Dewa Ruci: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
M. Adiputra (bicara | kontrib) |
M. Adiputra (bicara | kontrib) k Mengembalikan suntingan oleh 114.10.151.59 (bicara) ke revisi terakhir oleh M. Adiputra Tag: Pengembalian |
||
(25 revisi perantara oleh 15 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{about|cerita pewayangan|nama kapal|KRI Dewaruci}}
[[Berkas:Patung Dewa Ruci.jpg|jmpl|300px|Patung Dewa Ruci di daerah [[Kuta]], [[Bali]]. Menampilkan adegan ikonik dalam lakon Dewa Ruci, yaitu pergumulan antara [[Bima (Mahabharata)|Bima]] dengan [[naga (mitologi India)|naga]].]]▼
[[File:Nusa-Dua Bali Indonesia Statue-of-Bhima-01.jpg|thumb|320px|Patung Bima bergumul dengan naga sebagaimana adegan dalam lakon "Dewa Ruci", di [[Nusa Dua]], [[Bali]].]]
'''Dewa Ruci''' ([[aksara Jawa]]: {{unicode|ꦢꦺꦮꦫꦸꦕꦶ}}), dalam cerita [[pewayangan]], adalah nama seorang [[dewa (Hindu)|dewa]] kerdil yang dijumpai oleh [[Bima (Mahabharata)|Bima]] atau Werkudara dalam sebuah perjalanan mencari [[ramuan panjang umur|air kehidupan]]. Nama ''Dewa Ruci'' juga merupakan lakon atau judul pertunjukan [[wayang]] tentang dewa tersebut, yang berisi ajaran [[moral]] dan [[filsafat]] hidup [[orang Jawa]]. Lakon wayang tersebut merupakan [[interpolasi (sastra)|interpolasi]] bagi ''[[Mahabarata]]'', sehingga tidak ditemukan dalam naskah asli ''Mahabharata'' dari [[India]].<ref name="Sucipto">{{citation| author=Mahendra Sucipta |title=Ensiklopedia Wayang dan Silsilahnya |place=Yogyakarta |publisher=Penerbit Narasi |year=2010 |page=125}}</ref>
Lakon Dewa Ruci berkisah tentang kepatuhan murid kepada guru, kemandirian bertindak, dan perjuangan menemukan jati diri.<ref name="Wahyudi"/> Menurut filsafat [[suku Jawa|Jawa]], pengenalan jati diri akan membawa seseorang mengenal asal-usul diri sebagai ciptaan dari [[Tuhan]]. Pengenalan akan Tuhan itu menimbulkan hasrat untuk bertindak selaras dengan kehendak Tuhan, bahkan menyatu dengan Tuhan, yang disebut sebagai ''Manunggaling Kawula Gusti'' (bersatunya hamba-Gusti).<ref name="Wahyudi"/><ref name="Yudhi">{{citation| author=Yudhi A.W. |title=Serat Dewa Ruci |place=Yogyakarta |publisher=Penerbit Narasi |year=2012 |page=11}}</ref><ref name="Frans"/>
Perlu diketahui, bahwa Dewa Ruci berbeda dari [[Sang Hyang Tunggal]], karena Dewa Ruci adalah wujud sempurna dari Werkudara atau [[Bima (Mahabharata)]].
== Naskah ==
# ''Serat Dewa Ruci'' cetakan pertama yang diterbitkan oleh Mas Ngabehi Kramapawira tahun 1870, dicetak oleh Percetakan Van Dorp Semarang dengan tulisan [[aksara]] Jawa.▼
Walaupun bukan bagian asli dari kitab ''[[Mahabharata]]'' karya [[Byasa|Kresna Dwaipayana Byasa]], cerita ini mengambil tokoh utama dari ''Mahabharata'', yaitu [[Bima (Mahabharata)|Bima]], salah satu kesatria [[Pandawa]] yang bertenaga paling kuat. [[Interpolasi (sastra)|Kisah sisipan]] ini populer dalam [[suku Jawa|masyarakat Jawa]] dan dipentaskan oleh kebanyakan [[dalang]] di [[Jawa]].<ref name="Wahyudi">{{citation| author=Aris Wahyudi | title=Lakon Dewa Ruci: Cara menjadi Jawa |place=Yogyakarta |publisher=Penerbit Bagaskara |year=2012 |page=xix}}</ref>
# ''Serat Dewa Ruci'' berbahasa Jawa dan juga berhuruf Jawa tulisan Mas Ngabehi Mangunwijaya dan diterbitkan oleh Tan Khoen Swie Kediri tahun 1922.▼
# ''Cerita Dewa Roetji'' yang dimuat di majalah Belanda Djawa pada tahun 1940, dengan kontributor R.M. Poerbatjaraka.▼
Kisah ''Dewa Ruci'' yang menjadi rujukan para dalang dan para pencerita masa kini merujuk pada tulisan [[Yasadipura I]] (ditengarai sebagai guru dari pujangga [[Ranggawarsita]]) dari [[Surakarta]], yang hidup pada masa [[Pakubuwono III]] (1749–1788) dan [[Pakubuwono IV]] (1788–1820).<ref name="Yudhi"/> Yasadipura I sendiri dijuluki sebagai pujangga "penutup" [[Keraton Surakarta]].<ref name="Yudhi"/>
# ''Serat Dewa Ruci Kidung dari Bentuk Kakawin'' yang diterbitkan oleh Penerbit Dahara Prize Semarang tahun 1991, berhuruf Latin, berbahasa Jawa, dan ada terjemahan bahasa Indonesia secara tekstual. Dalam versi tersebut hanya disebutkan penulisnya adalah pujangga Surakarta.▼
Salinan kisah ''Dewa Ruci'' juga dipublikasikan beberapa kali oleh sejumlah penerbit, di antaranya:<ref name="Yudhi"/>
▲# ''Serat Dewa Ruci'' cetakan pertama yang diterbitkan oleh Mas Ngabehi Kramapawira tahun 1870, dicetak oleh Percetakan Van Dorp, [[Semarang]], dengan
▲# ''Serat Dewa Ruci''
▲# ''Cerita Dewa Roetji'' yang dimuat di majalah Belanda Djawa pada tahun 1940, dengan kontributor [[Poerbatjaraka|R.M. Poerbatjaraka]].
