Kesultanan Melaka: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
(89 revisi perantara oleh 39 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{otheruses|Malaka (disambiguasi)}}
{{Infobox Former Country
| conventional_long_name = Kesultanan Melayu Melaka<br>كسلطانن ملايو ملاك
| common_name = Kesultanan Melaka
| continent = Asia▼
| region = [[Asia Tenggara]]▼
| religion = [[Islam]]▼
| p1 = Kerajaan Singapura
| p2 = Kerajaan Sriwijaya
|
|
|
| flag_s2 = White Flag of the Malay Sultanates.svg
| s2 = Kesultanan Pahang
| flag_s3 = White Flag of the Malay Sultanates.svg
| flag_s4 = Flag of Johor (1855–1865).svg
| s4 = Kesultanan Johor
| year_end = 1511
| date_start =
| date_end =
| event_start =
| event_end =
| image_flag =
| image_coat =
| symbol_type =
| image_map = Malacca Sultanate id.svg
| image_map_size = 250px
| image_map_captio =
| capital = [[Melaka]]
| common_languages = [[Bahasa Melayu Klasik|Melayu klasik]]
| government_type = Monarki
| title_leader = Sultan
| leader1 = [[Parameswara]](Pertama)
| year_leader1 =
| leader2 = [[
| year_leader2 =
| leader3 =
| year_leader3 =
| leader4 =
| year_leader4 =
| leader5 =
| year_leader5 =
| currency =
| footnotes =
Baris 44 ⟶ 48:
| GDP_PPP_year =
| HDI =
| HDI_year = Index demokrasi
| today = {{flag|Malaysia}}<br />{{flag|Indonesia}}<br />{{flag|Singapura}}<br />{{flag|Thailand}}
| flag_caption = Bendera Kesultanan Malaka seperti terlihat di peta Planisfera Cantino
| flag_width =
}}
{{Sejarah Indonesia|Kerajaan Islam}}
[[Berkas:Malacca Sultanate Palace.JPG|jmpl|ka|Replika istana Kesultanan Malaka, dibangun kembali berdasarkan informasi dari [[Sulalatus Salatin]] ]]
'''Kesultanan Melaka''' atau '''Kesultanan Malaka''' adalah sebuah
Pada awalnya Melaka bukanlah sebuah Kerajaan beragama Islam. Hal ini berubah ketika Parameswara menikah dengan Putri Sultan Zainal Abidin Malikuzzahir dari [[Kesultanan Samudera Pasai|Samudera Pasai]] dan masuk Islam, ia mengubah namanya menjadi Sultan Iskandar Syah <ref name=":7">Pengaruh Islam Dalam Sastra Melayu (1976) "Pengaruh Islam Dalam Sastra Melayu" Seminar
Kebudayaan Islam Dan Kebudayaan Melayu. UKM.</ref>.
Keadaan Islam Parameswara diceritakan dalam tulisan Laksamana Cheng Ho yang pernah berkunjung ke Melaka pada tahun 1409. Tulisan tersebut menjelaskan bahwa pada saat itu Parameswara masih berkuasa, dan ia sebagai raja dan rakyat Melaka sudah beragama Islam.
▲'''Kesultanan Melaka''' adalah sebuah [[Kerajaan Melayu]] yang pernah berdiri di [[Melaka]], [[Malaysia]]. Kerajaan ini didirikan oleh [[Parameswara]], kemudian mencapai puncak kejayaan pada abad ke 15 dengan menguasai jalur pelayaran [[Selat Melaka]], sebelum ditaklukan oleh [[Portugal]] tahun [[1511]]. Kejatuhan Malaka ini menjadi pintu masuknya kolonialisasi [[Eropa]] di kawasan [[Nusantara]].
