Abdul Muhyi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k v2.04b - Fixed using Wikipedia:ProyekWiki Cek Wikipedia (Subbagian tk. satu dengan tiga "=")
IShowMuhammad (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
 
(15 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{rapikan}}
 
{{wikify}}
{{Infobox Ulama Muslim
|notability =
Baris 38:
|nama_arabic =
|nisbah =
|nama_lainnya = Syekh Abdul Muhyi Pamijahan
<!-- ---------------- -->
|etnis =
|nationality =
|marga =
|negara1 =
Baris 95 ⟶ 94:
|known_for = [[Ulama]], [[Sufi]], [[Ilmu kedokteran]], [[Ilmu hisab]], [[Ilmu pertanian]], ahli seni baca AI Qur’an.
}}
'''Syekh Haji Abdul Muhyi ({{lang-ar|الشيخ الحاج عبد المحيئ}})''' Lahir di Mataram tahun 1650. ''(Mataram di sini ada yang menyebut di Lombok, tetapi ada juga yang menyebut Kerajaan Mataram Islam.)'' Ayahnya bernama Sembah Lebe Wartakusumah atau '''Syekh Abdul Jalil''', bangsawan Sunda. lbunya bernama Raden Ajeng Tangan Ziah, keturunan bangsawan Mataram yang berjalur sampai ke Syaikh Ainui Yaqin (Sunan Giri l). Syekh Abdul Muhyi diyakini sebagai [[waliyullah]] dan dihormati masyarakat pesantren. la merupakan mata rantai dan pembawa [[Tarekat Syattariyah|Tarekat Syathariyah]] yang pertama ke pulau Jawa. Lebih dikenal dengari nama Haji Karang, karena pernah uzIah dan khalwat di Gua Karang. Di pintu gerbang makamnya yang terletak di [[Pamijahan, Bantarkalong, Tasikmalaya|Pamijahan Tasikmalaya]], tertera tulisan Sayyiduna Syaikh al-Hajj Waliyullah Radhiyullahu.<ref>{{Cite web|title=Riwayat Singkat Syekh Abdul Muhyi Pamijahan|url=https://jabar.nu.or.id/tokoh/riwayat-singkat-syekh-abdul-muhyi-pamijahan-8qH6q|website=Jabar.nu.or.id|access-date=5 September 2022}}</ref>
'''Syekh Haji Abdul Muhyi''' lahir di [[Mataram]] sekitar tahun 1650 Masehi atau 1071 Hijriah. Ia dibesarkan oleh orang tuanya di kota [[Gresik]] atau Ampel.{{Bio muslim butuh rujukan}} Abdul Muhyi selalu mendapat [[pendidikan]] agama baik dari orang tua maupun dari ulama-ulama sekitar [[Ampel]]. Karena ketekunannya menuntut ilmu disertai dengan ibadah di samping kesederhanaan dan kewibawaan yang menempel di dalam dirinya, tak heran jika teman-teman sebayanya selalu menghormati dan menyeganinya.{{Bio muslim butuh rujukan}}
 
Ketika usianya menginjak 19 tahun, Syekh Abdul Muhyi memutuskan merantau ke Aceh dan berguru kepada [[Abdul Rauf Singkel|Syekh Abdul Rauf Singkil bin Abdul Jabar]], seorang ulama [[Sufi]] dan guru Tarekat Syattariah. Selama enam tahun lamanya ia mempelajari pendidikan, khususnya agama Islam.<ref>{{Cite web|title=Kisah Waliyullah Syekh Abdul Muhyi Pamijahan Bermukim di Gua dan Mengislamkan Penduduk Desa|url=https://muslim.okezone.com/read/2022/01/21/614/2535524/kisah-waliyullah-syekh-abdul-muhyi-pamijahan-bermukim-di-gua-dan-mengislamkan-penduduk-desa?page=2|website=Muslim.okezone.com|access-date=5 September 2022}}</ref>
Pada saat berusia 19 tahun dia pergi ke [[Aceh]] atau Kuala untuk berguru kepada [[Abdurrauf Singkil|Syekh Abdurrauf Singkil]] bin Abdul Jabar selama 8 tahun yaitu dari tahun 1090-1098 Hijriah atau 1669 -1677 Masehi.{{Bio muslim butuh rujukan}} Pada usia 27 tahun dia beserta teman sepondok dibawa oleh gurunya ke [[Baghdad]] untuk berziarah ke makam [[Abdul Qadir Jailani|Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani]] dan bermukim di sana selama dua tahun. Setelah itu mereka diajak oleh Syeikh Abdul Rauf ke [[Makkah]] untuk menunaikan Ibadah [[Haji]].{{Bio muslim butuh rujukan}}
 
