Kekhalifahan Abbasiyah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Membalikkan revisi 26423881 oleh 112.215.235.33 (bicara)
Tag: Pembatalan
 
(311 revisi antara oleh lebih dari 100 100 pengguna tak ditampilkan)
Baris 1:
{{Expand language|langcode=en|otherarticle=Abbasid Caliphate|date=Maret 2024}}
{{rapikan|huruf tebal dan garis bawah yang berlebihan dan tidak pada tempatnya.}}
{{infobox former country
{{Infobox Former Country
| native_name = الخلافة = العبّاسدينالعباسية
| conventional_long_name = Kekhalifahan Abbasiyah
| common_name = AbbasidsAbbasiyah
| continent = AfroasiaAfro-Eurasia
| region = MiddleTimur EastTengah
| status = Kekhalifahan = EmpireAbbasiyah
| government_type = Monarki[[Khilafah]]
| life_span = 750–1258<br />1261–1517<br />{{small|(di bawah [[Kesultanan Mamluk (Kairo)|Kesultanan Mamluk Kairo]])}}
|year_start = 750
|year_end year_start = 1258750
|year_exile_start year_end = 7561258
|year_exile_end p1 = 1031Kekhalifahan Umayyah
|p1 s1 = Kesultanan = UmayyadUtsmaniyah
|flag_p1 s2 = Fatimid_Flag.pngKekhalifahan Fatimiyah
|s1 s3 = Kesultanan Mamluk = Fatimid(Kairo)
|flag_s1 s4 = Flag of AfghanistanDinasti pre-1901.svgSaffariyah
|image_map s5 = Abbasids Dynasty 750 - 1258= (AD).PNGAghlabiyyah
| s6 = Kekaisaran Mongolia
|image_map_caption = Wilayah kekuasan terluas Bani Abbasiyah
| image_flag = Abbasid banner.svg
|capital = [[Bagdad]], [[Kairo]]
|capital_exile flag_caption = Bendera Bani = Abbas
| image_map = File:Abbasids simple.png
|common_languages = [[Bahasa Arab|Arab]](<small>resmi</small>), [[Bahasa Aram|Aram]], [[Bahasa Armenia|Armenia]], [[Bahasa Berber|Berber]], [[Bahasa Georgia|Georgia]], [[Bahasa Yunani|Yunani]], [[Bahasa Yahudi|Yahudi]], [[Persia Tengah]], [[Bahasa Turkik|Turkik]]
| image_map_caption =
|religion = [[Islam]]
| today = {{flag|Irak}}<br />
{{flag|Iran}}<br />
{{flag|Arab Saudi}}<br />{{flag|Oman}}<br />{{flag|Bahrain}}<br />{{flag|Lebanon}}<br />
{{flag|Uni Emirat Arab}}<br />
{{flag|Palestina}}<br />
{{flag|Israel}}<br />{{flag|Mesir}}<br />
{{flag|Qatar}}<br />
{{flag|Azerbaijan}}<br />{{flag|Suriah}}<br />{{flag|Turki}}<br />
{{flag|Libya}}<br />
{{flag|Aljazair}}<br />
{{flag|Maroko}}<br />{{flag|Pakistan}}<br />{{flag|Kuwait}}<br />{{flag|Siprus}}<br />{{flag|Yaman}}<br />{{flag|Yordania}}<br />
{{flag|Armenia}}<br />{{flag|Yunani}}<br />{{flag|Tunisia}}<br />
{{flag|Kirgistan}}<br />
{{flag|Tajikistan}}<br />{{flag|Uzbekistan}}<br />{{flag|Turkmenistan}}<br />{{flag|Afghanistan}}<br />
{{flag|India}}<br />
{{flag|Kazakhstan}}<br />
{{flag|Georgia}}<br />
{{flag|Italia}}<br />
{{flag|Malta}}<br />
{{flag|Portugal}}<br />
{{flag|Spanyol}}
 
Kekhalifahan Abbasiyah pada masa kejayaannya, sekitar 233/234 [[Hijriah|H]] atau 849 [[Masehi|M]]
| capital = [[Kufah]]<br />{{small|(750–762)}}<br />[[Baghdad]]<br />{{small|(762–796, 809–836, 892–1258)}}<br />[[Ar-Raqqah]]<br />{{small|(796–809)}}<br />[[Samarra]]<br />{{small|(836–892)}}<br />[[Kairo]]<br />{{small|(1261–1517)}}
| common_languages = [[Bahasa Arab|Arab]] (administrasi pusat); berbagai bahasa regional
| religion = [[Islam]] (penguasa); rakyat dengan berbagai macam agama
| currency = [[Dinar emas|Dinar]] (koin emas)<br />[[Dirham]] (koin perak)<br />[[Fals]] (koin tembaga)
| leader1 = [[As-Saffah]] {{small|(pertama)}}
| year_leader1 = 750–754
| leader2 = [[Al-Musta'shim]] {{small|(Khalifah terakhir di Baghdad)}}
| year_leader2 = 1242–1258
| leader3 = [[Al-Mutawakkil III]] {{small|(Khalifah terakhir di Kairo)}}
| year_leader3 = 1508–1517
| title_leader = [[Khalifah]]
| footnotes =
| image_map2 = File:Abbasid Caliphate.png
| image_map2_caption = Kekhalifahan Abbasiyah serta wilayah administratifnya di bawah pemerintahan [[al-Mutawakkil]], sekitar 233/234 H atau 849 M
}}
 
'''BaniKekhalifahan Abbasiyah''' ([[Bahasa Arab|Arab]]: الخلافة العباسية, ''al-khilāfah al-‘abbāsīyyah'') atau '''KekhalifahanBani Abbasiyah''' ([[Bahasa Arab|Arab]]: العبّاسدينالعباسيون, ''al-Abbāsidīn‘abbāsīyyūn'') adalah [[kekhalifahan]] keduaketiga [[Islam]] yang berkuasa di [[BagdadBaghdad]] (sekarang ibu kota [[Irak]]) dan kemudian berpindah ke [[Kairo]] sejak tahun 1261. Kekhalifahan ini berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persiadunia. Kekhalifahan ini naik kekuasaanberkuasa setelah mengalahkanmerebutnya dari [[Bani Umayyah]] daridan menundukkan semua wilayahnya kecuali [[Al-Andalus|Andalusia]]. Bani Abbasiyah dibentukmerujuk olehkepada keturunan dari paman [[Nabi Islam|Nabi]] [[Muhammad]] yang termuda, yaitu [[Abbas bin Abdul-Muththalib|Abbas]] ([[566]]-[[652]]), oleh karena itu mereka juga termasuk ke dalam [[Bani Hasyim]]. Berkuasa mulai tahun 750 dan memindahkan ibukotaibu kota dari [[Damaskus]] ke Baghdad. Berkembang selama duatiga abad, tetapi pelan-pelan meredup setelah naiknya bangsa tentara-tentara [[Turki]] yang sebelumnya merupakan bagian dari tentara kekhalifahan yang mereka bentuk, dan dikenal dengan nama [[Mamluk]]. Selama 150 tahun mengambil kekuasaan memintas Iran, kekhalifahan dipaksa untuk menyerahkan kekuasaan kepada dinasti-dinasti setempat, yang sering disebut [[amir]] atau [[sultan]]. Menyerahkan Andalusia kepada keturunan [[Bani Umayyah]] yang melarikan diri, [[Maghreb]] dan [[Ifriqiya]] kepada [[AghlabidAghlabiyyah]] dan [[Fatimiyah]]. Kejatuhan totalnya pada tahun [[1258]] disebabkan serangan bangsa [[Mongol]] yang dipimpin [[Hulagu Khan]] yang menghancurkan BagdadBaghdad dan tak menyisakan sedikitpun dari pengetahuan yang dihimpun di perpustakaan BagdadBaghdad. Kekhalifahan Bani Abbasiyah berlanjut di Kairo mulai tahun 1261 dibawah naungan [[Kesultanan Mamluk]] Mesir. Kekhalifahan di Kairo ini berakhir ketika Mesir di taklukan [[Kesultanan Utsmaniyah]] tahun 1517 dan gelar khalifah di klaim oleh dinasti Utsmaniyah Turki.
 
Keturunan yang berasal dari Bani Abbasiyah termasuk suku al-Abbasi saat ini banyak bertempat tinggal di [[timur laut]] [[Tikrit]], [[Iraq]] sekarang.
 
== Pendahuluan ==
Bani Abbasiyah berhasil memegang kekuasaan [[kekhalifahan]] selama tiga abad, mengkonsolidasikan kembali kepemimpinan gaya [[Islam]] dan menyuburkan [[ilmu pengetahuan]] dan pengembangan [[budaya]] [[Timur Tengah]]. Tetapi pada tahun [[940]] kekuatan kekhalifahan menyusut ketika orang-orang non-[[Bangsa Arab|Arab]], khususnya orang [[Turki]] (dan kemudian diikuti oleh orang Mamluk di [[Mesir]] pada pertengahan [[abad ke-13]]), mulai mendapatkan pengaruh dan mulai memisahkan diri dari kekhalifahan.
 
=== Propaganda pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz ===
Meskipun begitu, kekhalifahan tetap bertahan sebagai simbol yang menyatukan [[dunia]] Islam.
Pada zaman pemerintahan [[Umar bin Abdul-Aziz|Umar ibnu Abdul Aziz]], tidak ada keistimewaan Bani Umayah daripada saudaranya sesama Islam. Rakyat bebas menyatakan pendirian, asalkan jangan mengganggu ketenteraman umum. Meskipun sikap ini benar, kebijakan ini justru melemahkan pemerintahan Bani Umayah yang didirikan atas kekerasan (despotisme). Oleh sebab itu, diam-diam orang berusaha mengatur propaganda untuk mendirikan Daulah Bani Abbas.<ref name=":0">Prof. Dr. Hamka (2016) "Sejarah Umat Islam" Jakarta : Gema Insani</ref>
Pada masa pemerintahannya, Bani Abbasiyah mengklaim bahwa dinasti mereka tak dapat disaingi. Namun kemudian, [[Said bin Husain]], seorang muslim [[Syiah]] dari dinasti [[Fatimiyyah]] yang mengaku bahwa anak perempuannya adalah keturunan [[Nabi Muhammad]], mengklaim dirinya sebagai Khalifah pada tahun [[909]], sehingga timbul kekuasaan ganda di daerah [[Afrika Utara]]. Pada awalnya ia hanya menguasai [[Maroko]], [[Aljazair]], [[Tunisia]] dan [[Libya]]. Namun kemudian, ia mulai memperluas daerah kekuasaannya sampai ke [[Mesir]] dan [[Palestina]], sebelum akhirnya Bani Abbasyiah berhasil merebut kembali daerah yang sebelumnya telah mereka kuasai, dan hanya menyisakan Mesir sebagai daerah kekuasaan Bani Fatimiyyah. Dinasti Fatimiyyah kemudian runtuh pada tahun [[1171]]. Sedangkan [[Bani Umayyah]] bisa bertahan dan terus memimpin komunitas Muslim di [[Spanyol]], kemudian mereka mengklaim kembali gelar Khalifah pada tahun [[929]], sampai akhirnya dijatuhkan kembali pada tahun [[1031]].
 
Meskipun yang melakukan propaganda ini Bani Abbas sendiri, nama Bani Abbas tidaklah begitu ditonjolkan. Mereka justru mencatut nama Bani Hasyim, agar tidak terpecah antara pengikut Ali dan Bani Abbas, karena keduanya sama-sama dari Bani Hasyim. Sejak dahulu, Bani Umayah tidak pernah memusuhi Bani Abbas, melainkan hanya terhadap Bani Ali. Kalau Bani Abbas menyatakan penuntutan pangkat khalifah untuk dirinya sendiri, tentu kurang banyak pengikutnya.
== Menuju kekuasaan dan masa berkuasanya ==
 
Pusat propaganda ada di dua tempat, yaitu Kufah dan Khurasan.<ref name=":0" /> Kufah terhitung negeri baru di wilayah Irak, dan Irak pada masa itu termasuk dalam daerah Persia. Khurasan pun termasuk dalam daerah Persia. Keduanya menjadi pusat perkumpulan rahasia itu sebab Bani Umayah sendiri kuat kedudukannya di kalangan bangsa Arab, sedangkan daulah yang akan berdiri ini hendak berpusat pada Persia, bukan ke Arab. Di kedua negeri itu, banyak orang yang merasa kurang senang jika khalifah tidak dipegang oleh Bani Hasyim, padahal merekalah yang dekat hubungannya dengan Rasul.
Bani Abbasiyyah merupakan keturunan dari [[Abbas bin Abdul-Muththalib]] ([[566]]-[[652]]) yang juga merupakan paman dari [[Nabi Muhammad]], oleh karena itu mereka termasuk ke dalam [[Bani Hasyim]]. Sedangkan [[Bani Umayyah]] yang merupakan salah satu kabilah dalam [[Quraisy]], bukan termasuk yang seketurunan dengan Nabi.
 
Mereka mengangkat 12 orang propagandis.<ref name=":0" /> Kedua belas orang tersebut mengembara di negeri Khurasan, Kufah, Irak, lalu mendatangi Mekah pada musim haji. Mereka mengincar orang yang menentang kezaliman pemerintahan Bani Umayah. Diterangkan pula tentang bagaimana keturunan Bani Hasyim yang asli telah didesak dan dirampas hak turun-temurun yang mereka terima dari Rasul. Salah satu propagandis yang terkenal ialah Abu Muslim al-Khurasany. Ia mula-mula berpropaganda dengan terang terangan di negeri Maru. Disuruhnya seisi negeri berkumpul. Diadakannya pidato yang mengkritik pemerintah sekarang. [[Muhammad bin Ali]], [[cicit]] dari [[Abbas bin Abdul-Muththalib|Abbas]] menjalankan kampanye untuk mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada keluarga Bani Hasyim di [[Iran|Parsi]].{{cn}}
[[Muhammad bin Ali]], [[cicit]] dari [[Abbas bin Abdul-Muththalib|Abbas]] menjalankan kampanye untuk mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada keluarga [[Bani Hasyim]] di [[Iran|Parsi]] pada masa pemerintahan Khalifah [[Umar bin Abdul Aziz]]. Pada masa pemerintahan Khalifah [[Marwan II]], pertentangan ini semakin memuncak dan akhirnya pada tahun [[750]], [[Abu al-Abbas al-Saffah]] menang melawan pasukan [[Bani Umayyah]] dan kemudian dilantik sebagai khalifah.
 
Para penyebar Islam Semenanjung Arabia yang merupakan Kekhalifahan Abbasiyah atau Bani Abbasiyah, Keturunan dari Ahlul Bait Sayyidina Hussenin di Pulau Perca pada Abad ke-7 Masehi pada tahun 623 Masehi yakni Syaikh Ushuluddin, Bicitram syah, Sultan Alaudin Mughayat, Sultan Ratu Ngegalang Paksi dari Sultan Ratu Mumelar Paksi anak cucu dari Sayyidina Hussein memiliki tujuan khusus penyebar Islam di Pulau Perca dan mempengaruhi berdirinya kerajaan-kerajaan di pulau tersebut, bukti-bukti penyebaran Islam diantaranya tatanan adat yang masih hidup serta berjalan hingga sekarang, masjid dan makam-makam, sejarah adat dan budaya Islam menumbuhkan cinta tanah air dan memperkuat identitas bangsa.<ref>https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjambi/masuk-dan-berkembangnya-islam-di-sumatera/</ref><ref>https://www.kompas.com/skola/read/2020/06/26/182500369/perkembangan-dan-peninggalan-islam-di-sumatera?page=all</ref>
Khilafah Abbasiyah merupakan kelanjutan dari [[khilafah Umayyah]], dimana pendiri dari khilafah ini adalah keturunan [[Al-Abbas]], paman [[Nabi Muhammad]] ''Shallallahu ‘alaihi wa sallam'', yaitu [[Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas]] ''Rahimahullah''. Dimana pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.
 
=== Runtuhnya Daulah Umayyah ===
Kekuasaan dinasti [[Bani Abbas]], atau [[khilafah Abbasiyah]], sebagaimana disebutkan melanjutkan kekuasaan dinasti [[Bani Umayyah]]. Dinamakan [[khilafah Abbasiyah]] karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan [[al-Abbas]] paman [[Nabi Muhammad]] ''Shallallahu ‘alaihi wa sallam''. Dinasti [[Abbasiyah]] didirikan oleh [[Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abass]]. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari '''tahun 132 H (750 M)''' s/d. '''656 H (1258 M)'''.
Selanjutnya pada masa pemerintahan Khalifah [[Marwan II]], pertentangan ini semakin memuncak dan akhirnya pada tahun [[750]], [[As-Saffah|Abu al-Abbas al-Saffah]] berhasil meruntuhkan Daulah Umayyah dan kemudian dilantik sebagai khalifah.
 
Bani Abbasiyah berhasil memegang kekuasaan [[kekhalifahan]] selama lima abad, mengkonsolidasikan kembali kepemimpinan gaya [[Islam]] dan menyuburkan [[ilmu pengetahuan]] dan pengembangan [[budaya]] [[Timur Tengah]]. Tetapi pada tahun [[940]] kekuatan kekhalifahan menyusut ketika orang-orang non-[[Bangsa Arab|Arab]], khususnya orang [[Turki]] (dan kemudian diikuti oleh Mamluk di Mesir pada pertengahan [[abad ke-13]]), mulai mendapatkan pengaruh dan mulai memisahkan diri dari kekhalifahan.
Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode:
 
Meskipun begitu, kekhalifahan tetap bertahan sebagai simbol yang menyatukan umat [[Islam]]. Pada masa pemerintahannya, Bani Abbasiyah mengklaim bahwa dinasti mereka tak dapat disaingi. Namun kemudian, [[Said bin Husain]], seorang muslim [[Syiah]] dari dinasti [[Fatimiyyah]] mengaku dari keturunan anak perempuannya Nabi [[Muhammad]], mengklaim dirinya sebagai Khalifah pada tahun [[909]], sehingga timbul kekuasaan ganda di daerah [[Afrika Utara]]. Pada awalnya ia hanya menguasai [[Maroko]], [[Aljazair]], [[Tunisia]], dan [[Libya]]. Namun kemudian, ia mulai memperluas daerah kekuasaannya sampai ke [[Mesir]] dan [[Palestina]], sebelum akhirnya Bani Abbasyiah berhasil merebut kembali daerah yang sebelumnya telah mereka kuasai, dan hanya menyisakan Mesir sebagai daerah kekuasaan Bani Fatimiyyah. Dinasti Fatimiyyah kemudian runtuh pada tahun [[1171]]. Sedangkan [[Bani Umayyah]] bisa bertahan dan terus memimpin komunitas [[Muslim]] di [[Spanyol]], kemudian mereka mengklaim kembali gelar Khalifah pada tahun [[929]], sampai akhirnya dijatuhkan kembali pada tahun [[1031]].
<u>1. Periode Pertama</u> '''(132 H/750 M-232 H/847 M)''', disebut periode pengaruh [[arab]] dan [[Persia]] pertama.
<u>2. Periode Kedua</u> '''(232 H/847 M-334 H/945 M)''', disebut periode pengaruh [[Turki]] pertama.
<u>3. Periode Ketiga</u> '''(334 H/945 M-447 H/1055 M)''', masa kekuasaan dinasti [[Bani Buwaih]] dalam pemerintahan [[khilafah Abbasiyah]]. Periode ini disebut juga masa pengaruh [[Persia]] kedua.
 
== Menuju puncak keemasan ==
<u>4. Periode Keempat</u> '''(447 H/1055 M-590 H/l194 M)''', masa kekuasaan daulah [[Bani Seljuk]] dalam pemerintahan [[khilafah Abbasiyah]]; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh [[Turki]] kedua (di bawah kendali) kesultanan [[Bani Seljuk]] (salajiqah al-Kubra/Seljuk agung).
Kekalifahan Abbasiyah merupakan kelanjutan dari Kekalifahan sebelumnya yakni Bani Umayyah, dimana pendiri dari kekalifahan ini adalah [[As-Saffah|Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas]] ''Rahimahullah''. Pola pemerintahan yang diterapkan oleh Daulah Abbasiyah berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d. 656 H (1258 M).
 
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Daulah Abbas menjadi lima periode:
<u>5. Periode Kelima</u> '''(590 H/1194 M-656 H/1258 M)''', masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota [[Bagdad]] (invasi dari [[tar-tar]],dan ekspansi [[bani Utsmani]] secara besar-besaran).
# Periode Pertama (132 H/750 M - 232 H/847 M), disebut periode pengaruh [[Persia]] pertama. Dimulai dari pengangkatan Khalid Bin Barmak sebagai pengganti dari Abu Muslim Al Khurasani Menjadi Wazir dan keluarganya pun mengisi posisi-posisi penting dalam Pemerintahan Abbasiyyah.
# Periode Kedua (232 H/847 M - 334 H/945 M), disebut periode pengaruh [[Turki]] pertama.
# Periode Ketiga (334 H/945 M - 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti [[Dinasti Buwayhiyah|Bani Buwaih]] dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
# Periode Keempat (447 H/1055 M - 590 H/l194 M), masa kekuasaan daulah [[Dinasti Seljuk|Bani Seljuk]] dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua (di bawah kendali) [[Kesultanan Seljuk Raya]] (salajiqah al-Kubra/Seljuk agung).
# Periode Kelima (590 H/1194 M - 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota [[Baghdad]] dan diakhiri oleh invasi dari bangsa [[Mongol]].
 
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara politis, para [[khalifah]] betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan [[filsafat]] dan ilmu pengetahuan dalam [[Islam]]. Namun setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang.
 
Masa pemerintahan [[As-Saffah|Abu al-Abbas]] ''Rahimahullah'' , pendiri dinasti ini sangat singkat, yaitu dari tahun '''750-754 M'''. karenaSelanjutnya itu,digantikan pembina sebenarnya dari [[daulah Abbasiyah]] adalaholeh [[Al-Mansur|Abu Ja'far al-Manshur]] ''Rahimahullah'' '''(754-775 M)'''., Dia denganyang keras menghadapi lawan-lawannya terutama dari [[Bani Umayyah]], [[Khawarij]], dan juga [[Syi'ah]] yang merasa dikucilkan dari kekuasaan. Untuk mengamankanmemperkuat kekuasaannya, tokoh-tokoh besar yang mungkin menjadi saingan baginya satu per satu disingkirkannya. [[Abdullah bin Ali dan Shalih bin Ali]], keduanya adalah pamannya sendiri yang ditunjuk sebagai gubernur oleh [[khalifah]] sebelumnya di [[Syria]] dan [[Mesir]], dibunuh karena tidak bersedia membaiatnya, dibunuhal-Manshur olehmemerintahkan [[Abu Muslim al-Khurasani]] atasmelakukannya, perintahdan [[Abukemudian Ja'far]]menghukum [[Rahimahullah]] .mati Abu Muslim sendirial-Khurasani pada tahun 755 M, karena dikhawatirkan akan menjadi pesaing baginya, dihukum mati pada tahun '''755 M'''.
 