Dengan masuk dan berkembangnya Islam di Kesultanan Melaka merupakan cikal bakal berkembangnya agama Islam di kawasan Nusantara, hal ini karena Kesultanan Melaka merupakan aspek penting dalam kehidupan masyarakat di Nusantara. Karena dari kawasan Melaka pemakaian bahasa dan penyebaran kebudayaan
Melayu Islam tersebar dihampir keseluruh kawasan Nusantara. Apa yang kita gunakan sebagai alat komunikasi di Nusantara saat ini merupakan hasil yang positif dari keagungan Melaka sebagai jantung kebudayaan Melayu Islam di Nusantara <ref name=":7">Pengaruh Islam Dalam Sastra Melayu (1976) "Pengaruh Islam Dalam Sastra Melayu" Seminar
Kebudayaan Islam Dan Kebudayaan Melayu. UKM.</ref>.
== Pendirian ==
{{utama|Parameswara}}
Setelah dilakukan penelitian sejarah, baik dari buku ''Sejarah Melayu'' karya [[Tun Sri Lanang]], buku ''[[Hikayat Raja-raja Pasai]]'' karya Syekh Nuruddin Raniri, buku ''[[Riwayat Negeri Malaka]]'' dalam [[bahasa Portugis]] karya [[Barros]] pada tahun 1553, catatan orang Tionghoa, juga dengan Babad Tanah Jawa ''[[Pararaton]]'' (raja-raja), dapat diambil kesimpulan bahwa pada permulaan abad ke-14, daerah Tanjung Medini masih perang antara dua kekuatan.<ref name=":0">Prof. Dr. Hamka (2016) "Sejarah Umat Islam" Jakarta : Gema Insani</ref> Di sana belum ada kerajaan. Akan tetapi, di tanah Jawa, telah muncul kerajaan multikultural [[Majapahit]] yang menjadi lawan kuat Siam dalam memperebutkan kekuasaan di [[Selat Malaka]], terutama pada tahun 1331, ketika[[Gajah Mada]] mendapat kepercayaan tinggi dari Batara Majapahit. Setelah Gajah Mada naik, digariskanlah politik yang tegas, yaitu memperluas kekuasaannya dan merebut sebuah tanjung yang sering terjadi perang antara penduduk setempat dengan negeri Siam. Majapahit pun menyerang Palembang, Singapura, Brunei, Pasai, sebagian Tembeling, dan kemungkinan juga termasuk Luzon. Padahal, di Singapura saat itu masih berdiri sebuah kerajaan independen.
Berdasarkan [[Sulalatus Salatin]] dan [[Suma Oriental]] Kerajaan ini didirikan oleh Parameswara seorang pangeran yang berasal dari palembang yang melarikan diri karena invasi angkatan laut Majapahit. [[Kronik]] [[Dinasti Ming]] juga mencatat [[Parameswara]] sebagai pendiri Malaka<ref>{{Cite web|url=http://lib.ui.ac.id/|title=Dinamika perdagangan Bandar Malaka dari masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah hingga masa pemerintahan Portugis (1456-1641) = Dynamincs trading of Bandar Malacca from Sultan Mansyur Syah periode until Portuguese periode (1456-1641)|last=Suryaningrat|first=Rizal F. Aji, Wisnu M.|date=2011|website=Universitas Indonesia Library|language=en-US|access-date=2019-12-14}}</ref> mengunjungi [[Kaisar Yongle]] di [[Nanjing]] pada tahun 1405 dan meminta pengakuan atas wilayah kedaulatannya.<ref>{{cite book|last= Gungwu|first= Wang|title= Only connect!: Sino-Malay encounters|publisher= Eastern Universities Press|year= 2003|id= ISBN 981-210-243-4 }}</ref> Sebagai balasan upeti yang diberikan, [[Kaisar Tiongkok]] menyetujui untuk memberikan perlindungan pada Malaka,<ref name="ASHM">{{cite book|last= Hooker|first= Virginia M.