nah, Sengeda yang dikenal dekat dengan Serule ikut dibawa serta. Pada saat-saat sidang sedang berlangsung, Sengeda rupanya bermain-main di Balai Gading sambil menikmati keagungan Istana Sultan.
 
Pada waktu itulah ia teringat akan mimpinya waktu silam, lalu sesuai petunjuk saudara kandungnya Bener Meria ia lukiskanlah seekor gajah berwarna putih pada sehelai daun Neniyun (Pelepah rebung bambu), setelah usai, [[lukisan]] itu dihadapkan pada cahaya [[matahari]]. Tak disangka, pantulan cahaya yang begitu indah itu mengundang kekaguman sang Puteri Raja Sultan. Dari lukisan itu, sang Putri menjadi penasaran dan berhasrat ingin memiliki Gajah Putih dalam wujud asli.
 
Permintaan itu dikatakan pada Sengeda. Sengeda menyanggupi menangkap Gajah Putih yang ada dirimba raya Gayo untuk dihadapkan pada tuan puteri dengan syarat Sultan memberi perintah kepada Cik Serule. Kemudian dalam prosesi pencarian itulah benih-benih dan paduan tari Guelguel berasal: Untuk menjinakkan sang Gajah Putih, diadakanlah kenduri dengan meembakarmembakar kemenyan; diadakannya bunyi-bunyian dengan cara memukul-mukul batang kayu serta apa saja yang menghasilkan bunyi-bunyian. Sejumlah kerabat Sengeda pun melakukan gerak tari-tarian untuk memancing sang Gajah.
 
Setelah itu, sang Gajah yang bertubuh putih nampaktampak keluar dari persembunyiaannyapersembunyiannya. Ketika berpapasan dengan rombongan Sengeda, sang Gajah tidak mau beranjak dari tempatnya. Bermacam cara ditempuh, sang Gajah masih juga tidak beranjak. Sengeda yang menjadi pawang pada waktu itu menjadi kehilangan ide untuk menggiring sang Gajah.
 
Setelah itu, sang Gajah yang bertubuh putih nampak keluar dari persembunyiaannya. Ketika berpapasan dengan rombongan Sengeda, sang Gajah tidak mau beranjak dari tempatnya. Bermacam cara ditempuh, sang Gajah masih juga tidak beranjak. Sengeda yang menjadi pawang pada waktu itu menjadi kehilangan ide untuk menggiring sang Gajah.
 
Lagi-lagi Sengeda teringat akan mimpi waktu silam tentang beberapa petunjuk yang harus dilakukan. Sengeda kemudian memerintahkan rombongan untuk kembali menari dengan niat tulus dan ikhlas sampai menggerakkan tangan seperti gerakan belalai gajah: indah dan santun. Disertai dengan gerakan salam sembahan kepada Gajah ternyata mampu meluluhkan hati sang Gajah. Gajah pun dapat dijinakkan sambil diiringi rombongan.
Sepanjang perjalanan pawang dan rombongan, Gajah putih sesekali ditepung tawari dengan mungkur (jeruk purut) dan bedak hingga berhari-hari perjalanan sampailah rombongan ke hadapan Putri Sultan di Pusat Kerajaan Aceh Darussalam.
 
Begitulah sejarah dari cerita rakyat di Gayo, walaupun kebenaran secara ilmiah tidak bisa dibuktikan, namun kemudian Tari Guelguel dalam perkembangannya tetap mereka ulang cerita unik Sengeda, Gajah Putih dan sang Putri Sultan. Inilah yang kemudian dikenal temali sejarah yang menghubungkan kerajaan Linge dengan Kerajaan Aceh Darussalam begitu dekat dan bersahaja.
 
Begitu juga dalam pertunjukan atraksi Tari Guelguel, yang sering kita temui pada saat upacara perkawinan, khususnya di Tanah Gayo, tetap mengambil spirit pertalian sejarah dengan bahasa dan tari yang indah: dalam Tari Guelguel. Reinngkarnasi kisah tersebut, dalamDalam tari Guelguel, Sengeda kemudian diperankan oleh Guru Didong yakni penari yang mengajak Beyi (Aman Manya ) atau Linto Baroe untuk bangun dari tempat persandingan (Pelaminan). Sedangkan Gajah Putih diperankan oleh Linto Baroe (Pengantin Laki-laki). Pengulu Mungkur, Pengulu Bedak diperankan oleh kaum ibu yang menaburkan breuh padee (beras padi) atau dikenal dengan bertih.
 