Pada mulanya [[ibu kota]] negara adalah [[''al-Hasyimiyah]]'', dekat [[Kufah]]. Namun, untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu, al-Mansyur memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru dibangunnya, [[BagdadBaghdad]], dekat bekas ibu kota [[Persia]], [[ClesiphonCtesiphon]], tahun '''762 M'''. Dengan demikian, pusat pemerintahan dinasti Bani Abbas berada di tengah-tengah bangsa [[Persia]]. Di ibu kota yang baru ini [[al-Manshur]] melakukan konsolidasi dan Penertibanpenertiban pemerintahannya., Diadi mengangkatantaranya sejumlah personal untukdengan mendudukimembuat jabatan disemacam lembaga eksekutif dan yudikatif. Di bidang pemerintahan, dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat [[Wazir]] sebagai koordinator departemendari kementrian yang ada, Wazir pertama yang diangkat adalah [[Khalid bin Barmak]], berasal dari [[Balkh]], [[Persia]]. Dia juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara disampingdi samping membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk [[Muhammad ibn Abdurrahman]] sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah ada sejak masa dinasti [[Bani Umayyah]] ditingkatkan peranannya dengan tambahan tugas. Kalau dulu hanya sekedarsekadar untuk mengantar surat. Pada masa al-Manshur, jawatan pos ditugaskan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan tingkah laku gubernur setempat kepada khalifah.
 
Khalifah [[Al-Mansur|al-Manshur]] ''Rahimahullah'' berusaha menaklukkan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintah pusat, dan memantapkan keamanan di daerah perbatasan. DiantaraDi antara usaha-usaha tersebut adalah merebut benteng-benteng di [[Asia]], kota [[Malatia]], wilayah [[Coppadocia]] dan [[Cicilia]] pada tahun '''756-758 M'''. Ke utara bala tentaranya melintasi [[pegunungan Taurus]] dan mendekati [[selat Bosphorus]]. Di pihak lain, dia berdamai dengan kaisar [[Constantine V]] dan selama gencatan senjata '''758-765 M''', [[Bizantium]] membayar upeti tahunan. Bala tentaranya juga berhadapan dengan pasukan [[Turki Khazar]] di [[Kaukasus]], [[Daylami]] di [[laut Kaspia]], [[Turki]] di bagian lain [[OksusSungai Amu Darya|Oxus]], dan [[India]].
 
Pada masa al-Manshur ini, pengertian [[khalifah]] kembali berubah. Dia berkata:
Pada masa [[al-Manshur]] ''Rahimahullah'' pengertian [[khalifah]] kembali berubah. Dia berkata, ''"Innama anii Sulthan Allah fi ardhihi (sesungguhnya saya adalah kekuasaan Tuhan di bumi-Nya)"''. Dengan demikian, konsep [[khilafah]] dalam pandangannya dan berlanjut ke generasi sesudahnya merupakan mandat dari [[Allah]], bukan dari manusia, bukan pula sekedar pelanjut Nabi sebagaimana pada masa [[al- Khulafa' al-Rasyiduun]]. Disamping itu, berbeda dari daulat [[Umayyah]], khalifah-khalifah Abbasiyah memakai "gelar tahta", seperti [[al-Manshur]] adalah "gelar tahta"nya Sulthan Abu Ja'far. "gelar tahta" itu lebih populer daripada nama yang sebenarnya.
{{cquote2|''Innama anii Sulthan Allah fi ardhihi (sesungguhnya saya adalah kekuasaan Tuhan di bumi-Nya)''}}
 
Dengan demikian, konsep khilafah dalam pandangannya dan berlanjut ke generasi sesudahnya merupakan mandat dari [[Allah]], bukan dari manusia, bukan pula sekadar pelanjut Nabi sebagaimana pada masa [[Khulafaur Rasyidin|al- Khulafa' al-Rasyiduun]]. Di samping itu, berbeda dari daulat [[Bani Umayyah]], khalifah-khalifah Abbasiyah memakai "gelar takhta", seperti al-Manshur, dan belakangan gelar takhta ini lebih populer daripada nama yang sebenarnya.
Kalau dasar-dasar pemerintahan daulah Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh [[Abul-Abbas]] dan [[Abu Ja'far al-Manshur]], maka puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu [[al-Mahdi]] '''(775-785 M)''', [[al-Hadi]] '''(775- 786 M)''', [[Harun al-Rasyid]] '''(786-809 M)''', [[al-Ma'mun]] '''(813-833 M)''', [[al-Mu'tashim]] '''(833-842 M)''', [[al-Watsiq]] [[(842-847 M)]] (ketiga khalifah tersebut berfaham [[jahmiyyah]]), dan [[al-Mutawakkil]] '''(847-861 M)'''. Pada masa [[al-Mahdi]] perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi. Terkecuali itu dagang transit antara Timur dan Barat juga banyak membawa kekayaan. [[Bashrah]] menjadi pelabuhan yang penting.
 
Kalau dasar-dasar pemerintahan daulah Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu al-Abbas as-Saffah dan al-Manshur, maka puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu [[al-Mahdi]] (775-785 M), [[al-Hadi]] (775- 786 M), [[Harun Ar-Rasyid]] (786-809 M), [[al-Ma'mun]] (813-833 M), [[Al-Mu'tasim|al-Mu'tashim]] (833-842 M), [[al-Watsiq]] (842-847 M), dan [[al-Mutawakkil]] (847-861 M).
Popularitas daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah [[Harun al-Rasyid]] ''Rahimahullah'' '''(786-809 M)''' dan puteranya [[al-Ma'mun]] '''(813-833 M)'''. Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid Rahimahullah untuk keperluan sosial. Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi didirikan. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Disamping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara [[Islam]] menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi. [[Al-Ma'mun]], pengganti [[al-Rasyid]], dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu filsafat. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku [[Yunani]], ia menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan [[Kristen]] dan penganut agama lain yang ahli (''wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah''). Ia juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Baitul-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa [[Al-Ma'mun]] inilah [[Baghdad]] mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
 
Pada masa [[al-Mahdi]] perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi. Terkecuali itu dagang transit antara Timur dan Barat juga banyak membawa kekayaan. [[Bashrah]] menjadi pelabuhan yang penting.
[[Al-Mu'tashim]], khalifah berikutnya '''(833-842 M)''', memberi peluang besar kepada orang-orang [[Turki]] untuk masuk dalam pemerintahan, keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal. Tidak seperti pada masa [[daulah Umayyah]], dinasti [[Abbasiyah]] mengadakan perubahan sistem ketentaraan. Praktek orang-orang [[muslim]] mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit profesional. Dengan demikian, kekuatan militer dinasti Bani Abbas menjadi sangat kuat. Walaupun demikian, dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang mengganggu stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan itu seperti gerakan sisa-sisa [[Bani Umayyah]] dan kalangan intern Bani Abbas, revolusi [[al-Khawarij]] di [[Afrika Utara]], gerakan [[Zindiq]] di [[Persia]], gerakan [[Syi'ah]], dan konflik antar bangsa dan aliran pemikiran keagamaan. Semuanya dapat dipadamkan.
 
Popularitas daulah Abbasiyah mencapai puncaknya pada zaman khalifah [[Harun Ar-Rasyid]] ''Rahimahullah'' (786-809 M) dan puteranya [[al-Ma'mun]] (813-833 M). Kekayaan negara banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial, dan mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Di samping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara [[Islam]] menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.
Dari gambaran di atas Bani Abbasiyah pada periode pertama lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan [[Islam]] daripada perluasan wilayah. Inilah perbedaan pokok antara Bani Abbas dan [[Bani Umayyah]]. Disamping itu, ada pula ciri-ciri menonjol dinasti Bani Abbas yang tak terdapat di zaman Bani Umayyah.
 
[[Al-Ma'mun]], pengganti Harun Ar-Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu filsafat. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku [[Yunani]], ia menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan [[Kristen]] dan penganut agama lain yang ahli (''wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah''). Ia juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan [[Baitul Hikmah]], pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa [[Al-Ma'mun]] inilah [[Baghdad]] mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
1. Dengan berpindahnya ibu kota ke [[Baghdad]], pemerintahan Bani Abbas menjadi jauh dari pengaruh [[Arab]] [[Islam]]. Sedangkan dinasti [[Bani Umayyah]] sangat berorientasi kepada [[Arab]] [[Islam]]. Dalam periode pertama dan ketiga pemerintahan Abbasiyah, pengaruh kebudayaan [[Persia]] sangat kuat, dan pada periode kedua dan keempat bangsa [[Turki]] sangat dominan dalam politik dan pemerintahan dinasti ini.
 
[[Al-Mu'tasim]], khalifah berikutnya (833-842 M), memberi peluang besar kepada orang-orang [[Turki]] untuk masuk dalam pemerintahan, keterlibatan mereka dimulai sebagai [[tentara]] pengawal. Tidak seperti pada masa Daulah [[Bani Umayyah|Umayyah]], dinasti [[Abbasiyah]] mengadakan perubahan sistem ketentaraan. Praktik orang-orang [[muslim]] mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit profesional. Dengan demikian, kekuatan militer dinasti Bani Abbas menjadi sangat kuat. Walaupun demikian, dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang mengganggu stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan itu seperti gerakan sisa-sisa Bani Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas, revolusi [[Khawarij|al-Khawarij]] di [[Afrika Utara]], gerakan [[Zindiq]] di [[Persia]], gerakan [[Syi'ah]], dan konflik antarbangsa dan aliran pemikiran keagamaan, semuanya dapat dipadamkan.
2. Dalam penyelenggaraan negara, pada masa Bani Abbas ada jabatan wazir, yang membawahi kepala-kepala departemen. Jabatan ini tidak ada di dalam pemerintahan [[Bani Umayyah]].
 
Dari gambaran di atas Bani Abbasiyah pada periode pertama lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan [[Islam]] daripada perluasan wilayah. Inilah perbedaan pokok antara Bani Abbas dan [[Bani Umayyah]]. Di samping itu, ada pula ciri-ciri menonjol dinasti Bani Abbas yang tak terdapat pada zaman Bani Umayyah.
3. Ketentaraan profesional baru terbentuk pada masa pemerintahan Bani Abbas. Sebelumnya, belum ada tentara khusus yang profesional.
# Dengan berpindahnya ibu kota ke [[Baghdad]], pemerintahan Bani Abbas menjadi jauh dari pengaruh [[Arab]] [[Islam]]. Sedangkan dinasti [[Bani Umayyah]] sangat berorientasi kepada [[Arab]] [[Islam]]. Dalam periode pertama dan ketiga pemerintahan Abbasiyah, pengaruh kebudayaan [[Persia]] sangat kuat, dan pada periode kedua dan keempat bangsa [[Turki]] sangat dominan dalam politik dan pemerintahan dinasti ini.
Sebagaimana diuraikan di atas, puncak perkembangan kebudayaan dan pemikiran Islam terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi, tidak berarti seluruhnya berawal dari kreativitas penguasa Bani Abbas sendiri. Sebagian di antaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan, misalnya, di awal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Ketika itu, lembaga pendidikan terdiri dari dua tingkat:
# Dalam penyelenggaraan negara, pada masa Bani Abbas ada jabatan wazir, yang membawahi kepala-kepala departemen. Jabatan ini tidak ada di dalam pemerintahan [[Bani Umayyah]].
# Ketentaraan profesional baru terbentuk pada masa pemerintahan Bani Abbas. Sebelumnya, belum ada tentara khusus yang profesional.
 
Sebagaimana diuraikan di atas, puncak perkembangan kebudayaan dan pemikiran Islam terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi, tidak berarti seluruhnya berawal dari kreativitas penguasa Bani Abbas sendiri. Sebagian di antaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan, misalnya, di awal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Ketika itu, lembaga pendidikan terdiri dari dua tingkat:
-Maktab/Kuttab dan [[masjid]], yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan; dan tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti tafsir, hadits, fiqh dan bahasa.
# Maktab/Kuttab dan [[masjid]], yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan; dan tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti tafsir, hadits, fiqh dan bahasa.
# Tingkat pendalaman, dimana para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar daerah menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya masing-masing. Pada umumnya, ilmu yang dituntut adalah ilmu-ilmu agama. Pengajarannya berlangsung di masjid-masjid atau di rumah-rumah ulama bersangkutan. Bagi anak penguasa pendidikan bisa berlangsung di istana atau di rumah penguasa tersebut dengan memanggil ulama ahli ke sana.
 
Lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas, dengan berdirinya perpustakaan dan akademi. Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis, dan berdiskusi.
-Tingkat pendalaman. Para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar daerah menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya masing-masing. Pada umumnya, ilmu yang dituntut adalah ilmu-ilmu agama. Pengajarannya berlangsung di masjid-masjid atau di rumah-rumah ulama bersangkutan. Bagi anak penguasa pendidikan bisa berlangsung di istana atau di rumah penguasa tersebut dengan memanggil ulama ahli ke sana.
Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan [[bahasa Arab]], baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak zaman [[Bani Umayyah]], maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Di samping itu, kemajuan itu paling tidak, juga ditentukan oleh dua hal, yaitu:
# Terjadinya asimilasi antara [[bangsa Arab]] dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan Bani Abbas, bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk [[Islam]]. Asimilasi berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Pengaruh [[Persia]], sebagaimana sudah disebutkan, sangat kuat di bidang pemerintahan. Di samping itu, bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh [[India]] terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika dan astronomi. Sedangkan pengaruh [[Yunani]] masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak bidang ilmu, terutama filsafat.
# Gerakan terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah al-Manshur hingga Harun Ar-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan manthiq. Fase kedua berlangsung mulai masa khalifah [[al-Ma'mun]] hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.
 
Pengaruh dari kebudayaan bangsa yang sudah maju tersebut, terutama melalui gerakan terjemahan, bukan saja membawa kemajuan di bidang ilmu pengetahuan umum, tetapi juga ilmu pengetahuan agama. Dalam bidang tafsir, sejak awal sudah dikenal dua metode, penafsiran pertama, tafsir ''bi al-ma'tsur'', yaitu interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi dari [[Nabi]] dan para sahabat. Kedua, tafsir ''bi al-ra'yi'', yaitu metode rasional yang lebih banyak bertumpu kepada pendapat dan pikiran daripada hadits dan pendapat sahabat. Kedua metode ini memang berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi jelas sekali bahwa tafsir dengan metode ''bi al-ra'yi'', (tafsir rasional), sangat dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan. Hal yang sama juga terlihat dalam ilmu fiqh dan terutama dalam ilmu [[teologi]]. Perkembangan logika di kalangan umat Islam sangat memengaruhi perkembangan dua bidang ilmu tersebut.
Lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas, dengan berdirinya perpustakaan dan akademi. Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi.
Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa [[Arab]], baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak zaman [[Bani Umayyah]], maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Disamping itu, kemajuan itu paling tidak, juga ditentukan oleh dua hal, yaitu:
 
Imam-imam madzhab hukum yang empat hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah pertama. [[Imam Abu Hanifah]] ''Rahimahullah'' (700-767 M) dalam pendapat-pendapat hukumnya dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di [[Kufah]], kota yang berada di tengah-tengah kebudayaan [[Persia]] yang hidup kemasyarakatannya telah mencapai tingkat kemajuan yang lebih tinggi. Karena itu, mazhab ini lebih banyak menggunakan pemikiran rasional daripada hadits. Muridnya dan sekaligus pelanjutnya, [[Abu Yusuf]], menjadi Qadhi al-Qudhat pada zaman [[Harun Ar-Rasyid]]. Berbeda dengan [[Imam Abu Hanifah]], [[Imam Malik]] ''Rahimahullah'' (713-795 M) banyak menggunakan hadits dan tradisi masyarakat Madinah. Pendapat dua tokoh mazhab hukum itu ditengahi oleh [[Imam Syafi'i]] ''Rahimahullah'' (767-820 M), dan [[Ahmad bin Hanbal|Imam Ahmad ibn Hanbal]] ''Rahimahullah'' (780-855 M) yang mengembalikan sistem madzhab dan pendapat akal semata kepada hadits Nabi serta memerintahkan para muridnya untuk berpegang kepada hadits Nabi serta pemahaman para sahabat Nabi. Hal ini mereka lakukan untuk menjaga dan memurnikan ajaran [[Islam]] dari kebudayaan serta adat istiadat orang-orang non-Arab. Di samping empat pendiri madzhab besar tersebut, pada masa pemerintahan Bani Abbas banyak para mujtahid lain yang mengeluarkan pendapatnya secara bebas dan mendirikan madzhab-nya pula. Akan tetapi, karena pengikutnya tidak berkembang, pemikiran dan mazhab itu hilang bersama berlalunya zaman.
1. Terjadinya asimilasi antara bangsa [[Arab]] dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan Bani Abbas, bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk [[Islam]]. Asimilasi berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Pengaruh [[Persia]], sebagaimana sudah disebutkan, sangat kuat di bidang pemerintahan. Disamping itu, bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat dan sastra. Pengaruh [[India]] terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika dan astronomi. Sedangkan pengaruh [[Yunani]] masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak bidang ilmu, terutama filsafat.
 
Aliran-aliran sesat yang sudah ada pada masa [[Bani Umayyah]], seperti [[Khawarij]], [[Murji'ah]] dan [[Mu'tazilah]] pun ada. Akan tetapi perkembangan pemikirannya masih terbatas. Teologi rasional [[Mu'tazilah]] muncul di ujung pemerintahan Bani Umayyah. Namun, pemikiran-pemikirannya yang lebih kompleks dan sempurna baru mereka rumuskan pada masa pemerintahan Bani Abbas periode pertama, setelah terjadi kontak dengan pemikiran [[Yunani]] yang membawa pemikiran [[filsafat]] dan rasionalisme dalam [[Islam]]. Tokoh perumus pemikiran Mu'tazilah yang terbesar adalah [[Abu al-Huzail al-Allaf]] (135-235 H/752-849M) dan [[al-Nazzam]] (185-221 H/801-835M). [[Asy'ariyah]], aliran tradisional di bidang teologi yang dicetuskan oleh [[Abu al-Hasan al-Asy'ari]] (873-935 M) yang lahir pada masa Bani Abbas ini juga banyak sekali terpengaruh oleh logika Yunani. Ini terjadi, karena Al-Asy'ari sebelumnya adalah pengikut Mu'tazilah. Hal yang sama berlaku pula dalam bidang sastra. Penulisan [[hadits]], juga berkembang pesat pada masa Bani Abbas. Hal itu mungkin terutama disebabkan oleh tersedianya fasilitas dan transportasi, sehingga memudahkan para pencari dan penulis hadits bekerja.
2. Gerakan terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah [[al-Manshur]] hingga [[Harun al-Rasyid]]. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan manthiq. Fase kedua berlangsung mulai masa khalifah [[al-Ma'mun]] hingga tahun '''300 H'''. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah tahun '''300 H''', terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.
 
Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan umum, terutama di bidang [[astronomi]], kedokteran, filsafat, kimia dan sejarah. Dalam lapangan astronomi terkenal nama [[al-Fazari]] sebagai astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolobe. [[Al-Farghani]], yang dikenal di [[Eropa]] dengan nama [[Al-Faragnus]], menulis ringkasan ilmu astronomi yang diterjemahkan ke dalam [[bahasa Latin]] oleh [[Gerard Cremona]] dan [[Johannes Hispalensis]]. Dalam lapangan kedokteran dikenal nama [[ar-Razi]] dan [[Ibnu Sina]]. Ar-Razi adalah tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles. Dia juga orang pertama yang menyusun buku mengenai kedokteran anak. Sesudahnya, ilmu kedokteraan berada di tangan Ibn Sina. [[Ibnu Sina]] yang juga seorang [[filosof]] berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia. Di antara karyanya adalah ''al-Qoonuun fi al-Thibb'' yang merupakan ensiklopedi kedokteran paling besar dalam sejarah.
Pengaruh dari kebudayaan bangsa yang sudah maju tersebut, terutama melalui gerakan terjemahan, bukan saja membawa kemajuan di bidang ilmu pengetahuan umum, tetapi juga ilmu pengetahuan agama. Dalam bidang tafsir, sejak awal sudah dikenal dua metode, penafsiran pertama, tafsir ''bi al-ma'tsur'', yaitu interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi dari [[Nabi]] dan para sahabat. Kedua, tafsir ''bi al-ra'yi'', yaitu metode rasional yang lebih banyak bertumpu kepada pendapat dan pikiran daripada hadits dan pendapat sahabat. Kedua metode ini memang berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi jelas sekali bahwa tafsir dengan metode ''bi al-ra'yi'', (tafsir rasional), sangat dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan. Hal yang sama juga terlihat dalam ilmu fiqh dan terutama dalam ilmu [[teologi]]. Perkembangan logika di kalangan umat Islam sangat mempengaruhi perkembangan dua bidang ilmu tersebut.
 
Dalam bidang optikal [[Abu Ali al-Hasan ibn al-Haitsami]], yang di Eropa dikenal dengan nama [[Alhazen]], terkenal sebagai orang yang menentang pendapat bahwa mata mengirim cahaya ke benda yang dilihat. Menurut teorinya yang kemudian terbukti kebenarannya bendalah yang mengirim cahaya ke mata. Di bidang [[kimia]], terkenal nama [[Jabir ibn Hayyan]]. Dia berpendapat bahwa logam seperti timah, besi dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak dengan mencampurkan suatu zat tertentu. Di bidang matematika terkenal nama [[Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi]], yang juga mahir dalam bidang [[astronomi]]. Dialah yang menciptakan ilmu [[aljabar]]. Kata ''aljabar'' berasal dari judul bukunya, ''al-Jabr wa al-Muqoibalah''. Dalam bidang sejarah terkenal nama [[al-Mas'udi]]. Dia juga ahli dalam ilmu [[geografi]]. Di antara karyanya adalah ''Muuruj al-Zahab wa Ma'aadzin al-Jawahir''.
Imam-imam madzhab hukum yang empat hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah pertama. [[Imam Abu Hanifah]] '''(700-767 M)''' dalam pendapat-pendapat hukumnya dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di [[Kufah]], kota yang berada di tengah-tengah kebudayaan [[Persia]] yang hidup kemasyarakatannya telah mencapai tingkat kemajuan yang lebih tinggi. Karena itu, mazhab ini lebih banyak menggunakan pemikiran rasional daripada hadits. Muridnya dan sekaligus pelanjutnya, [[Abu Yusuf]], menjadi Qadhi al-Qudhat di zaman [[Harun al-Rasyid]].
Berbeda dengan [[Imam Abu Hanifah]], [[Imam Malik]] '''(713-795 M)''' banyak menggunakan hadits dan tradisi masyarakat Madinah. Pendapat dua tokoh mazhab hukum itu ditengahi oleh [[Imam Syafi'i]] '''(767-820 M)''',dan [[Imam Ahmad ibn Hanbal]] '''(780-855 M)''' mengembalikan sistim madzhab dan pendapat akal semata kepada hadits Nabi serta memerintahkan para muridnya untuk berpegang kepada hadits Nabi serta pemahaman para sahabat Nabi. Hal ini beliau Rahimahullah lakukan untuk menjaga dan memurnikan ajaran [[Islam]] dari kebudayaan serta adat istiadat orang-orang non-Arab. Disamping empat pendiri madzhab besar tersebut, pada masa pemerintahan Bani Abbas banyak para mujtahid lain yang mengeluarkan pendapatnya secara bebas dan mendirikan madzhab-nya pula. Akan tetapi, karena pengikutnya tidak berkembang, pemikiran dan mazhab itu hilang bersama berlalunya zaman.
 