|title= A Short History of Malaysia: linking east and west|publisher= Allen & Unwin|year= 2003|id= ISBN 1-86448-955-3 }}</ref> kemudian tercatat ada sampai 29 kali utusan Malaka mengunjungi Kaisar Tiongkok.<ref>{{cite book|last= Cleary|first= Mark|coauthors= Kim Chuan Goh|title= Environment and development in the Straits of Malacca|publisher= Routledge|year= 2000|id= ISBN 0-415-17243-8 }}</ref> Pengaruh yang besar dari relasi ini adalah Malaka dapat terhindar dari kemungkinan adanya serangan Siam dari utara, terutama setelah Kaisar Tiongkok mengabarkan penguasa [[Kerajaan Ayutthaya|Ayutthaya]] akan hubungannya dengan Malaka.<ref name="Kong"/> Keberhasilan dalam hubungan diplomasi dengan Tiongkok memberi manfaat akan kestabilan pemerintahan baru di Malaka, kemudian Malaka berkembang menjadi pusat perdagangan di Asia Tenggara, dan juga menjadi salah satu pangkalan armada Ming.<ref name="ISAS"/><ref name="Wink">{{cite book|last= Wink|first= André|title= Indo-Islamic society, 14th-15th centuries|publisher= BRILL|year= 2004|id= ISBN 90-04-13561-8 }}</ref>▼
Dengan jatuhnya kerajaan Melayu Hindu di Singapura karena serangan Majapahit, raja Singapura berangkat melarikan diri dari Singapura. Raja tersebut bernama [[Permaisura]].<ref name=":0" /> Mula-mula, bersembunyilah ia ke sebuah kampung di sebelah utara Pulau Singapura. Dari sana, ia menyeberang ke [[Semenanjung Malaka|Semenanjung Melayu]] melalui [[Johor]]. Kemudian, terus ke negeri Muar. Dari Muar, diteruskannya perjalanan ke Sungai Ujung, hingga akhirnya ia sampai di Malaka.
Laporan dari kunjungan Laksamana [[Cheng Ho]] pada 1409, mengambarkan [[Islam]] telah mulai dianut oleh masyarakat Malaka,<ref name="Kong">Yuanzhi Kong, (2000), ''Muslim Tionghoa Cheng Ho: misteri perjalanan muhibah di Nusantara'', Yayasan Obor Indonesia, ISBN 979-461-361-4</ref> sementara berdasarkan catatan Ming, penguasa Malaka mulai mengunakan gelar [[sultan]] muncul pada tahun 1455. Sedangkan dalam [[Sulalatus Salatin]] gelar sultan sudah mulai diperkenalkan oleh penganti berikutnya ''Raja Iskandar Syah'', tokoh yang dianggap sama dengan [[Parameswara]] oleh beberapa sejarahwan.<ref name="ISAS"/> Sementara dalam [[Pararaton]] disebutkan terdapat nama tokoh yang mirip yaitu ''Bhra Hyang Parameswara'' sebagai suami dari [[Majapahit|Ratu Majapahit]], [[Suhita|Ratu Suhita]]. Namun kontroversi identifikasi tokoh ini masih diperdebatkan sampai sekarang.▼
Saat itu, ia mendapati penduduk Malaka sudah mulai ramai, baik dari orang Melayu, Arab, Cina, Romawi, Siam, dan lainnya. Kemudian, Sidi Abdul Aziz, seorang ulama yang berasal dari Jeddah, datang ke Malaka, mengajak ia untuk masuk Islam. Ajakan itu diterima. Sidi Abdul Aziz menganjurkan kepada ia untuk mengganti namanya menjadi Sultan Muhammad Syah. Ia memeluk Islam sekitar tahun 1384.<ref name=":0" /> Sejak itu, ia resmi menjadi sultan negeri Malaka.
