Kesultanan Pajang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k v2.05b - Perbaikan untuk PW:CW (Pranala sama dengan teksnya)
 
(69 revisi perantara oleh 27 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{ref improve}}
{{Infobox Former Country
| conventional_long_name = ''KasultananKesultanan Pajang''
| common_name = Kerajaan Pajang
| native_name = Kerajaanꦏꦱꦸꦭ꧀ꦠꦤꦤ꧀ꦥꦗꦁ Pajang
كسلطانن ڤاجڠ
|continent = moved from Category:Asia to Southeast Asia
|region image_map = Asia TenggaraNicolaes_Visscher_Indiae_Orientalis.jpg
|image_map image_map_alt =
|image_map_alt image_map_caption =
|image_map_caption religion = [[Islam]]
|country p1 = IndonesiaKesultanan Demak
|religion p2 = [[Islam]]Kerajaan Kalinyamat
|p1 s1 = Kesultanan DemakMataram
|p2 flag_s1 = Flag of the =Sultanate Kerajaanof KalinyamatMataram.svg
|s1 year_start = Kesultanan Mataram1554
| year_end = 1587
|flag_s1=Flag of the Sultanate of Mataram.svg
|year_start life_span = 15681554{{ref|est|1}}–1587
|year_end event_start = 1587Adiwijaya naik takhta
|life_span event_end = 1568{{ref|estPerpindahan kekuasaan ke [[Mataram II|1}}–1586Mataram]]
|event_start capital = Hadiwijaya[[Pajang, naikLaweyan, takhtaSurakarta|Pajang]]
|event_end common_languages = Perpindahan kekuasaan ke= [[MataramBahasa IIJawa|MataramJawa]]
|capital government_type = [[Pajang, Laweyan, Surakarta|Pajang]]Kerajaan
| title_leader = Sultan
|common_languages = [[Bahasa Jawa|Jawa]]
| leader1 = [[Hadiwijaya dari Pajang|Hadiwijaya]]
|government_type = Kerajaan
|title_leader year_leader1 = Sultan1554-1583{{ref|est|1}}
|leader1 leader2 = [[HadiwijayaAwantipura dari Pajang|Awantipura]]
|year_leader1 year_leader2 = 1568-1583{{ref|est|1}}-1586
|leader2 leader3 = [[AryaPrabuwijaya dari PangiriPajang|Prabuwijaya]]
|year_leader2 year_leader3 = 1583-1586-1587
| leader4 =
| year_leader4 =
| footnotes = {{note|est|1}} (1548-1568 adalah masa perebutan kekuasaan antara kerabat kerajaan setelah wafatnya penguasa terakhir Demak, [[Trenggana]])
| flag_p1 = Id-siak1.GIF
|year_leader3=1586-1587|leader3=[[Pangeran Benawa]]}}
| event1 = [[Sunan Prapen]] menjadi mediator pertemuan antara [[Adiwijaya]] dengan para Adipati Jawa Timur
| date_event1 = 1568
}}
{{Sejarah Indonesia|Kerajaan Islam}}
 
'''Kesultanan Pajang''' atau '''Kerajaan Pajang''' [[Aksara Jawa]] :ꦏꦱꦸꦭ꧀ꦠꦤꦤ꧀ꦥꦗꦁ (كسلطانن ڤاجڠ) adalah satusebuah kesultanan yang berpusat di [[Jawa Tengah]] sebagai kelanjutan [[Kesultanan Demak]]. Kompleks [[keraton]]<nowiki/>nyakesultanannya, pada zamanmasa ini tinggal tersisa berupa batas-batas fondasinya sajapondasi yang berada di perbatasan [[Pajang, Lawiyan|Kelurahan Pajang]] - [[Kota Surakarta]] dan Desa [[Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo]].<ref>{{Cite web|title=Sumber Sejarah Kerajaan Pajang; Raja-raja, Runtuhnya, dan Peninggalan-peninggalan|url=https://voi.id/memori/41020/sumber-sejarah-kerajaan-pajang-raja-raja-runtuhnya-dan-peninggalan-peninggalan|website=VOI - Waktunya Merevolusi Pemberitaan|language=id|access-date=2021-05-29}}</ref>
 
==Bengawan Asal-usuldan Pajang==
Masyarakat Nusantara dikenal sebagai masyarakat berperadaban tinggi. Di antara bukti penting tingginya peradaban masyarakat Nusantara, adalah keberadaan Prasasti. Baik dalam bentuk lempeng tembaga, maupun pahatan batu. Wilayah sungai [[Bengawan Solo|Bengawan]] merupakan kawasan yang banyak ditemui bermacam artefak dan prasasti. Banyak dari prasasti itu, menyimpan informasi terkait besarnya peradaban kuno masyarakat Nusantara.
Nama negeri Pajang telah dikenal sejak zaman [[Kerajaan Majapahit]]. Menurut ''[[Nagarakretagama]]'' yang ditulis tahun 1365, bahwasanya pada zaman tersebut adik perempuan [[Hayam Wuruk]] (raja [[Majapahit]] saat itu) bernama asli [[Dyah Nertaja]] menjabat sebagai penguasa Pajang, bergelar ''Bhatara i Pajang'', atau disingkat '''[[Bhre]] Pajang'''. Dyah Nertaja merupakan ibu dari [[Wikramawardhana]] (raja [[Majapahit]] selanjutnya).
 
Bengawan (yang dulu bernama sungai Wulayu), punya peran besar dalam membangun peradaban [[Nusantara]]. Khususnya dalam menjembatani antara peradaban pesisir dan peradaban pegunungan. Jalur Bengawan punya peran penting hampir di setiap zaman dan era peradaban. Tepatnya dari zaman [[Medang|Medang Kuno]] hingga akhir era [[Majapahit|Kerajaan Majapahit.]] Dan ini dibuktikan dari banyaknya temuan artefak sekaligus lempeng prasasti.
Berdasar naskah-naskah ''babad'', bahwa negeri '''[[Pengging]]''' disebut sebagai cikal bakal Pajang. Cerita Rakyat yang melegenda menyebut bahwa Pengging sebagai kerajaan kuno yang pernah dipimpin Prabu Anglingdriya, musuh bebuyutan Prabu Baka raja Prambanan. Kisah ini dilanjutkan dengan dongeng berdirinya [[Candi Prambanan]].
 