== Penari ==
Di tanah Gayo, dahulunya dikenal begitu banyak penari Guel. Seperti Syeh Ishak di Kampung Kutelintang-PengasingPegasing, Aman Rabu di kampung Jurumudi-Bebesan, Ceh Regom di ToweranToweren. Penari lain yang kurun waktun [[1992]] sampai [[1993]] yang waktu itu masih hidup adalah Aman Jaya-Kampung Kutelintang, Umer-BebesanBebesen, Syeh Midin-Silih Nara Angkup, Safie-Gelu Gele Lungi-PengasingPegasing, Item Majid-BebesanBebesen. Mereka waktu itu rata-rata sudah berusia 60-an. Saat ini sudahmereka telah meninggal, sehingga alih generasi penari menjadi hambatan serius.
 
Walaupun ada penari yang lahir karena bakat sendiri, bukan langsung diajarkan secara teori dan praktik oleh para penari pakar seperti disebutkan, keterampilan menari mereka tak sepiawai para pendahulunya. Begitu juga pengiring penggiringpengiring musik tetabuhan seperti Rebana semakin langka, apalagi ingin menyamakan dengan seorang dedengkot almarhum Syeh Kilang di Kemili BebesanBebesen.
 
Tari Guelguel dibagi dalam empat babakan baku. Terdiri dari babak Mu natap, Babak II Dep, Babak III Ketibung, Babak IV Cincang Nangka. Ragam Gerak atau gerak dasar adalah Salam Semah (Munatap ), Kepur Nunguk, Sining Lintah, Semer Kaleng (Sengker Kalang), Dah-Papan.
 
Sementara jumlah para penari dalam perkembangannya terdiri dari kelompok pria dan wanita berkisar antara 8-10 ( Wanita ), 2-4 ( Pria ). Penari Pria dalam setiap penampilan selalu tampil sebagai simbol dan primadona, melambangkan aman manyak atau lintoe Baroe dan Guru Didong. Jumlah penabuh biasanya minimal 4 orang yang menabuh Canangcanang, Gonggong, Rebanagegedem, dan Memongmemong.
Begitu juga dalam pertunjukan atraksi Tari Guel, yang sering kita temui pada saat upacara perkawinan, khususnya di Tanah Gayo, tetap mengambil spirit pertalian sejarah dengan bahasa dan tari yang indah: dalam Tari Guel. Reinngkarnasi kisah tersebut, dalam tari Guel, Sengeda kemudian diperankan oleh Guru Didong yakni penari yang mengajak Beyi (Aman Manya ) atau Linto Baroe untuk bangun dari tempat persandingan (Pelaminan). Sedangkan Gajah Putih diperankan oleh Linto Baroe (Pengantin Laki-laki). Pengulu Mungkur, Pengulu Bedak diperankan oleh kaum ibu yang menaburkan breuh padee (beras padi) atau dikenal dengan bertih.
 
Tari Guelguel memang unik, pengalaman penulis merasakan mengandung unsur dan karakter perpaduan unsur keras lembut dan bersahaja. Bila para pemain benar-benar mengusaimenguasai tarian ini, terutama peran Sengeda dan Gajah Putih, maka bagi penonton akan merasakan ketakjubansensasi luar biasa.
==Penari==
Di tanah Gayo, dahulunya dikenal begitu banyak penari Guel. Seperti Syeh Ishak di Kampung Kutelintang-Pengasing, Aman Rabu di kampung Jurumudi-Bebesan, Ceh Regom di Toweran. Penari lain yang kurun waktun 1992 sampai 1993 yang waktu itu masih hidup adalah Aman Jaya-Kampung Kutelintang, Umer-Bebesan, Syeh Midin-Silih Nara Angkup, Safie-Gelu Gele Lungi-Pengasing, Item Majid-Bebesan. Mereka waktu itu rata-rata sudah berusia 60-an. Saat ini sudah meninggal sehingga alih generasi penari menjadi hambatan serius.
 