▲
▲Laporan dari kunjungan Laksamana [[Cheng Ho]] pada 1409, mengambarkan [[Islam]] telah mulai dianut oleh masyarakat Malaka,<ref name="Kong">Yuanzhi Kong, (2000), ''Muslim Tionghoa Cheng Ho: misteri perjalanan muhibah di Nusantara'', Yayasan Obor Indonesia, ISBN 979-461-361-4</ref> sementara berdasarkan catatan Ming, penguasa Malaka mulai mengunakan gelar [[sultan]] muncul pada tahun 1455. Sedangkan dalam [[Sulalatus Salatin]] gelar sultan sudah mulai diperkenalkan oleh penganti berikutnya ''Raja Iskandar Syah'', tokoh yang dianggap sama dengan [[Parameswara]] oleh beberapa sejarahwan.<ref name="ISAS" /> Sementara dalam [[Pararaton]] disebutkan terdapat nama tokoh yang mirip yaitu ''Bhra Hyang Parameswara'' sebagai suami dari [[Majapahit|Ratu Majapahit]], [[Suhita|Ratu Suhita]]. Namun kontroversi identifikasi tokoh ini masih diperdebatkan sampai sekarang.
Pada tahun 1414 Parameswara digantikan putranya, [[Megat Iskandar Syah]],<ref name="ASHM"/> memerintah selama 10 tahun, kemudian menganut [[agama]] [[Islam]]<ref name="Pires">Cortesão, Armando, (1944), ''The Suma Oriental of Tomé Pires'', London: Hakluyt Society, 2 vols</ref> dan digantikan oleh ''Sri Maharaja'' atau [[Muhammad Syah dari Malaka|Sultan Muhammad Syah]]. Putra Muhammad Syah yang kemudian menggantikannya, Raja Ibrahim, mengambil gelar [[Sri Parameswara Dewa Syah]]. Namun masa pemerintahannya hanya 17 bulan, dan dia mangkat karena terbunuh pada 1445. Saudara seayahnya, Raja Kasim, kemudian menggantikannya dengan gelar [[Mudzaffar Syah dari Malaka|Sultan Mudzaffar Syah]].
== Hubungan dengan kekuatan regional ==
Dengan sangat hati-hati Sultan Muhammad Syah mengendalikan politik luar negerinya. Gangguan dari Majapahit tidak begitu ditakutinya lagi, karena Gajah Mada telah meninggal pada 1364 dan Prabu Hayam Wuruk pun telah meninggal pada 1389. Majapahit pada saat itu hanya menguasai daerahnya di Jawa saja. Kerajaan tetangga yang paling dekat ialah Siam. Dengan Siam, dijagalah politik bertetangga dengan baik. Malaka membayar upeti 40 tahil emas setahun.<ref name=":0" /> Sementara itu, Kerajaan yang amat diseganinya ketika itu ialah Tiongkok. Sebab, hubungan Tiongkok dengan tanah-tanah Melayu sudah lama adanya.