Pada era Medang Kuno, khususnya zaman transisi dari Medang Jawa Tengah menuju Medang Jawa Timur atau [[Mpu Sindok|Medang era Pu Sindok (929-947 M)]], sungai Bengawan berperan penting sebagai jalur transisi. Ini terbukti dari banyaknya prasasti yang membahas Bengawan. Seperti [[Prasasti Telang|Prasasti Tlang]] (903 M), [[Prasasti Sangsang]] (907 M), hingga Prasasti Pelem (929 - 947 M). Bahkan sampai saat ini, jejak artefak Pu Sindok masih banyak dijumpai di Jipang yang saat ini dikenal dengan [[Kabupaten Bojonegoro|Bojonegoro]].
Ketika [[Majapahit]] dipimpin oleh [[Brawijaya]] (raja terakhir versi naskah ''babad''), bahwa nama Pengging muncul kembali. Dikisahkan bahwa putri [[Brawijaya]] yang bernama Retno Ayu Pembayun diculik Menak Daliputih raja [[Blambangan]] putra [[Menak Jingga]]. Muncul seorang pahlawan bernama [[Jaka Sengara]] yang berhasil merebut sang putri dan membunuh penculiknya.
 
Dalam Prasasti Tlang (903 M), menceritakan titik penyeberangan Bengawan. Dalam prasasti itu juga disebutkan kata "Lna" yang bermakna minyak tanah. Sebuah komoditas identik kawasan [[Malo, Bojonegoro|Telang Malo]], wilayah dekat [[Wonocolo, Kedewan, Bojonegoro|Wonocolo]] yang masuk dalam kawasan bantaran sungai Bengawan di Bojonegoro. Hal ini menjadi bukti betapa pesatnya peradaban di wilayah Bengawan.
Atas jasanya itu, kemudian Jaka Sengara diangkat oleh [[Brawijaya]] sebagai bupati Pengging dan dinikahkan dengan Retno Ayu Pembayun. Jaka Sengara kemudian bergelar '''Andayaningrat'''.
 
Kawasan Bengawan kembali menjadi titik penting pada periode berikutnya. Yaitu periode Kerajaan [[Kerajaan Kahuripan|Medang Kahuripan]] yang dipimpin [[Airlangga|Raja Airlangga]]. Seperti dikabarkan dalam Prasasti Pucangan Sanskerta (1041 M), prasasti yang ditulis Raja Airlangga. Dalam prasaati itu dijelaskan, Lwaram dan [[Gunung Pandan|Gunung Pugawat]] adalah wilayah yang dikunjungi sekaligus dibangun Raja Airlangga, sebagai bukti kebesaran dan kekuasaan pemerintahan Medang Kahuripan.
== Kerajaan Pajang ==
Pajang terlihat sebagai kerajaan pertama yang muncul di pedalaman Jawa setelah runtuhnya kerajaan Muslim di daerah [[Pasisir]].
 
Pada periode berikutnya, tepatnya pada zaman [[Singasari|Kerajaan Singhasari]], sungai Bengawan juga memiliki peran penting sebagai penyatu dua wilayah yang terpisah. Dalam Prasasti Maribong (1246 M), terpahat bahwa [[Wisnuwardhana|Raja Wisnuwardhana]] berterimakasih pada para Brahmana Jipang. Sebab, Brahmana Jipang telah membantu [[Ken Arok|Raja Ken Anggrok]] dalam menyatukan [[Kerajaan Janggala|Jenggala]] dan [[Kerajaan Kadiri|Panjalu]], pasca dibagi dua oleh Raja Airlangga. Berkat penyatuan Jenggala dan Panjalu itulah, Kerajaan Singhasari bisa didirikan.
Menurut naskah ''babad'', Andayaningrat gugur di tangan [[Sunan Ngudung]] saat terjadinya perang antara [[Majapahit]] dan [[Demak]]. Ia kemudian digantikan oleh putranya, yang bernama Raden Kebo Kenanga, bergelar [[Ki Ageng Pengging]]. Sejak saat itu Pengging menjadi daerah bawahan [[Kerajaan Demak]].
 
Wilayah Sungai Bengawan kembali berperan penting pada masa pendirian [[Majapahit|Kerajaan Majapahit.]] Hal ini sesuai data yang terpahat pada [[Prasasti Adan-adan]] (1301 M) yang ditulis oleh [[Raden Wijaya|Dyah Wijaya Jayawardhana]], pendiri Kerajaan Majapahit. Dalam lempeng Prasasti Adan-adan yang ditemukan di bantaran [[Kabupaten Bojonegoro|Bengawan Bojonegoro]] itu, ditulis secara detail bahwa pendiri Majapahit telah memberikan sebuah hadiah tanah kepada Paduka Rajarsi, seorang Brahmana yang tinggal di wilayah Bengawan Jipang (Bojonegoro). Hadiah itu ditulis lengkap beserta batas-batas tanahnya, yang tentu, melintasi kawasan sungai Bengawan.
 
Wilayah Bengawan bahkan menjadi pengiring [[Majapahit|Masa Keemasan Kerajaan Majapahit]]. Dalam masa pemerintahan [[Hayam Wuruk|Raja Hayam Wuruk]] tersebut, sungai Bengawan mengalami puncak kemakmuran. Ini dibuktikan dari keberadaan [[Prasasti Canggu|Prasasti Naditira (1358 M)]] yang dirilis zaman Raja Hayam Wuruk. Dalam Prasasti itu, Raja Hayam Wuruk membuka dan meresmikan cukup banyak penyebrangan sungai Bengawan.
 
Hingga akhir masa [[Majapahit|Kerajaan Majapahit]], kawasan Bengawan masih punya peran sangat penting. Ini dibuktikan dengan adanya Prasasti Pamintihan (1437 M)  yang dirilis oleh Raja terakhir Majapahit bernama [[Suraprabhawa|Dyah Suraprabhawa alias Bhre Pandansalas]] (1466-1468 M). Dalam Prasasti Pamintihan, dijelaskan secara detail tentang sebuah hadiah tanah di wilayah ekosistem Gunung Pandan (Bojonegoro). Hadiah ini diberikan Raja Pandansalas kepada seorang yang loyal padanya, yang bernama Arya Surung.
 