Tokoh-tokoh terkenal dalam bidang [[filsafat]], antara lain [[al-Farabi]], Ibnu Sina, dan [[Ibnu Rusyd]]. Al-Farabi banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika dan interpretasi terhadap filsafat [[Aristoteles]]. Ibn Sina juga banyak mengarang buku tentang filsafat, yang terkenal di antaranya ialah ''asy-Syifa'''. Ibnu Rusyd yang di Barat lebih dikenal dengan nama [[Averroes]], banyak berpengaruh di Barat dalam bidang filsafat, sehingga di sana terdapat aliran yang disebut dengan [[Averroisme]]. Pada masa kekhalifahan ini, dunia Islam mengalami peningkatan besar-besaran di bidang ilmu pengetahuan. Salah satu inovasi besar pada masa ini adalah diterjemahkannya karya-karya di bidang pengetahuan, sastra, dan [[filosofi]] dari [[Yunani]], [[Persia]], dan [[Hindustan]].
Aliran-aliran sesat yang sudah ada pada masa [[Bani Umayyah]], seperti [[Khawarij]], [[Murji’ah]] dan [[Mu'tazilah]] pun ada. Akan tetapi perkembangan pemikirannya masih terbatas. Teologi rasional [[Mu'tazilah]] muncul di ujung pemerintahan [[Bani Umayyah]]. Namun, pemikiran-pemikirannya yang lebih kompleks dan sempurna baru mereka rumuskan pada masa pemerintahan Bani Abbas periode pertama, setelah terjadi kontak dengan pemikiran [[Yunani]] yang membawa pemikiran [[filsafat]] dan rasionalisme dalam [[Islam]]. Tokoh perumus pemikiran [[Mu'tazilah]] yang terbesar adalah [[Abu al-Huzail al-Allaf]] '''(135-235 H/752-849M)''' dan [[al-Nazzam]] '''(185-221 H/801-835M)'''. [[Asy'ariyah]], aliran tradisional di bidang teologi yang dicetuskan oleh [[Abu al-Hasan al-Asy'ari]] '''(873-935 M)''' yang lahir pada masa Bani Abbas ini juga banyak sekali terpengaruh oleh logika [[Yunani]]. Ini terjadi, karena [[al-Asy'ari]] sebelumnya adalah pengikut [[Mu'tazilah]]. Hal yang sama berlaku pula dalam bidang sastra. Penulisan [[hadits]], juga berkembang pesat pada masa Bani Abbas. Hal itu mungkin terutama disebabkan oleh tersedianya fasilitas dan transportasi, sehingga memudahkan para pencari dan penulis [[hadits]] bekerja.
 
Banyak golongan pemikir lahir zaman ini, banyak di antara mereka bukan Islam dan bukan [[Bangsa Arab|Arab]] [[Muslim]]. Mereka ini memainkan peranan yang penting dalam menterjemahkan dan mengembangkan karya [[Kesusasteraan Yunani]] dan [[Hindu]], dan ilmu zaman pra-Islam kepada masyarakat [[Kristen]] [[Eropa]]. Sumbangan mereka ini menyebabkan seorang ahli filsafat Yunani yaitu Aristoteles terkenal di Eropa. Tambahan pula, pada zaman ini menyaksikan penemuan ilmu geografi, [[matematika]], dan [[astronomi]] seperti [[Euclid]] dan Claudius [[Ptolemy]]. Ilmu-ilmu ini kemudiannya diperbaiki lagi oleh beberapa tokoh Islam seperti [[Al-Biruni]] dan sebagainya.
Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan umum, terutama di bidang [[astronomi]], kedokteran, filsafat, kimia dan sejarah. Dalam lapangan [[astronomi]] terkenal nama [[al-Fazari]] sebagai astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolobe. [[Al-Farghani]], yang dikenal di [[Eropa]] dengan nama [[Al-Faragnus]], menulis ringkasan ilmu [[astronomi]] yang diterjemahkan ke dalam [[bahasa Latin]] oleh [[Gerard Cremona]] dan [[Johannes Hispalensis]]. Dalam lapangan kedokteran dikenal nama [[ar-Razi]] dan [[Ibn Sina]]. [[Ar-Razi]] adalah tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles. Dia juga orang pertama yang menyusun buku mengenai kedokteran anak. Sesudahnya, ilmu kedokteraan berada di tangan [[Ibn Sina]]. [[Ibn Sina]] yang juga seorang [[filosof]] berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia. Diantara karyanya adalah ''al-Qoonuun fi al-Thibb'' yang merupakan ensiklopedi kedokteran paling besar dalam sejarah.
 
Demikianlah kemajuan politik dan kebudayaan yang pernah dicapai oleh pemerintahan [[Islam]] pada masa klasik, kemajuan yang tidak ada tandingannya di kala itu. Pada masa ini, kemajuan politik berjalan seiring dengan kemajuan peradaban dan kebudayaan, sehingga Islam mencapai masa keemasan, kejayaan dan kegemilangan. Masa keemasan ini mencapai puncaknya terutama pada masa kekuasaan Bani Abbas periode pertama, namun setelah periode ini berakhir, peradaban Islam juga mengalami masa kemunduran. ''Wallahul Musta’an''.
Dalam bidang optikal [[Abu Ali al-Hasan ibn al-Haitsami]], yang di [[Eropa]] dikenal dengan nama [[Alhazen]], terkenal sebagai orang yang menentang pendapat bahwa mata mengirim cahaya ke benda yang dilihat. Menurut teorinya yang kemudian terbukti kebenarannya bendalah yang mengirim cahaya ke mata. Di bidang [[kimia]], terkenal nama [[Jabir ibn Hayyan]]. Dia berpendapat bahwa logam seperti timah, besi dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak dengan mencampurkan suatu zat tertentu. Di bidang matematika terkenal nama [[Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi]], yang juga mahir dalam bidang [[astronomi]]. Dialah yang menciptakan ilmu [[aljabar]]. Kata ''"aljabar"'' berasal dari judul bukunya, ''al-Jabr wa al-Muqoibalah''. Dalam bidang sejarah terkenal nama [[al-Mas'udi]]. Dia juga ahli dalam ilmu [[geografi]]. Diantara karyanya adalah ''Muuruj al-Zahab wa Ma'aadzin al-Jawahir''.
 
== Pengaruh Mamluk ==
Tokoh-tokoh terkenal dalam bidang [[filsafat]], antara lain [[al-Farabi]], [[Ibn Sina]], dan [[Ibn Rusyd]]. [[Al-Farabi]] banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika dan interpretasi terhadap filsafat [[Aristoteles]]. [[Ibn Sina]] juga banyak mengarang buku tentang filsafat. Yang terkenal diantaranya ialah ''asy-Syifa'''. [[Ibn Rusyd]] yang di Barat lebih dikenal dengan nama [[Averroes]], banyak berpengaruh di Barat dalam bidang filsafat, sehingga di sana terdapat aliran yang disebut dengan [[Averroisme]].
{{utama|Mamluk}}
Pada masa kekhalifahan ini dunia Islam mengalami peningkatan besar-besaran di bidang ilmu pengetahuan. Salah satu inovasi besar pada masa ini adalah diterjemahkannya karya-karya di bidang pengetahuan, sastra, dan [[filosofi]] dari [[Yunani]], [[Persia]], dan [[Hindustan]].
Kekhalifahan abbasiyah adalah yang pertama kali mengorganisasikan penggunaan tentara-tentara [[budak]] yang disebut [[Mamluk]] pada abad ke-9. Dibentuk oleh [[Al-Ma'mun]], tentara-tentara budak ini didominasi oleh bangsa [[Turki]] tetapi juga banyak diisi oleh bangsa [[Berber]] dari [[Afrika Utara]] dan [[Slav]] dari [[Eropa Timur]]. Ini adalah suatu inovasi sebab sebelumnya yang digunakan adalah tentara bayaran dari Turki.
 
Bagaimanapun tentara Mamluk membantu sekaligus menyulitkan kekhalifahan Abbasiyah. karena berbagai kondisi yang ada di umat [[muslim]] saat itu pada akhirnya kekhalifahan ini hanya menjadi simbol dan bahkan tentara Mamluk ini, yang kemudian dikenal dengan ''Bani Mamalik'' berhasil berkuasa, yang pada mulanya mengambil inisiatif merebut kekuasaan kerajaan [[Ayyubiyyah]] yang pada masa itu merupakan kepanjangan tangan dari khilafah Bani Abbas, hal ini disebabkan karena para penguasa Ayyubiyyah waktu itu kurang tegas dalam memimpin kerajaan. Bani Mamalik ini mendirikan kesultanan sendiri di [[Mesir]] dan memindahkan ibu kota dari [[Baghdad]] ke [[Cairo]] setelah berbagai serangan dari tentara [[tartar]] dan kehancuran Baghdad sendiri setelah serangan [[Mongol]] di bawah pimpinan [[Hulagu Khan]]. Walaupun berkuasa Bani Mamalik tetap menyatakan diri berada di bawah kekuasaan (simbolik) kekhalifahan, dimana khalifah Abbasiyyah tetap sebagai kepala negara.
Banyak golongan pemikir lahir zaman ini, banyak diantara mereka bukan Islam dan bukan [[Bangsa Arab|Arab]] [[Muslim]]. Mereka ini memainkan peranan yang penting dalam menterjemahkan dan mengembangkan karya [[Kesusasteraan Yunani]] dan [[Hindu]], dan ilmu zaman pra-Islam kepada masyarakat [[Kristen]] [[Eropa]]. Sumbangan mereka ini menyebabkan seorang ahli filsafat [[Yunani]] yaitu [[Aristoteles]] terkenal di [[Eropa]]. Tambahan pula, pada zaman ini menyaksikan penemuan ilmu [[geografi]], [[matematik]], dan [[astronomi]] seperti [[Euclid]] dan Claudius [[Ptolemy]]. Ilmu-ilmu ini kemudiannya diperbaiki lagi oleh beberapa tokoh [[Islam]] seperti [[Al-Biruni]] dan sebagainya.
 
== Pengaruh Bani Buwaih ==
Demikianlah kemajuan politik dan kebudayaan yang pernah dicapai oleh pemerintahan [[Islam]] pada masa klasik, kemajuan yang tidak ada tandingannya di kala itu. Pada masa ini, kemajuan politik berjalan seiring dengan kemajuan peradaban dan kebudayaan, sehingga [[Islam]] mencapai masa keemasan, kejayaan dan kegemilangan. Masa keemasan ini mencapai puncaknya terutama pada masa kekuasaan Bani Abbas periode pertama. Namun sayang, setelah periode ini berakhir, [[Islam]] mengalami masa kemunduran. ''Wallahul Musta’an''.
{{utama|Dinasti Buwayhiyah}}
Faktor lain yang menyebabkan peran politik Bani Abbas menurun adalah perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan, dengan membiarkan jabatan tetap dipegang bani Abbas, karena khalifah sudah dianggap sebagai jabatan keagamaan yang sakral dan tidak bisa diganggu gugat lagi, sedangkan kekuasaan dapat didirikan di pusat maupun daerah yang jauh dari pusat pemerintahan dalam bentuk dinasti-dinasti kecil yang merdeka. Di antara faktor lain yang menyebabkan peran politik Bani Abbas menurun adalah perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan. Hal ini sebenarnya juga terjadi pada pemerintahan-pemerintahan Islam sebelumnya. Tetapi, apa yang terjadi pada pemerintahan Abbasiyah berbeda dengan yang terjadi sebelumnya.
 
Pada masa pemerintahan Bani Abbas, perebutan kekuasaan sering terjadi, terutama di awal berdirinya. Akan tetapi, pada masa-masa berikutnya, seperti terlihat pada periode kedua dan seterusnya, meskipun khalifah tidak berdaya, tidak ada usaha untuk merebut jabatan khilafah dari tangan Bani Abbas. Yang ada hanyalah usaha merebut kekuasaannya dengan membiarkan jabatan khalifah tetap dipegang Bani Abbas. Hal ini terjadi karena khalifah sudah dianggap sebagai jabatan keagamaan yang sakral dan tidak bisa diganggu gugat lagi. Sedangkan kekuasaan dapat didirikan di pusat maupun di daerah yang jauh dari pusat pemerintahan dalam bentuk dinasti-dinasti kecil yang merdeka. Tentara [[Turki]] berhasil merebut kekuasaan tersebut. Di tangan mereka khalifah bagaikan boneka yang tak bisa berbuat apa-apa. Bahkan merekalah yang memilih dan menjatuhkan khalifah sesuai dengan keinginan politik mereka. Setelah kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki pada periode kedua, pada periode ketiga (334-447 H/l055 M), daulah Abbasiyah berada di bawah pengaruh kekuasaan Bani Buwaih yang berpaham Syi'ah.
== Mamluk ==
Kekhalifahan Abbasiyah adalah yang pertama kali mengorganisasikan penggunaan tentara-tentara [[budak]] yang disebut [[Mamluk]] pada [[abad ke-9]]. Dibentuk oleh [[Al-Ma'mun]], tentara-tentara budak ini didominasi oleh bangsa [[Turki]] tetapi juga banyak diisi oleh bangsa [[Berber]] dari [[Afrika Utara]] dan [[Slav]] dari [[Eropa Timur]]. Ini adalah suatu inovasi sebab sebelumnya yang digunakan adalah tentara bayaran dari [[Turki]].
 
== Pengaruh Bani Seljuk ==
Bagaimanapun tentara [[Mamluk]] membantu sekaligus menyulitkan kekhalifahan Abbasiyah. karena berbagai kondisi yang ada di umat [[muslim]] saat itu pada akhirnya kekhalifahan ini hanya menjadi simbol dan bahkan tentara [[Mamluk]] ini berhasil berkuasa dan mendirikan kesultanan di [[Mesir]], dengan menyatakan diri berada di bawah kekuasaan (simbolik) kekhalifahan.
{{utama|Kesultanan Seljuk Raya}}
Setelah jatuhnya kekuasaan Bani Buwaih ke tangan Bani Seljuk atau Salajiqah Al-Kubro (Seljuk Agung), posisi dan kedudukan khalifah Abbasiyah sedikit lebih baik, paling tidak kewibawaannya dalam bidang agama dikembalikan bahkan mereka terus menjaga keutuhan dan keamanan untuk membendung paham Syi'ah dan mengembangkan manhaj Sunni yang dianut oleh mereka.
 
== Kemunduran ==
Untuk mengetahui masa berkuasanya Lihat :
Faktor-faktor penting yang menyebabkan kemunduran Bani Abbas pada masa ini, sehingga banyak daerah memerdekakan diri, adalah:
# Luasnya wilayah kekuasaan daulah Abbasiyyah sementara komunikasi pusat dengan daerah Taklukan sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.
# Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantungan [[khalifah]] kepada mereka sangat tinggi.
# Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat besar. Pada saat kekuatan militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke [[Baghdad]].
 
=== Masa Disintegrasi (1000-1250 M) ===
-[[Mamluk]]
Akibat dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada persoalan politik itu, provinsi-provinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abbas, dengan berbagai cara di antaranya pemberontakan yang dilakukan oleh pemimpin lokal dan mereka berhasil memperoleh kemerdekaan penuh.
 
Disintegrasi dalam bidang politik sebenarnya sudah mulai terjadi di akhir zaman [[Bani Umayyah]]. Akan tetapi berbicara tentang politik Islam dalam lintasan sejarah, akan terlihat perbedaan antara pemerintahan Bani Umayyah dengan pemerintahan Bani Abbas. Wilayah kekuasaan Bani Umayyah, mulai dari awal berdirinya sampai masa keruntuhannya, sejajar dengan batas-batas wilayah kekuasaan [[Islam]]. Hal ini tidak seluruhnya benar untuk diterapkan pada pemerintahan Bani Abbas. Kekuasaan dinasti ini tidak pernah diakui di [[Spanyol]] dan seluruh [[Afrika Utara]], kecuali [[Mesir]] yang bersifat sebentar-sebentar dan kebanyakan bersifat nominal. Bahkan dalam kenyataannya, banyak daerah tidak dikuasai khalifah. Secara riil, daerah-daerah itu berada di bawah kekuasaan gubernur-gubernur provinsi bersangkutan. Hubungannya dengan khilafah ditandai dengan pembayaran pajak.
== Masa Berkuasanya Bani Buwaih ==
 
Ada kemungkinan bahwa para khalifah Abbasiyah sudah cukup puas dengan pengakuan nominal dari provinsi-provinsi tertentu, dengan pembayaran upeti itu. Alasannya adalah:
Faktor lain yang menyebabkan peran politik Bani Abbas menurun adalah perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan, dengan membiarkan jabatan tetap dipegang bani Abbas, karena khalifah sudah dianggap sebagai jabatan keagamaan yang sakral dan tidak bisa diganggu gugat lagi, sedangkan kekusaan dapat didirikan di pusat maupun daerah yang jauh dari pusat pemerintahan dalam bentuk dinasti-dinasti kecil yang merdeka. Diantara Faktor lain yang menyebabkan peran politik Bani Abbas menurun adalah perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan. Hal ini sebenarnya juga terjadi pada pemerintahan-pemerintahan Islam sebelumnya. Tetapi, apa yang terjadi pada pemerintahan Abbasiyah berbeda dengan yang terjadi sebelumnya.
# Mungkin para khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk kepadanya,
# Penguasa Bani Abbas lebih menitikberatkan pembinaan peradaban dan kebudayaan daripada politik dan ekspansi.
Akibat dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada persoalan politik itu, provinsi-provinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abbas. Ini bisa terjadi dalam salah satu dari dua cara:
# Seorang pemimpin lokal memimpin suatu pemberontakan dan berhasil memperoleh kemerdekaan penuh, seperti daulah [[Bani Umayyah]] di [[Spanyol]] dan [[Bani Idrisiyyah]] di [[Marokko]].
# Seseorang yang ditunjuk menjadi gubernur oleh [[khalifah]], kedudukannya semakin bertambah kuat, seperti daulah [[Aghlabiyyah]] di [[Tunisia]] dan [[Thahiriyyah]] di [[Khurasan]].
Kecuali Bani Umayyah di Spanyol dan Bani Idrisiyyah di Marokko, provinsi-provinsi itu pada mulanya tetap patuh membayar upeti selama mereka menyaksikan Baghdad stabil dan khalifah mampu mengatasi pergolakan-pergolakan yang muncul. Namun pada saat wibawa khalifah sudah memudar mereka melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad. Mereka bukan saja menggerogoti kekuasaan khalifah, tetapi beberapa di antaranya bahkan berusaha menguasai khalifah itu sendiri.
 
Menurut [[Ibnu Khaldun]], sebenarnya keruntuhan kekuasaan Bani Abbas mulai terlihat sejak awal abad kesembilan. Fenomena ini mungkin bersamaan dengan datangnya pemimpin-pemimpin yang memiliki kekuatan militer di provinsi-provinsi tertentu yang membuat mereka benar-benar independen. Kekuatan militer Abbasiyah waktu itu mulai mengalami kemunduran. Sebagai gantinya, para penguasa Abbasiyah mempekerjakan orang-orang profesional di bidang kemiliteran, khususnya tentara [[Turki]] dengan sistem perbudakan baru seperti diuraikan di atas. Pengangkatan anggota militer Turki ini, dalam perkembangan selanjutnya ternyata menjadi ancaman besar terhadap kekuasaan khalifah. Apalagi pada periode pertama pemerintahan dinasti Abbasiyah, sudah muncul fanatisme kebangsaan berupa gerakan ''syu'u arabiyah'' (kebangsaan/anti Arab).
Pada masa pemerintahan Bani Abbas, perebutan kekuasaan sering terjadi, terutama di awal berdirinya. Akan tetapi, pada masa-masa berikutnya, seperti terlihat pada periode kedua dan seterusnya, meskipun khalifah tidak berdaya, tidak ada usaha untuk merebut jabatan khilafah dari tangan Bani Abbas. Yang ada hanyalah usaha merebut kekuasaannya dengan membiarkan jabatan khalifah tetap dipegang Bani Abbas. Hal ini terjadi karena khalifah sudah dianggap sebagai jabatan keagamaan yang sakral dan tidak bisa diganggu gugat lagi. Sedangkan kekuasaan dapat didirikan di pusat maupun di daerah yang jauh dari pusat pemerintahan dalam bentuk dinasti-dinasti kecil yang merdeka. Tentara [[Turki]] berhasil merebut kekuasaan tersebut. Di tangan mereka khalifah bagaikan boneka yang tak bisa berbuat apa-apa. Bahkan merekalah yang memilih dan menjatuhkan khalifah sesuai dengan keinginan politik mereka. Setelah kekuasaan berada di tangan orang-orang [[Turki]] pada periode kedua, pada periode ketiga '''(334-447 H/l055 M)''', daulah Abbasiyah berada di bawah pengaruh kekuasaan [[Bani Buwaih]].
 
Gerakan inilah yang banyak memberikan inspirasi terhadap gerakan politik, di samping persoalan-persoalan keagamaan. Tampaknya, para khalifah tidak sadar akan bahaya politik dari fanatisme kebangsaan dan aliran keagamaan itu, sehingga meskipun dirasakan dalam hampir semua segi kehidupan, seperti dalam kesusasteraan dan karya-karya ilmiah, mereka tidak bersungguh-sungguh menghapuskan fanatisme tersebut, bahkan ada di antara mereka yang justru melibatkan diri dalam konflik kebangsaan dan keagamaan itu.
Kehadiran [[Bani Buwaih]] berawal dari tiga orang putera [[Abu Syuja' Buwaih]], pencari ikan yang tinggal di daerah [[Dailam]], yaitu Ali, Hasan dan Ahmad. Untuk keluar dari tekanan kemiskinan, tiga bersaudara ini memasuki dinas militer yang ketika itu dipandang banyak mendatangkan rezeki. Pada mulanya mereka bergabung dengan pasukan [[Makan Ibn Kali]], salah seorang panglima perang daerah [[Dailam]]. Setelah pamor [[Makan Ibn Kali]] memudar, mereka kemudian bergabung dengan panglima [[Mardawij Ibn Zayyar al-Dailamy]] .Karena prestasi mereka, Mardawij mengangkat Ali menjadi gubernur [[al-Karaj]], dan dua saudaranya diberi kedudukan penting lainnya. Dari [[al-Karaj]] itulah ekspansi kekuasaan [[Bani Buwaih]] bermula. Pertama-tama Ali berhasil menaklukkan daerah-daerah di [[Persia]] dan menjadikan [[Syiraz]] sebagai pusat pemerintahan. Ketika Mardawij meninggal, [[Bani Buwaih]] yang bermarkas di [[Syiraz]] itu berhasil menaklukkan beberapa daerah di [[Persia]] seperti [[Rayy]], [[Isfahan]], dan daerah-daerah [[Jabal]]. Ali berusaha mendapat legalisasi dari khalifah Abbasiyah, [[al-Radhi Billah]] dan mengirimkan sejumlah uang untuk perbendaharaan negara. Ia berhasil mendapatkan legalitas itu. Kemudian ia melakukan ekspansi ke [[Irak]], [[Ahwaz]], dan [[Wasith]].
 