Sampai tahun 1435, Malaka memiliki hubungan yang dekat dengan [[Dinasti Ming]], armada Ming berperan mengamankan jalur pelayaran [[Selat Malaka]] yang sebelumnya sering diganggu oleh adanya kawanan perompak dan bajak laut.<ref name="Kong"/> Di bawah perlindungan Ming, Malaka berkembang menjadi pelabuhan penting di pesisir barat [[Semenanjung Malaya]] yang tidak dapat disentuh oleh [[Majapahit]] dan [[Ayutthaya]]. Namun seiring berubahnya kebijakan luar negeri Dinasti Ming, Kawasan ''ujung tanah'' ini terus diklaim oleh Siam sebagai bagian dari kedaulatannya sampai Malaka jatuh ke tangan [[Portugal]], dan setelah takluknya Malaka, kawasan [[Perlis]], [[Kelantan]], [[Terengganu]] dan [[Kedah]] kemudian berada dalam kekuasaan [[Siam]].<ref name="Wink"/>▼
Pada awal tahun 1403, terjadi pergeseran kekuasan di Tiongkok dalam keluarga Dinasti Ming. Maharaja Cheng Tsu merebut kekuasaan dari Maharaja Hwui Ti. Sultan Muhammad Syah memperhitungkan bahwa raja yang baru naik pasti akan menang, jika hubungan dengan negeri-negeri selatan diperkukuh. Dengan tidak ragu lagi, Sultan mengirim utusan ke Tiongkok untuk menghadap raja yang baru menang itu, untuk mengikat tali persahabatan. Karena hubungannya dengan Tiongkok telah kuat, Sultan mulai menghentikan pengiriman upetinya ke Siam. Dengan itu, Maharaja Tiongkok memberikan pengakuan, bahwa Malaka diakui oleh Tiongkok di bawah perlindungannya, kalau ada serangan dari luar.<ref name=":0" />
[[Sulalatus Salatin]] juga mengambarkan kedekatan hubungan Malaka dengan [[Kesultanan Pasai|Pasai]], hubungan kekerabatan ini dipererat dengan adanya pernikahan putri Sultan Pasai dengan Raja Malaka dan kemudian Sultan Malaka pada masa berikutnya juga turut memadamkan pemberontakan yang terjadi di Pasai. [[Ma Huan]] juru tulis [[Cheng Ho]] menyebutkan adanya kemiripan adat istiadat Malaka dengan Pasai serta ke dua kawasan tersebut telah menjadi tempat permukiman komunitas [[muslim]] di [[Selat Malaka]].<ref name="Kong"/> Sementara kemungkinan ada ancaman dari [[Jawa]] dapat dihindari, terutama setelah [[Mansur Syah dari Malaka|Sultan Mansur Syah]] membina hubungan diplomatik dengan ''Batara Majapahit'' yang kemudian meminang dan menikahi putri Raja Jawa tersebut.<ref name="Raffles">Raffles, T.S., (1821), Malay annals (translated from the Malay language, by the late Dr. John Leyden).</ref> Selain itu sekitar tahun 1475 di Jawa juga muncul kekuatan muslim di [[Kerajaan Demak|Demak]] yang nanti turut melemahkan [[hegemoni]] Majapahit atas kawasan yang mereka klaim sebelumnya sebagai daerah bawahan. Adanya keterkaitan Malaka dengan Demak terlihat setelah jatuhnya Malaka kepada [[Portugal]], tercatat ada beberapa kali pasukan Demak mencoba merebut kembali Malaka dari tangan Portugal.<ref name="Pires"/><ref name="Ricklefs">{{cite book|last= Ricklefs|first= Merle C.|title= A history of modern Indonesia since c. 1200|publisher= Stanford University Press|year= 2001|id= ISBN 0-8047-4480-7 }}</ref>▼
▲Sampai tahun 1435, Malaka memiliki hubungan yang dekat dengan
▲[[Sulalatus Salatin]] juga mengambarkan kedekatan hubungan Malaka dengan [[Kesultanan Pasai|Pasai]], hubungan kekerabatan ini dipererat dengan adanya pernikahan putri Sultan Pasai dengan Raja Malaka dan kemudian Sultan Malaka pada masa berikutnya juga turut memadamkan pemberontakan yang terjadi di Pasai.
== Masa kejayaan ==
{{multiple image
| align = right
| direction = vertical
| total_width = 250
| image1 = The Port City of Malacca painted by unknown artist.jpg
| caption1 = Rekonstruksi pelabuhan Melaka setelah pendiriannya, dari Museum Maritim Melaka.
