Pecalukan, Prigen, Pasuruan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
asasadas |
||
(2 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 8:
|kode pos = 67157
|nama pemimpin =
|luas =
|penduduk = 11.000+ Jiwa
|kepadatan =
}}
''' Pecalukan''' adalah sebuah kelurahan di wilayah Kecamatan [[Prigen, Pasuruan|Prigen]], [[Kabupaten Pasuruan]], Provinsi [[Jawa Timur]]. Secara Geografis Pecalukan Berbatasan Dengan Kelurahan Prigen Di Barat, Kelurahan Ledug dan Desa Sukolilo Di Timur, Desa Gambiran Di Utara, dan Hutan Negara Di Selatan. Kelurahan ini merupakan Kelurahan yang terletak di Lereng Gunung Arjuno dan Gunung Welirang dengan ketinggian rata-rata 678mdpl, dengan suhu rata-rata (23-29C DULU) 26-31C. Kondisi tanah sebagian berupa lahan pertanian dan lahan yang dipergunakan untuk real estate serta merupakan kawasan wisata. Secara administratif Kelurahan Pecalukan dibagi menjadi 4 bagian lingkungan, antara lain : Lingkungan Krajan, Lingkungan Geneng Tengah, Lingkungan Geneng Sari dan Lingkungan Taman Wisata. Dengan rincian 58 RT dan 12 RW.
== Batas ==
Baris 42:
=== Taman Kayangan ===
Taman Kahyangan ternyata memiliki nilai histori yang tinggi. Terjadinya taman tersebut berawal dari kisah percintaan antara Joko Truno dan Nyai Coban Wedok yang terjadi pada jaman dahulu. Joko yang baru menikah tiba-tiba mendapat tugas negara sehingga harus meninggalkan sang istri. Dalam perjalanannya, sampailah Joko di sebuah hutan yang sangat lebat. Akan tetapi, musibah terjadi padanya, karena Joko terjatuh ke dalam jurang yang sangat curam dan tidak dapat meminta pertolongan kepada siapapun. Sedangkan sang istri yang gelisah lantaran suami belum juga pulang, akhirnya memutuskan untuk mencari Joko hingga sampai di air terjun yang kini dinamakan Air Terjun Pucuk Truno.
“Taman Kahyangan”, sebuah Point View yang menghadirkan pemandangan menakjubkan dari kaki perbukitan yang terletak di Lingkungan Tretes, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan.
Baris 51:
'''Kelurahan Pecalukan''' sangat menarik sebagai kekayaan khasanah budaya bangsa.
Pada Jaman dahulu kala terbetik ceritera Raden Adiman putera dari Raden Mas Subronto dari kerajaan Mataram di Jawa Tengah mengadakan perjalanan laut menyusuri pantai selatan pulau jawa menggunakan perahu ditemani Mbah Andan Bumi dan Mbah Kaliah,hal tersebut dilakukan Raden Adiman. Disamping itu mereka meninggalkan Kerajaan Mataram karena pada saat itu Kerajaan Mataram mengalami gejolak besar.
Dalam perjalanan tersebut beliau mendapat wangsit berupa petunjuk mereka harus berhenti di lereng Gunung Penanggungan. setelah tiba di tempat tersebut mereka berjalan memasuki hutan kemudian menemukan sebuah gua disalah satu gunung kecil tepatnya disebelah utara gunung penanggungan yang saat ini gunung tersebut saat impian dinamakan masyarakat sekitar sebagai Gua Penanggungan.
Baris 60:
Artinya semua keturunan Raden Mas Adiman tidak boleh datang ke Gunung Penanggungan sampai turunan ke tujuh, apabila hal ini dilanggar maka tentu mendapat halangan dan tidak bisa kembali ke rumah.
Syarat itupun disetujui oleh Raden Mas Subronto dan meneruskan semedinya tanpa diganggu apapun sampai mendapat wangsit/ petunjuk dari Yang Maha Kuasa,bahwa Raden Adiman harus berjalan ke arah timur Gunung Penanggungan dan dalam perjalanannya tersebut diharuskan menggali tanah dan setelah digali maka tanah hasil galian harus dikembalikan lagi ke dalam lobang, apabila ternyata setelah dimasukkan tanahnya kurang maka teruslah berjalan lagi dan menggali kembali seperti semula sampai menemukan sebidang tanah yang digali dimana hasil galian yang dikembalikan ternyata lebih, maka disitulah tempat tinggal yang sesuai untuk Raden Adiman. Begitulah seterusnya mereka berjalan ke arah timur dan terus menggali dan mengembalikan tanah berkali-kali tanpa berputus asa, akhirnya tibalah disebuah tempat yang hutannya begitu lebat sampai Canopy masing-masing pohon saling bersinggungan, pertanda tanahnya subur loh jinawi.benar saja setelah tanah digali dan dikembalikan lagi seperti yang mereka lakukan sebelumnya ternyata tanah tersisa lebih banyak. Maka Raden Adiman memutuskan ditemapat itulah mereka menetap dan dan menjalani hidup yang baru. Ketika mulai menebang Hutan Raden Adiman memohon petunjuk Yang Maha Kuasa dengan bersemedi. kemudia menebang hutan menggunakan alat yang bernama Caluk dan Pecut. (Caluk yaitu sejenis parang tetapi ujungnya agak melengkung)
Dari nama alat tersebut, maka Raden Adiman memberi nama desa tempat mereka tinggal tersebut adalah Pecalukan. sedangkan Mbah Kaliah di Pesanggrahan dan Mbah Andan Bumi di Prigen. Untuk mengingat bahwa mereka membabat alas pertama kali dengan menggunakan alat tersebut.
Baris 94:
{{Authority control}}
|