Kelenteng Sam Poo Kong: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8 |
→Galeri: Better Photo Change |
||
(11 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Chinese|pic=Kelenteng Sam Poo Kong.jpg|picsize=250px|piccap=Kelenteng Sam Poo Kong|c=三寶公廟|p=Sān Bǎo Gōng Miào|poj=Sam-pó-kong-biō|altname=Gua Sampoo|c2=三保洞|p2=Sān Bǎo Dòng|j2=Sam-pó-tōng}}
'''Kelenteng Gedung Kuno Sam Poo Tong''' ({{lang-zh|三保洞}}, makna literal "gua tiga orang sakti") yaitu bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama seorang Laksamana Tiongkok beragama Islam yang bernama Zheng He/[[Cheng Ho]]. Tidak semua anak buah kapal beragama Islam. Kompleks Sam Po Tong berada di daerah Simongan, sebelah barat daya Kota [[Semarang]]. Tanda yang menunjukan sebagai bekas petilasan yang berciri keislaman dengan ditemukannya tulisan berbunyi "Marilah kita mengheningkan cipta dengan mendengarkan bacaan Al Qur'an".<ref>{{Cite web|url=https://www.researchgate.net/publication/316925749_ULUM_AL-QURAN_SEJARAH_DAN_PERKEMBANGANNYA|title=(PDF) ULUM AL-QURAN, SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA|website=ResearchGate|language=en|access-date=2019-02-22}}</ref><ref>{{Cite book|title=Sejarah Al-Qur'an|url=https://books.google.co.id/books?id=C0G8nQAACAAJ&dq=Sejarah+Al+Quran&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjn1Lm9-c7gAhVBOY8KHbWIBhcQ6AEIMjAC|publisher=Pustaka Aman Press|date=1983|language=en|first=Aboebakar|last=Atjeh (Hadji)}}</ref><ref>{{Cite book|title=Sejarah Al-Qur'an|last=Atjeh|first=Aboebakar|publisher=Pustaka Aman Press|year=1983|isbn=|location=|pages=|url=https://books.google.co.id/books?id=C0G8nQAACAAJ&dq=Sejarah+Al+Quran&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjn1Lm9-c7gAhVBOY8KHbWIBhcQ6AEIMjAC}}</ref>▼
'''Kelenteng Gedung Kuno Sam Poo Kong''' ({{lang-zh|三保洞}}, Sānbǎo Dong) yang jika diterjemahkan menjadi Gua Tiga Perlindungan. Terminologi tiga perlindungan adalah doktrin umat Buddha, yang menyatakan berlindung pada Triratna (Sansekerta) atau Tiratana (Pali) yaitu Buddha, Dharma dan Sangha. Karakter “Pao” berdasarkan “Akun Zeng He” dalam Sejarah Dinasti Ming (明史) volume 304, adalah 保 “pao” yang berarti perlindungan, merupakan homonim yang disederhanakan dari "pao" 寶 dalam arti permata. Istilah tiga permata bersumber dari istilah Sansekerta Buddhistik yaitu Triratna yakni Buddha (佛), Dharma (法) and Sangha (僧). Berdasarkan hal ini, seluruh wihara atau klenteng Triratna di Asia Tenggara dianggap sebagai klenteng Cheng Ho.<ref>{{Cite book|last=Yun-Tsiao|first=Hsu|date=2005|title=Admiral Zheng He and Southeast Asia|work=Notes Relating To Admiral Cheng Ho's Expeditions|location=Singapore|publisher=ISEAS|isbn=981-230-329-4|editor-last=Suryadinata|editor-first=Leo|pages=125-127|url-status=live}}</ref>
Kelenteng ini disebut Gedung Batu karena bentuknya merupakan gua batu besar yang berada di sebuah bukit batu. Untuk mengenang Zheng He, masyarakat Indonesia keturunan Tionghoa membangun sebuah kelenteng. Sekarang tempat ini dijadikan tempat peringatan dan pemujaan atau bersembahyang serta tempat untuk berziarah. Untuk keperluan tersebut, di dalam gua batu itu diletakkan sebuah altar serta patung-patung Sam Po Tay Djien. Meskipun Laksamana Cheng Ho adalah seorang muslim, tetapi masyarakat menganggapnya sebagai dewa. Hal ini dapat dimaklumi mengingat agama [[Konghucu]] atau [[Taoisme]] menganggap orang yang sudah meninggal dapat memberikan pertolongan kepada mereka.<ref name="Muljana">{{id}} {{cite book|last=Muljana|first=Slamet|year=2005|url=http://books.google.co.id/books?id=j9ZOKjMxVdIC&lpg=PA78&dq=suma%20oriental&pg=PA61#v=onepage&q=suma%20oriental&f=false|title=Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara|publisher=PT LKiS Pelangi Aksara|isbn=9798451163|pages=61}}ISBN 978-979-8451-16-4</ref>▼