Kesultanan Pajang, secara geografis, memiliki hubungan dengan Bhre Pajang (penguasa kawasan selatan di akhir masa Majapahit). Kesultanan Pajang yang berdiri pada paruh kedua abad 16 M itu, punya hubungan khusus dengan keberadaan sungai Bengawan. Sebab, sungai Bengawan menjadi aset penting Kesultanan Pajang, khususnya dalam menghubungkan wilayah antara [[Kesunanan Giri|Giri Gresik]] (pesisir utara), Jipang (bengawan) dan Tembayat (pegunungan selatan). Giri, Jipang, dan Tembayat merupakan wilayah penting yang menjadi pondasi berdirinya Kesultanan Pajang.
 
== Berdirinya Pajang ==
Kesultanan Pajang menjadi [[kesultanan]] pertama di [[Jawa|Pulau Jawa]] yang pusat pemerintahannya terletak di kawasan pedalaman, yakni di Pajang.<ref>{{Cite book|last=Sidiq, R., Najuah, dan Lukitoyo, P. S.|date=2020|url=http://digilib.unimed.ac.id/48966/1/Book.pdf|title=Sejarah Indonesia Periode Islam|publisher=Yayasan Kita Menulis|isbn=978-623-6761-12-0|editor-last=Rikki, A., dan Simarmata, J.|pages=44|url-status=live}}</ref> Pada masa pembentukan Kesultanan Pajang, kerajaan Islam di daerah pesisir Pulau Jawa mengalami keruntuhan.
 
Menurut karya sastra berjudul [[Babad Tanah Jawi|Babad Tanah Jawa (1874 M)]] yang ditulis Pakubuwana dan penulis Belanda bernama Johannes Jacobus Meinsma, Andayaningrat gugur di tangan Sunan Ngudung saat terjadinya perang antara Majapahit dan Demak. Ia kemudian digantikan oleh putranya, yang bernama Raden Kebo Kenanga, bergelar Ki Ageng Pengging. Sejak saat itu Pengging menjadi daerah bawahan Kerajaan Demak.
 
Beberapa tahun kemudian [[Ki Ageng Pengging]] dihukum mati karena dituduh hendak memberontak terhadap [[Demak]]. Putranya yang bergelar [[Jaka Tingkir]] setelah dewasa justru mengabdi ke [[Demak]].
 
Prestasi [[Jaka Tingkir]] yang cemerlang dalam ketentaraan membuat ia diangkat sebagai menantu [[Trenggana]], dan menjadi bupati Pajang bergelar [[HadiwijayaAdiwijaya]]. Wilayah Pajang saat itu meliputi daerah Pengging (sekarang kira-kira mencakup [[Boyolali]] dan [[Klaten]]), Tingkir (daerah [[Salatiga]]), Butuh, dan sekitarnya.
 
SepeninggalPada tahun 1546, Sultan Trenggana tahunmeninggal.<ref>{{Cite 1546book|last=Riyadi, menjadiM. awalI., muladan permasalahanMuzakki, munculM. H.|date=2019|url=https://repository.iainponorogo.ac.id/479/1/Layout_Multikulturalisme%20pada%20Zaman%20Kasultanan%20Pajang_15%2C5%20x%2023%20cm_SIZE_SIAP%20CETAK.pdf|title=Multikulturalisme Pada Zaman Kasultanan Pajang Abad Ke-16 M: Telaah Terhadap Serat Nitisruti|location=Bantul|publisher=Trussmedia Grafika|isbn=978-602-5747-75-5|editor-last=Prihantoro|editor-first=Hijrian Angga|pages=11|url-status=live}}</ref> Kondisi ini menimbulkan permasalahan di Jipang Panolan (Bojonegoro) dan Pajang. Kedua wilayah di Jawa Tengah itu sama-sama menuntut hak atas takhta Demak. [[Arya Panangsang]], keponakan Sultan Trenggana, yang memerintah Kadipaten Jipang berusaha menguasai salah satu kerajaan Islam terbesar di Jawa tersebut. Namun penguasa Pajang, Jaka Tingkir, menghalangi usahanya. Konflik pun meluas.
 
Dalam tinjauan literatur, sastra Babad Tanah Jawa (1874 M), memiliki banyak ketidak sesuaian data. Dr. G.A.J. Hazeu dan Dr. Th. G. Th. Pigeaud, menyatakan ''Babad Tanah Jawa'' bukan karya ilmiah, tapi sastra pujangga. Menurut dua ahli sejarah Belanda itu, ''Babad Tanah Jawa'' tak bisa dipertanggungjawabkan karena bercampur pakem cerita dongeng.
Diceritakan ''Serat Kandha'', Jaka Tingkir adalah menantu Sultan Trenggana karena menikahi ''Ratu Mas Cempaka''. Jaka Tingkir sebagai Adipati Pajang bergelar Adipati Adiwijaya (kelak Sultan Hadiwijaya). Secara keturunan jelas ia tidak memiliki hak apapun atas Demak. Tetapi tidak lama setelah pemakaman Sultan Trenggana, Jaka Tingkir mengumumkan kekuasaannya di Demak. Pengangkatan mendadak Jaka Tingkir itu dilakukan berdasarkan pilihan rakyat Demak Bintoro dan persetujuan seluruh Adipati bawahan Demak. Ia lalu memerintahkan agar pemerintahan Demak dipindah ke Pajang. Seluruh benda-benda pusaka di Demak juga tak luput dari perpindahan tersebut.
 
