Nguras enceh: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k Daftar pustaka: Bot: Merapikan artikel, removed stub tag
 
(5 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 4:
 
== Awal Mula ==
Upacara Nguras Enceh berawal dari kemenangan [[Kesultanan Mataram]] yang berperang dengan aliansi [[Kesultanan Aceh]], [[Kesultanan Palembang]], [[Kesultanan Utsmaniyah|KerajaanKesultanan NgerumUstmaniyah]] (Turki Utsmani), dan [[Siam|Kerajaan Siam]] (Thailand-Myanmar). Keempat kerajaan ini kemudian menjadi kerajaan taklukansahabat dari Kesultanan Mataram pada masa pemerintahan Sultan Agung. Sebagai tanda perdamaian dan tanda persahabatan, Sultan Agung meminta masing-masing kerajaan untuk memberikan pusaka yaitu gentong enceh. Hal ini kemudian menjadi tradisi bagi masyarakat di Kecamatan Imogiri yang disebut Nguras enceh atau Nguras kong.{{Sfn|Suharta|2014|p=1968–1967}} Pada masa selanjutnya Gentong tersebut kemudian diletakkan di hadapan makam Sultan Agung.
 
Di sisi kiri (dilihat dari tangga bawah) atau di sebelah barat makam raja-raja Imogiri ada dua enceh milik Keraton Kesultanan Yogyakarta. Yaitu Nyai Danumurti dan Kyai Danumaya, letak kedua gentong ini lebih rendah dari letak gentong milik Keraton Surakarta karena menurut silsilah, Keraton Yogyakarta lebih Muda dibanding Surakarta. Namun kedua gentong milik Yogyakarta ini berada di kompleks makam raja-raja dari Kesunanan Surakarta Hadiningrat.
 
Sementara di sisi kanan (dilihat dari tangga bawah) atau sebelah timur makam raja-raja Imogiri terdapat dua enceh milik Keraton Kesunanan Surakarta. Yaitu Nyai Siyem dan Kyai Mendu, letak kedua gentong ini lebih tinggi dari letak gentong milik Keraton Yogyakarta karena menurut silsilah, Keraton Surakarta lebih tua dibanding Yogyakarta. Namun kedua gentong milik Surakarta ini berada di kompleks makam raja-raja dari Kesultanan Yogyakarta Hadiningrat.
 
== Ritual ==
Sehari sebelum diadakannya Nguras enceh, dilakukan [[Karnaval|kirab]] dengan [[gayung]] yang terbuat dari tempurung kelapa. Kirab ini dimulai dari Kecamatan Imogiri hingga ke Kompleks Makam Raja- Raja Imogiri di Pajimatan, [[Girirejo, Imogiri, Bantul|Girirejo]]. Kesenian [[Gunungan]], Prajurit Lombok Abang, [[Jatilan]], [[Gejog Lesung Yogyakarta|Gejog Lesung]], dan [[Selawatan]] menjadi pengiring kirab.{{Sfn|Suharta|2014|p=1969}}

Prosesi diadakan didalam Kompleks Raja Raja Mataram Imogiri. Kompleks Makam Imogiri memang dikelola secara bersama oleh [[Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat|Keraton Yogyakarta]] dan [[Keraton Surakarta Hadiningrat|Keraton Surakarta]]. Masing-masing keraton memiliki Abdiabdi dalem golongan atas yang menjadi perwakilan dan bertindak sebagai penanggung jawab alias juru kunci di sana, yang disebut "Bupati". Bupati disanaKeraton Surakarta dan Bupati Keraton Yogyakarta di sana juga mempunyai beberapa bawahan yang juga merupakan Abdiabdi dalem namun berasal dari golongan bawah. Sebagai rincian, jumlah abdi dalem yang berada di Kompleks Imogiri ([[Permakaman Imogiri|Makam Raja Raja Imogiri]] dan [[Masjid Pajimatan Imogiri]]) mencapai 165103 orang dengan rincian : 9562 orang abdi dalem [[Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat|Keraton Yogyakarta]] dan 7041 orang abdi dalem [[Keraton Surakarta Hadiningrat|Keraton Surakarta]].
 
Pada gerbang masuk kedua dari makam Sultan Agung, terdapat empat buah enceh atau tempayan pemberian empat kerajaan sahabat. Masing-masing tempayan diberi nama yaitu Nyai Danumurti dari [[Kesultanan Palembang]] dan Kyai Danumaya dari [[Kesultanan Aceh]]. Keduanya adalah milik dari [[Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat|Keraton Yogyakarta]]. Sementara dua lagi yakni Kyai Mendung dari [[Kesultanan Utsmaniyah|Kesultanan Ustmaniyah]], dan Nyai Siyem dari [[Siam|Kerajaan Siam]].{{Sfn|Himaya|2017|p=209}}. Keduanya adalah milik dari [[Keraton Surakarta Hadiningrat|Keraton Surakarta]].
Baris 23 ⟶ 29:
== Daftar pustaka ==
 
* {{cite journal|last=Himaya|first=Nidyasti Dilla|date=2017|title=Pengaruh Budaya Jawa-Hindu dalam Kompleks Makam Imogiri, Yogyakarta|url=https://seminar.iplbi.or.id/wp-content/uploads/2017/06/HERITAGE2017-B-205-210-Pengaruh-Budaya-Jawa-Hindu-dalam-Kompleks-Makam-Imogiri-Yogyakarta.pdf|journal=Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017|volume=|issue=|pages=205–210|doi=10.32315/sem.1.b205|isbn=978-602-17090-6-1|ref={{sfnref|Himaya|2017}}|url-status=live|access-date=2020-09-11|archive-date=2019-04-27|archive-url=https://web.archive.org/web/20190427173441/https://seminar.iplbi.or.id/wp-content/uploads/2017/06/HERITAGE2017-B-205-210-Pengaruh-Budaya-Jawa-Hindu-dalam-Kompleks-Makam-Imogiri-Yogyakarta.pdf|dead-url=yes}}
* {{cite journal|last=Suharta|first=Rudy|date=April 2014|title=Pengembangan Produk Andalan dengan Pendekatan One Village One Product (OVOP) Di Kecamatan Imogiri|url=https://jrd.bantulkab.go.id/?p=490|journal=Jurnal Riset Daerah|volume=XIII|issue=1|pages=1963–1974|doi=|issn=|ref={{sfnref|Suharta|2014}}|url-status=live}}
{{budaya-stub}}
 
[[Kategori:Budaya Jawa]]