| image2 = Melaka during the reign of Sultan Alauddin Riayat Shah by Maembong Ayoh.jpg
| caption2 = Kesultanan Melaka pada masa pemerintahan Sultan Alauddin Riayat Shah (1477–1488) karya Maembong Ayoh
| header = Penggambaran modern Kesultanan Melaka
}}
Pada masa pemerintahan [[Mudzaffar Syah dari Malaka|Sultan Mudzaffar Syah]], Malaka melakukan ekspansi di Semenanjung Malaya dan pesisir timur pantai [[Sumatra]], setelah sebelumnya berhasil mengusir serangan [[Siam]].<ref name="Raffles"/> Di mulai dengan menyerang [[Kerajaan Aru|Aru]] yang disebut sebagai kerajaan yang tidak menjadi [[muslim]] dengan baik.<ref name="Pires"/> Penaklukan Malaka atas kawasan sekitarnya ditopang oleh kekuatan armada laut yang kuat pada masa tersebut serta kemampuan mengendalikan [[Orang Laut]] yang tersebar antara kawasan pesisir timur [[Pulau Sumatra]] sampai [[Laut Tiongkok Selatan]]. Orang laut ini berperan mengarahkan setiap kapal yang melalui Selat Malaka untuk singgah di Malaka serta menjamin keselamatan kapal-kapal itu sepanjang jalur pelayarannya setelah membayar cukai di Malaka.<ref name="Andaya" />
Di bawah pemerintahan raja berikutnya yang naik tahta pada tahun 1459, [[Mansur Syah dari Malaka|Sultan Mansur Syah]], Melaka menyerbu [[Kedah]] dan [[Pahang]], dan menjadikannya negara [[Vasal|vassal]].<ref name="Samad">Samad, A. A., (1979), ''Sulalatus Salatin'', Dewan Bahasa dan Pustaka</ref> Di bawah sultan yang sama [[Kerajaan Kampar Pekan Tua|Kampar Pekan Tua]], dan [[Kerajaan Siak Gasib|Siak Gasib]] juga takluk.<ref name="Samad" /> Sementara kawasan [[Inderagiri]] dan [[Jambi]]
Hingga akhir abad ke-15 Malaka telah menjadi kota pelabuhan kosmopolitan dan pusat perdagangan dari beberapa hasil bumi seperti emas, timah, lada dan kapur. Malaka muncul sebagai kekuatan utama dalam penguasaan jalur [[Selat Malaka]], termasuk mengendalikan kedua pesisir yang mengapit selat itu.<ref name="Halimi">Halimi, A.J., (2008), ''Sejarah dan tamadun bangsa Melayu'', Utusan Publications, ISBN 978-967-61-2155-4.</ref>
== Penurunan ==
Sultan Mahmud Syah memerintah Malaka sampai tahun 1511, saat ibu kota kerajaan tersebut diserang pasukan [[Portugal]] di bawah pimpinan [[Afonso de Albuquerque|Pewaris]]
Sejak tahun 1518 sampai 1520, Sultan Mahmud Syah kembali bangkit dan terus melakukan perlawanan dengan menyerang kedudukan Portugal di Malaka. Namun usaha Sultan Malaka merebut kembali Malaka dari Portugal gagal. Di sisi lain Portugal juga terus memperkukuh penguasaannya atas jalur pelayaran di [[Selat Malaka]]. Pada pertengahan tahun 1521, Portugal menyerang [[Kesultanan Samudera Pasai|Pasai]], sekaligus meruntuhkan kerajaan yang juga merupakan [[sekutu]] dari Sultan Malaka.
