Tantu Panggelaran: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Agus Santoso (bicara | kontrib)
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8
 
(23 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Tantu Panggelaran''' adalah sebuah teks [[prosa]] yang menceritakan tentang kisah penciptaan manusia di pulau [[Jawa]] dan segala aturan yang harus ditaati manusia. ''Tantu Panggelaran'' ditulis dalam bahasa jawaJawa kunaPertengahan pertengahan.pada zaman Majapahit. EdisiSuntingan kritisteks yang sangat penting telah terbit pada tahun 1924 di Leiden oleh Dr. Th. [[Pigeaud]].
{{rapikan}}
'''Tantu Panggelaran''' adalah sebuah [[prosa]] yang menceritakan tentang kisah penciptaan manusia di pulau [[Jawa]] dan segala aturan yang harus ditaati manusia. Tantu Panggelaran ditulis dalam bahasa jawa kuna pertengahan. Edisi kritis yang sangat penting telah terbit pada tahun 1924 di Leiden oleh Dr. Th. [[Pigeaud]].
 
== Perkembangan kisah ==
 
Perkembangan kisah dalam Tantu Panggelaran dapat dibagi menjadi beberapa Babak:
 
'''1. Awal Keberadaan Pulau Jawa'''
 
Pada mulanya pulau [[Jawa]] tidak berpenghuni dan dalam keadaan khaotis, karena pulau Jawa selalu bergoncang (bandingkan dengan batu apung yang bergoncang di atas permukaan air). Oleh karena itu, pulau Jawa membutuhkan gunung untuk menancapnya, sehingga tidak bergoncang lagi. Gunung tempat [[Batara Guru]] mengatur keadaan yang khaotis ini adalah Gunung Dihyang (atau Gunung Dieng, lihat artikel tentang Gunung [[Dieng]]). Proses pengaturannya berjalan sebagai berikut: para Dewa mengangkat puncak gunung [[Mahameru]] (Gunung [[Semeru]]) dari India dan ditempatkan di sebelah barat pulau Jawa. Namun yang terjadi adalah, bahwa pulau Jawa terjungkit dan sebelah timur pulau Jawa terangkat ke atas. Oleh karena itu para dewa memindahkannya ke sebelah timur, tetapi dalam perjalanan pemindahan gunung itu ke sebelah timur, gunung tersebut berceceran di sepanjang jalan, sehingga terjadilah gunung [[Lawu]], [[Wilis]], [[Kelut]], [[Gunung Kawi|Kawi]], [[Gunung Arjuno|Arjuna]], [[Kumukus]] dan pada akhirnya [[Semeru]]. Setelah itu keadaan pulau Jawa tidak bergoncang lagi.
 
'''2. Penciptaan Manusia'''
Baris 19 ⟶ 17:
Contoh yang dikutip dari kitab Tantu Panggelaran untuk Babak ini:
 
''Demikianlah kata Bhatara Mahakarana (istilah lain dari Batara Guru):''
 
* ''''* Anakku, Brahma, turunlah engkau ke Pulau Jawa. Pertajamlah benda-benda tajam, misalnya: panah, parang, pahat, pantek, kapak, beliung, segala pekerjaan manusia. Engkau akan disebut pandai-besi. Engkau akan mempertajam benda-benda tajam itu di tempat yang bernama Winduprakasa. Ibu jari (kw. empu) kedua kakimu mengapit dan menggembleng, besi anak panah dikikir. Panah itu menjadi tajam oleh ibu jari kedua kaki, maka dari itu engkau akan disebut Empu Sujiwana sebagai pandai-besi, karena ibu jari/empu dari kakimu mempertajam besi. Oleh karena itu, tukang pandai-besi disebut empu, karena ibu jari kakimu menjadi alat bekerja. Demikianlah pesanku kepada anakku.''
 
''* ''Lagi pesanku kepada anakku Wiswakarmma. Turunlah ke Pulau Jawa membuat rumah, biar dirimu ditiru oleh manusia. Sebab itu, engkau dinamai Hundahagi (membangun). ''
 
* ''* Adapun engkau Iswara. Turunlah ke Pulau Jawa. Ajarlah manusia ajaran berkata-kata dengan bahasa, apalagi ajaran tentang Dasasila (sepuluh hal yang utama) dan Pancasiska (lima hukum/tata tertib). Engkau menjadi guru dari kepala-kepala desa, sehingga engkau dinamai Guru Desa di Pulau Jawa.''
 
''* ''Adapun engkau Wisnu. Turunlah engkau ke Pulau Jawa. Biarlah segala perintahmu dituruti oleh manusia. Segala tingkah lakumu ditiru oleh manusia. Engkau adalah guru manusia, hendaknya engkau menguasai bumi.''
 
''* ''Adapun engkau Mahadewa, turunlah engkau ke Pulau Jawa. Hendaknya engkau menjadi tukang pandai emas dan pembuat pakaian manusia.''
 
''* ''Bhagawan Ciptagupta hendaknya melukis dan mewarnai perhiasan, serta membuat hiasan yang serupa dengan ciptaan, menggunakan alat ibu jari tanganmu. Oleh karena itu engkau akan dinamai Empu Ciptangkara sebagai pelukis.''''
 
