Wayang klithik: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Feri istanto (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Matabulanhari (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(38 revisi perantara oleh 19 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Wayang Klithik''' pertama kali diciptakan oleh Pangeran Pekik dari Surabaya dari bahan kulit dan berukuran kecil sehingga lebih sering disebut dengan [[Wayang Krucil]]. Sunan Paku Buwana II menciptakan wayang klithik yang terbuat dari kayu yang pipih (dua dimensi). Tangan wayang ini dibuat dari kulit yang ditatah. Berbeda dengan wayang lainnya, wayang Klithik memiliki gagang yang terbuat dari kayu. Apabila pentas menimbulkan bunyi "klithik, klithik" yang diyakini sebagai asal mula istilah penyebutan Wayang Klithik.
 
[[Berkas:Wayang Punakawan.jpg|jmpl|Punakawan]]
Di daerah Jawa Tengah wayang Klithik memiliki bentuk yang mirip dengan wayang gedog. Tokoh-tokohnya memakai dodot rapekan, berkeris, dan menggunakan tutup kepala tekes (kipas). Sedangkan, di Jawa Timur tokoh-tokohnya banyak yang menyerupai wayang kulit purwa , raja-rajanya bermahkota dan memakai praba. Di Jawa Tengah, tokoh-tokoh rajanya bergelung Keling atau Garuda Mungkur saja.
'''Wayang klithik''' adalah [[wayang]] yang terbuat dari [[kayu]]. Berbeda dengan [[wayang golek]] yang mirip dengan [[boneka]], wayang klitik berbentuk pipih seperti [[wayang kulit]].
 
'''Wayang Klithik'''ini pertama kali diciptakan oleh [[Pangeran Pekik]], dari[[adipati]] [[Surabaya]], dari bahan [[kulit]] dan berukuran kecil sehingga lebih sering disebut dengan '''[[Wayangwayang Krucilkrucil]]'''. SunanMunculnya Paku[[wayang Buwanamenak]] yang terbuat dari [[kayu]], membuat Sunan [[Pakubuwana II]] kemudian menciptakan wayang klithik yang terbuat dari kayu yang pipih (dua dimensi). Tangan wayang ini dibuat dari kulit yang ditatah. Berbeda dengan wayang lainnya, wayang Klithikklithik memiliki gagang yang terbuat dari kayu. Apabila pentas menimbulkan bunyi "klithik, klithik" yang diyakini sebagai asal mula istilah penyebutan Wayangwayang Klithikklithik.
Cerita yang dipakai dalam wayang Klithik umumnya mengambil dari zaman Panji Kudalaleyan di Pajajaran hingga zaman Prabu Brawijaya di Majapahit. Namun, tidak menutup kemungkinan wayang krucil memakai cerita wayang purwa dan wayang menak, bahkan dari babad tanah jawa sekalipun.
 
Di daerah [[Jawa Tengah]] wayang Klithikklithik memiliki bentuk yang mirip dengan [[wayang gedog]]. Tokoh-tokohnya memakai [[dodot]] rapekan, berkerisber[[keris]], dan menggunakan tutup kepala tekes (kipas). Sedangkan, diDi [[Jawa Timur]] tokoh-tokohnya banyak yang menyerupai [[wayang kulit purwa ]], raja-rajanya bermahkota dan memakai [[praba]]. Di Jawa Tengah, tokoh-tokoh rajanya bergelung [[Keling]] atau [[Garuda Mungkur]] saja.
Gamelan yang dipergunakan untuk mengiringi pertunjukan wayang ini amat sederhana, berlaras slendro dan berirama playon bangomati (srepegan). Namun, ada kalanya wayang klithik menggunakan gendhing-gendhing besar.
 
Repertoar cerita wayang klitik juga berbeda dengan wayang kulit. Di mana repertoar cerita wayang kulit diambil dari wiracarita [[Ramayana]] dan [[Mahabharata]], repertoar cerita wayang klitik diambil dari siklus cerita [[Panji]], seperti [[Panji Asmarabangun]], [[Damarwulan|Damarwulan, dsb]]
==Tokoh Wayang Klithik/Krucil==
 
* Damarwulan
Cerita yang dipakai dalam wayang Klithikklithik umumnya mengambil dari zaman [[Panji Kudalaleyan]] di [[Pajajaran]] hingga zaman Prabu [[Brawijaya]] di [[Majapahit]]. Namun, tidak menutup kemungkinan wayang krucil memakai cerita wayang purwa dan wayang menak, bahkan dari babad[[Babad tanahTanah jawaJawi]] sekalipun.
* Menakjingga
 
* Layangseta
[[Gamelan]] yang dipergunakan untuk mengiringi pertunjukan wayang ini amat sederhana, berlaras [[slendro]] dan berirama ''playon bangomati'' (''srepegan''). Namun, ada kalanyaAdakalanya wayang klithik menggunakan gendhinggending-gendhinggending besar.
* Layang Kumitir
 
* Logender
== Tokoh-tokoh wayang klithik/krucil ==
* Prabu Kencanawungu
{{col|2}}
* Patih Udara
* [[Damarwulan]]
* Wahita
* [[Menakjingga]]
* Puyengan
* [[Layangseta]]
* Adipati Sindura
* [[Layang Kumitir]]
* Menak Koncar
* Patih [[Logender]]
* Ranggalawe
* Prabu [[Kencanawungu]]
* Buntaran
* [[Patih Udara]]
* Watangan
* [[Wahita]]
* Anjasmara
* [[Puyengan]]
* Banuwati
* [[Adipati Sindura]]
* Panjiwulung
* [[Menak Koncar]]
* Sabdapalon
* [[Ranggalawe]]
* Nayagenggong
* [[Buntaran]]
* Jaka Sesuruh
* [[Watangan]]
* Prabu Brawijaya
* [[Anjasmara (wayang)|Anjasmara]]
* Angkatbuta
* [[Banuwati]]
* Ongkotbuta
* [[Panjiwulung]]
* Dayun
* [[Sabdapalon]]
* Melik
* [[Nayagenggong]]
* Klana Candrageni
* [[Jaka Sesuruh]]
* Klanasura
* Prabu [[Brawijaya]]
* Ajar Pamengger
* [[Angkatbuta]]
* Dewagung Walikrama
* [[Ongkotbuta]]
* Dewagung Baudenda
* [[Dayun]]
* Daeng Marewah
* [[Melik]]
* Daeng Makincing
* [[Klana Candrageni]]
* [[Klanasura]]
* [[Ajar Pamengger]]
* Dewagung [[Walikrama]]
* Dewagung [[Baudenda]]
* [[Daeng Marewah]]
* [[Daeng Makincing]]
{{end-col}}
 
== Pranala luar ==
* {{commonscat-inline|Wayang klitik|Wayang klithik}}
 
{{Wayang}}
 
[[Kategori:Budaya Jawa]]
[[Kategori:Wayang]]
[[Kategori:Kesenian Jawa]]
 
{{Wayang-stub}}