▲# ''Serat Dewa Ruci Kidung dari Bentuk Kakawin'' yang diterbitkan oleh Penerbit Dahara Prize Semarang tahun 1991,
Ditelaah dari beberapa naskah, termasuk yang dikarang oleh [[Yasadipura I]], tema dari kisah ''Dewa Ruci'' sarat akan [[kejawen|ajaran kebatinan]] masyarakat Jawa, yakni berisi pencarian jati diri seorang manusia.<ref name="Yudhi"/> Kisah ''Dewa Ruci'' ini banyak disunting oleh penulis buku-buku [[etika Jawa]], misalnya Frans Magnis Suseno,<ref name="Frans">{{citation| author=Frans Magnis Suseno |title=Wayang dan Panggilan Manusia| place=Jakarta |publisher=PT. Gramedia Pustaka Utama |year=1991| page=48–51}}</ref> Hazim Amir,<ref name="Amir">{{citation| author=Hazim Amir |title=Nilai-Nilai Etis dalam Wayang |place=Jakarta |publisher=Pustaka Sinar Harapan |year=1994 |page=163}}</ref> Ignas G. Saksana,<ref name="Saksono"/> dan Djoko Dwijanto.<ref name="Saksono">{{citation|author=Ignas G. Saksana |author2=Djoko Dwijanto |title=Terbelahnya Kepribadian Orang Jawa |place=Yogyakarta |publisher=Keluarga Besar Marhaenisme DIY| year=2011 |page=136–137}}</ref>
== Kisah ==
=== Pencarian air kehidupan ===
[[File:Bima wayang.jpg|thumb|right|Wayang Bima, tokoh utama lakon ''Dewa Ruci''.]]
Pertama,
Setiba di Astina, Bima kembali menghadap
=== Pertemuan dengan Dewa Ruci ===
Di samudra yang sama, Bima bertemu dengan seorang [[Dewa (Hindu)|dewa]] kerdil bernama Dewa Ruci yang wajahnya menyerupai Bima sendiri. Besar dari Dewa Ruci tidak lebih besar dibanding telapak tangan Bima. Dewa Ruci memerintahkan Bima untuk memasuki telinga kirinya. Namun—dengan sebuah keajaiban—Bima berhasil masuk ke telinga dewa kerdil itu, dan di dalamnya Bima mendapati dunia yang mahaluas. Dewa Ruci mengatakan bahwa air kehidupan tidak ada di mana-mana, sebab air kehidupan berada di dalam diri manusia itu sendiri. Bima memahami wejangan Dewa Ruci yang sesungguhnya adalah representasi dirinya sendiri, yang muncul dan memberi pengajaran kepadanya karena ia telah mematuhi segenap perintah gurunya (Drona) dengan sepenuh hati.<ref name="Kosasih"/><ref name="Wahyudi"/><ref name="Surakarta"/>▼
[[File:ACM-Shadow puppets (Bima & Dewa Ruci)-03644.jpg|right|thumb|Wayang Bima (kiri) dan Dewa Ruci (kanan), koleksi [[Museum Peradaban Asia]], [[Singapura]].]]
▲
Ada empat macam cahaya yang tampak oleh Bima, yaitu hitam, merah, kuning, dan putih. Menurut Dewa Ruci, cahaya itu disebut Pancamaya, ada di dalam hati manusia. Sedangkan yang berwarna merah, hitam, kuning, dan putih, itu adalah penghalang hati. Yang hitam melambangkan [[kemarahan
Lalu Bima melihat
== Makna ==
▲[[Berkas:Patung Dewa Ruci.jpg|jmpl|300px|Patung Dewa Ruci di daerah [[Kuta]], [[Bali]]. Menampilkan adegan ikonik dalam lakon Dewa Ruci, yaitu pergumulan antara [[Bima (Mahabharata)|Bima]] dengan [[naga
Kisah ''Dewa Ruci'' merupakan [[alegori]] tentang hasrat manusia yang terus ingin melacak keberadaan [[Tuhan]], dan dengan nalarnya ia melakukan penjelajahan.<ref name="Hudi">{{
Perjalanan Bima mengalahkan para raksasa untuk menemukan air perwita, mengalahkan naga, dan bertemu dengan Dewa Ruci sarat akan simbol-simbol tentang perjuangan manusia mengalahkan nafsu-nafsu yang dapat menghalanginya menuju kesempurnaan, misalnya nafsu makan, kekuasaan, kesombongan, dan semacamnya. Bima mencapai kesempurnaan karena watak dan sifat rela, patuh, waspada, eling (tidak lupa diri), dan rendah hati. Seseorang yang telah
== Referensi ==
Baris 38 ⟶ 51:
[[Kategori:Tokoh wayang]]
[[Kategori:Mitologi Jawa]]
[[Kategori:Lakon Wayang]]
|