== AnalisaAnalisis ==
'''Tantu Panggelaran''' berisi tentang [[etiologi]] alam semesta. '''Tantu Panggelaran''' ditulis untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan etiologis, misalnya, mengapa ada gempa bumi, mengapa ada gerhana matahari, mengapa ada gunung-gunung yang tersebar di pulau Jawa, mengapa ada manusia di pulau Jawa, mengapa ada biji hijau, hitam, putih, tetapi tidak ada biji kuning, mengapa ada bahasa, mengapa manusia membuat rumah, pakaian, dsb. Pertanyaan-pertanyaan etiologis ini dijawab dalam cerita '''Tantu Panggelaran'''. Cerita yang menjawab pertanyaan etiologis ini banyak terdapat dalam dunia oriental kuno. Contoh yang paling mudah didapat adalah di dalam kitab suci umat [[Kristen]] ([[Alkitab]]). Di sana diceritakan juga, bahwa manusia dibuat dari tanah liat dan menurut rupa Tuhan, manusia semula berbahasa satu dan berkumpul bersama di [[Babel]] membangun menara ([http://en.wiki-indonesia.club/wiki/Tower_of_Babel lihat artikel Zikkurat dalam Wiki Inggris]), yang kemudian menyebar ke seluruh penjuru bumi, dan pertanyaan-pertanyaan etiologis banyak dijawab dalam [[mitos]]-mitos tersebut.
 
Selain itu cerita ini mementingkan proses pengaturan alam semesta, dari dunia yang khaos menjadi dunia yang teratur (kosmos). Hal ini juga dapat ditemui dalam cerita-cerita [[orientalis]] kuno. Para Dewa sangat menghargai dunia yang teratur. Motif ini dijumpai dari cerita-cerita Yunani kuno sampai cerita-cerita India.
 
Juga terdapat motif "pembangunan masyarakat beradab" atau cerita etiologis tentang munculnya peradaban manusia. Hal ini juga dapat dibandingkan dengan Kodex [[:en:Hammurabi|Hammurabi]] di [[Babilonia]] yang berisi hukum-hukum bagi keteraturan masyarakat setempat.
''''* Anakku, Brahma, turunlah engkau ke Pulau Jawa. Pertajamlah benda-benda tajam, misalnya: panah, parang, pahat, pantek, kapak, beliung, segala pekerjaan manusia. Engkau akan disebut pandai-besi. Engkau akan mempertajam benda-benda tajam itu di tempat yang bernama Winduprakasa. Ibu jari (kw. empu) kedua kakimu mengapit dan menggembleng, besi anak panah dikikir. Panah itu menjadi tajam oleh ibu jari kedua kaki, maka dari itu engkau akan disebut Empu Sujiwana sebagai pandai-besi, karena ibu jari/empu dari kakimu mempertajam besi. Oleh karena itu, tukang pandai-besi disebut empu, karena ibu jari kakimu menjadi alat bekerja. Demikianlah pesanku kepada anakku.''
 
Di samping itu terdapat perbedaan teologis antara cerita Jawa Pertengahan ini dengan teologi Hindu di India. Di dalam kisah ini diceritakan bahwa Batara Guru adalah ayah dari dewa-dewa yang lainnya.
''* Lagi pesanku kepada anakku Wiswakarmma. Turunlah ke Pulau Jawa membuat rumah, biar dirimu ditiru oleh manusia. Sebab itu, engkau dinamai Hundahagi (membangun). ''
 
Gunung menjadi tempat yang keramat, tempat para dewa. Motif ini juga terdapat dalam dunia teologis orientalis. [[Ishak]] dipersembahkan di gunung [[Moria]] (Yerusalem). [[Zarathustra]] atau [[Zoroaster]] ketika berkotbah juga naik ke gunung. [[Firaun]] membuat [[piramida]] yang juga melambangkan gunung. Agama masyarakat Indonesia kuno juga membuat punden berundak-undak yang juga melambangkan gunung. Dsb.
''* Adapun engkau Iswara. Turunlah ke Pulau Jawa. Ajarlah manusia ajaran berkata-kata dengan bahasa, apalagi ajaran tentang Dasasila (sepuluh hal yang utama) dan Pancasiska (lima hukum/tata tertib). Engkau menjadi guru dari kepala-kepala desa, sehingga engkau dinamai Guru Desa di Pulau Jawa.''
 
Singkat kata, Tantu Panggelaran adalah sebuah produk bagian dari orientalis kuno? Ini adalah sebuah hipotesis yang dapat diuji ulang.
''* Adapun engkau Wisnu. Turunlah engkau ke Pulau Jawa. Biarlah segala perintahmu dituruti oleh manusia. Segala tingkah lakumu ditiru oleh manusia. Engkau adalah guru manusia, hendaknya engkau menguasai bumi.''
 
== Pranala luar ==
''* Adapun engkau Mahadewa, turunlah engkau ke Pulau Jawa. Hendaknya engkau menjadi tukang pandai emas dan pembuat pakaian manusia.''
 
{{wikisource|{{PAGENAME}}}}
''* Bhagawan Ciptagupta hendaknya melukis dan mewarnai perhiasan, serta membuat hiasan yang serupa dengan ciptaan, menggunakan alat ibu jari tanganmu. Oleh karena itu engkau akan dinamai Empu Ciptangkara sebagai pelukis.''''
* {{id}} [http://www.isi-dps.ac.id/wp-content/uploads/2009/08/SIMBOLISME-AIR-DALAM-TEKS-TANTU-PANGGELARAN-3rd-SSEASR.pdf Artikel pada Seminar Internasional Waters in South and Southeast Asia: Interaction of Culture and Religion 3rd SSEASR Conference, Bali Island, Indonesia "Simbolisme Air Dalam Teks Tantu Panggelaran"] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20140801190110/http://www.isi-dps.ac.id/wp-content/uploads/2009/08/SIMBOLISME-AIR-DALAM-TEKS-TANTU-PANGGELARAN-3rd-SSEASR.pdf |date=2014-08-01 }}
* {{en}} [http://www.gunungbagging.com/wp-content/documents/How-Java-Got-Its-Mountains.pdf Artikel "How Java Got Its Mountains (and Stopped Wobbling)"]
 
[[Kategori:Sastra Jawa Pertengahan]]
== Analisa ==