Terlebih, banyak sumber-sumber literatur yang lebih tua dibanding Babad Tanah Jawa, yang tak pernah menyebut nama Joko Tingkir. Nama Joko Tingkir dan Mas Karebet pertamakali muncul pada Babad Tanah Jawa (1874 M), sebelumnya tidak pernah ada.
Sebagai pewaris sah Demak, [[Sunan Prawoto]], seharusnya menggantikan kedudukan Sultan Trenggana. Tetapi ia diceritakan tidak ingin naik takhta, dan secara sukarela menjadi Priayi Mukmin atau Susuhunan di wilayah Prawata adalah [[desa]] di [[kecamatan]] [[Sukolilo, Pati|Sukolilo]], [[Kabupaten Pati|Pati]],sebuah pasanggarahan yang digunakan Raja Demak selama musim hujan. Hal itulah yang kemudian mempermudah Jaka Tingkir untuk mengambil alih kekuasaan. Selanjutnya [[Sunan Prawoto]] naik takhta. Namun Sultan Prawoto kemudian tewas dibunuh sepupunya, yaitu Adipati [[Arya Penangsang]] bupati Jipang tahun 1547. Setelah itu, [[Arya Penangsang]] juga berusaha membunuh [[Hadiwijaya]] namun gagal.
 
Sementara dalam catatan-catatan yang ditulis jauh lebih lama, seperti tulisan Rijklof van Goens (d. 1682 M) dan Francoise Valentijn (d. 1722 aM), nama pemimpin Kesultanan Pajang selalu disebut dengan nama Sultan Pajang, dan tak ditemukan nama Joko Tingkir maupun Mas Karebet.
Dengan dukungan [[Ratu Kalinyamat]] (bupati [[Jepara]] dan puteri Trenggana), [[Hadiwijaya]] dan para pengikutnya berhasil mengalahkan [[Arya Penangsang]]. Hadiwijaya selanjutnya merebut takhta Demak lalu mendirikan Kerajaan Pajang.
 
Data-data dari catatan Rijklof van Goens (d. 1682 M) dan Francoise Valentijn (d. 1722 M), itu didukung sejumlah manuskrip peninggalan Kesultanan Pajang yang masih terawat di sejumlah pesantren Jawa Tengah dan Jawa Timur. Khususnya Manuskrip Padangan, Manuskrip Lasem, Manuskrip Gresik, dan Manuskrip Singgahan.
 
Dalam manuskrip-manuskrip dan catatan ilmiah yang berusia lebih tua daripada Babad Tanah Jawa (1874 M), tak ditemukan nama Joko Tingkir ataupun Mas Karebet, yang ada nama Sultan Adiwijaya atau Sultan Pajang.
 
== Perkembangan ==
Sesuai catatan Rijklof van Goens, sejak diresmikan [[Kesunanan Giri|Giri Kedaton]] pada awal abad 16 M, seluruh garis pantai “Laut Jawa” berada di bawah komando Kesultanan Pajang. Wilayah [[Madura]], [[Kota Surabaya|Surabaya]], [[Kabupaten Gresik|Giri]], [[Kabupaten Bojonegoro|Jipang]], [[Kabupaten Jepara|Jepara]] hingga [[Banten]] adalah kawasan yang membawa spirit ideologi Kesultanan Pajang.
Pada awal berdirinya atau pada tahun 1568, bahwa wilayah Kadipaten Pajang yang terkait eksistensi Kasultanan Demak Bintoro pada masa sebelumnya, hanya meliputi sebagian [[Jawa Tengah]]. Hal ini disebabkan karena negeri-negeri [[Jawa Timur]] banyak yang melepaskan diri sejak kematian Sultan Trenggana, Sultan ke-3 Demak.
 
Meski usianya tak begitu panjang, legasi dan pengaruh Kesultanan Pajang cukup kuat bertahan lama. Sebab, Kesultanan Pajang membangun ideologi kebudayaan. Khususnya dalam literatur Islam Jawi. Huruf Al Jawi bahkan menjadi identitas resmi kebudayaan Kesultanan Pajang.
Pada tahun 1568 Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya) dan para adipati [[Jawa Timur]] dipertemukan di [[Giri Kedaton]] oleh [[Sunan Prapen]]. Dalam kesempatan itu, para Adipati sepakat mengakui kedaulatan Pajang di atas negeri-negeri [[Jawa Timur]]. Sebagai tanda ikatan politik, Panji Wiryakrama dari Surabaya (pemimpin persekutuan Adipati [[Jawa Timur]]) dinikahkan dengan putri Hadiwijaya.
 
Huruf Al Jawi sudah populer di Pulau Jawa sejak abad 14 M ([[Prasasti Terengganu|Trengganu, 1326 M]]), bersamaan kedatangan Syekh Maulana Malik Ibrahim Gresik. Huruf Al Jawi kian populer ketika Syekh Jumadil Kubro berdakwah di wilayah Bengawan Jipang ([[The History of Java|Raffles, 1817]]). Penggunaan huruf Al Jawi kian bergema ketika [[Sunan Ampel]], [[Sunan Bonang]], dan [[Sunan Giri]] mulai memproduksi teks-teks Al Jawi sebagai ''wasilah'' dakwah.
Negeri kuat lainnya, yaitu [[Pulau Madura|Madura]] juga berhasil ditundukkan Pajang. Pemimpinnya yang bernama Raden Pratanu alias [[Panembahan Lemah Dhuwur]] juga diambil sebagai menantu Hadiwijaya.
 
Saat Sunan Giri meresmikan pendirian Kesultanan Pajang, [[Abjad Pegon|huruf Al Jawi]] secara resmi menjadi huruf administratif yang digunakan Sultan Pajang dalam membangun ideologi Kesultanan Pajang. Huruf Al Jawi adalah bukti otentik Kesultanan Pajang mampu membangun [[Ideologi keberagaman|budaya hibrida]], merangkul dan merukunkan tradisi lama (Jawa) dan tradisi baru (Islam).
== Peran Wali Songo ==
Pada zaman Kerajaan Demak, majelis ulama [[Wali Songo]] memiliki peran penting, bahkan ikut mendirikan kerajaan tersebut. Majelis ini bersidang secara rutin selama periode tertentu dan ikut menentukan kebijakan politik [[Demak]].
 
Bukti legasi Kesultanan Pajang, yang sulit terbantahkan, terdapat pada ''[[Naskah Merapi-Merbabu|Naskah Merapi-Merbabu (1592 M)]].'' Dalam naskah bernomor ''PN 9 L 110'', terdapat pembukaan pupuh yang berbunyi: “''Bismillahirrahmanirahim''“. Selain itu, pada naskah bernomor ''PN 7 L 29,''  terdapat tulisan tentang dialog Rasulullah SAW.
Sepeninggal Trenggana, peran [[Wali Songo]] ikut memudar. [[Sunan Kudus]] bahkan dituduh terlibat pembunuhan terhadap [[Sunan Prawoto]], raja baru pengganti Trenggana.
 