Masa disintegrasi ini terjadi setelah pemerintahan periode pertama Bani Abbasiyah mencapai masa keemasannya, pada masa berikutnya pemerintahan dinasti ini mulai menurun, terutama di bidang politik. Dimana salah satu sebabnya adalah kecenderungan penguasa untuk hidup mewah dan kelemahan khalifah dalam memimpin roda pemerintahan.
Dari sini tentara Buwaih menuju [[Baghdad]] untuk merebut kekuasaan di pusat pemerintahan. Ketika itu, [[Baghdad]] sedang dilanda kekisruhan politik, akibat perebutan jabatan Amir al-Umara antara wazir dan pemimpin militer. Para pemimpin militer meminta bantuan kepada [[Ahmad Ibn Buwaih]] yang berkedudukan di [[Ahwaz]]. Permintaan itu dikabulkan. Ahmad dan pasukannya tiba di [[Baghdad]] pada tanggal '''Jumadil-ula 334 H/945 M'''. Ia disambut baik oleh khalifah dan langsung diangkat menjadi Amirul-Umara, penguasa politik negara, dengan gelar ''Mu'izz al-Daulah''. Saudaranya, [[Ali Ibn Buwaih]], yang memerintah di bagian selatan [[Persia]] dengan pusatnya di [[Syiraz]] diberikan gelar ''Imad al-Daulah'', dan [[Hasan Ibn Buwaih]] yang memerintah di bagian utara, [[Isfahan]] dan [[Rayy]], dianugerahi gelar ''Rukn al-Daulah''. Sejak itu, sebagaimana terhadap para pemimpin militer [[Turki]] sebelumnya, para khalifah tunduk kepada [[Bani Buwaih]]. Pada masa pemerintahan [[Bani Buwaih]] ini, para khalifah Abbasiyah benar-benar tinggal namanya saja. Pelaksanaan pemerintahan sepenuhnya berada di tangan amir-amir Bani Buwaih. Keadaan khalifah lebih buruk daripada masa sebelumnya, terutama karena [[Bani Buwaih]] adalah penganut aliran [[Syi'ah]], sementara Bani Abbas adalah [[Sunni]]. Selama masa kekuasaan [[Bani Buwaih]] sering terjadi kerusuhan antara kelompok [[Ahlussunnah]] dan [[Syi'ah]], pemberontakan tentara, dan sebagainya.
Berakhirnya kekuasaan [[Dinasti Seljuk]] atas [[Baghdad]] atau khilafah Abbasiyah merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, khalifah Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan suatu dinasti tertentu, walaupun banyak sekali dinasti Islam berdiri. Ada di antaranya yang cukup besar, namun yang terbanyak adalah dinasti kecil. Para khalifah Abbasiyah, sudah merdeka dan berkuasa kembali, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya. Wilayah kekuasaan khalifah yang sempit ini menunjukkan kelemahan politiknya. Pada masa inilah tentara [[Mongol]] dan [[Tartar]] menyerang Baghdad. Baghdad dapat direbut dan dihancur luluhkan tanpa perlawanan yang berarti. Kehancuran Baghdad akibat serangan tentara Mongol ini awal babak baru dalam sejarah [[Islam]], yang disebut masa pertengahan.
 
Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak periode kedua. Namun, faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya karena khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.
Setelah [[Baghdad]] dikuasai, [[Bani Buwaih]] memindahkan markas kekuasaan dari [[Syiraz]] ke [[Baghdad]]. Mereka membangun gedung tersendiri di tengah kota dengan nama [[Dar al-Mamlakah]]. Meskipun demikian, kendali politik yang sebenarnya masih berada di [[Syiraz]], tempat [[Ali Ibn Buwaih]] (saudara tertua) bertahta. Dengan kekuatan militer [[Bani Buwaih]], beberapa dinasti kecil yang sebelumnya memerdekakan diri dari [[Baghdad]], seperti [[Bani Hamdan]] di wilayah [[Syria]] dan [[Irak]], [[Dinasti Samaniyah]], dan [[Ikhsyidiyah]], dapat dikendalikan kembali dari [[Baghdad]]. Sebagaimana para khalifah Abbasiyah periode pertama, para penguasa [[Bani Buwaih]] mencurahkan perhatian secara langsung dan sungguh-sungguh terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan kesusasteraan. Pada masa [[Bani Buwaih]] ini banyak bermunculan ilmuwan besar, di antaranya [[al-Farabi]] '''(w. 950 M)''', [[Ibn Sina]] '''(980-1037 M)''', [[al-Farghani]], [[Abdurrahman al-Shufi]] '''(w. 986 M)''', [[Ibn Maskawaih]] '''(w. 1030 M)''', [[Abu al-'Ala al-Ma'arri]] '''(973-1057 M)''', dan kelompok [[Ikhwan al-Shafa]]. Jasa [[Bani Buwaih]] juga terlihat dalam pembangunan kanal-kanal, masjid-masjid, beberapa rumah sakit, dan sejumlah bangunan umum lainnya. Kemajuan tersebut diimbangi dengan laju perkembangan ekonomi, pertanian, perdagangan, dan industri, terutama permadani.
Di samping kelemahan khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
 
=== Persaingan antar Bangsa ===
Kekuatan politik [[Bani Buwaih]] tidak lama bertahan. Setelah generasi pertama, tiga bersaudara tersebut, kekuasaan menjadi ajang pertikaian diantara anak-anak mereka. Masing-masing merasa paling berhak atas kekuasaan pusat. Misalnya, pertikaian antara [['Izz al-Daulah Bakhtiar]], putera [[Mu'izz al-Daulah]] dan [['Adhad al-Daulah]], putera [[Imad al-Daulah]], dalam perebutan jabatan amir al-umara. Perebutan kekuasaan di kalangan keturunan [[Bani Buwaih]] ini merupakan salah satu faktor internal yang membawa kemunduran dan kehancuran pemerintahan mereka. Faktor internal lainnya adalah pertentangan dalam tubuh militer, antara golongan yang berasal dari [[Dailam]] dengan keturunan [[Turki]]. Ketika Amir al-Umara dijabat oleh [[Mu'izz al-Daulah]] persoalan itu dapat diatasi, tetapi manakala jabatan itu diduduki oleh orang-orang yang lemah, masalah tersebut muncul ke permukaan, mengganggu stabilitas dan menjatuhkan wibawa pemerintah.
Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang [[Persia]]. Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa [[Bani Umayyah]] berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyah berdiri, dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu.
Menurut [[Ibnu Khaldun]], ada dua sebab dinasti Bani Abbas memilih orang-orang Persia daripada orang-orang [[Arab]].
# Sulit bagi orang-orang Arab untuk melupakan Bani Umayyah. Pada masa itu mereka merupakan warga kelas satu.
# Orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan adanya [[ashabiyah]] (kesukuan). Dengan demikian, khilafah Abbasiyah tidak ditegakkan di atas ashabiyah tradisional.
 
Meskipun demikian, orang-orang Persia tidak merasa puas. Mereka menginginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara itu bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka adalah darah (ras) istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa non-Arab ('ajam).
Sejalan dengan makin melemahnya kekuatan politik [[Bani Buwaih]], makin banyak pula gangguan dari luar yang membawa kepada kemunduran dan kehancuran dinasti ini. Faktor-faktor eksternal tersebut diantaranya adalah semakin gencarnya serangan-serangan [[Bizantium]] ke dunia [[Islam]], dan semakin banyaknya dinasti-dinasti kecil yang membebaskan diri dari kekuasaan pusat di [[Baghdad]]. Daulah-daulah itu, antara lain dinasti [[Fathimiyah]] yang memproklamasikan dirinya sebagai pemegang jabatan khalifah di [[Mesir]], [[Ikhsyidiyah]] di [[Mesir]] dan [[Syria]], [[Hamdan]] di [[Aleppo]] dan [[lembah Furat]], [[Ghaznawi]] di [[Ghazna]] dekat [[kabul]], dan [[Dinasti Seljuk]] yang berhasil merebut kekuasaan dari tangan [[Bani Buwaih]].
 
Selain itu, wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama sangat luas, meliputi berbagai bangsa yang berbeda, seperti [[Maroko]], [[Mesir]], [[Syria]], [[Irak]], [[Persia]], [[Turki]], dan [[India]]. Mereka disatukan dengan bangsa [[Semit]]. Kecuali [[Islam]], pada waktu itu tidak ada kesadaran yang merajut elemen-elemen yang bermacam-macam tersebut dengan kuat. Akibatnya, di samping fanatisme kearaban, muncul juga fanatisme bangsa-bangsa lain yang melahirkan gerakan syu'ubiyah.
== Masa Berkuasanya Bani Seljuk ==
Fanatisme kebangsaan ini tampaknya dibiarkan berkembang oleh penguasa. Sementara itu, para khalifah menjalankan sistem perbudakan baru. Budak-budak bangsa Persia atau Turki dijadikan pegawai dan tentara. Mereka diberi nasab dinasti dan mendapat gaji. Oleh Bani Abbas, mereka dianggap sebagai hamba. Sistem perbudakan ini telah mempertinggi pengaruh bangsa Persia dan Turki. Karena jumlah dan kekuatan mereka yang besar, mereka merasa bahwa negara adalah milik mereka; mereka mempunyai kekuasaan atas rakyat berdasarkan kekuasaan khalifah. Kecenderungan masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal khalifah Abbasiyah berdiri. Akan tetapi, karena para khalifah adalah orang-orang kuat yang mampu menjaga keseimbangan kekuatan, stabilitas politik dapat terjaga. Setelah [[al-Mutawakkil]], seorang khalifah yang lemah, naik takhta, dominasi tentara Turki tak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan Bani Abbas sebenarnya sudah berakhir. Kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki. Posisi ini kemudian direbut oleh [[Dinasti Buwayhiyah|Bani Buwaih]], bangsa [[Persia]], pada periode ketiga, dan selanjutnya beralih kepada [[Kesultanan Seljuk Raya|Dinasti Seljuk]] pada periode keempat, sebagaimana diuraikan terdahulu.
 
Munculnya dinasti-dinasti yang lahir dan ada yang melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khilafah Abbasiyah, di antaranya adalah:
Lihat :
==== Yang berbangsa Persia ====
# [[Bani Thahiriyyah]] di [[Khurasan]], (205-259 H/820-872 M).
# [[Dinasti Saffariyah|Bani Shafariyah]] di [[Fars]], (254-290 H/868-901 M).
# [[Dinasti Samaniyah|Bani Samaniyah]] di [[Transoxania]], (261-389 H/873-998 M).
# [[Bani Sajiyyah]] di [[Azerbaijan]], (266-318 H/878-930 M).
# [[Dinasti Buwayhiyah|Bani Buwaih]], bahkan menguasai [[Baghdad]], (320-447 H/ 932-1055 M).
 
==== Yang berbangsa Turki ====
-[[Dinasti Seljuk]].
# [[Dinasti Thuluniyah|Thuluniyah]] di [[Mesir]], (254-292 H/837-903 M).
# [[Dinasti Ikhsyidiyah|Ikhsyidiyah]] di [[Turkistan]], (320-560 H/932-1163 M).
# [[Ghaznawiyah]] di [[Afganistan]], (351-585 H/962-1189 M).
# [[Dinasti Seljuk|Bani Seljuk]]/[[Salajiqah]] dan cabang-cabangnya:
:* [[Kesultanan Seljuk Raya|Seljuk besar]], atau [[Seljuk Agung]], didirikan oleh [[Rukn al-Din Abu Thalib Tuqhril Bek ibn Mikail ibn Seljuk ibn Tuqaq]]. Seljuk ini menguasai [[Baghdad]] dan memerintah selama sekitar ''93'' tahun (429-522H/1037-1127 M). Dan Sulthan [[Alp Arslan|Alp Arselan]] ''Rahimahullah'' memenangkan Perang Salib ke I atas kaisar [[Romanos IV Diogenes|Romanus IV]] dan berhasil menawannya.
:* b. [[Seljuk Kinnan]] di [[Kirman]], (433-583 H/1040-1187 M).
:* c. [[Seljuk Syria]] atau [[Syam]] di [[Syria]], (487-511 H/1094-1117 M).
:* d. [[Seljuk Irak]] di [[Irak]] dan [[Kurdistan]], (511-590 H/1117-1194 M).
:* e. [[Seljuk Ruum]] atau [[Asia kecil]] di [[Asia tengah]]([[Jazirah Anatolia]]), (470-700 H/1077-1299 M).
 
==== Yang berbangsa Kurdi ====
-[[Kekaisaran Seljuk]] Raya.
# [[al-Barzuqani]], (348-406 H/959-1015 M).
# [[Abu 'Ali]], (380-489 H/990-1095 M).
# [[al-Ayyubiyyah]], (564-648 H/1167-1250 M), didirikan oleh Sulthan [[Shalahuddin al-ayyubi]] setelah keberhasilannya memenangkan Perang Salib periode ke III.
 
==== Yang berbangsa Arab ====
== Masa Disintegrasi (1000-1250 M) – Daulah-daulah yang Melepaskan Diri dari Pemerintahan Baghdad ==
# [[Idrisiyyah]] di [[Maghrib]], (172-375 H/788-985 M).
# [[Aghlabiyyah]] di [[Tunisia]] (184-289 H/800-900 M).
# [[Dulafiyah]] di [[Kurdistan]], (210-285 H/825-898 M).
# [['Alawiyah]] di [[Thabaristan]], (250-316 H/864-928 M).
# [[Hamdaniyah]] di [[Aleppo]] dan [[Maushil]], (317-394 H/929- 1002 M).
# [[Mazyadiyyah]] di [[Hillah]], (403-545 H/1011-1150 M).
# [[Ukailiyyah]] di [[Maushil]], (386-489 H/996-1 095 M).
# [[Mirdasiyyah]] di [[Aleppo]], (414-472 H/1023-1079 M).
 
==== Yang mengaku dirinya sebagai khilafah ====
Akibat dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada persoalan politik itu, propinsi-propinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abbas, dengan berbagai cara diantaranya pemberontakan yang dilakukan oleh pemimpin lokal dan mereka berhasil memperoleh kemerdekaan penuh.
# [[Umayyah]] di [[Spanyol]].
# [[Fatimiyah]] di [[Mesir]].
 
Dari latar belakang dinasti-dinasti itu, tampak jelas adanya persaingan antarbangsa, terutama antara [[Arab]], [[Persia]] dan [[Turki]]. Di samping latar belakang kebangsaan, dinasti-dinasti itu juga dilatar belakangi paham keagamaan, ada yang berlatar belakang [[Syi'ah]] maupun [[Sunni]].
Disintegrasi dalam bidang politik sebenarnya sudah mulai terjadi di akhir zaman [[Bani Umayyah]]. Akan tetapi berbicara tentang politik Islam dalam lintasan sejarah, akan terlihat perbedaan antara pemerintahan [[Bani Umayyah]] dengan pemerintahan Bani Abbas. Wilayah kekuasaan [[Bani Umayyah]], mulai dari awal berdirinya sampai masa keruntuhannya, sejajar dengan batas-batas wilayah kekuasaan [[Islam]]. Hal ini tidak seluruhnya benar untuk diterapkan pada pemerintahan Bani Abbas. Kekuasaan dinasti ini tidak pernah diakui di [[Spanyol]] dan seluruh [[Afrika Utara]], kecuali [[Mesir]] yang bersifat sebentar-sebentar dan kebanyakan bersifat nominal. Bahkan dalam kenyataannya, banyak daerah tidak dikuasai [[khalifah]]. Secara riil, daerah-daerah itu berada di bawah kekuasaan gubernur-gubernur propinsi bersangkutan. Hubungannya dengan khilafah ditandai dengan pembayaran pajak.
 
=== Kemerosotan Ekonomi ===
Ada kemungkinan bahwa para [[khalifah]] [[Abbasiyah]] sudah cukup puas dengan pengakuan nominal dari propinsi-propinsi tertentu, dengan pembayaran upeti itu. Alasannya adalah :
Khilafah Abbasiyah juga mengalami kemunduran di bidang ekonomi bersamaan dengan kemunduran di bidang politik. Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga [[Baitul-Mal]] penuh dengan harta. Pertambahan dana yang besar diperoleh antara lain dari [[al-Kharaj]], semacam pajak hasil bumi.
 
Setelah khilafah memasuki periode kemunduran, pendapatan negara menurun sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat. diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah. Jenis pengeluaran makin beragam dan para pejabat melakukan korupsi. Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara morat-marit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah kedua, faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.
'''pertama,''' mungkin para [[khalifah]] tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk kepadanya,
 
=== Munculnya aliran-aliran sesat dan fanatisme kesukuan. ===
'''kedua,''' penguasa Bani Abbas lebih menitik beratkan pembinaan peradaban dan kebudayaan daripada politik dan ekspansi.
Fanatisme keagamaan berkaitan erat dengan persoalan kebangsaan. Karena cita-cita orang [[Persia]] tidak sepenuhnya tercapai, kekecewaan mendorong sebagian mereka mempropagandakan ajaran [[Manuisme]], [[Zoroasterisme]] dan [[Mazdakisme]]. Munculnya gerakan yang dikenal dengan gerakan [[Zindiq]] ini menggoda rasa keimanan para khalifah. [[Al-Mansur]] berusaha keras memberantasnya, bahkan [[Al-Mahdi]] merasa perlu mendirikan jawatan khusus untuk mengawasi kegiatan orang-orang Zindiq dan melakukan [[mihnah]] dengan tujuan memberantas [[bid'ah]]. Akan tetapi, semua itu tidak menghentikan kegiatan mereka. Konflik antara kaum beriman dengan golongan Zindiq berlanjut mulai dari bentuk yang sangat sederhana seperti polemik tentang ajaran, sampai kepada konflik bersenjata yang menumpahkan darah di kedua belah pihak. Gerakan [[al-Afsyin]] dan [[Qaramithah]] adalah contoh konflik bersenjata itu.
Akibat dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan [[Islam]] daripada persoalan politik itu, propinsi-propinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abbas. Ini bisa terjadi dalam salah satu dari dua cara: <u>Pertama,</u> seorang pemimpin lokal memimpin suatu pemberontakan dan berhasil memperoleh kemerdekaan penuh, seperti [[daulah Umayyah]] di [[Spanyol]] dan [[Idrisiyyah]] di [[Marokko]]. <u>Kedua,</u> seseorang yang ditunjuk menjadi gubernur oleh [[khalifah]], kedudukannya semakin bertambah kuat, seperti daulah [[Aghlabiyah]] di [[Tunisia]] dan [[Thahiriyyah]] di [[Khurasan]].
Kecuali [[Bani Umayyah]] di [[Spanyol]] dan [[Idrisiyyah]] di [[Marokko]], propinsi-propinsi itu pada mulanya tetap patuh membayar upeti selama mereka menyaksikan [[Baghdad]] stabil dan [[khalifah]] mampu mengatasi pergolakan-pergolakan yang muncul. Namun pada saat wibawa [[khalifah]] sudah memudar mereka melepaskan diri dari kekuasaan [[Baghdad]]. Mereka bukan saja menggerogoti kekuasaan [[khalifah]], tetapi beberapa diantaranya bahkan berusaha menguasai [[khalifah]] itu sendiri.
 
Pada saat gerakan ini mulai tersudut, pendukungnya banyak berlindung di balik ajaran [[Syi'ah]], sehingga banyak aliran Syi'ah yang dipandang [[ghulat]] (ekstrem) dan dianggap menyimpang oleh penganut Syi'ah sendiri. Aliran Syi'ah memang dikenal sebagai aliran politik dalam [[Islam]] yang berhadapan dengan paham [[Ahlussunnah]]. Antara keduanya sering terjadi konflik yang kadang-kadang juga melibatkan penguasa. [[Al-Mutawakkil]], misalnya, memerintahkan agar makam [[Husain bin Ali]] di [[Karbala]] dihancurkan. Namun anaknya, [[al-Muntashir]] (861-862 M.), kembali memperkenankan orang Syi'ah "menziarahi" makam Husain tersebut. Syi'ah pernah berkuasa di dalam khilafah Abbasiyah melalui Bani Buwaih lebih dari seratus tahun. [[Dinasti Idrisiyah]] di [[Marokko]] dan khilafah [[Fathimiyah]] di [[Mesir]] adalah dua dinasti Syi'ah yang memerdekakan diri dari [[Baghdad]] yang [[Sunni]].
Menurut [[Ibnu Khaldun]], sebenarnya keruntuhan kekuasaan Bani Abbas mulai terlihat sejak awal abad kesembilan. Fenomena ini mungkin bersamaan dengan datangnya pemimpin-pemimpin yang memiliki kekuatan militer di propinsi-propinsi tertentu yang membuat mereka benar-benar independen. Kekuatan militer Abbasiyah waktu itu mulai mengalami kemunduran. Sebagai gantinya, para penguasa Abbasiyah mempekerjakan orang-orang profesional di bidang kemiliteran, khususnya tentara [[Turki]] dengan sistem perbudakan baru seperti diuraikan di atas. Pengangkatan anggota militer [[Turki]] ini, dalam perkembangan selanjutnya teryata menjadi ancaman besar terhadap kekuasaan [[khalifah]]. Apalagi pada periode pertama pemerintahan dinasti Abbasiyah, sudah muncul fanatisme kebangsaan berupa gerakan ''syu'u arabiyah'' (kebangsaan/anti Arab).
 
