Pengusaha Jawa: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 5 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(9 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Pengusaha Jawa''' merujuk pada ranah masyarakat [[suku Jawa]] yang bekerja sebagai [[wirausahawan]]. Berdasarkan data demografi, mayoritas [[orang Jawa]] di [[Indonesia]] tinggal di [[Jawa Tengah]], [[DIY]], dan [[Jawa Timur]]. Dari [[daftar provinsi Indonesia berdasarkan PDRB]] (data [[Badan Pusat Statistik|BPS]] tahun 20132020), gabungan ekonomi provinsi Jateng, DIY, dan Jatim adalah yang terbesar di Indonesia.<ref>httphttps://www.bps.go.id/tab_subindicator/view.php?kat=2&tabel=1&daftar=1&id_subyek=52&notab=/286/1/-seri-2010-produk-domestik-regional-bruto-.html</ref>
 
== Latar belakang ==
Baris 6:
Suku Jawa cenderung menganggap penting profesi [[PNS]] yang dipandang sebagai kelompok elit, sekalipun keluarga suku Jawa tersebut tidak tinggal di [[Pulau Jawa]]. Orang tua cenderung memberikan dukungan secara moril dan materiil terhadap anaknya yang mendaftar [[CPNS]], seperti menjual harta dan lahan serta berdoa di makam orang yang dituakan. Fenomena PNS merupakan kelanjutan nilai-nilai yang telah ada dan diadopsi di dalam kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat feodal, sejak zaman kerajaan sampai sekarang. Makna pegawai negeri sipil di dalam masyarakat tidak semata-mata sebagai mata pencaharian saja, melainkan ada makna lain yang diartikan oleh masyarakat yang meninggikan dari profesi pegawai negeri sipil itu sendiri.<ref>Ria Mardalena. [http://www.akademik.unsri.ac.id/paper3/download/paper/TA_07081002082.pdf Makna Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai Simbol Status Sosial bagi Masyarakat Desa Kerujon, Kecamatan Semendawai Suku III, Kabupaten Oku Timur] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20150128114204/http://www.akademik.unsri.ac.id/paper3/download/paper/TA_07081002082.pdf |date=2015-01-28 }}. Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sriwijaya.</ref> Suku Jawa juga menganggap penting profesi sebagai [[dokter]] dan [[guru]] dibandingkan sebagai pengusaha.{{citation needed}}
 
Pada masa sekarang, banyak orang Jawa yang juga mulai berbisnis. Banyak toko, warung, dan berdagang di pasar yang mulai dilirik oleh orang Jawa dengan cara-cara yang lebih profesional. Hal ini menunjukkan penilaian orang Jawa tentang bisnis mulai bergeser. Banyak orang Jawa melihat bahwa pekerjaan sebagai pengusaha adalah pekerjaan yang sangat menjanjikan untuk mencapai kesuksesan hidup dan meningkatkan status sosial ketika bisnis mereka berhasil.<ref name=eko/> Di data [[BPS]] profesi mayoritas orang Jawa adalah pengusaha.<ref>https://jatim.bps.go.id/statictable/2020/11/27/2116/penduduk-bekerja-menurut-kabupaten-kota-dan-status-pekerjaan-di-provinsi-jawa-timur-agustus-2019.html</ref><ref>https://jateng.bps.go.id/indicator/6/1754/1/penduduk-berumur-15-tahun-ke-atas-yang-bekerja-selama-seminggu-yang-lalu-menurut-status-pekerjaan-utama-dan-jenis-kelamin-di-provinsi-jawa-tengah.html</ref> Bahkan menurut data [[Kementerian Perhubungan Indonesia]] menunjukkan tujuan pemudik dari Jakarta adalah 61% Jateng, 39% Jatim dan 10% daerah lain. Ditinjau dari profesinya, 28% pemudik adalah karyawan swasta, 27% wiraswasta, 17% PNS/TNI/POLRI, 10% pelajar/mahasiswa, 9% ibu rumah tangga dan 9% profesi lainnya. Diperinci menurut pendapatan pemudik, 44% berpendapatan Rp3-5 Juta, 42% berpendapatan Rp1-3 Juta, 10% berpendapatan Rp5-10 Juta, 3% berpendapatan di bawah Rp1 Juta dan 1% berpendapatan di atas Rp10 Juta.<ref>https://web.archive.org/web/20150105131914/http://hubdat.dephub.go.id/berita/1348-279-juta-penduduk-akan-melakukan-mudik-lebaran-2014/</ref> Daftar 150 orang terkaya Indonesia ternyata suku Jawa adalah suku kedua setelah orang Tionghoa yang paling banyak pengusaha lebih banyak dari suku pribumi lain.<ref>https://www.merdeka.com/uang/daftar-terbaru-150-orang-terkaya-di-indonesia.html</ref>
 