Harus diketahui, Merapi-Merbabu adalah wilayah di kawasan pegunungan (pedalaman Jawa). Wilayah dalam ''ring satu'' Kesultanan Pajang. Sementara tahun 1592 M menjadi periode puncak Kesultanan Pajang dalam membawa Islam ke wilayah selatan (pegunungan). Ini bukti penting bahwa Kesultanan Pajang, secara empiris, menjunjung tinggi tradisi keilmuan dan ramah pada perbedaan.
Meskipun tidak lagi bersidang secara aktif, sedikit banyak para wali secara pribadi pribadi masih ikut berperan dalam pengambilan kebijakan politik Pajang. Misalnya, [[Sunan Prapen]] bertindak sebagai pelantik Hadiwijaya sebagai raja. Ia juga menjadi mediator pertemuan Hadiwijaya dengan para adipati [[Jawa Timur]] tahun 1568. Sementara itu, [[Sunan Kalijaga]] juga pernah membantu [[Ki Ageng Pemanahan]] meminta haknya pada Hadiwijaya atas tanah [[Mataram]] sebagai hadiah sayembara membunuh [[Arya Penangsang]].
 
== Peran Walisongo ==
Wali lain yang masih berperan menurut naskah ''babad'' adalah [[Sunan Kudus]]. Sepeninggal Hadiwijaya tahun 1582, ia berhasil menyingkirkan [[Pangeran Benawa]] dari jabatan [[putra mahkota]], dan menggantinya dengan [[Arya Pangiri]].
Kesultanan Pajang didirikan Para Wali sebagai representasi kehadiran [[Islam di Indonesia|Islam di Pulau Jawa]]. Baik di wilayah [[Bahasa Jawa Pesisir Utara Timur|Pesisir (utara Jawa),]] maupun wilayah pegunungan (selatan Jawa). Pendirian Kesultanan Pajang dibidani sejumlah Wali yang memiliki basis dakwah di kawasan pesisir, tengah, dan selatan [[Jawa|Pulau Jawa.]]
 
Dalam karya sastra [[Babad Tanah Jawi|Babad Tanah Jawa (1874 M)]] yang dipopulerkan [[Pakubuwana]] dan JJ. Meinsma, menyebut bahwa anggota Walisongo berjumlah sebanyak sembilan orang. Sebab, Songo berarti sembilan. Di antara anggotanya adalah; (1) [[Sunan Ampel]], (2) [[Sunan Bonang]], (3) [[Sunan Giri]], (4) [[Sunan Gunung Jati]], (5) [[Sunan Kalijaga]], (6) [[Sunan Drajat]], (7) Sunan Udung, (8) Sunan Muria, dan (9) Syaikh Maulana Maghribi.
Dimungkinkan bahwa yang dimaksud dengan [[Sunan Kudus]] dalam naskah ''babad'' adalah Panembahan Kudus, sementara [[Sunan Kudus]] sejatinya telah meninggal tahun 1550.
 
Secara literatur, istilah ''Walisongo'' muncul pertama pada [[Babad Tanah Jawi|Babad Tanah Jawa]]. Pakem standar yang menyebut jumlah Wali ada sembilan orang, sumber tertuanya adalah karya sastra di era [[Pakubuwana|Pakubuwana dan JJ. Meinsma.]] Sebelum era sastra Babad Tanah Jawa, tak ditemui istilah Walisongo, namun Walisana.
 
Sementara karya turunan dari Babad Tanah Jawa seperti ''Babad Kartasura, Babad Banten, Babad Bandawasa, Babad Pathi, Babad Ajisoko, Babad Wirasaba, Babad Brebes, Babad Brawijaya, Babad Dipanegara, Babad Kebumen, Babad Trunojoyo'' juga memiliki informasi yang tak jauh berbeda dari sumber utamanya, yaitu Babad Tanah Jawa.
 
Pakem jumlah Wali sebanyak sembilan orang, berdampak pada kerap terjadinya kesalahan logika periodisasi. Misalnya, Syekh Maulana Malik Ibrahim Gresik digolongkan kedalam generasi [[Sunan Ampel]]. Padahal, Syekh Maulana Malik Ibrahim sudah wafat, bahkan ketika Sunan Ampel belum memulai gerakan dakwah. (Sunyoto, 2012)
 
Dalam ''Kitab Walisana'', literatur yang jauh lebih tua dibanding sastra Babad Tanah Jawa, memberi informasi sedikit berbeda. Literatur yang ditulis pada awal abad 16 M tersebut tidak menyebut Walisongo, tapi ''Walisana''. "Sana" merupakan bahasa Jawa kuno berarti tempat atau daerah. Walisana berarti Wali di suatu daerah.
 
Berdasar Kitab Walisana, jumlah Wali pada awal abad 16 M sebanyak delapan orang. Yaitu; (1) [[Sunan Ampel|Sunan Ampel di Surabaya]], (2) Sunan Gunung Jati di Cirebon, (3) Sunan Ngudung di Jipang, (4) Sunan Giri di Gresik, (5) Sunan Bonang di Tuban, (6) Sunan Alim di Majagung, (7) Sunan Mahmud di Drajat, dan (8) [[Sunan Kalijaga|Sunan Kali.]]
 
Istilah Walisana berkonsep Wali Wolu Siji Tinari. Setiap zaman dan era selalu memunculkan tokoh-tokoh yang berbeda, berbasis titik kewilayahan dakwahnya. Walisana tidak berbasis pakem nama seperti Babad Tanah Jawa, tapi berbasis kewilayahan dakwah. Dalam konsep Walisana, memungkinkan cukup banyak nama Wali di tiap kewilayahan zaman.
 
Lahirnya Kesultanan Pajang pada awal abad 16 M, selain dipengaruhi hubungan baik antara Bhre Pandansalas dan Bhre Pajang (dua penguasa di periode akhir [[Majapahit]]), juga dibidani sejumlah Wali. Di antaranya Sunan Giri yang berdakwah di Pesisir Utara Jawa, Sunan Ngudung yang berdakwah di Bengawan (tengah) Jawa, dan Wali Tembayat yang berada di Pegunungan (selatan) Jawa.
 
