Perang Dayak Desa: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Menolak perubahan teks terakhir (oleh Danish Swara) dan mengembalikan revisi 18219543 oleh RXerself: Tak perlu. Sudah ada {{main}} Tag: Pengembalian manual |
PeragaSetia (bicara | kontrib) |
||
(4 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 17:
|casualties2=tidak diketahui
}}
'''Perang Dayak Desa''' adalah perang antara [[Suku Dayak Desa]]
Pada awal pendudukan Jepang, dua buah perusahaan masuk ke Kalimantan Barat, yakni Nomura di bidang pertambangan dan Sumitomo di bidang perkayuan. Akibat [[romusa]] yang diterapkan oleh Jepang, banyak penduduk yang meninggal karena bekerja pada perusahaan perkayuan ini. Pada 13 Mei 1945, anak perempuan Pang Linggan (tokoh masyarakat Dayak Desa), hendak dikawini oleh seorang mandor Jepang yang bernama Osaki. Perkawinan ini tidak disetujui oleh Pang Linggan. Rakyat lalu menyiapkan strategi untuk menyerang Osaki, yang kemudian tewas tanpa perlawanan berarti. Hal ini menyebabkan pertempuran pecah di perusahaan kayu. Suku-suku [[Suku Dayak|Dayak]] dari [[Ketapang]] hingga [[Sekadau]] berkumpul melalui [[mangkuk merah]]. Wilayah [[Meliau, Sanggau|Meliau]] berhasil direbut oleh Suku Dayak pada Juni 1945, meskipun kembali dikuasai Jepang antara 17 Juli
== Latar belakang ==
Baris 63:
Angkatan Perang Majang Desa (APMD) kembali diaktifkan. Organisasi ini didirikan pada 13 Mei 1944 dan dipimpin oleh [[Pang Dadan]]. Pada kepengurusan awal ini, APMD dianggotai oleh sejumlah pemuka adat, bahkan ada yang termasuk Orang Tiongkok.{{efn|Mereka itu adalah Temanggung Bagok, Pang Perada, Mohammad Natsir, Naga, Tan Sin Anh, Pang Peah, Panglima Burung, Abang Syahdansyah, Pang Suma, Pang Linggan, Agustinus Timbang, Gompang dan Pang Lapeng {{harv|Usman & Din|2009|p=89}}.}} Usaha APMD menyerang Sanggau Kapuas berhasil dan wilayah ini dapat dikuasai. Namun, pimpinan APMD kecewa karena pewaris kekuasaan [[Kerajaan Sanggau]], [[Gusti Ali Akbar]] menyerahkan kekuasaannya ke Bunken Kanrikan setempat. Sebagai akibatnya, kerabatnya, Gusti Ismail merasa adanya persimpangan jalan dalam menghadapi Jepang.{{sfn|Usman & Din|2009|p=89}}
Selanjutnya, Gusti Ismail dan Gusti Sohor bersama pimpinan APMD lainnya menyerukan pertempuran terbuka. Dalam berbagai pertempuran, di kedua pihak banyak jatuh korban.{{sfn|Usman & Din|2009|pp=89-90}} Meski Jepang menyerah kepada [[Blok Sekutu dalam Perang Dunia II|Sekutu]], perlawanan rakyat tetap berlanjut. Bahkan, APMD memasuki [[Kota Pontianak]]
== Warisan sejarah ==
Baris 150:
{{AP}}
[[Kategori:Konflik tahun 1944]]▼
[[Kategori:Konflik dalam tahun
[[Kategori:Pendudukan Jepang di Indonesia]]
[[Kategori:Sejarah Kalimantan]]
|