Sementara itu, Jennifer Alexander, seorang antropolog, dalam tulisannya menyebutkan bahwa para pedagang Jawa beroperasi di pasar dalam suatu model yang terpadu dan bersifat kewirausahaan. Ia memperdebatkan bahwa mereka bukan pengusaha karena kegiatan usaha mereka tidak diperluas dan jarang berlangsung dari generasi ke generasi. Ia juga menulis bahwa perusahaan dagang Jawa bukanlah "perusahaan keluarga". Basis perusahaan dibangun dengan sangat lemah. Perusahaan besar beroperasi dengan dasar hukum yang sedikit selain izin pemerintah yang amat terbatas, tidak membayar pajak, dan pembukuan yang amat terbatas.<ref>Djoko Pitono (penerbit dan editor buku). 25 September 2007. Suara Merdeka, [http://www.suaramerdeka.com/harian/0709/25/opi03.htm Penjual, Profesi yang Agung] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20150924120731/http://www.suaramerdeka.com/harian/0709/25/opi03.htm |date=2015-09-24 }}.</ref>
 
=== Sejarah ===
Eksistensi pengusaha Jawa menurut sejarah paling awal dapat dilacak pada zaman kerajaan [[Majapahit]]. Pedagang asal Tiongkok Wang Ta Yuan mencatat komoditas ekspor pengusaha Jawa saat itu adalah [[lada]], [[garam]], [[kain]], dan [[burung]] [[Kakaktua]]; sedangkan komoditas impornya adalah [[mutiara]], [[emas]], [[perak]], [[sutra]], [[keramik|barang keramik]], dan barang dari [[besi]]. [[Mata uang]]nya dibuat dari campuran [[perak]], [[timah putih]], [[timah hitam]], dan [[tembaga]].<ref name="SNI434">''Referensi masih diragukan, mohon bantuan pengecekan''. Poesponegoro & Notosusanto (1990), hal. 434-435.</ref> Pedagang Jawa zaman Majapahit yang menukar beras dengan [[lada]] dibebaskan dari [[cukai]] oleh [[Kerajaan Samudera Pasai]].<ref>{{Cite web |url=http://atjehpost.co/m/read/4204/Kisah-Otonomi-Pasai-dan-Majapahit// |title=Salinan arsip |access-date=2015-02-02 |archive-date=2015-01-19 |archive-url=https://web.archive.org/web/20150119094728/http://atjehpost.co/m/read/4204/Kisah-Otonomi-Pasai-dan-Majapahit |dead-url=yes }}</ref> Pada abad 15 pedagang Jawa juga berperan besar dalam perdagangan [[Rempah-rempah]] dari [[Maluku]] ke [[Malaka]].<ref>Marwati Djoened Poesponegoro. 2008. [https://books.google.co.id/books?id=N5jc0h1BktwC&pg=PA25&lpg=PA25&dq=pedagang+jawa+malaka&source=bl&ots=yQz5iltFDl&sig=pFToJNnvLr199gPxQphaAO5r5PE&hl=en&sa=X&ei=GGi3VO61KJLiuQTakoKQDg&redir_esc=y#v=onepage&q=pedagang%20jawa%20malaka&f=false Sejarah nasional Indonesia: Kemunculan penjajahan di Indonesia, ±1700-1900] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20150115153246/https://books.google.co.id/books?id=N5jc0h1BktwC&pg=PA25&lpg=PA25&dq=pedagang+jawa+malaka&source=bl&ots=yQz5iltFDl&sig=pFToJNnvLr199gPxQphaAO5r5PE&hl=en&sa=X&ei=GGi3VO61KJLiuQTakoKQDg&redir_esc=y#v=onepage&q=pedagang%20jawa%20malaka&f=false |date=2015-01-15 }}. Jakarta: Balai Pustaka.</ref> Kawasan [[Laweyan, Surakarta|Laweyan]] sejak lama telah menjadi pusat pedagang [[batik]].<ref>{{Cite web |url=http://peluangbisniswirausaha.com/menelusuri-peluang-bisnis-batik-eksotis-di-kampung-laweyan-solo-16 |title=Salinan arsip |access-date=2015-02-02 |archive-date=2015-01-15 |archive-url=https://web.archive.org/web/20150115105031/http://peluangbisniswirausaha.com/menelusuri-peluang-bisnis-batik-eksotis-di-kampung-laweyan-solo-16 |dead-url=yes }}</ref> Pengusaha di [[Jepara]] juga telah lama mengandalkan kerajinan kayu ukiran dan kayu ukir untuk diekspor.<ref>http://regional.kompas.com/read/2011/09/19/03100217/Jepara.Bertopang.pada.Kayu.dan.Ukiran//</ref>
 
== Lihat pula ==