== Pemberontakan Mataram ==
Menurut karya sastra [[Babad Tanah Jawi|Babad Tanah Jawa (1874 M)]] yang dipopulerkan [[Pakubuwana X|Sunan Pakubuwana Surakarta]] dan penulis Belanda bernama Johannes Jacobus Meinsma, terjadi perang antara Arya Jipang (penguasa Jipang) dengan Joko Tingkir dalam rangka memperebutkan tahta kerajaan Demak. Menurut sumber karya [[Pakubuwana|JJ. Meinsma]] itu, dari kemenangan Joko Tingkir inilah, kelak ia diangkat sebagai Sultan Pajang.
Tanah [[Mataram]] dan [[Pati]] adalah dua hadiah Sultan Hadiwijaya untuk siapa saja yang mampu menumpas [[Arya Penangsang]] Adipati Jipang Panolan (Bojonegoro) tahun 1549. Ada beberapa versi tewasnya Adipati Arya Penangsang ini. Pertama, Arya Penangsang tewas oleh Kerisnya sendiri yaitu Keris Setan Kober dimana ususnya terburai, ketika adu duel dengan Danang Sutawijaya (Panembahan Senopati) anak angkat Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya) yang memakai Tombak Kyai Plered. Kedua, dimedan peperangan, [[Arya Penangsang]] tewas dikeroyok [[Ki Ageng Pemanahan]] dan Ki Ageng Penjawi.
 
Babad Tanah Jawa juga melaporkan, pada 1582, saat Sutawijaya memimpin Mataram Islam dengan penuh kegemilangan, ia memberontak pada Sultan Pajang. Penyebabnya, Sutawijaya lebih membela adik iparnya yang bernama Tumenggung Mayang, saat menerima hukum buang ke Semarang oleh Sultan Pajang.
Ki Penjawi diangkat sebagai penguasa [[Pati]] sejak tahun 1549. Sedangkan [[Ki Ageng Pemanahan]] baru mendapatkan hadiahnya tahun 1556 berkat bantuan [[Sunan Kalijaga]]. Hal ini disebabkan karena Sultan Hadiwijaya mendengar ramalan [[Sunan Prapen]] bahwa di [[Mataram]] akan lahir kerajaan yang lebih besar daripada Kerajaan Pajang (Kasultanan).
 
Perang besar antara Sutawijaya Mataram dengan Sultan Pajang pun tak terhindarkan. Babad Tanah Jawa menceritakan, dalam peperangan maha dahsyat itu, Mataram Islam mengalami kemenangan, meski pasukan Kesultanan Pajang berjumlah lebih besar.
Ramalan tersebut menjadi kenyataan ketika [[Mataram]] dipimpin [[Sutawijaya]] putra [[Ki Ageng Pemanahan]] sejak tahun 1575. Tokoh [[Sutawijaya]] inilah yang sebenarnya membunuh [[Arya Penangsang]]. Daerah [[Mataram]] di bawah pimpinan Sutawijaya semakin hari semakin maju dan berkembang.
 
Sejumlah sejarawan seperti Dr. G.A.J. Hazeu dan Dr. Th. G. Th. Pigeaud tak begitu mempercayai cerita Babad Tanah Jawa karya JJ. Meinsma tersebut. Keduanya menyatakan ''Babad Tanah Jawa'' karya JJ. Meinsma bukan karya ilmiah, tapi sastra pujangga.
Pada tahun 1582 meletus perang Pajang dan [[Mataram]] disebabkan [[Sutawijaya]] membela adik iparnya, yaitu Tumenggung Mayang terkait hukum buang ke [[Semarang]] oleh Hadiwijaya kepada sang tumenggung. Perang tersebut dimenangkan pihak [[Mataram]], meskipun pasukan Pajang berjumlah lebih besar. Muncul cerita bahwa Sutawijaya meminta bantuan Penguasa Ghoib Raja penguasa Gunung Merapi dan Ratu Pantai Selatan Kanjeng Ratu Kidul dengan imbalan para Raja/ Sultan keturunan Sutawijaya yang kelak menjadi Raja akan menjadi sekutu penguasa tersebut dari Keturunan 1 sampai keturunan 10.
 
== Keruntuhan ==
Berdasar sastra [[Babad Tanah Jawi|Babad Tanah Jawa (1874 M)]] karya penulis Belanda [[Pakubuwana|JJ. Meinsma dan Pakubuwana]], yang menjadi sumber dari sejumlah naskah Babad di pulau Jawa, khususnya babad-babad yang merupakan karya turunan dari sastra Pakubuwana diceritakan:
Sepeninggal Hadiwijaya, terjadilah persaingan antara putra dan menantunya, yaitu [[Pangeran Benawa]] dan [[Arya Pangiri]] sebagai raja selanjutnya. [[Arya Pangiri]] didukung Panembahan Kudus berhasil naik takhta tahun 1583.
 
Di bawah kekuasaan raja baru, Kerajaan Pajang telah melakukan pemberontakan besar dan perluasan istana kerajaan. Namun pemerintahannya tidak bertahan lama. Sekitar tahun 1591, tiga tahun kemudian ia meninggal. Sebagai penggantinya, raja Mataram yang saat itu telah diakui kekuasaannya oleh banyak raja di [[Jawa Tengah]], menunjuk putra Pangeran Benawa, cucu almarhum Sultan Adiwijaya untuk memerintah Pajang sebagai [[vasal]] (wilayah asosiasi) Mataram. Sesudah Senopati Mataram meninggal pada tahun 1601 dan selama pemerintahan penggantinya, [[Anyakrawati|Panembahan Seda-Ing Krapyak]] (1601-1613), Pangeran Benawa II memerintah Pajang tanpa kesulitan besar meskipun dengan usianya yang masih muda.{{Sfn|de Graaf|2019|p=374}}
 