Zheng He atau Cheng Ho (郑和) adalah tokoh besar yang menginspirasi pendirian tempat ibadah umat Buddha Tionghoa di Semarang ini. Zheng He lahir di Provinsi Yunnan pada 1371 dari suku Hui, salah satu suku minoritas di Tiongkok. Kebanyakan masyarakat Hui beragama Islam, dan menggunakan nama marga Ma, bentuk sinisisasi dari Muhammad. Namun Zheng He mendalami dharma ajaran Buddha dari seorang bhiksu bernama Daoyan, yang juga memimpin pembacaan Bodhisattva Sila untuk Zheng He<ref>{{Cite journal|last=Sen|first=Tansen|date=2019|title=Zheng He’s Military Interventions in South Asia, 1405–1433|url=https://brill.com/view/journals/cahs/1/2/article-p158_158.xml|journal=China and Asia|volume=1|issue=2|pages=158-191|doi=10.1163/2589465X-00102003}}</ref>. Di waktu senggang sang laksamana juga kerap mengisinya dengan menyalin sutra-sutra ajaran Buddha, salah satunya Sutra Hati yang pada 2015 lalu dilelang di Pelelangan Sotheby New York dengan harga 14 juta US dolar.<ref>{{Cite web|last=The Long|first=Museum|date=2015-07-11|title=Share: Coming Back of Zheng He—The 610th Anniversary of Zheng He’s Expeditionary Voyage and Academic Seminar of the Buddhist Sutra in the Ming Dynasty|url=http://www.thelongmuseum.org/en/list-386/1188.html|website=Long Museum|access-date=2024-03-12}}</ref>
Pada 1414 sebagaimana tercantum dalam naskah yang ditemukan tersebut, Zheng He berikrar akan menyalin Vajracchedika Prajna Paramita Sutra (Jin Gan Jing), Guan Yin Sutra (Guanyin Jing), Amithaba Sutra (Mituo Jing), Marici Bodhisattva Sutra (Molizhitian Jing), Prajnaparamitahrdaya (Xin Jing), Surangama Sutra (Leng Yan Jing), Mahakaruna Dharani (Da Bei Zhou), Sarvadurgatiparisodhana Tantra (Zun Sheng Zhou), dan Mantra Sataksara (Bai Zi Shen Zhou). Penulisan ini dilakukan oleh Zheng He sebagaimana tradisi pada masanya, yakni sebagai wujud syukur, sebagaimana diungkapkannya di naskah temuan tersebut “Setiap mendapat perintah melanglang buana, senantiasa memperoleh karunia dari San Bao.” Arti kata San Bao adalah tiga mustika atau tiga permata yang merujuk pada Tri Ratna yaitu Buddha, Dharma, dan Sangha. Indonesia mengenal istilah ini dengan Sam Poo melalui nama Sam Poo Kong.<ref>{{Cite web|last=Basuki|first=Novi|date=2017-11-16|title=Apa Agama Cheng Ho|url=https://historia.id/agama/articles/apa-agama-cheng-ho-vXWpm/page/1|website=Historia|access-date=2024-03-12}}</ref>
▲
▲Kelenteng ini disebut Gedung Batu karena bentuknya merupakan gua batu besar yang berada di sebuah bukit batu. Untuk mengenang
==Sejarah==
Menurut cerita, Laksamana
Konon, setelah
Selain membangun Kelenteng Sam Poo Kong,
== Bangunan ==
Kelenteng Sam Poo Kong memiliki beberapa kompleks bangunan, diantaranya yaitu Bangunan Kelenteng Utama atau Sam Poo Kong, Kelenteng Kyai Juru Mudi, Kelenteng Dewa Bumi, Kelenteng Kyai Jangkar, Kelenteng Kyai Nyai Tumpeng dan Kyai Tjundrik Bumi, serta Gua Pemujaan Sam Poo Kong. Pada dinding luar bangunan kelenteng utama, terdapat lapisan relief yang menceritakan kisah ekspedisi Laksamana Zheng He di abad ke-15 selama 30 tahun. Relief tersebut diukir oleh seniman bali sedangkan batu yang digunakan untuk membuat relief berasal dari Tiongkok. Terdapat pula dua patung kecil yang melambangkan kedatangan Laksamana Zheng He ke Semarang. Patung pertama mewakili kedatangan pertama Laksamana Zheng He pada tahun 1406 dan terbuat dari kayu cendana. Patung kedua mewakili kedatangan pada tahun 1416 dan terbuat dari porselen.<ref name=":0">{{Cite web|title=Buildings – SAM POO KONG|url=https://sampookong.co.id/en/buildings/|language=en-US|access-date=2020-08-24}}</ref>
Kelenteng Kyai Juru Mudi merupakan tempat pemujaan bagi Kyai Juru Mudi Dampo Awang atau Wang Jing hong, kapten dari kapal yang dibawa oleh Laksmana Zheng He. Ketika mendarat di pulau Jawa, Wang Ji Hong tiba-tiba jatuh sakit sehingga ia membutuhkan perawatan dan waktu beristirahat. Wang pun memutuskan untuk tinggal di Simongan dan mulai membangun rumah serta bertani.<ref name=":0" />
Kelenteng Dewa Bumi merupakan tempat untuk memberi hormat kepada Dewa Bumi atau Hok Tik Tjing Sin.<ref name=":1" />
== Galeri ==
Baris 31 ⟶ 29:
Berkas:Gedung Batu Temple Semarang.jpg|{{center|Kelenteng Sam Poo Kong dilihat dari depan}}
Berkas:Sam Poo Kong Temple 2011.JPG|{{center|Kelenteng Sam Poo Kong dilihat dari sisi kiri}}
Berkas:Sam Poo Kong Pagoda roofs.jpg|Salah satu sudut Kuil Sam Poo Kong
</gallery>
|