Konflik yang dilatarbelakangi agama tidak terbatas pada konflik antara [[muslim]] dan [[zindiq]] atau [[Ahlussunnah]] dengan Syi'ah saja, tetapi juga antar aliran dalam [[Islam]]. [[Mu'tazilah]] yang cenderung rasional dituduh sebagai pembuat [[bid'ah]] oleh golongan [[salafy]]. Perselisihan antara dua golongan ini dipertajam oleh [[al-Ma'mun]], khalifah ketujuh dinasti Abbasiyah (813-833 M), dengan menjadikan Mu'tazilah sebagai mazhab resmi negara dan melakukan [[mihnah]]. Pada masa [[al-Mutawakkil]] (847-861 M), aliran [[Mu'tazilah]] dibatalkan sebagai aliran negara dan golongan Sunni kembali naik daun. Tidak tolerannya pengikut [[Hanbali]] terhadap Mu'tazilah yang rasional dipandang oleh tokoh-tokoh ahli filsafat telah menyempitkan horizon intelektual padahal para [[salaf]] telah berusaha untuk mengembalikan ajaran Islam secara murni sesuai dengan yang dibawa oleh [[Rasulullah]].
Gerakan inilah yang banyak memberikan inspirasi terhadap gerakan politik, disamping persoalan-persoalan keagamaan. Nampaknya, para khalifah tidak sadar akan bahaya politik dari fanatisme kebangsaan dan aliran keagamaan itu, sehingga meskipun dirasakan dalam hampir semua segi kehidupan, seperti dalam kesusasteraan dan karya-karya ilmiah, mereka tidak bersungguh-sungguh menghapuskan fanatisme tersebut, bahkan ada diantara mereka yang justru melibatkan diri dalam konflik kebangsaan dan keagamaan itu.
'''Dinasti-dinasti yang lahir dan melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khilafah Abbasiyah, diantaranya adalah:'''
 
Aliran Mu'tazilah bangkit kembali pada masa [[Dinasti Buwayhiyah|Bani Buwaih]]. Namun pada masa [[Kesultanan Seljuk Raya|Dinasti Seljuk]] yang menganut paham [[Sunni]], penyingkiran golongan Mu'tazilah mulai dilakukan secara sistematis. Dengan didukung penguasa aliran [[Asy'ariyah]] tumbuh subur dan berjaya. Pikiran-pikiran [[al-Ghazali]] yang mendukung aliran ini menjadi ciri utama paham [[Ahlussunnah]]. Pemikiran-pemikiran tersebut mempunyai efek yang tidak menguntungkan bagi pengembangan kreativitas intelektual Islam konon sampai sekarang.
'''A.Yang berbangsa Persia:'''
 
Berkenaan dengan konflik keagamaan itu, [[Syed Ameer Ali]] mengatakan:
#[[Bani Thahiriyyah]] di [[Khurasan]], '''(205-259 H/820-872 M)'''.
{{cquote2|''Agama [[Nabi Muhammad]] ''Shallallahu ‘alaihi wasallam'' seperti juga agama [[Isa]] ''‘alaihis salaam'', terkeping-keping oleh perpecahan dan perselisihan dari dalam. Perbedaan pendapat mengenai soal-soal abstrak yang tidak mungkin ada kepastiannya dalam suatu kehidupan yang mempunyai akhir, selalu menimbulkan kepahitan yang lebih besar dan permusuhan yang lebih sengit dari perbedaan-perbedaan mengenai hal-hal yang masih dalam lingkungan pengetahuan manusia. Soal kehendak bebas manusia... telah menyebabkan kekacauan yang rumit dalam [[Islam]] ...Pendapat bahwa rakyat dan kepala agama mustahil berbuat salah ... menjadi sebab binasanya jiwa-jiwa berharga''}}
#[[Bani Shafariyah]] di [[Fars]], '''(254-290 H/868-901 M)'''.
#[[Bani Samaniyah]] di [[Transoxania]], '''(261-389 H/873-998 M)'''.
#[[Bani Sajiyyah]] di [[Azerbaijan]], '''(266-318 H/878-930 M)'''.
#[[Bani Buwaihiyyah]],bahkan menguasai [[Baghdad]],'''(320-447 H/ 932-1055 M)'''.
 
=== Ancaman dari Luar ===
'''B.Yang berbangsa Turki:'''
Apa yang disebutkan di atas adalah faktor-faktor internal. Di samping itu, ada pula faktor-faktor eksternal yang menyebabkan khilafah Abbasiyah lemah dan akhirnya hancur.
# [[Perang Salib]] yang berlangsung beberapa gelombang atau periode dan menelan banyak korban.
# Serangan tentara [[Mongol]] ke wilayah kekuasaan Islam. Sebagaimana telah disebutkan, orang-orang [[Kristen]] [[Eropa]] terpanggil untuk ikut berperang setelah [[Paus Urbanus II]] (1088-1099 M) mengeluarkan fatwanya. Perang Salib itu juga membakar semangat perlawanan orang-orang Kristen yang berada di wilayah kekuasaan Islam. Namun, di antara komunitas-komunitas [[Kristen Timur]], hanya [[Armenia]] dan [[Maronit Lebanon]] yang tertarik dengan Perang Salib dan melibatkan diri dalam tentara Salib. Pengaruh perang salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol. Disebutkan bahwa [[Hulagu Khan]], panglima tentara Mongol, sangat membenci [[Islam]] karena ia banyak dipengaruhi oleh orang-orang [[Budha]] dan [[Kristen Nestorian]]. Gereja-gereja Kristen berasosiasi dengan orang-orang Mongol yang anti Islam itu dan diperkeras di kantong-kantong ahlul-kitab. Tentara Mongol, setelah menghancur leburkan pusat-pusat Islam, ikut memperbaiki [[Yerusalem]].
 
=== Perang Salib ===
#[[Thuluniyah]] di [[Mesir]], '''(254-292 H/837-903 M)'''.
{{utama|Perang Salib}}
#[[Ikhsyidiyah]] di [[Turkistan]], '''(320-560 H/932-1163 M)'''.
Perang Salib ini terjadi pada tahun 1095 M, saat [[Paus Urbanus II]] berseru kepada umat [[Kristen]] di [[Eropa]] untuk melakukan perang suci, untuk memperoleh kembali keleluasaan berziarah di [[Baitul Maqdis]] yang dikuasai oleh Penguasa [[Kesultanan Seljuk Raya|Seljuk]], serta menghambat pengaruh dan invasi dari tentara [[Muslim]] atas wilayah Kristen. Sebagaimana sebelumhnya tentara Sulthan [[Alp Arselan]] ''Rahimahullah'' tahun 464 H (1071 M), yang hanya berkekuatan {{formatnum:20000}}<ref name="Markham">{{Cite web |last=Markham |first=Paul |date= |title=Battle of Manzikert: Military Disaster or Political Failure? |url=http://www.deremilitari.org/resources/articles/markham.htm |ref=harv |postscript=<!--None--> |access-date=2013-02-11 |archive-date=2007-05-13 |archive-url=https://web.archive.org/web/20070513082203/http://www.deremilitari.org/resources/articles/markham.htm |dead-url=yes }}</ref> – {{formatnum:30000}} <ref name="Haldon173">{{Harvnb|Haldon|2001|p=172}}</ref> prajurit, dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara [[Romawi]] yang berjumlah {{formatnum:40000}}<ref name="Haldon173">{{Harvnb|Haldon|2001|p=173}}</ref> – {{formatnum:70000}},<ref>Norwich 1991, p. 238.</ref> terdiri dari tentara [[Romawi]], [[Ghuz]], [[al-Akraj]], [[al-Hajr]], [[Prancis]] dan [[Armenia]], peristiwa ini dikenal dengan [[peristiwa Manzikert]].
#[[Ghaznawiyah]] di [[Afghanistan]], '''(351-585 H/962-1189 M)'''.
#[[Daulah Bani Seljuk]]/[[Salajiqah]] dan cabang-cabangnya:
 
Walaupun umat Islam berhasil mempertahankan daerah-daerahnya dari tentara Salib, namun kerugian yang mereka derita banyak sekali, karena peperangan itu terjadi di wilayahnya. Kerugian-kerugian ini mengakibatkan kekuatan politik umat Islam menjadi lemah. Dalam kondisi demikian mereka bukan menjadi bersatu, tetapi malah terpecah belah. Banyak daulah kecil yang memerdekakan diri dari pemerintahan pusat Abbasiyah di [[Baghdad]].
<u>a. Seljuk besar, atau seljuk Agung,</u> didirikan oleh [[Rukn al-Din Abu Thalib Tuqhril Bek ibn Mikail ibn Seljuk ibn Tuqaq]]. Seljuk ini menguasai [[Baghdad]] dan memerintah selama sekitar '''93''' tahun '''(429-522H/1037-1127 M)'''. Dan Sulthan [[Alib Arselan]] ''Rahimahullah'' memenangkan [[perang salib]] ke I atas kaisar [[Romanus IV]] dan berhasil menawannya.
 
=== Serangan Bangsa Mongol dan Jatuhnya Baghdad ===
<u>b. Seljuk Kinnan</u> di [[Kirman]], '''(433-583 H/1040-1187 M)'''.
{{utama|Dinasti Ilkhanat}}
Pada tahun 565 H/1258 M, tentara [[Mongol]] yang berkekuatan sekitar 200.000 orang tiba di salah satu pintu Baghdad. Khalifah [[Al-Musta'shim]], penguasa terakhir Bani Abbas di [[Baghdad]] (1243 - 1258), betul-betul tidak berdaya dan tidak mampu membendung "topan" tentara [[Hulagu Khan]].
 
Pada saat yang kritis tersebut, wazir khilafah Abbasiyah, [[Ibn Alqami]], seorang [[Syi'ah]] ingin mengambil kesempatan dengan menipu khalifah. la mengatakan kepada khalifah, "Saya telah menemui mereka untuk perjanjian damai. Hulagu Khan ingin mengawinkan anak perempuannya dengan [[Abu Bakr Ibn Mu'tashim]], putera khalifah. Dengan demikian, Hulagu Khan akan menjamin posisimu. la tidak menginginkan sesuatu kecuali kepatuhan, sebagaimana kakek-kakekmu terhadap sulthan-sulthan [[Seljuk]]".
<u>c. Seljuk Syria</u> atau [[Syam]] di [[Syria]],'''(487-511 H/1094-1117 M)'''.
 
Khalifah menerima usul itu, la keluar bersama beberapa orang pengikut dengan membawa mutiara, permata dan hadiah-hadiah berharga lainnya untuk diserahkan kepada [[Hulagu Khan]]. Hadiah-hadiah itu dibagi-bagikan Hulagu kepada para panglimanya. Keberangkatan khalifah disusul oleh para pembesar istana yang terdiri dari ahli fikih dan orang-orang terpandang. Tetapi, sambutan Hulagu Khan sungguh di luar dugaan khalifah. Apa yang dikatakan wazirnya temyata tidak benar. Mereka semua, termasuk wazir sendiri, dibunuh dengan leher dipancung secara bergiliran.
<u>d. Seljuk Irak</u> di [[Irak]] dan [[Kurdistan]], '''(511-590 H/1117-1194 M)'''.
 
Dengan pembunuhan yang kejam ini berakhirlah kekuasaan Abbasiyah di Baghdad. Kota Baghdad sendiri dihancurkan rata dengan tanah, sebagaimana kota-kota lain yang dilalui tentara Mongol tersebut. Walaupun sudah dihancurkan, Hulagu Khan memantapkan kekuasaannya di Baghdad selama dua tahun, sebelum melanjutkan gerakan ke [[Syria]] dan [[Mesir]].
<u>e. Seljuk Ruum</u> atau [[Asia kecil]] di [[Asia tengah]]([[Jazirah Anatolia]]),'''(470-700 H/1077-1299 M)'''.
 
Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa [[Mongol]] bukan saja mengakhiri kekuasaan khilafah Bani Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Bagdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumi hanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin [[Hulagu Khan|Hulaghu Khan]] tersebut.
'''C.Yang berbangsa Kurdi:'''
 
== Peningalan-Peninggalan dan Kemajuan Yang Dicapai Pada Masa Kekhalifahan Abbasiyyah ==
#[[al-Barzuqani]], '''(348-406 H/959-1015 M)'''.
#[[Abu 'Ali]], '''(380-489 H/990-1095 M)'''.
#[[al-Ayyubiyah]], '''(564-648 H/1167-1250 M)''' Didirikan oleh Sulthan [[Shalahuddin al-ayyubi]] setelah keberhasilannya memenangkan [[perang salib]] periode ke III.
 
Setiap dinasti atau rezim mengalami fase-fase yang dikenal dengan fase pendirian, fase pembangunan dan kemajuan, fase kemunduran dan kehancuran. Akan tetapi durasi dari masing-masing fase itu berbeda-beda karena bergantung pada kemampuan penyelenggara pemerintahan yang bersangkutan. Pada masa pemerintahan, masing-masing memiliki berbagai kemajuan dari beberapa bidang, diantaranya bidang politik, bidang ekonomi, bidang social-budaya. Pada masing-masing bidang memiliki kelebihan dan kekurangan.
'''D.Yang berbangsa Arab:'''
 
=== Kemajuan dalam Bidang Sosial Budaya ===
#[[Idrisiyyah]] di [[Maghrib]], '''(172-375 H/788-985 M)'''.
#[[Aghlabiyyah]] di [[Tunisia]] '''(184-289 H/800-900 M)'''.
#[[Dulafiyah]] di [[Kurdistan]], '''(210-285 H/825-898 M)'''.
#[['Alawiyah]] di [[Thabaristan]], '''(250-316 H/864-928 M)'''.
#[[Hamdaniyah]] di [[Aleppo]] dan [[Maushil]], '''(317-394 H/929- 1002 M)'''.
#[[Mazyadiyyah]] di [[Hillah]], '''(403-545 H/1011-1150 M)'''.
#[[Ukailiyyah]] di [[Maushil]], '''(386-489 H/996-1 095 M)'''.
#[[Mirdasiyyah]] di [[Aleppo]], '''(414-472 H/1023-1079 M)'''.
 
Sebagai sebuah dinasti, kekhalifahan Bani Abbasiyah yang berkuasa lebih dari lima abad, telah banyak memberikan sumbangan positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Dari sekitar 37 orang khalifah yang pernah berkuasa, terdapat beberapa orang khalifah yang benar-benar memliki kepedulian untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, serta berbagai bidang lainnya, seperti bidang-bidang sosial dan budaya.
'''E.Yang mengaku dirinya sebagai khilafah:'''
 
Di antara kemajuan dalam bidang sosial-budaya adalah terjadinya proses akulturasi dan asimilasi masyarakat. Keadaan sosial masyarakat yang majemuk itu membawa dampak positif dalam perkembangan dan kemajuan peradaban Islam pada masa ini. Hal itu terjadi karena dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki, dapat dipergunakan untuk memajukan bidang-bidang sosial budaya lainnya yang kemudian menjadi lambang bagi kemajuan bidang sosial budaya dan ilmu pengetahuan lainnya. Diantara kemajuan ilmu pengetahuan sosial budaya yang ada pada masa Khalifah Dinasi Abbasiyah adalah seni bangunan dan arsitektur, baik untuk bangunan istana, masjid, bangunan kota dan sebagainya. Seni asitektur yang dipakai dalam pembangunan istana dan kota-kota, seperti pada istana Qashrul dzahabi, dan Qashrul Khuldi, sementara bangunan kota seperti pembangunan kota Baghdad, Samarra dan sebagainya.
#[[Umawiyah]] di [[Spanyol]].
#Daulah [[Syi’ah]] [[Fathimiyah]] di [[Mesir]].
 
Kemajuan juga terjadi pada bidang sastra bahasa dan seni musik. Pada masa inilah lahir seorang sastrawan dan budayawan terkenal, seperti Abu Nawas, Abu Athahiyah, Al Mutanabby, Abdullah bin Muqaffa dan lain-lainnya. Karya buah pikiran mereka masih dapat dibaca hingga kini, seperti kitab Kalilah wa Dimna. Sementara tokoh terkenan dalam bidang musik yang kini karyanya juga masih dipakai adalah Yunus bin Sulaiman, Khalil bin Ahmad, pencipta teori musik Islam, Al farabi dan lain-lainnya.
Dari latar belakang dinasti-dinasti itu, nampak jelas adanya persaingan antarbangsa, terutama antara [[Arab]], [[Persia]] dan [[Turki]]. Disamping latar belakang kebangsaan, dinasti-dinasti itu juga dilatar belakangi paham keagamaan, ada yang berlatar belakang [[Syi'ah]], ada yang [[Sunni]].
 
Selain bidang–bidang tersebut di atas, terjadi juga kemajuan dalam bidang pendidikan. Pada masa awal pemerintah Dinasti Abbasiyah, telah banyak diushakan oleh para khalifah untuk mengembangkan dan memajukan pendidikan. Oleh karena itu, mereka kemudian mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga tingkat tinggi.
'''Faktor-faktor penting yang menyebabkan kemunduran Bani Abbas pada periode ini, sehingga banyak daerah memerdekakan diri, adalah:'''
 
Di masa Bani Abbassiyah berkembang corak kebudayaan, yang berasal dari beberapa bangsa. Apa yang terjadi dalam unsur bangsa, terjadi pula dalam unsur kebudayaan. Dalam masa sekarang ini berkembang empat unsur kebudayaan yang mempengaruhi kehidupan akal/rasio yaitu Kebudayaan Persia, Kebudayaan Yunani, Kebudayaan Hindi dan Kebudayaan Arab dan berkembangnya ilmu pengetahuan.
1. Luasnya wilayah kekuasaan daulah Abbasiyyah sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.
 
==== Kebudayaan Arab Islam ====
2. Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantungan [[khalifah]] kepada mereka sangat tinggi.
 
Masuknya Islam ke dalam kebudayaan Arab terjadi dengan dua jalan utama, yaitu :
3. Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat besar. Pada saat kekuatan militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke [[Baghdad]].
 
a. Jalan Agama, Mengharuskan mempelajari Qur’an, Hadist, Fiqh yang semuanya dalam bahasa Arab.
 
b. Jalan Bahasa, Jazirah Arabia adalah sumber bahasa Arab, bahasa terkaya diantara rumpun bahasa samy dan tempat lahirnya Islam.
== Perang Salib (Masa Disintegrasi) ==
 
==== Kebudayaan Persia dan Turki, ====
[[Perang Salib]] (perang suci) ini terjadi pada tahun '''1095 M''', saat [[Paus Urbanus II]] berseru kepada Umat [[Kristen]] di [[Eropa]] untuk melakukan perang suci, untuk memperoleh kembali keleluasaan berziarah di [[Baitul Maqdis]] yang dikuasai oleh Penguasa [[Seljuk]] yang menetapkan beberapa peraturan yang memberatkan bagi Umat [[kristen]] yang hendak berziarah ke sana.
Sebagaimana telah disebutkan, peristiwa penting dalam gerakan ekspansi yang dilakukan oleh [[Alp Arselan]] adalah [[peristiwa Manzikert]], '''tahun 464 H (1071 M)'''. Tentara Sulthan [[Alp Arselan]] ''Rahimahullah'' yang hanya berkekuatan '''15.000''' prajurit, dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara [[Romawi]] yang berjumlah '''2.000.000''' orang, terdiri dari tentara [[Romawi]], [[Ghuz]], [[al-Akraj]], [[al-Hajr]], [[Perancis]] dan [[Armenia]]. Peristiwa besar ini menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang [[Kristen]] terhadap umat [[Islam]], yang kemudian mencetuskan [[Perang Salib]]. Kebencian itu bertambah setelah [[Dinasti Seljuk]] dapat merebut [[Baitul-Maqdis]] pada '''tahun 471 H''' dari kekuasaan dinasti [[Fathimiyah]] yang berkedudukan di [[Mesir]]. Penguasa [[Seljuk]] menetapkan beberapa peraturan bagi umat [[Kristen]] yang ingin berziarah ke sana. Peraturan itu dirasakan sangat menyulitkan mereka. Untuk memperoleh kembali keleluasaan berziarah ke tanah suci [[Kristen]] itu, pada '''tahun 1095 M''', [[Paus Urbanus II]] berseru kepada umat [[Kristen]] di [[Eropa]] supaya melakukan perang SUCI. Perang ini kemudian dikenal dengan nama [[Perang Salib]], yang terjadi dalam tiga periode.
 
Pesatnya perkembangan kebudayaan Persia dan Turki di zaman ini karena 2 faktor, yaitu :
'''1. Periode Pertama '''
 
a. Pembentukan lembaga wizarah
Pada musim semi''' tahun 1095 M'''; '''150.000''' orang [[Eropa]], sebagian besar bangsa [[Perancis]] dan [[Norman]], berangkat menuju [[Konstantinopel]], kemudian ke [[Palestina]]. [[Tentara Salib]] yang dipimpin oleh [[Godfrey]], [[Bohemond]], dan [[Raymond]] ini memperoleh kemenangan besar. Pada '''tanggal 18 Juni 1097''' mereka berhasil menaklukkan [[Nicea]] dan '''tahun 1098 M''' menguasai [[Raha]] ([[Edessa]]). Di sini mereka mendirikan [[kerajaan Latin I]] dengan [[Baldawin]] sebagai raja. Pada tahun yang sama mereka dapat menguasai [[Antiochea]] dan mendirikan [[kerajaan latin II]] di Timur. [[Bohemond]] dilantik menjadi rajanya. Mereka juga berhasil menduduki [[Baitul-Maqdis]] '''(15 Juli 1099 M)''' dan mendirikan [[kerajaan Latin III]] dengan rajanya, [[Godfrey]]. Setelah penaklukan [[Baitul-Maqdis]] itu, [[tentara Salib]] melanjutkan ekspansinya. Mereka menguasai kota [[Akka]] '''(1104 M)''', [[Tripoli]] '''(1109 M)''' dan kota [[Tyre]] '''(1124 M)'''. Di [[Tripoli]] mereka mendirikan [[kerajaan Latin IV]], Rajanya adalah [[Raymond]].
 
b. Pemindahan ibukota
'''2. Periode Kedua '''
 
==== Kebudayaan Hindi, ====
Syeikh [[Imaduddin Zanki]] ''Rahimahullah'', penguasa [[Moshul]] dan [[Irak]], berhasil menaklukkan kembali [[Aleppo]], [[Hamimah]], dan [[Edessa]] pada '''tahun 1144 M'''. Namun ia wafat '''tahun 1146 M'''. Tugasnya dilanjutkan oleh puteranya, Syeikh [[Nuruddin Zanki]] ''Rahimahullah''. Syeikh Nuruddin ''Rahimahullah'' berhasil merebut kembali [[Antiokhia]] pada '''tahun 1149 M''' dan pada '''tahun 1151 M''' seluruh [[Edessa]] dapat direbut kembali.
Peranan orang India dalam membentuk kebudayaan Islam terjadi dengan dua cara:
 
a. Secara langsung, Kaum muslimin berhubungan langsung dengan orang-orang India seperti lewat perdagangan dan penaklukan.
Kejatuhan [[Edessa]] ini menyebabkan orang-orang [[Kristen]] mengobarkan [[Perang Salib kedua]]. [[Paus Eugenius III]] menyampaikan perang suci yang disambut positif oleh raja [[Perancis]] [[Louis VII]] dan raja [[Jerman]] [[Condrad II]]. Keduanya memimpin pasukan Salib untuk merebut wilayah [[Kristen]] di [[Syria]]. Akan tetapi, gerak maju mereka dihambat oleh Syeikh [[Nuruddin Zanki]] ''Rahimahullah''. Mereka tidak berhasil memasuki [[Damaskus]]. [[Louis VII]] dan [[Condrad II]] sendiri melarikan diri pulang ke negerinya. Syeikh Nuruddin ''Rahimahullah'' wafat '''tahun 1174 M'''. Pimpinan perang kemudian dipegang oleh Sulthan [[Shalahuddin al-Ayyubi]] ''Rahimahullah'' yang berhasil mendirikan [[dinasti Ayyubiyah]] di [[Mesir]] '''tahun 1175 M'''. Hasil peperangan Shalahuddin ''Rahimahullah'' yang terbesar adalah merebut kembali [[Yerussalem]] pada '''tahun 1187 M'''. Dengan demikian kerajaan latin di [[Yerussalem]] yang berlangsung selama 88 tahun berakhir.
 
b. Secara tak langsung,penyaluran kebudayaan India ke dalam kebudayaan Islam lewat kebudayaan Persia.
Jatuhnya [[Yerussalem]] ke tangan kaum [[muslimin]] sangat memukul perasaan tentara salib. Mereka pun menyusun rencana balasan. Kali ini tentara salib dipimpin oleh [[Frederick Barbarossa]], raja [[Jerman]], [[Richard the LeonHart]], raja [[Inggris]], dan [[Philip Augustus]], raja [[Perancis]]. Pasukan ini bergerak pada '''tahun 1189 M'''. Meskipun mendapat tantangan berat dari Shalahuddin, namun mereka berhasil merebut [[Akka]] yang kemudian dijadikan ibu kota kerajaan Latin. Akan tetapi mereka tidak berhasil memasuki [[Palestina]]. Pada '''tanggal 2 Nopember 1192 M''', dibuat perjanjian antara tentara salib dengan Shalahuddin yang disebut dengan [[Shulh al-Ramlah]]. Dalam perjanjian ini disebutkan bahwa orang-orang [[Kristen]] yang pergi berziarah ke [[Baitul-Maqdis]] tidak akan diganggu.
 