Pada tahun 1617 hingga 1618 timbul pemberontakan besar di Pajang melawan kekuasaan [[Sultan Agung dari Mataram|Sultan Agung]]. Pemberontakan tersebut dibantu oleh sekelompok masyarakat yang tidak puas di Mataram. Penindasan pasukan Mataram terhadap gerakan pemberontakan di daerah Pajang tersebut disertai penghancuran besar-besaran, dan penduduk desa setempat diangkut secara paksa untuk membantu pembangunan kota kerajaan yang baru. Setelah bencana tersebut, sisa-sisa daerah Pajang selama sebagian besar abad ketujuh belas menjadi lemah terhadap perkembangan [[ekonomi]] dan [[politik]], sampai ketika cucu Sultan Agung, [[Mangkurat II]], terpaksa meninggalkan tanah warisannya, Mataram. Ia kemudian memerintahkan membangun istana kerajaan yang baru, [[Kartasura, Mataram|Kartasura]], di Pajang.{{Sfn|de Graaf|2019|p=375}}
 
Pada tahun 1618 raja terakhir dari keluarga raja Pajang, setelah menderita kekalahan dalam pertempuran melawan Mataram, melarikan diri ke Giri dan [[Kota Surabaya|Surabaya]]. selama masih memegang kekuasaan, keluarga raja Pajang masih memiliki hubungan yang baik dengan keluarga raja-raja di Jawa Timur. Pada dasawarsa ketiga abad ketujuh belas, perlawanan terhadap ekspansi Sultan Agung terpusat di sepanjang pantai utara Jawa. Yang Dipertuan di Tambak Baya (sekarang [[Kota Madiun|Madiun]]), sebagai seorang vasal Pajang yang terakhir juga ikut melarikan diri ke Surabaya.{{Sfn|de Graaf|2019|p=375}}
 
== Daftar Pejabat ==
 
=== Daftar Sultan ===
 
{| class="wikitable" style="text-align:center;"
|-
! No.
! Sultan
! Mulai Jabatan
! Akhir Jabatan
! Jabatan <br> Sebelumnya
! Termuat Dalam
|-
|1.
|[[Jaka Tingkir]]
| 1554
| 1583
|Adipati Pajang
|*[[Babad Tanah Jawi]]
|-
|2.
|[[Arya Pangiri]]
|1583
|1586
|Adipati Demak
|*[[Babad Tanah Jawi]]
|-
|3.
| [[Pangeran Benawa]]
| 1586
| 1587
|Adipati Jipang
|*[[Babad Tanah Jawi]]
|}
 
=== Daftar Menteri dan Staf ===
Pemerintahan [[Arya Pangiri]] disibukkan dengan usaha balas dendam terhadap [[Mataram]]. Kehidupan rakyat Pajang terabaikan akibat kemelut tersebut. Hal itu membuat [[Pangeran Benawa]] yang sudah tersingkir ke Jipang, merasa prihatin.
 
{| class="wikitable"
Pada tahun 1586 [[Pangeran Benawa]] bersekutu dengan [[Sutawijaya]] menyerbu Pajang. Meskipun pada tahun 1582 [[Sutawijaya]] memerangi Hadiwijaya, tetapi [[Pangeran Benawa]] tetap menganggapnya sebagai saudara tua.
|-
! Nama !! Jabatan !!
|-
|[[Sunan Prapen|Sunan Giri]] ||Mufti ( Pemimpin Fatwa )
|-
|[[Sunan Kalijaga]] ||Penasihat
|}
 
=== Daftar Kepala Daerah ===
Perang antara Pajang melawan [[Mataram]] dan Jipang berakhir dengan kekalahan [[Arya Pangiri]]. Ia dikembalikan ke negeri asalnya yaitu [[Demak]]. [[Pangeran Benawa]] kemudian menjadi raja Pajang yang ketiga.
 
{| class="wikitable"
Pemerintahan [[Pangeran Benawa]] berakhir tahun 1587. Tidak ada putra mahkota yang menggantikannya sehingga Pajang pun dijadikan sebagai negeri bawahan [[Mataram]]. Yang menjadi bupati di sana ialah Pangeran Gagak Baning atau adik [[Sutawijaya]].
|-
! Nama !! Jabatan !! Termuat Dalam
|-
|[[Ki Panjawi]]||Adipati Pati ( [[Kabupaten Pati]] )
||[[Babad Tanah Jawi]]
|-
|[[Ki Ageng Pemanahan]]||Adipati Mataram ( [[Kota Yogyakarta]] )
||[[Babad Tanah Jawi]]
|-
|[[Arya Pangiri]]||Adipati Demak ([[Kabupaten Demak]] )
||[[Babad Tanah Jawi]]
|-
|[[Panji Wiryakrama]]||Adipati Surabaya ( [[Kota Surabaya]] )
||[[Babad Tanah Jawi]]
|-
|[[Raden Pratanu]]||Adipati Madura ([[Kabupaten Sumenep]] )
||[[Babad Tanah Jawi]]
|-
|[[Arya Pamalad]]||Adipati Tuban ([[Kabupaten Tuban]] )
||[[Babad Tanah Jawi]]
|-
|[[Pangeran Benawa]]||Adipati Jipang ([[Kabupaten Blora]] )
||[[Babad Tanah Jawi]]
|}
 
== Saat Menjadi bawahan Majapahit ==
[[Sutawijaya]] sendiri mendirikan [[Mataram II|Kerajaan Mataram]], di mana ia sebagai raja pertama bergelar [[Panembahan Senopati]].
Pajang menjadi negeri bawahan [[Majapahit]] yang paling utama. Raja yang memimpin bergelar '''Bhre Pajang'''<ref>{{Cite web|title=Kitab Pararaton (terjemahan)|url=http://majapahitprana.blogspot.com/p/kitab-pararaton-terjemahan.html?m=1|website=majapahitprana.blogspot.com|language=id|access-date=19 Desember 2021}}</ref><ref>{{Cite web|title=Terjemahan Lengkap Naskah Manuskrip Nagarakretagama|url=http://www.historynote.wordpress.com/2011/04/28/negarakertagama/amp/|website=historynote.wordpress.com|pages=Pupuh 5 dan 6|language=id|access-date=19 Desember 2021}}</ref><ref>{{Cite web|title=Silsilah Lengkap Pararaja Majapahit Versi Siwi Sang|url=https://siwisang.wordpress.com/2016/06/10/silsilah-lengkap-pararaja-majapahit-versi-siwi-sang/|website=siwisang.wordpress.com|language=id|access-date=17 Juli 2022}}</ref>
Bhre Pajang yang pernah menjabat ialah :
1. Rajasaduhita Iswari Dyah Nirtaja 1350-1388
2. Suhita 1389-1415
3. Sureswari 1429-1450<ref>{{Cite web|title=Tokoh Majapahit Paling Berpengaruh dalam Prasasti Waringin Pitu 1447 M|url=https://www.kompasiana.com/amp/siwisang/tokoh-majapahit-paling-berpengaruh-dalam-prasasti-waringin-pitu-1447m_54f6a8d4a33311e15b8b456f|website=kompasiana.com|language=id|access-date=17 Juli 2022}}</ref>
 