Seolah-olah terjadinya pertarungaanpertarungan dan upaya mempengaruhimemengaruhi antara Sengeda dan Gajah Putih, benar-benar terjadi. Upaya untuk menundukkan jelas terlihat, hingga kipasan kain kerawang Gayo di Punggung Penari seakan mengandung kekuatan yang luar biasa sepanjang taariantarian. Guel dari babakan ke babakan lainnya hingga usai selalu menawarkan uluran tangan seperti tarian sepasang kekasih ditengahdi tengah kegundahan orang tuanya.
Walaupun ada penari yang lahir karena bakat sendiri, bukan langsung diajarkan secara teori dan praktik oleh para penari pakar seperti disebutkan, keterampilan menari mereka tak sepiawai para pendahulunya. Begitu juga pengiring penggiring musik tetabuhan seperti Rebana semakin langka, apalagi ingin menyamakan dengan seorang dedengkot almarhum Syeh Kilang di Kemili Bebesan.
Tidak ada yang menang dan kalah dalam tari ini, karena persembahan dan pertautan gerak dan tatapan mata adalah perlambang cinta.
 
Dewasa ini tari guel seperti kehilangan Induknya. Masyarakat sudah mulai berkurang minatnya pada tari dan musik tradisional, digantikan musik modern yang semakin menggejala. Perhatian dan pembinaan dari Pemerintah sangat diperlukan untuk kelangsungan tarian unik ini.
 
== Referensi ==
Tari Guel dibagi dalam empat babakan baku. Terdiri dari babak Mu natap, Babak II Dep, Babak III Ketibung, Babak IV Cincang Nangka. Ragam Gerak atau gerak dasar adalah Salam Semah (Munatap ), Kepur Nunguk, Sining Lintah, Semer Kaleng (Sengker Kalang), Dah-Papan.
* [http://www.serambinews.com/old/index.php?aksi=bacabudaya&budid=24]Junus Djamil, Gadjah Putih, Banda Aceh, Lembaga Kebudayaan Atjeh, 1958
Sementara jumlah para penari dalam perkembangannya terdiri dari kelompok pria dan wanita berkisar antara 8-10 ( Wanita ), 2-4 ( Pria ). Penari Pria dalam setiap penampilan selalu tampil sebagai simbol dan primadona, melambangkan aman manyak atau lintoe Baroe dan Guru Didong. Jumlah penabuh biasanya minimal 4 orang yang menabuh Canang, Gong, Rebana, dan Memong.
* Ridwan H. Muchtar, Hikayat Tari Guelguel, Serambi, Rabu, 31 Desember 1969
Tari Guel memang unik, pengalaman penulis merasakan mengandung unsur dan karakter perpaduan unsur keras lembut dan bersahaja. Bila para pemain benar-benar mengusai tarian ini, terutama peran Sengeda dan Gajah Putih maka bagi penonton akan merasakan ketakjuban luar biasa.
Seolah-olah terjadinya pertarungaan dan upaya mempengaruhi antara Sengeda dan Gajah Putih. Upaya untuk menundukkan jelas terlihat, hingga kipasan kain kerawang Gayo di Punggung Penari seakan mengandung kekuatan yang luar biasa sepanjang taarian. Guel dari babakan ke babakan lainnya hingga usai selalu menawarkan uluran tangan seperti tarian sepasang kekasih ditengah kegundahan orang tuanya.
idak ada yang menang dan kalah dalam tari ini, karena persembahan dan pertautan gerak dan tatapan mata adalah perlambang Cinta. Tapi sayang, kini tari Guel itu seperti kehilangan Induknya, karena pemerintah sangat perhatian apalagi gempuran musik hingar modern seperti Keyboar pada setiap pesta perkawinan di daerah itu.
 
== Pranala Luarluar ==
* {{id}} [http://www.tribunnews.com/images/regional/view/830432/tari-guel-tutup-acara-gelar-seni-budaya-aceh Tari guel tutup acara seni budaya Aceh]
* [http://www.serambinews.com/old/index.php?aksi=bacabudaya&budid=24]Junus Djamil, Gadjah Putih, Banda Aceh, Lembaga Kebudayaan Atjeh, 1958
* Ridwan H Muchtar, Hikayat Tari Guel, Serambi,Rabu, 31 Desember 1969
 
{{DEFAULTSORT:Guel}}
{{Indo-tari-stub}}
[[Kategori:Tarian dari Aceh]]
[[Kategori:Tari di Indonesia]]