==== Kebudayaan Yunani ====
'''3. Periode Ketiga '''
 
Sebelum dan sesudah Islam, terkenallah di Timur beberapa kota yang menjadi pusat kehidupan kebudayaan Yunani. Yang paling termasyur diantaranya adalah :
Tentara Salib pada periode ini dipimpin oleh raja [[Jerman]], [[Frederick II]]. Kali ini mereka berusaha merebut [[Mesir]] lebih dahulu sebelum ke [[Palestina]], dengan harapan dapat bantuan dari orang-orang [[Kristen Qibthi]]. Pada '''tahun 1219 M''', mereka berhasil menduduki [[Dimyat]]. Raja [[Mesir]] dari [[dinasti Ayyubiyah]] waktu itu, [[al-Malik al-Kamil]], membuat penjanjian dengan Frederick. Isinya antara lain Frederick bersedia melepaskan [[Dimyat]], sementara [[al-Malik al-Kamil]] melepaskan [[Palestina]], Frederick menjamin keamanan kaum [[muslimin]] di sana, dan Frederick tidak mengirim bantuan kepada [[Kristen]] di [[Syria]]. Dalam perkembangan berikutnya, [[Palestina]] dapat direbut kembali oleh kaum [[muslimin]] '''tahun 1247 M''', di masa pemerintahan [[al-Malik al-Shalih]], penguasa [[Mesir]] selanjutnya. Ketika [[Mesir]] dikuasai oleh [[dinasti Mamalik]] yang menggantikan posisi [[daulah Ayyubiyah]], pimpinan perang dipegang oleh [[Baybars]], [[Qalawun]] dan [[Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah]]. Pada masa merekalah [[Akka]] dapat direbut kembali oleh kaum [[muslimin]],''' tahun 1291 M'''. Demikianlah Perang Salib yang berkobar di Timur. Perang ini tidak berhenti di Barat, di [[Spanyol]], sampai umat [[Islam]] terusir dari sana.
 
a) Jundaisabur, Terletak di Khuzistan, dibangun oleh Sabur yang dijadikan tempat pembuangan para tawanan Romawi. Setelah jatuh di bawah kekuasaan Islam. Sekolah-sekolah tinggi kedokteran yang asalnya diajar berbagai ilmu Yunani dan bahasa Persia, diadakan perubahan-perubahan dan pembaharuan.
Walaupun umat [[Islam]] berhasil mempertahankan daerah-daerahnya dari tentara Salib, namun kerugian yang mereka derita banyak sekali, karena peperangan itu terjadi di wilayahnya. Kerugian-kerugian ini mengakibatkan kekuatan politik umat [[Islam]] menjadi lemah. Dalam kondisi demikian mereka bukan menjadi bersatu, tetapi malah terpecah belah. Banyak daulah kecil yang memerdekakan diri dari pemerintahan pusat Abbasiyah di [[Baghdad]].
 
b) Harran, Kota yang dibangun di utara Iraq yang menjadi pusat pertemuan segala macam kebudayaan. Warga kota Harran merupakan pengembangan kebudayaan Yunani terpenting di zaman Islam, terutama dimasa Daulah Abbassiyah.
 
c) Iskandariyyah, Ibukota Mesir waktu menjadi jajahan Yunani. Dalam kota Iskandariyyah ini lahir aliran falsafah terbesar yang dikenal “Filsafat Baru Plato” (Neo Platonisme). Dalam masa Bani Abbassiyah hubungan alam pemikiran Neo Platonisme bertambah erat dengan alam pikiran kaum muslimin.
== Sebab-sebab Kemunduran Pemerintahan Bani Abbas (Masa Disintegrasi) ==
 
=== • Kemajuan dalam Bidang Politik dan Militer ===
Masa disintegrasi ini terjadi setelah pemerintahan periode pertama Bani Abbasiyah mencapai masa keemasannya, pada masa berikutnya pemerintahan dinasti ini mulai menurun, terutama di bidang politik. Dimana salah satu sebabnya adalah kecenderungan penguasa untuk hidup mewah dan kelemahan khalifah dalam memimpin roda pemerintahan.
Di antara perbedaan karakteristik yang sangat mencolok antara pemerintah Dinasti Bani Umayyah dengan Dinasti Bani Abbasiyah, terletak pada orientasi kebijakan yang dikeluarkannya. Pemerintah Dinasti Bani Umayyah, yaitu orientasi kebijakan yang dikeluarkannya selalu pada upaya perluasan wilayah kekuasaanya. Sementara, pemerintah Dinasti Bani Abbasiyah, lebih menfokuskan diri pada upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, sehingga masa pemerintahan ini dikenal sebagai masa keemasan peradaban Islam. Meskipun begitu, usaha untuk mempertahankan wilayah kekuasaan tetap merupakan hal penting yang harus dilakukan. Untuk itu, pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah memperbaharui sistem politik pemerintahan dan tatanan kemiliteran.
Berakhirnya kekuasaan [[Dinasti Seljuk]] atas [[Baghdad]] atau khilafah Abbasiyah merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, khalifah Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan suatu dinasti tertentu, walaupun banyak sekali dinasti Islam berdiri. Ada diantaranya yang cukup besar, namun yang terbanyak adalah dinasti kecil. Para khalifah Abbasiyah, sudah merdeka dan berkuasa kembali, tetapi hanya di [[Baghdad]] dan sekitarnya. Wilayah kekuasaan khalifah yang sempit ini menunjukkan kelemahan politiknya. Pada masa inilah tentara [[Mongol]] dan [[Tartar]] menyerang [[Baghdad]]. [[Baghdad]] dapat direbut dan dihancur luluhkan tanpa perlawanan yang berarti. Kehancuran [[Baghdad]] akibat serangan tentara [[Mongol]] ini awal babak baru dalam sejarah [[Islam]], yang disebut masa pertengahan.
 
Agar semua kebijakan militer terkoordinasi dan berjalan dengan baik, maka pemerintah Dinasti Abbasiyah membentuk departemen pertahanan dan keamanan, yang disebut diwanul jundi. Departemen inilah yamg mengatur semua yang berkaiatan dengan kemiliteran dan pertahanan keamanan. Pembentukan lembaga ini berdasarkan pada kenyataan politik-militer bahwa pada masa pemertintahan Dinasti Abbasiyah, banyak terjadi pemebrontakan dan bahkan beberapa wilayah berusaha memisahkan diri dari pemerintahan Dinasti Abbasiyah.
Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya karena khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.
Disamping kelemahan khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
'''1. Persaingan antar Bangsa'''
 
=== • Kemajuan dalam Bidang Ilmu Pengetahuan ===
Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang [[Persia]]. Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa [[Bani Umayyah]] berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyah berdiri, dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Menurut [[Ibnu Khaldun]], ada dua sebab dinasti Bani Abbas memilih orang-orang [[Persia]] daripada orang-orang [[Arab]]. <u>Pertama,</u> sulit bagi orang-orang [[Arab]] untuk melupakan [[Bani Umayyah]]. Pada masa itu mereka merupakan warga kelas satu. <u>Kedua,</u> orang-orang [[Arab]] sendiri terpecah belah dengan adanya ashabiyah (kesukuan). Dengan demikian, khilafah Abbasiyah tidak ditegakkan di atas ashabiyah tradisional.
 
Keberhasilan umat Islam pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah dalam pengembangan ilmu pengetahuan, sains, dan peradaban Islam secara menyeluruh, tidak terlepas dari berbagai faktor yang mendukung. Di antaranya adalah kebijakan politik pemerintah Bani Abbasiyah terhadap masyarakat non Arab (Mawali), yang memiliki tradisi intelektual dan budaya riset yang sudah lama melingkupi kehidupan mereka. Mereka diberikan fasilitas berupa materi atau finansial dan tempat untuk terus melakukan berbagai kajian ilmu pengetahuan melalui bahan-bahan rujukan yang pernah ditulis atau dikaji oleh masyarakat sebelumnya. Kebijakan tersebut ternyata membawa dampak yang sangat positif bagi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan sains yang membawa harum dinasti ini.
Meskipun demikian, orang-orang [[Persia]] tidak merasa puas. Mereka menginginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara itu bangsa [[Arab]] beranggapan bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka adalah darah (ras) istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa non-Arab ('ajam) di dunia [[Islam]].
 
Perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahhan Harun ar-Rasyid , kemajuan intelektual pada waktu itu setidaknya dipengaruhi oleh dua hal yaitu:
Selain itu, wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama sangat luas, meliputi berbagai bangsa yang berbeda, seperti [[Maroko]], [[Mesir]], [[Syria]], [[Irak]], [[Persia]], [[Turki]] dan [[India]]. Mereka disatukan dengan [[bangsa Semit]]. Kecuali [[Islam]], pada waktu itu tidak ada kesadaran yang merajut elemen-elemen yang bermacam-macam tersebut dengan kuat. Akibatnya, disamping fanatisme kearaban, muncul juga fanatisme bangsa-bangsa lain yang melahirkan gerakan syu'ubiyah.
Fanatisme kebangsaan ini nampaknya dibiarkan berkembang oleh penguasa. Sementara itu, para khalifah menjalankan sistem perbudakan baru. Budak-budak bangsa [[Persia]] atau [[Turki]] dijadikan pegawai dan tentara. Mereka diberi nasab dinasti dan mendapat gaji. Oleh Bani Abbas, mereka dianggap sebagai hamba. Sistem perbudakan ini telah mempertinggi pengaruh bangsa [[Persia]] dan [[Turki]]. Karena jumlah dan kekuatan mereka yang besar, mereka merasa bahwa negara adalah milik mereka; mereka mempunyai kekuasaan atas rakyat berdasarkan kekuasaan khalifah.
Kecenderungan masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal khalifah Abbasiyah berdiri. Akan tetapi, karena para khalifah adalah orang-orang kuat yang mampu menjaga keseimbangan kekuatan, stabilitas politik dapat terjaga. Setelah [[al-Mutawakkil]], seorang khalifah yang lemah, naik tahta, dominasi tentara [[Turki]] tak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan Bani Abbas sebenarnya sudah berakhir. Kekuasaan berada di tangan orang-orang [[Turki]]. Posisi ini kemudian direbut oleh [[Bani Buwaih]], bangsa [[Persia]], pada periode ketiga, dan selanjutnya beralih kepada [[Dinasti Seljuk]] pada periode keempat, sebagaimana diuraikan terdahulu.
 
1. Terjadinya Asimilasi antara bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam ilmu pengetahuan. Pengaruh Persia pada saat itu sangat penting dibidang pemerintahan. selain itu mereka banyak berjasa dalam perkembangan ilmu filsafat dan sastra. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemah-terjemah dalam banyak bidang ilmu, terutama Filsafat.
'''2. Kemerosotan Ekonomi '''
 
2. Gerakan Terjemah
Khilafah Abbasiyah juga mengalami kemunduran di bidang ekonomi bersamaan dengan kemunduran di bidang politik. Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga [[Baitul-Mal]] penuh dengan harta. Pertambahan dana yang besar diperoleh antara lain dari [[al-Kharaj]], semacam pajak hasil bumi.
 
Pada masa daulah ini usaha penerjemahan kitab-kitab asing dilakukan dengan giat sekali. Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan umum terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia dan sejarah. Dari gerakan ini muncullah tokoh-tokoh Islam dalam ilmu pengetahuan, antara lain :
Setelah khilafah memasuki periode kemunduran, pendapatan negara menurun sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat. diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah. jenis pengeluaran makin beragam dan para pejabat melakukan korupsi. Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara morat-marit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah kedua, faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.
 
a. Bidang filsafat: al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, Ibnu Sina, al-Ghazali,Ibnu Rusyd.
'''3. Munculnya aliran-aliran sesat dan fanatisme kesukuan.'''
 
b. Bidang kedokteran: Jabir ibnu Hayan , Hunain bin Ishaq, Tabib bin Qurra ,Ar-Razi.
Fanatisme keagamaan berkaitan erat dengan persoalan kebangsaan. Karena cita-cita orang [[Persia]] tidak sepenuhnya tercapai, kekecewaan mendorong sebagian mereka mempropagandakan ajaran [[Manuisme]], [[Zoroasterisme]] dan [[Mazdakisme]]. Munculnya gerakan yang dikenal dengan gerakan [[Zindiq]] ini menggoda rasa keimanan para khalifah. [[Al-Manshur]] berusaha keras memberantasnya. [[Al-Mahdi]] bahkan merasa perlu mendirikan jawatan khusus untuk mengawasi kegiatan orang-orang [[Zindiq]] dan melakukan [[mihnah]] dengan tujuan memberantas [[bid'ah]]. Akan tetapi, semua itu tidak menghentikan kegiatan mereka. Konflik antara kaum beriman dengan golongan [[Zindiq]] berlanjut mulai dari bentuk yang sangat sederhana seperti polemik tentang ajaran, sampai kepada konflik bersenjata yang menumpahkan darah di kedua belah pihak. Gerakan [[al-Afsyin]] dan [[Qaramithah]] adalah contoh konflik bersenjata itu.
 
c. Bidang Matematika: Umar al-Farukhan, al-Khawarizmi.
Pada saat gerakan ini mulai tersudut, pendukungnya banyak berlindung di balik ajaran [[Syi'ah]], sehingga banyak aliran [[Syi'ah]] yang dipandang [[ghulat]] (ekstrim) dan dianggap menyimpang oleh penganut [[Syi'ah]] sendiri. Aliran [[Syi'ah]] memang dikenal sebagai aliran politik dalam [[Islam]] yang berhadapan dengan paham [[Ahlussunnah]]. Antara keduanya sering terjadi konflik yang kadang-kadang juga melibatkan penguasa. [[Al-Mutawakkil]], misalnya, memerintahkan agar makam [[Husein Ibn Ali]] di [[Karballa]] dihancurkan. Namun anaknya, [[al-Muntashir]] '''(861-862 M.)''', kembali memperkenankan orang [[syi'ah]] "menziarahi" makam Husein tersebut. [[Syi'ah]] pernah berkuasa di dalam khilafah Abbasiyah melalui [[Bani Buwaih]] lebih dari seratus tahun. [[Dinasti Idrisiyah]] di [[Marokko]] dan khilafah [[Fathimiyah]] di [[Mesir]] adalah dua dinasti [[Syi'ah]] yang memerdekakan diri dari [[Baghdad]] yang [[Sunni]].
 
d. Bidang astronomi: al-Fazari, al-Battani, Abul watak, al-Farghoni dan sebagainya.
Konflik yang dilatarbelakangi agama tidak terbatas pada konflik antara [[muslim]] dan [[zindiq]] atau [[Ahlussunnah]] dengan [[Syi'ah]] saja, tetapi juga antar aliran dalam [[Islam]]. [[Mu'tazilah]] yang cenderung rasional dituduh sebagai pembuat [[bid'ah]] oleh golongan [[salafy]]. Perselisihan antara dua golongan ini dipertajam oleh [[al-Ma'mun]], khalifah ketujuh dinasti Abbasiyah '''(813-833 M)''', dengan menjadikan [[mu'tazilah]] sebagai mazhab resmi negara dan melakukan [[mihnah]]. Pada masa [[al-Mutawakkil]] '''(847-861 M)''', aliran [[Mu'tazilah]] dibatalkan sebagai aliran negara dan golongan [[salaf]] kembali naik daun. Tidak tolerannya pengikut [[Hanbali]] (salaf) itu terhadap [[Mu'tazilah]] yang rasional dipandang oleh tokoh-tokoh ahli filsafat telah menyempitkan horizon intelektual padahal para [[salaf]] telah berusaha untuk mengembalikan ajaran [[islam]] secara murni sesuai dengan yang dibawa oleh [[Rasulullah]].
 
Dari hasil ijtihad dan semangat riset, maka para ahli pengetahuan, para alim ulama, berhasil menemukan berbagai keahlian berupa penemuan berbagai bidang-bidang ilmu pengetahuan, antara lain :
Aliran [[Mu'tazilah]] bangkit kembali pada masa [[Bani Buwaih]]. Namun pada masa [[dinasti Seljuk]] yang menganut paham [[Sunni Salafy]], penyingkiran golongan [[Mu'tazilah]] mulai dilakukan secara sistematis. Dengan didukung penguasa aliran [[Asy'ariyah]] tumbuh subur dan berjaya. Pikiran-pikiran [[al-Ghazali]] yang mendukung aliran ini menjadi ciri utama paham [[Ahlussunnah]]. Pemikiran-pemikiran tersebut mempunyai efek yang tidak menguntungkan bagi pengembangan kreativitas intelektual Islam konon sampai sekarang.
 
==== 1. Ilmu Umum ====
Berkenaan dengan konflik keagamaan itu, [[Syed Ameer Ali]] mengatakan:
 
===== a.Ilmu Filsafat =====
"Agama [[Nabi Muhammad]] ''Shallallahu ‘alaihi wasallam'' seperti juga agama [[Isa]] ''‘alaihis salaam'', terkeping-keping oleh perpecahan dan perselisihan dari dalam. Perbedaan pendapat mengenai soal-soal abstrak yang tidak mungkin ada kepastiannya dalam suatu kehidupan yang mempunyai akhir, selalu menimbulkan kepahitan yang lebih besar dan permusuhan yang lebih sengit dari perbedaan-perbedaan mengenai hal-hal yang masih dalam lingkungan pengetahuan manusia. Soal kehendak bebas manusia... telah menyebabkan kekacauan yang rumit dalam Islam ...Pendapat bahwa rakyat dan kepala agama mustahil berbuat salah ... menjadi sebab binasanya jiwa-jiwa berharga".
 
1) Al-Kindi (809-873 M) buku karangannya sebanyak 236 judul.
'''4. Ancaman dari Luar'''
 
2) Al Farabi (wafat tahun 916 M) dalam usia 80 tahun.
Apa yang disebutkan di atas adalah faktor-faktor internal. Disamping itu, ada pula faktor-faktor eksternal yang menyebabkan khilafah Abbasiyah lemah dan akhirnya hancur. <u>Pertama,</u> [[Perang Salib]] yang berlangsung beberapa gelombang atau periode dan menelan banyak korban. <u>Kedua,</u> serangan tentara [[Mongol]] ke wilayah kekuasaan [[Islam]]. Sebagaimana telah disebutkan, orang-orang [[Kristen]] [[Eropa]] terpanggil untuk ikut berperang setelah [[Paus Urbanus II]] '''(1088-1099 M)''' mengeluarkan fatwanya. [[Perang Salib]] itu juga membakar semangat perlawanan orang-orang [[Kristen]] yang berada di wilayah kekuasaan [[Islam]]. Namun, diantara komunitas-komunitas [[Kristen Timur]], hanya [[Armenia]] dan [[Maronit Lebanon]] yang tertarik dengan [[Perang Salib]] dan melibatkan diri dalam tentara Salib itu. Pengaruh Salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara [[Mongol]]. Disebutkan bahwa [[Hulagu Khan]], panglima tentara [[Mongol]], sangat membenci [[Islam]] karena ia banyak dipengaruhi oleh orang-orang [[Budha]] dan [[Kristen Nestorian]]. Gereja-gereja [[Kristen]] berasosiasi dengan orang-orang [[Mongol]] yang anti [[Islam]] itu dan diperkeras di kantong-kantong ahlul-kitab. Tentara [[Mongol]], setelah menghancur leburkan pusat-pusat [[Islam]], ikut memperbaiki [[Yerussalem]].
 
3) Ibnu Bajah (wafat tahun 523 H)
 
4) Ibnu Thufail (wafat tahun 581 H)
 
5) Ibnu Shina (980-1037 M). Karangan-karangan yang terkenal antara lain: Shafa, Najat, Qoman, Saddiya dan lain-lain.
== (1250 -1500 M) – Serangan Bangsa Mongol dan berkuasanya Daulah Ilkhan ==
 
6) Al Ghazali (1085-1101 M). Dikenal sebagai Hujjatul Islam, karangannya: Al Munqizh Minadl-Dlalal,Tahafutul Falasifah,Mizanul Amal,Ihya Ulumuddin dan lain- lain.
Pada tahun '''565 H/1258 M''', tentara [[Mongol]] yang berkekuatan sekitar '''200.000''' orang tiba di salah satu pintu [[Baghdad]]. Khalifah [[Al-Mu'tashim II]] betul-betul tidak berdaya dan tidak mampu membendung "topan" tentara [[Hulaghu Khan]]. Kota [[Baghdad]] dihancurkan rata dengan tanah, dan [[Hulaghu Khan]] menancapkan kekuasaan di [[Baghdad]] selama dua tahun, sebelum melanjutkan serangan ke [[Syria]] dan [[Mesir]].
 
7) Ibnu Rusd (1126-1198 M). Karangannya : Kulliyaat, Tafsir Urjuza, Kasful Afillah dan lain-lain.
Jatuhnya kota [[Baghdad]] pada '''tahun 1258 M''' ke tangan bangsa [[Mongol]] bukan saja mengakhiri kekuasaan khilafah Bani Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban [[Islam]], karena [[Baghdad]] sebagai pusat kebudayaan dan peradaban [[Islam]] yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumihanguskan oleh pasukan [[Mongol]] yang dipimpin [[Hulaghu Khan]] tersebut.
 
===== b. Bidang Kedokteran =====
[[Bangsa Mongol]] berasal dari daerah pegunungan [[Mongolia]] yang membentang dari [[Asia Tengah]] sampai ke [[Siberia Utara]], [[Tibet Selatan]] dan [[Manchuria Barat]] serta [[Turkistan Timur]]. Nenek moyang mereka bernama [[Alanja Khan]], yang mempunyai dua putera kembar, [[Tar-tar]] dan [[Mongol]]. Kedua putera itu melahirkan dua suku bangsa besar, [[Mongol]] dan [[Tar-tar]]. [[Mongol]] mempunyai anak bernama [[Ilkhan]], yang melahirkan keturunan pemimpin bangsa [[Mongol]] di kemudian hari.
 