== Saat menjadi bawahan Kesultanan Mataram ==
== Daftar raja ==
Setelah terjadi Perpindahan kekuasaan ke [[Kesultanan Mataram|Mataram]] (1587) status Pajang berubah kembali menjadi Kadipaten.
# [[Jaka Tingkir]] atau '''Hadiwijaya'''
# [[Arya Pangiri]] atau '''Ngawantipura'''
# Pangeran Gagak Baning (1587-1591), adik dari [[Panembahan Senapati]]
# [[Pangeran Benawa]] atau '''Prabuwijaya'''
# Pangeran Sidawini (1591-1617)<ref>{{Cite web|title=Kesultanan Pajang|url=https://m.wiki-indonesia.club/wiki/Kesultanan_Pajang|website=wiki-indonesia.club|language=id|access-date=17 Juli 2022}}</ref>
 
== Referensi ==
Baris 109 ⟶ 225:
 
== Daftar pustaka ==
{{refbegin|1}}
* [[Andjar Any]]. 1980. ''Raden Ngabehi Ronggowarsito, Apa yang Terjadi?'' Semarang: Aneka Ilmu
* {{Cite book|last=Any|first=Andjar|date=1980|title=Raden Ngabehi Ronggowarsito, Apa yang Terjadi|location=Semarang|publisher=Aneka Ilmu|isbn=|pages=|url-status=live}}
* Andjar Any. 1979. ''Rahasia Ramalan Jayabaya, Ranggawarsita & Sabdopalon''. Semarang: Aneka Ilmu
* {{Cite book|last=Any|first=Andjar|date=1979|title=Rahasia Ramalan Jayabaya, Ranggawarsita & Sabdopalon|location=Semarang|publisher=Aneka Ilmu|isbn=|pages=|url-status=live}}
* ''Babad Majapahit dan Para Wali Jilid 3''. 1989. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
* {{Cite book|last=Prawirayuda|first=Prawirayuda|last2=Sastradiwirya|first2=Sastradiwirya|date=1989|title=Babad Majapahit dan Para Wali Jilid 3|location=Jakarta|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah|isbn=|pages=|url-status=live}}
* ''Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647''. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
* {{Cite book|last=Olthof|first=W. L.|date=2007|title=Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647|location=Yogyakarta|publisher=Narasi|isbn=9789791681629|pages=|url-status=live}}
* H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. ''Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Jawa''. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
* {{Cite book|last=de Graff|first=H.J.|last2=Pigeaud|first2=TH. G. TH.|date=2019|title=Kerajaan Islam Pertama di Jawa: Tinjauan Sejarah Politik Abad XV dan XVI, cetakan V edisi revisi|location=Yogyakarta|publisher=MataBangsa|isbn=9789799471239|pages=|url-status=live}}
* Hayati dkk. 2000. ''Peranan Ratu Kalinyamat di jepara pada Abad XVI''. Jakarta: Proyek Peningkatan Kesadaran Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional
* {{cite book|title=Peranan Ratu Kalinyamat di jepara pada Abad XVI|last=hayati|first=Chusnul|publisher=Proyek Peningkatan Kesadaran Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional|url=http://repositori.kemdikbud.go.id/13721/1/Peranan%20ratu%20kalinyamat%20di%20jepara%20pada%20abad%20xvi.PDF|year=2000|isbn=|location=Jakarta|ref={{sfnref|Hayati|2000}}|url-status=live}}
* Moedjianto. 1987. ''Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram''. Yogyakarta: Kanisius
* {{cite book|title=Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram|last=Moedjianto|first=G.|publisher=Kanisius|url=https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=518699|year=1987|isbn=9780230546868|location=Yogyakarta|ref={{sfnref|Moedjianto|1987}}|url-status=live}}
* Purwadi. 2007. ''Sejarah Raja-Raja Jawa''. Yogyakarta: Media Ilmu
* {{cite book|title=Sejarah Raja-Raja Jawa|last=Purwadi|first=Purwadi|publisher=Media Ilmu|url=https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=626904|year=2007|isbn=|location=Yogyakarta|ref={{sfnref|Purwadi|2007}}|url-status=live}}
* [[M. C. Ricklefs|Ricklefs, M. C.]], ''A History of Modern Indonesia since c. 1200'', Palgrave MacMillan, New York, 2008 (terbitan ke-4), ISBN 978-0-230-54686-8
* {{cite book|title=A History of Modern Indonesia since c. 1200|last=Ricklefs|first=M.C.|publisher=Palgrave MacMillan|url=https://www.google.co.id/books/edition/A_History_of_Modern_Indonesia_since_c_12/HPEnBQAAQBAJ?hl=en&gbpv=0|year=2008|isbn=9780230546868|location=New York|ref={{sfnref|Ricklefs|2008}}|url-status=live}}
* [[Slamet Muljana]]. 1979. ''Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya''. Jakarta: Bhratara
* {{Cite book|last=Muljana|first=Slamet|date=1979|title=Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya|location=Jakarta|publisher=Bhratara|isbn=|pages=|url-status=live}}
 
{{Kerajaan di Jawa|Kerajaan DJIPANG = Jawa tengah|P. Arya Penangsang = }}
 
[[Kategori:Kesultanan Pajang|Kesultanan Pajang]]
[[Kategori:Kerajaan Pajang]]
[[Kategori:Kerajaan di Nusantara|Pajang]]
[[Kategori:Kesultanan di Nusantara]]
[[Kategori:Sayyid]]