Selanjutnya pada bulan Oktober 1521, pasukan Portugal di bawah pimpinan de Albuquerque mencoba menyerang Bintan untuk meredam perlawanan [[Sultan]] Malaka, tetapi serangan ini dapat dipatahkan oleh Sultan Mahmud Syah. Namun dalam serangan berikutnya pada [[23 Oktober]] [[1526]] Portugal berhasil membumihanguskan Bintan, dan Sultan Malaka kemudian melarikan diri ke [[Pelalawan | Kampar Pekan Tua]], tempat dia wafat dua tahun kemudian.<ref name="Winstedt"/> Berdasarkan [[Sulalatus Salatin]] Sultan Mahmud Syah kemudian digantikan oleh putranya [[Alauddin Syah dari Johor|Sultan Alauddin Syah]] yang kemudian tinggal di [[Pahang]] beberapa saat sebelum menetap di [[Johor]].<ref name="Andaya">{{cite book|last= Andaya|first= Leonard Y.|title= Leaves of the same tree: trade and ethnicity in the Straits of Melaka|url= https://archive.org/details/leavesofsametree0000anda|publisher= University of Hawaii Press|year= 2008|id= ISBN 0-8248-3189-6 }}</ref> Kemudian pada masa berikutnya para pewaris Sultan Malaka setelah [[Mahmud Syah dari Malaka|Sultan Mahmud Syah]] lebih dikenal disebut dengan [[Sultan Johor]].
== Pemerintahan ==
Baris 93 ⟶ 128:
! Periode !! Nama Raja !! Catatan dan peristiwa penting
|-
|
|-
| 1414-1424 || [[Megat Iskandar Syah dari Melaka|Megat Iskandar Syah]]
Raja Ahmad, Raja Kecil Besar
|
|-
| 1424-1444 ||
|-
| 1444-1446 || [[Sri Parameswara Dewa Syah]]<br>Sultan Abu Syahid Syah||Dibunuh karena konflik internal<br>dengan Bendahara Tun Ali,<br>Mudzaffar Syah/Raja Kasim,<br>Tun Pepatih Sedang,<br>dan Datuk Bendahara Seri Amar Diraja
▲| 1424-1444 || ''Hsi-li-ma-ha-la-che''*<br />Sri Maharaja<br />[[Muhammad Syah dari Malaka|Sultan Muhammad Syah]]**<br />Raja Tengah*** ||
|-
| 1446-1459 || [[Mudzaffar Syah dari Melaka|Mudzaffar Syah]]<br>Raja Kasim||
|-
|
|-
|
|-
|
|-
|
|-
| 1513-1528 || Sultan Mahmud Syah ||Klaim tahta Kerajaan Melaka.<br>Kemudian mengungsi<br>dan meninggal di [[Kerajaan Kampar Pekan Tua|Kampar Pekan Tua]]
|}
Baris 116 ⟶ 155:
== Lihat pula ==
* [[Kesultanan Johor|Kesultanan perak]]
== Pranala luar ==
Baris 122 ⟶ 161:
* [http://books.google.co.id/books?id=J9JAAAAAYAAJ&pg=PR3&dq=Malay+annals%2B+Raffles+%2BJohn+Leyden%2BLongman,+Hurst,+Rees,+Orme,+and+Brown&hl=en&ei=UuHZToOGBpCrrAfrrNzmDQ&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=8&ved=0CE4Q6AEwBw#v=onepage&q&f=false Malay Annals-English version by John Leyden]
<!--DISIMPAN DULU
Parameswara merupakan turunan ketiga dari Sri Maharaja Sang Utama Parameswara Batara Sri Tri Buana (Sang Nila Utama), seorang penerus raja Sriwijaya<ref>{{cite book | last = Singapore. Ministry of Culture, Singapore. Ministry of Communications and Information. Information Divisionl | title = [[Singapore facts and pictures]] | publisher = [[Ministry of Culture]] | year= 1973 | pages = 9 | isbn = 0217-7773 }}</ref>. Sang Nila Utama mendirikan Singapura Lama dan berkuasa selama 48 tahun. Kekuasaannya dilanjutkan oleh putranya Paduka Sri Pekerma Wira Diraja (
{{Kerajaan di Sumatra}}
{{Topik Kepulauan Riau}}
[[Kategori:Indonesia]]▼
[[Kategori:Kerajaan di Nusantara|Malaka]]
[[Kategori:Melaka]]
[[Kategori:Kesultanan Malaka| ]]
▲[[Kategori:Negara prakolonial di Indonesia]]
|