1) Jabir bin Hayyan (wafat 778 M). Dikenal sebagai bapak Kimia.
Dalam rentang waktu yang sangat panjang, kehidupan bangsa [[Mongol]] tetap sederhana. Mereka mendirikan kemah-kemah dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, menggembala kambing dan hidup dari hasil buruan. Mereka juga hidup dari hasil perdagangan tradisional, yaitu mempertukarkan kulit binatang dengan binatang yang lain, baik di antara sesama mereka maupun dengan [[bangsa Turki]] dan [[Cina]] yang menjadi tetangga mereka. Sebagaimana umumnya bangsa [[nomaden]], orang-orang [[Mongol]] mempunyai watak yang kasar, suka berperang, dan berani menghadang maut dalam mencapai keinginannya. Akan tetapi, mereka sangat patuh kepada pemimpinnya. Mereka menganut agama [[Syamaniah]] ([[Syamanism]]), menyembah bintang-bintang, dan sujud kepada matahari yang sedang terbit.
 
2) Hurain bin Ishaq (810-878 M). Ahli mata yang terkenal disamping sebagai penterjemah bahasa asing.
Kemajuan bangsa [[Mongol]] secara besar-besaran terjadi pada masa kepemimpinan [[Yasugi Bahadur Khan]]. la herhasil menyatukan 13 kelompok suku yang ada waktu itu. Setelah Yasugi meninggal, puteranya, [[Timujin]] yang masih berusia 13 tahun tampil sebagai pemimpin. Dalam waktu 30 tahun, ia berusaha memperkuat angkatan perangnya dengan menyatukan hangsa [[Mongol]] dengan suku bangsa lain sehingga menjadi satu pasukan yang teratur dan tangguh. Pada '''tahun 1206 M''', ia mendapat gelar [[Jenggis Khan]], Raja Yang Perkasa. la menetapkan suatu undang-undang yang disebutnya [[Ilyasiq]] atau [[Alyasah]], untuk mengatur kehidupan rakyatnya. Wanita mempunyai kewajiban/yang sama dengan laki-laki dalam kemiliteran. Pasukan perang dibagi dalam beberapa kelompok besar dan kecil, seribu, dua ratus, dan sepuluh orang. Tiap-tiap kelompok dipimpin oleh seorang komandan. Dengan demikian [[bangsa Mongol]] mengalami kemajuan pesat di bidang militer.
 
3) Thabib bin Qurra (836-901 M)
Setelah pasukan perangnya terorganisasi dengan baik, [[Jenggis Khan]] berusaha memperluas wilayah kekuasaan dengan melakukan penaklukan terhadap daerah-daerah lain. Serangan pertama diarahkan ke kerajaan [[Cina]]. la herhasil menduduki [[Peking]] '''tahun 1215 M'''. Sasaran selanjutnya adalah negeri-negeri [[Islam]]. Pada '''tahun 606 H/1209 M''', tentara [[Mongol]] keluar dari negerinya dengan tujuan [[Turki]] dan [[Ferghana]], kemudian terus ke [[Samarkand]]. Pada mulanya mereka mendapat perlawanan berat dari penguasa [[Khawarizm]], [[Sulthan Alauddin]] di [[Turkistan]]. Pertempuran berlangsung seimbang. Karena itu, masing-masing kembali ke negerinya. Sekitar sepuluh tahun kemudian mereka masuk [[Bukhara]], [[Samarkand]], [[Khurasan]], [[Hamadzan]], [[Quzwain]], dan sampai ke perbatasan [[Irak]].
 
4) Ar Razi atau Razes (809-873 M). Karangan yang terkenal mengenai cacar dan campak yang diterjemahkan dalam bahasa latin.
Di [[Bukhara]], ibu kota [[Khawarizm]], mereka kembali mendapat perlawanan dari [[Sulthan Alauddin]], tetapi kali ini mereka dengan mudah dapat mengalahkan pasukan [[Khawarizm]], [[Sulthan Alauddin]] tewas dalam pertempuran di [[Mazindaran]] '''tahun 1220 M'''. la digantikan oleh puteranya, [[Jalalluddin]] yang kemudian melarikan diri ke [[India]] karena terdesak dalam pertempuran di dekat [[Attock]] '''tahun 1224 M'''. Dari sana pasukan [[Mongol]] terus merangsek ke [[Azerbaijan]]: Di setiap daerah yang dilaluinya, pembunuhan besar-besaran terjadi. Bangunan-bangunan indah dihancurkan sehingga tidak berbentuk lagi, demikian juga isi bangunan yang sangat bernilai sejarah. Sekolah-sekolah, mesjid-mesjid dan gedung-gedung lainnya dibakar.
 
===== c. Bidang Matematika =====
Pada saat kondisi fisiknya mulai lemah, [[Jengis Khan]] membagi wilayah kekuasaannya menjadi empat bagian kepada empat orang puteranya, yaitu [[Juchi]], [[Chagatai]], [[Ogotai]] dan [[Tuli]]. [[Chagatai]] berusaha menguasai kembali daerah-daerah [[Islam]] yang pemah ditaklukkan dan berhasil merebut [[Illi]], [[Ferghana]], [[Rayy]], [[Hamazan]], dan [[Azerbaijan]]. Sulthan [[Khawarizm]], [[Jalaluddin]] berusaha keras membendung serangan tentara [[Mongol]] ini, namun [[Khawarizm]] tidak sekuat dulu. Kekuatannya sudah banyak terkuras dan akhirnya terdesak. Sulthan melarikan diri. Di sebuah daerah pegunungan ia dibunuh oleh seorang [[Kurdi]]. Dengan demikian, berakhirlah kerajaan [[Khawarizm]]. Kematian Sulthan [[Khawarizmsyah]] itu membuka jalan bagi [[Chagatai]] untuk melebarkan sayap kekuasaannya dengan lebih leluasa.
 
1) Umar Al Farukhan: Insinyur Arsitek Pembangunan kota Baghdad.
Saudara [[Chagatai]], [[Tuli Khan]] menguasai [[Khurasan]]. Karena kerajaan-kerajaan [[Islam]] sudah terpecah belah dan kekuatannya sudah lemah. Tuli dengan mudah dapat menguasai [[Irak]]. la meninggal '''tahun 654 H/1256 M''', dan digantikan oleh puteranya, [[Hulagu Khan]]. Pada '''tahun 656 H/1258 M''', tentara [[Mongol]] yang berkekuatan sekitar '''200.000''' orang tiba di salah satu pintu [[Baghdad]]. Khalifah [[al-Mu'tashim II]], penguasa terakhir Bani Abbas di [[Baghdad]] '''(1243 - 1258)''', betul-betul tidak mampu membendung "topan" tentara [[Hulagu Khan]]. Pada saat yang kritis tersebut, wazir khilafah Abbasiyah, [[Ibn Alqami]] ingin mengambil kesempatan dengan menipu khalifah. la mengatakan kepada khalifah. "Saya telah menemui mereka untuk perjanjian damai. Raja ([[Hulagu Khan]]) ingin mengawinkan anak perempuannya dengan [[Abu Bakr Ibn Mu'tashim]]. putera khalifah. Dengan demikian, [[Hulagu Khan]] akan menjamin posisimu. la tidak menginginkan sesuatu kecuali kepatuhan, sebagaimana kakek- kakekmu terhadap sulthan-sulthan [[Seljuk]].
 
2) Al Khawarizmi: Pengarang kitab Al Gebra (Al Jabar), penemu angka (0).
Khalifah menerima usul itu. la keluar bersama beberapa orang pengikut dengan membawa mutiara, permata dan hadiah-hadiah berharga lainnya untuk diserahkan kepada [[Hulagu Khan]]. Hadiah-hadiah itu dibagi-bagikan Hulagu kepada para panglimanya. Keberangkatan khalifah disusul oleh para pembesar istana yang terdiri dari ahli fikih dan orang-orang terpandang. Tetapi, sambutan [[Hulagu Khan]] sungguh di luar dugaan khalifah. Apa yang dikatakan wazirnya temyata tidak benar. Mereka semua. termasuk wazir sendiri. dibunuh dengan leher dipancung secara bergiliran.
 
===== d. Bidang Astronomi =====
Dengan pembunuhan yang kejam ini berakhirlah kekuasaan Abbasiyah di [[Baghdad]]. Kota [[Baghdad]] sendiri dihancurkan rata dengan tanah, sebagaimana kota-kota lain yang dilalui tentara [[Mongol]] tersebut.
Walaupun sudah dihancurkan, [[Hulagu Khan]] memantapkan kekuasaannya di [[Baghdad]] selama dua tahun, sebelum melanjutkan gerakan ke [[Syria]] dan [[Mesir]]. Dari [[Baghdad]] pasukan [[Mongol]] menyeberangi sungai [[Euphrat]] menuju [[Syria]], kemudian melintasi [[Sinai]], [[Mesir]]. Pada '''tahun 1260 M''' mereka berhasil menduduki [[Nablus]] dan [[Gaza]]. Panglima tentara Mongol, Kitbugha, mengirim utusan ke Mesir meminta supaya [[Sultan Quthuz]] yang menjadi raja [[kerajaan Mamalik]] di sana menyerah. Permintaan itu ditolak oleh [[Quthuz]] dan [[Syaikhul Islam Al-Imam Ibn Taimiyyah]] ''Rahimahullah'', bahkan utusan [[Kitbugha]] dibunuhnya.
 
Berkembang subur di kalangan umat Islam, sehingga banyak para ahli yang terkenal dalam perbintangan ini seperti :
Tindakan [[Quthuz]] ini menimbulkan kemarahan di kalangan tentara [[Mongol]]. [[Kitbugha]] kemudian melintasi [[Yordania]] menuju [[Galilie]]. Pasukan ini bertemu dengan pasukan [[Mamalik]] yang dipimpin langsung oleh [[Quthuz]] dan [[Baybars]] dan didampingi oleh [[Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah]] ''Rahimahullah'' di [['Ain Jalut]]. Pertempuran dahsyat terjadi, pasukan [[Mamalik]] berhasil menghancurkan serta mengalahkan tentara [[Mongol]] pada '''tanggal 3 September 1260 M'''.
 
1) Al Farazi : pencipta Astro lobe
[[Baghdad]] dan daerah-daerah yang ditaklukkan Hulagu selanjutnya diperintah oleh [[dinasti Ilkhan]]. [[Ilkhan]] adalah gelar yang diberikan kepada Hulaghu. Daerah yang dikuasai dinasti ini adalah daerah yang ter1etak antara [[Asia Kecil]] di barat dan [[India]] di timur, dengan ibukotanya [[Tabriz]] dan dipimpin oleh [[Hulagu Khan]], seorang raja yang beragama [[Syamanism]]. Hulagu meninggal '''tahun 1265 M''' dan diganti oleh anaknya, [[Abaga]] '''( 1265-1282 M)''' yang masuk [[Kristen]]. Baru rajanya yang ketiga, [[Ahmad Teguder]] '''( 1282-1284 M)''', yang masuk [[Islam]]. Karena masuk [[Islam]], [[Ahmad Teguder]] ditantang oleh pembesar- pembesar kerajaan yang lain. Akhimya, ia ditangkap dan dibunuh oleh [[Arghun]] yang kemudian menggantikannya menjadi raja '''(1284-1291 M)'''. Raja [[dinasti Ilkhan]] yang keempat ini sangat kejam terhadap umat [[Islam]]. Banyak di antara mereka yang dibunuh dan diusir .
 
2) Al Gattani/Al Betagnius
Selain Teguder, [[Mahmud Ghazan]] '''(1295-1304 M)''', raja yang ketujuh, dan raja-raja selanjutnya adalah pemeluk agama [[Islam]]. Dengan masuk Islamnya [[Mahmud Ghazan]] yang sebelumnya beragama [[Budha]], [[Islam]] meraih kemenangan yang sangat besar terhadap agama [[Syamanisme]]. Sejak itu pula orang-orang [[Persia]], [[arab]] dan [[turki]] mendapatkan kemerdekaannya kembali . Berbeda dengan raja-raja sebelumnya, Ghazan mulai memperhatikan perkembangan peradaban. la seorang pelindung ilmu pengetahuan dan sastera. la amat gemar kepada kesenian terutama arsitektur dan ilmu pengetahuan alam seperti [[astronomi]], [[kimia]], [[mineralogi]], [[metalurgi]] dan [[botani]].
 
3) Abul wafat : menemukan jalan ketiga dari bulan
la membangun semacam biara untuk para darwis, perguruan tinggi untuk [[madzhab Syafi'i]] dan [[Hanafi]], sebuah perpustakaan, [[observatorium]], dan gedung-gedung umum lainnya. la wafat dalam usia muda, 32 tahun, dan digantikan oleh [[Muhammad Khudabanda Uljeitu]] '''(1304-1317 M)''', seorang penganut [[syi'ah]] yang ekstrem. la mendirikan kota raja Sultaniyah, dekat [[Zan-jan]]. Pada masa pemerintahan [[Abu Sa'id]] '''(1317-1335 M)''', pengganti Muhammad Khudabanda, terjadi bencana kelaparan yang sangat menyedihkan dan angin topan dengan hujan es yang mendatangkan malapetaka. Kerajaan Ilkhan yang didirikan [[Hulagu Khan]] ini terpecah belah sepeninggal [[Abu Sa'id]]. Masing-masing pecahan saling memerangi. Akhirnya, mereka semua ditaklukkan oleh [[Timur Lenk]].
 
4) Al Farghoni atau Al Fragenius
 
===== e. Bidang Seni Ukir =====
== Serangan-Serangan Dari Timur Lenk ==
Sulthan [[Timur Lenk]] merupakan keturunan [[Mongol]] yang sudah masuk [[Islam]], dimana sisa-sisa kebiadaban dan kekejaman masih melekat kuat. Dia berhasil mengalahkan [[Tughluk Temur]] dan [[Ilyas Khoja]], dan kemudian dia juga melawan [[Amir Hussain]] (iparnya sendiri). Dan dia memproklamirkan dirinya sebagai penguasa tunggal di [[Transoxiana]], pelanjut [[Jagatai]] dari keturunan [[Jengis Khan]].
 
Beberapa seniman ukir terkenal: Badr dan Tari (961-976 M) dan ada seni musik, seni tari, seni pahat, seni sulam, seni lukis dan seni bangunan.
Setelah lebih dari satu abad umat [[Islam]] menderita dan berusaha bangkit dari kehancuran akibat serangan bangsa [[Mongol]] di bawah [[Hulagu Khan]], malapetaka yang tidak kurang dahsyatnya datang kembali, yaitu serangan yang juga dari keturunan bangsa [[Mongol]]. Berbeda dari [[Hulagu Khan]] dan keturunannya pada [[dinasti Ilkhan]], penyerang kali ini sudah masuk [[Islam]], tetapi sisa-sisa kebiadaban dan kekejaman masih melekat kuat. Serangan itu dipimpin oleh [[Timur Lenk]], yang berarti Timur si Pincang.
 
==== 2. Ilmu Naqli ====
Sang penakluk ini lahir dekat Kesh (sekarang [[Khakhrisyabz]], "kota hijau", [[Uzbekistan]]), sebelah selatan [[Samarkand]] di [[Transoxiana]], pada '''tanggal 8 April 1336 M/25 Sya'ban 736 H''', dan meninggal di [[Otrar]] pada '''tahun 1404 M'''. Ayahnya bernama [[Taragai]], kepala [[suku Barlas]], keturunan [[Karachar Noyan]] yang menjadi menteri dan kerabat [[Jagatai]], putera [[Jengis Khan]]. [[Suku Barlas]] mengikuti [[Jagatai]] mengembara ke arah barat dan menetap di [[Samarkand]]. [[Taragai]] menjadi gubernur [[Kesh]]. Keluarganya mengaku keturunan [[Jengis Khan]] sendiri.
 
a. Ilmu Tafsir, Para mufassirin yang termasyur: Ibnu Jarir ath Tabary, Ibnu Athiyah al Andalusy (wafat 147 H), As Suda, Mupatil bin Sulaiman (wafat 150 H), Muhammad bin Ishak dan lain-lain.
Sejak usia masih sangat muda, keberanian dan keperkasaannya yang luar biasa sudah terlihat. Ia sering diberi tugas untuk menjinakkan kuda-kuda binal yang sulit ditunggangi dan memburu binatang-binatang liar. Sewaktu berumur 12 tahun, ia sudah terlibat dalam banyak peperangan dan menunjukkan kehebatan dan keberanian yang mengangkat dan mengharumkan namanya di kalangan bangsanya. Akan tetapi, baru setelah ayahnya meninggal, sejarah keperkasaannya bermula setelah Jagatai wafat, masing-masing Amir melepaskan diri dari pemerintahan pusat. [[Timur Lenk]] mengabdikan diri pada Gubernur [[Transoxiana]], [[Amir Qazaghan]] Ketika [[Qazaghan]] meninggal dunia, datang serbuan dari [[Tughluq Temur Khan]], pemimpin [[Moghulistan]], yang menjarah dan menduduki [[Transoxiana]]. [[Timur Lenk]] bangkit memimpin perlawanan untuk membela nasib kaumnya yang tertindas. [[Tughluq Temur]] setelah melihat keberanian dan kehebatan Timur, menawarkan kepadanya jabatan gubernur di negeri kelahirannya. Tawaran itu diterima. Akan tetapi, setahun setelah [[Timur Lenk]] diangkat menjadi gubernur, '''tahun 1361 M''', [[Tughluq Temur]] mengangkat puteranya, [[Ilyas Khoja]] menjadi gubernur [[Samarkand]] dan [[Timur Lenk]] menjadi wazirya. Tentu saja [[Timur Lenk]] menjadi berang. Ia segera bergabung dengan cucu [[Qazaghan]], [[Amir Husain]], mengangkat senjata memberontak terhadap [[Tughluq Temur]].
 
b. Ilmu Hadist, Muncullah ahli-ahli hadist ternama seperti: Imam Bukhori (194-256 H), Imam Muslim (wafat 231 H), Ibnu Majah (wafat 273 H),Abu Daud (wafat 275 H), At Tirmidzi, dan lain-lain.
[[Timur Lenk]] berhasil mengalahkan [[Tughluq Temur]] dan [[Ilyas Khoja]]. Keduanya dibinasakan dalam pertempuran. Ambisi Timur Lenk untuk menjadi raja besar segera muncul. Karena ambisi itulah ia kemudian berbalik memaklumkan perang melawan [[Amir Husain]], walaupun iparnya sendiri. Dalam pertempuran antara keduanya, ia berhasil mengalahkan dan membunuh [[Amir Husain]] di [[Balkh]]. Setelah itu, ia memproklamirkan dirinya sebagai penguasa tunggal di [[Transoxiana]], pelanjut [[Jagatai]] dan keturunan [[Jengis Khan]], pada '''10 April 1370 M'''. Sepuluh tahun pertama pemerintahannya, ia berhasil menaklukkan [[Jata]] dan [[Khawarizm]] dengan sembilan ekspedisi.
 
c. Ilmu Kalam, Dalam kenyataannya kaum Mu’tazilah berjasa besar dalam menciptakan ilmu kalam, diantaranya para pelopor itu adalah: Wasil bin Atha’, Abu Huzail al Allaf, Adh Dhaam, Abu Hasan Asy’ary, Hujjatul Islam Imam Ghazali.
Setelah [[Jata]] dan [[Khawarizm]] dapat ditaklukkan, kekuasaannya mulai kokoh. Ketika itulah [[Timur Lenk]] mulai menyusun rencana untuk mewujudkan ambisinya menjadi penguasa besar, dan berusaha menaklukkan daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh [[Jengis Khan]]. Ia berkata, ''"Sebagaimana hanya ada satu Tuhan di alam ini, maka di bumi seharusnya hanya ada seorang raja"''.
 
d. Ilmu Tasawuf, Ahli-ahli dan ulama-ulamanya adalah : Al Qusyairy (wafat 465 H). Karangannya : ar Risalatul Qusyairiyah, Syahabuddin (wafat 632 H). Karangannya : Awariful Ma’arif, Imam Ghazali : Karangannya al Bashut, al Wajiz dan lain-lain.
Pada '''tahun 1381 M''' ia menyerang dan berhasil menaklukkan [[Khurasan]]. Setelah itu serbuan ditujukan ke arah [[Herat]]. Di sini ia juga keluar sebagai pemenang. Ia tidak berhenti sampai di situ, tetapi terus melakukan serangan ke negeri-negeri lain dan berhasil menduduki negeri-negeri di [[Afghanistan]], [[Persia]], [[Fars]] dan [[Kurdistan]]. Di setiap negeri yang ditaklukkannya, ia membantai penduduk yang melakukan perlawanan. Di [[Sabzawar]], [[Afghanistan]], bahkan ia membangun menara, disusun dari 2000 mayat manusia yang dibalut dengan batu dan tanah liat. Di [[Isfa]], ia membantai lebih kurang 70.000 penduduk. Kepala-kepala dari mayat-mayat itu dipisahkan dari tubuhnya dan disusun menjadi menara. Dari sana ia melanjutkan ekspansinya ke [[Irak]], [[Syria]] dan [[Jazirah Anatolia]] ([[Turki]]).
 
e. Para Imam Fuqaha, Lahirlah para Fuqaha yang sampai sekarang aliran mereka masih mendapat tempat yang luas dalam masyarakat Islam. Yang mengembangkan faham/mazhabnya dalam zaman ini adalah: Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal dan Para Imam Syi’ah (Hasjmy, 1995:276-278).
Pada '''Tahun 1393 M''' ia menghancurkan [[dinasti Muzhaffari]] di [[Fars]] dan membantai amir-amirnya yang masih hidup. Pada tahun itu pula [[Baghdad]] dijarahnya, dan setahun kemudian ia berhasil menduduki [[Mesopotamia]]. Penguasa [[Baghdad]] itu, Sultan [[Ahmad Jalair]], melarikan diri ke [[Syria]]. Ia kemudian menjadi [[Vassal]] dari Sultan [[Mesir]], [[Al-Malik al-Zahir Barquq]]. Penguasa [[dinasti Mamalik]] yang berpusat di [[Mesir]] ini adalah satu-satunya raja yang tidak mau dan tidak berhasil ditundukkannya. Utusan-utusan [[Timur Lenk]] yang dikirim ke [[Mesir]] untuk perjanjian damai, sebagian dibunuh dan sebagian lagi diperhinakan, kemudian disuruh pulang ke [[Timur Lenk]]. [[Mesir]], sebagaimana pada masa serangan-serangan [[Hulagu Khan]], kembali selamat dari serang bangsa [[Mongol]]. Karena Sultan Barquq tidak mau mengekstradisi [[Ahmad Jalair]] yang berada dalam perlindungannya, [[Timur Lenk]] kemudian melancarkan invasi ke Asia Kecil menjarah kota-kota yaitu, [[Tikrit]], [[Mardin]] dan [[Amid]]. Di [[Tikrit]], kota kelahiran [[Shalahuddin al-Ayyubi]], ia membangun sebuah piramida dari tengkorak kepala korban-korbannya.
 
=== • Perkembangan Peradaban di Bidang Fisik ===
Pada '''tahun 1395 M''' ia menyerbu daerah [[Qipchak]], kemudian menaklukkan [[Moskow]] yang didudukinya selama lebih dari setahun. Tiga tahun kemudian ia menyerang [[India]]. Konon alasan penyerbuannya adalah karena ia menganggap penguasa [[muslim]] di daerah ini terlalu toleran terhadap penganut [[Hindu]]. Ia sendiri berpendapat, semestinya penguasa [[muslim]] itu memaksakan [[Islam]] kepada penduduknya. Di [[India]] ia membantai lebih dari 80.000 tawanan.
 
Perkembangan peradaban pada masa daulah Bani Abbasiyah sangat maju pesat, karena upaya- upaya dilakukan oleh para Khalifah di bidang fisik. Hal ini dapat kita lihat dari bangunan -bangunan yang berupa:
Dalam rangka pembangunan [[masjid]] di [[Samarkand]], ia membutuhkan batu-batu besar. Untuk itu, 90 ekor gajah dipekerjakan mengangkat batu-batu besar itu dari Delhi ke [[Samarkand]]. Setelah fondasi masjid dibangun, '''tahun 1399 M''' [[Timur Lenk]] berangkat memerangi Sultan [[Mamalik]] di [[Mesir]] yang membantu [[Ahmad Jalair]], penguasa [[Mongol]] di [[Baghdad]] yang lari ketika ia menduduki kota itu sebelumnya, dan memerangi [[Daulah Bani Ustmani]] di bawah [[Sulthan Yildirim Bayazid I]] ''Rahimahullah''. Dalam perjalanannya itu, ia menaklukkan [[Georgia]]. Di kota [[Sivas]], [[Anatolia]] sekitar 4000 tentara [[Armenia]] dikubur hidup-hidup untuk memenuhi sumpahnya bahwa darah tidak akan tertumpah bila mereka menyerah.
 
a. Kuttab, yaitu tempat belajar dalam tingkatan pendidikan rendah dan menengah.
Pada '''tahun 1401 M''' ia memasuki daerah [[Syria]] bagian utara. Tiga hari lamanya [[Aleppo]] dihancurleburkan. Kepala dari 20.000 penduduk dibuat piramida setinggi 10 hasta dan kelilingnya 20 hasta dengan wajah mayat menghadap keluar. Banyak bangunan seperti sekolah dan masjid yang berasal dari zaman [[Nuruddin Zanki]] dan [[Ayyubi]] dihancurkan. [[Hamah]], [[Horns]] dan [[Ba'labak]] berturut-turut jatuh ketangannya. Pasukan [[Sultan Faraj]] dari Kerajaan [[Mamalik]] dapat dikalahkannya dalam suatu pertempuran dahsyat sehingga [[Damaskus]] jatuh ke tangan pasukan [[Timur lenk]] pada '''tahun 1401 M'''. Akibat peperangan itu masjid [[Umayyah]] yang bersejarah rusak berat tinggal dinding-dindingnya saja yang masih tegak. Dari [[Damaskus]] para seniman ulung dan pekerja atau tukang yang ahli dibawanya ke [[Samarkand]]. Ia memerintahkan ulama yang menyertainya untuk mengeluarkan fatwa membenarkan tindakan-tindakannya itu. Setelah itu serangan dilanjutkan ke [[Baghdad]]. Ketika [[Baghdad]] berhasil ditaklukkan, ia melakukan pembantaian besar-besaran terhadap 20.000 penduduk sebagai pembalasan atas pembunuhan terhadap banyak tentaranya sewaktu mengepung kota itu. Di sini, seperti kebiasaannya, ia kemudian mendirikan 120 buah piramida dari kepala mayat-mayat sebagai tanda kemenangan.
 
b. Majlis Muhadharah, yaitu tempat pertemuan para ulama, sarjana, ahli pikir dan pujangga untuk membahas masalah-masalah ilmiah.
[[Daulah Bani Ustmani]], oleh [[Timur Lenk]] dipandang sebagai tantangan terbesar, karena kerajaan ini menguasai banyak daerah bekas imperium [[Jengis Khan]] dan [[Hulagu Khan]]. Bahkan, Sulthan [[Yildirim Bayazid I]] ''Rahimahullah'', penguasa tertinggi kerajaan ini sebelumnya berhasil meluaskan daerah kekuasaannya ke daerah-daerah yang sudah ditaklukkan oleh [[Timur Lenk]]. Karena itu [[Timur Lenk]] sangat berambisi mengalahkan kerajaan ini. Ia mengerahkan bala tentaranya untuk memerangi tentara [[Bayazid I]]. Di [[Sivas]] terjadi peperangan hebat antara kedua pasukan itu. [[Timur Lenk]] keluar sebagai pemenang dan putera [[Bayazid I]], [[Erthugrul]], terbunuh dalam pertempuran tersebut. Pada '''tahun 1402 M''' terjadi peperangan yang menentukan di [[Ankara]]. Tentara [[Daulah Bani Utsmani]] kembali menderita kekalahan, sementara Sulthan [[Yildirim Bayazid I]] ''Rahimahullah'' sendiri tertawan ketika hendak melarikan diri. Sulthan [[Yildirim Bayazid I]] ''Rahimahullah'' akhirnya meninggal dalam tawanan. [[Timur Lenk]] melanjutkan serangannya ke [[Bursa]], ibu kota lama [[Turki]], dan [[Syria]]. Setelah itu ia kembali ke [[Samarkand]] untuk merencanakan invasi ke [[Cina]]. Namun, di tengah perjalanan, tepatnya di [[Otrar]], ia menderita sakit yang membawa kepada kematiannya. Ia meninggal '''tahun 1404 M''', dalam usia 71 tahun. Jenazahnya dibawa ke [[Samarkand]] untuk dimakamkan dengan upacara kebesaran.
 
c. Darul Hikmah, adalah perpustakaan yang didirikan oleh Harun Ar-Rasyid. Ini merupakan perpustakaan terbesar yang di dalamnya juga disediakan tempat ruangan belajar.
[[Timur Lenk]] terkenal sebagai penguasa yang sangat ganas dan kejam terhadap para penentangnya. Ia adalah penganut [[Syi'ah]] yang taat dan menyukai [[tasawuf]] [[tarekat Naqsyabandiyyah]]. Dalam perjalanan-perjalanannya ia selalu membawa serta ulama-ulama [[syi’ah]], sastrawan dan seniman. Ulama [[syi’ah]] dan para ilmuwan dihormatinya. Ketika berusaha menaklukkan [[Syria]] bagian utara, ia menerima dengan hormat sejarawan terkenal, Syeikh [[Ibnu Khaldun]] ''Rahimahullah'' yang diutus [[Sulthan Faraj]] untuk membicarakan perdamaian. Kota [[Samarkand]] diperkayanya dengan bangunan-bangunan dan masjid yang megah dan indah. Di masa hidupnya kota [[Samarkand]] menjadi pasar internasional, mengambil alih kedudukan [[Baghdad]] dan [[Tabriz]]. Ia datangkan tukang-tukang yang ahli, seniman-seniman ulung, pekerja-pekerja yang pandai dan perancang-perancang bangunan dari negeri-negeri taklukannya; [[Delhi]], [[Damaskus]] dan lain-lain. Ia meningkatkan perdagangan dan industri di negerinya dengan membuka rute-rute perdagangan yang baru antara [[India]] dan [[Persia Timur]]. Ia berusaha mengatur administrasi pemerintahan dan angkatan bersenjata dengan cara-cara rasional dan berjuang menyebarkan [[Islam]].
 
d. Madrasah, Perdana menteri Nizhomul Mulk adalah orang yang mula-mula mendirikan sekolah dalam bentuk yang ada sampai sekarang ini, dengan nama Madrasah.
Setelah [[Timur Lenk]] meninggal, dua orang anaknya, [[Muhammad Jehanekir]] dan [[Khalil]], berperang memperebutkan kekuasaan. [[Khalil]] '''(1404-1405 M)''' keluar sebagai pemenang. Akan tetapi, ia hidup berfoya-foya menghabiskan kekayaan yang ditinggalkan ayahnya. Karena itu saudaranya yang lain, [[Syah Rukh]] '''(1405-1447 M)''', merebut kekuasaan dari tangannya. [[Syah Rukh]] berusaha mengembalikan wibawa kerajaan. Ia seorang raja yang adil dan lemah lembut. Setelah wafat, ia diganti oleh anaknya [[Ulug Beg]] '''(1447-1449 M)''', seorang raja yang alim dan sarjana ilmu pasti. Namun, masa kekuasaannya tidak lama. Dua tahun setelah berkuasa ia dibunuh oleh anaknya yang haus kekuasaan, [[Abdal-Latif]] '''(1449- 1450 M)'''. Raja besar [[dinasti Timuriyah]] yang terakhir adalah [[Abu Sa'id]] '''(1452-1469 M)'''. Pada masa inilah kerajaan mulai terpecah belah. Wilayah kerajaan yang luas itu diperebutkan oleh dua suku [[Turki]] yang baru muncul ke permukaan, [[Kara Koyunlu]] (domba hitam) dan [[Ak Koyunlu]] (domba putih). [[Abu Sa'id]] sendiri terbunuh ketika bertempur melawan [[Uzun Hasan]], penguasa [[Ak Koyunlu]].
 
e. Masjid, Biasanya dipakai untuk pendidikan tinggi dan tahassus.
 
Pada masa Daulah Bani Abbassiyah, peradaban di bidang fisik seperti kehidupan ekonomi: pertanian, perindustrian, perdagangan berhasil dikembangkan oleh Khalifah Mansyur.
== Masa Berkuasanya Bani Mamalik/Mamluk (Masa terakhir dari kekhalifahan Bani Abbas) ==
 
Setelah merasa memiliki kekuatan yang cukup, maka para budak dan tentara bayaran mengambil inisiatif untuk merebut kekuasaan dari karajaan [[Ayyubiyyah]] yang pada masa itu merupakan kepanjangan tangan dari Bani Abbasiyyah, hal ini disebabkan karena para penguasa [[Ayyubiyyah]] kurang tegas dalam memimpin kerajaan. Akan tetapi [[Mamluk]] tetap mempertahankan [[kekhalifahan Abbasiyyah]] dengan menjadikan mereka sebagai kepala negara dan memindahkan khalifah dari [[baghdad]] ke [[Cairo]] karena akibat serangan dari tentara [[tartar]] dan [[Mongol]] di bawah pimpinan [[Hulagu Khan]].
 
Lihat : [[Mamluk]]
 
== Kronologi Kekhalifahan Bani Abbasiyyah ==
* [[750]] - [[Abu al-Abbas al-Saffah]] menjadi Khalifah pertama [[Bani Abbasiyah]].
* [[752]] - Bermulanya Kekhalifahan Bani Abbasiyah.
* [[755]] - Pemberontakan [[Abdullah bin Ali]]. Pembunuhan [[Abu Muslim]].
* [[756]] - [[Abd ar-Rahman I]] mendirikan kerajaan [[Bani Umayyah]] di [[Spanyol]].
* [[763]] - Pembangunan kota [[Bagdad]]. Kekalahan tentara Abbasiyyah di [[Spanyol]].
* [[786]] - [[Harun ar-Rasyid]] menjadi Khalifah.
* [[792]] - Serangan ke utara [[PerancisPrancis]].
* [[800]] - Kaidah keilmuan mulai terbentuk. [[Aljabar]] diciptakan oleh [[Al-Khawarizmi]].
* [[805]] - Kampanye melawan [[Byzantium]]. Merebut Pulau [[Rhodes]] dan [[Siprus]].
* [[809]] - wafatnya [[Harun ar-Rasyid]]. [[al-Amin]] dilantik menjadi khalifah.
* [[814]] - Perang saudara antara [[al-Amin]] dan [[al-Ma'mun]]. al-Amin terbunuh dan al-Ma'mun menjadi khalifah.
* [[869]] - Pemberontakan Zanj. Pemberontakan yang pertama dan salah satu yang terbesar di Kekhalifahan Abbasiyah oleh kaum budak.<ref>{{cite web |url=https://ganaislamika.com/pemberontakan-zanj-titik-balik-sejarah-yang-terlupakan-1/ |title= Pemberontakan Zanj (1) |last1= |first1= |last2= |first2= |date= |website=ganaislamika.com |publisher= |accessdate=22 Februari 2019}}</ref>
*[[1000]] - [[Masjid Besar Cordoba]] dibangun.
* [[10051000]] - [[Multan]]Masjid danBesar [[GhurCordoba]] ditawandibangun.
* [[1005]] - [[Multan]] dan [[Ghur]] ditawan.
* [[1055]] - [[Baghdad]] dikuasai oleh tentara [[Turki Seljuk]]. Pemerintahan Abbasiyah-Seljuk dimulai sampai sekitar tahun [[1258]] ketika tentara [[Mongol]] menghancurkan Baghdad.
* [[1071]] - [[Peristiwa Manzikert]]. Sultan [[Alp Arselan]] berhasil mengalahkan gabungan tentara salib yang dipimpin oleh Kaisar [[Romanos IV Diogenes]].
*[[1085]] - Tentara [[Kristen]] menawan [[Toledo]], Spanyol.
* [[1072]] - Sultan [[Alp Arselan]] berhasil menguasai [[Asia Tengah]] ([[Anatolia]]). dan meneruskan kepungannya terhadap kerajaan [[Byzantium]].
*[[1091]] - Bangsa Norman merebut [[Sisilia]], pemerintahan [[Muslim]] di sana berakhir.
* [[10951085]] - Tentara [[Perang SalibKristen]] pertamamenawan [[Toledo]], dimulaiSpanyol.
* [[10991091]] - TentaraBangsa SalibNorman merebut [[BaitulmuqaddisSisilia]]., Merekapemerintahan [[Muslim]] membunuhdi semuasana penduduknyaberakhir.
* [[11441095]] - [[Nur al-Din]] merebut [[Edessa]] dari tentara Salib. [[Perang Salib Kedua]] pertama dimulai.
* [[11871099]] - [[SalahuddinTentara Al-Ayubbi]]Salib merebut [[Baitulmuqaddis]] dari tentara Salib. [[PerangMereka Salibmembunuh Ketiga]]semua dimulaipenduduknya.
* [[11941144]] - Tentara [[MuslimNur al-Din]] merebut [[DelhiEdessa]], dari tentara Salib. [[IndiaPerang Salib Kedua]] dimulai.
* [[12361187]] - Tentara[[Salahuddin SalibAl-Ayubbi]] merebut [[CordobaBaitulmuqaddis]], dari tentara Salib. [[SpanyolPerang Salib Ketiga]] dimulai.
* [[1194]] - Tentara [[Muslim]] merebut [[Delhi]], [[India]].
*[[1258]] - Tentara [[Mongol]] menyerang dan memusnahkan [[Baghdad]]. Ribuan penduduk terbunuh. Kejatuhan Baghdad. Tamatnya pemerintahan Kerajaan Bani Abbasiyyah di [[Baghdad]].
* [[1236]] - Tentara Salib merebut [[Cordoba]], [[Spanyol]].
* [[1258]] - Tentara [[Mongol]] menyerang dan memusnahkan [[Baghdad]]. Ribuan penduduk terbunuh. Kejatuhan Baghdad. Tamatnya pemerintahan Kerajaan Bani Abbasiyyah di [[Baghdad]].
 
== KekhalifahanSilsilah Abbasiyahpara di Bagdadkhalifah ==
Di bawah ini merupakan silsilah para khalifah dari Bani Abbasiyah, mulai dari [[Abbas bin Abdul-Muththalib]] sampai khalifah terakhir dari Bani Abbasiyah yang berkuasa di [[Baghdad]].
{{col-begin}}
{{AbbasiyahFamilyTree}}
{{col-3}}
*[[As-Saffah|Abu'l Abbas As-Saffah]] ([[750]]-[[754]])
*[[Al-Mansur|Abu Ja'far Al-Manshur]] ([[754]]-[[775]])
*[[Al-Mahdi]] ([[775]]-[[785]])
*[[Al-Hadi|Musa Al-Hadi]] ([[785]]-[[786]])
*[[Harun al-Rashid|Harun al-Rasyid]] ([[786]]-[[809]])
*[[Al-Amin]] ([[809]]-[[813]])
*[[Al-Ma'mun]] ([[813]]-[[833]])
*[[Al-Mu'tasim]] ([[833]]-[[842]])
*[[Al-Wathiq]] ([[842]]-[[847]])
*[[Al-Mutawakkil]] ([[847]]-[[861]])
*[[Al-Muntasir]] ([[861]]-[[862]])
*[[Al-Musta'in]] ([[862]]-[[866]])
*[[Al-Mu'tazz]] ([[866]]-[[869]])
{{col-3}}
*[[Al-Muhtadi]] ([[869]]-[[870]])
*[[Al-Mu'tamid]] ([[870]]-[[892]])
*[[Al-Mu'tadid]] ([[892]]-[[902]])
*[[Al-Muktafi]] ([[902]]-[[908]])
*[[Al-Muqtadir]] ([[908]]-[[932]])
*[[Al-Qahir]] ([[932]]-[[934]])
*[[Ar-Radi]] ([[934]]-[[940]])
*[[Al-Muttaqi]] ([[940]]-[[944]])
*[[Al-Mustakfi]] ([[944]]-[[946]])
*[[Al-Muti]] ([[946]]-[[974]])
*[[At-Ta'i]] ([[974]]-[[991]])
*[[Al-Qadir]] ([[991]]-[[1031]])
{{col-3}}
*[[Al-Qa'im]] ([[1031]]-[[1075]])
*[[Al-Muqtadi]] ([[1075]]-[[1094]])
*[[Al-Mustazhir]] ([[1094]]-[[1118]])
*[[Al-Mustarsyid]] ([[1118]]-[[1135]])
*[[Ar-Rasyid]] ([[1135]]-[[1136]])
*[[Al-Muqtafi]] ([[1136]]-[[1160]])
*[[Al-Mustanjid]] ([[1160]]-[[1170]])
*[[Al-Mustadi]] ([[1170]]-[[1180]])
*[[An-Nasir]] ([[1180]]-[[1225]])
*[[Az-Zahir]] ([[1225]]-[[1226]])
*[[Al-Mustansir]] ([[1226]]-[[1242]])
*[[Al-Musta'sim]] ([[1242]]-[[1258]])
{{col-end}}
 
== Kekhalifahan Abbasiyah di Kairo ==
{{col-begin}}
{{col-3}}
* [[Al-Mustanshir II]] [[1261]]
* [[Al-Hakim]] [[1262]]-[[1302]]
* [[Al-Mustakfi I]] [[1302]]-[[1340]]
* [[Al-Wathiq I]] [[1340]]-[[1341]]
* [[Al-Hakim II]] [[1341]]-[[1352]]
* [[Al-Mu'tadid I]] [[1352]]-[[1362]]
* [[Al-Mutawakkil I]] [[1362]]-[[1383]]
* [[Al-Wathiq II]] [[1383]]-[[1386]]
* [[Al-Mu'tasim dari Kairo|Al-Mu'tasim]] [[1386]]-[[1389]]
{{col-3}}
* [[Al-Mutawakkil I]] (kembali berkuasa) [[1389]]-[[1406]]
* [[Al-Musta'in dari Kairo|Al-Musta'in]] [[1406]]-[[1414]]
* [[Al-Mu'tadid II]] [[1414]]-[[1441]]
* [[Al-Mustakfi II]] [[1441]]-[[1451]]
* [[Al-Qa'im dari Kairo|Al-Qa'im]] [[1451]]-[[1455]]
* [[Al-Mustanjid dari Kairo|Al-Mustanjid]] [[1455]]-[[1479]]
* [[Al-Mutawakkil II]] [[1479]]-[[1497]]
* [[Al-Mustamsik]] [[1497]]-[[1508]]
* [[Al-Mutawakkil III]] [[1508]]-[[1517]]
{{col-end}}
== Silsilah para khalifah ==
Dibawah ini merupakan silsilah para khalifah dari Bani Abbasiyah, mulai dari [[Abbas bin Abdul-Muththalib]] sampai khalifah terakhir dari Bani Abbasiyah yang berkuasa di [[Baghdad]].
{{AbbasiyahFamilyTree}}
 
== Referensi ==
=== Sumber ===
{{reflist}}
=== Lihat pula ===
*[[Khalifah]]
*[[Bani Umayyah]]
*[[Abbas bin Abdul-Muththalib]]
{{Bani Abbasiyah}}
 
== Sumber Lain ==
[[Kategori:Abbasiyah| ]]
# Sejarah Bani Abbasiyyah, Muhammad Syu'ub, Terbitan PT.Bulan Bintang.
[[Kategori:Sejarah Irak]]
# Tarikh Islamy, Imam [[Ibnu Khaldun]].
[[Kategori:Sejarah Islam]]
# Al-Bidaayah Wan Nihaayah, Imam [[Ibnu Katsir]].
[[Kategori:Suku Quraish|Abbasiyah]]
# Tarikh Asr Al-Khilafah Abbasiyyah, [[Dr. Yusuf Al-Ish]], Disusun oleh [[Darul Fikr]] [[Damascuss]]
# Tarikh Daulah Abbasiyyah, Disusun Oleh Tim Penyusun [[Universitas Imam Muhammad Bin Su'ud Al-Islamiyyah]] [[Riyadh]]
# Ad Daulah Al Abbasiyyah ,[[Syaikh Muhammad Al Khudhari]] Terbitan [[Maktabah At-Tauqifiyyah]] [[Kairo]]
# https://id-ikmaluddinfurqon.blogspot.com/2023/05/materi.pai.sejarah.masa.keemasan.islam.era.daulah.abbasiyah.html
 
== Lihat pula ==
* [[Khalifah]]
* [[Bani Umayyah]]
{{Authority control}}
{{Bani Abbasiyah|X}}
{{Empires}}
 
[[Kategori:Sejarah Islam]]
[[am:አባሲዶች]]
[[Kategori:Suku Quraisy]]
[[ar:عباسيّون]]
[[az:Abbasilər]]
[[be:Халіфат Абасідаў]]
[[bg:Абасиди]]
[[br:Abbasided]]
[[bs:Abasidi]]
[[ca:Abbàssida]]
[[ceb:Dinastiyang Abasida]]
[[cs:Abbásovci]]
[[de:Abbasiden]]
[[en:Abbasid Caliphate]]
[[es:Califato Abasí]]
[[et:Abbassiidid]]
[[fa:عباسیان]]
[[fi:Abbasidit]]
[[fr:Abbassides]]
[[gl:Abásida]]
[[he:בית עבאס]]
[[hu:Abbászidák]]
[[it:Abbasidi]]
[[ja:アッバース朝]]
[[ka:აბასიანები]]
[[ko:아바스 왕조]]
[[ku:Ebasiyan]]
[[lt:Abasidai]]
[[ms:Kerajaan Bani Abbasiyyah]]
[[nl:Kalifaat van de Abbasiden]]
[[nn:Abbasidane]]
[[no:Abbasidene]]
[[pl:Abbasydzi]]
[[pt:Abássidas]]
[[ro:Abbasizi]]
[[ru:Аббасиды]]
[[sh:Abasidi]]
[[simple:Abbasid Empire]]
[[sk:Abbásovci]]
[[sl:Abasidi]]
[[sr:Абасиди]]
[[sv:Abbasider]]
[[sw:Waabbasi]]
[[tr:Abbasiler]]
[[uk:Аббасіди]]
[[ur:خلافت عباسیہ]]
[[zh:阿拔斯王朝]]