Usai menimba ilmu di Aceh, Syekh Abdul Muhyi bersama teman-teman seperguruannya dibawa oleh seorang guru ke [[Bagdad]], [[Irak]], untuk memperdalam ilmu agama dan berziarah ke makam [[Abdul Qadir al-Jailani|Syekh Abdul Qadir Jailani]].
Ketika sampai di Baitullah, Syeikh Abdulrauf mendapat ilham kalau di antara santrinya akan ada yang mendapat pangkat kewalian. Dalam ilham itu dinyatakan, apabila sudah tampak tanda-tanda maka Syeikh Abdulrrauf harus menyuruh santrinya pulang dan mencari gua di Jawa bagian barat untuk bermukim di sana.{{Bio muslim butuh rujukan}}
 
Perjalanan beliau mendalami agama Islam tidak berhenti sampai di situ. Syekh Abdul Muhyi pun menyambangi [[Makkah]] untuk menunaikan ibadah haji sekaligus mempelajari lagi ilmu agama Islam.
Suatu saat sekitar waktu ashar di Masjidil Haram tiba-tiba ada cahaya yang langsung menuju Syeikh Abdul Muhyi dan hal itu diketahui oleh gurunya Syeikh Abdur Rauf sebagai tanda-tanda tersebut.{{Bio muslim butuh rujukan}} Setelah kejadian itu, Syeikh Abdurrauf membawa mereka pulang ke Kuala atau Aceh tahun 1677 M. Sesampainya di Kuala, Syeikh Abdul Muhyi disuruh pulang ke [[Gresik]] untuk minta restu dari kedua orang tua karena telah diberi tugas oleh gurunya untuk mencari gua dan harus menetap di sana.{{Bio muslim butuh rujukan}} Sebelum berangkat mencari gua, Syeikh Abdul Muhyi dinikahkan oleh orang tuanya dengan Ayu Bakta putri dari Sembah Dalem Sacaparana putra ''Dalem Sawidak'' atau Raden Tumenggung [[Wiradadaha]] III.{{Bio muslim butuh rujukan}}
 
Saat berada di Makkah, Syekh Abdul Muhyi mendapat ilham lewat mimpi yang tentang kewalian dan keistimewaan yang akan diterimanya. Dalam mimpi tersebut, beliau diperintahkan pulang ke tanah Jawa dan pergi ke sebuah [[Goa|gua]]. Setelah ibadah haji diselesaikan, Syekh Abdul Muhyi kembali ke Jawa dan menikah.
Tak lama setelah pernikahan, dia bersama istrinya berangkat ke arah barat dan sampailah di daerah yang bernama Darma Kuningan.{{Bio muslim butuh rujukan}} Atas permintaan penduduk setempat Syeikh Abdul Muhyi menetap di [[Darma, Kuningan|Darmo Kuningan]] selama 7 tahun (1678-1685 M).{{Bio muslim butuh rujukan}} Kabar tentang menetapnya Syeikh Abdul Muhyi di Darmo [[Kuningan]] terdengar oleh orang tuanya, maka mereka menyusul dan ikut menetap di sana.{{Bio muslim butuh rujukan}}
 
Suatu ketika ia teringat lagi dengan mimpinya yang diminta untuk mencari gua. Syekh Abdul Muhyi lantas berangkat ke arah barat bersama sang istri. Sampailah mereka di daerah bernama [[Darma, Kuningan|Darma Kuningan]] dan memilih tinggal selama beberapa tahun.
 
Mendengar Syekh Abdul Muhyi kini menetap di Darma Kuningan, orangtuanya kemudian memutuskan ikut tinggal di sana.
 
== Perjalan Mencari Goa Pamijahan ==
Disamping untuk membina penduduk, dia juga berusaha untuk mencari gua yang diperintahkan oleh gurunya, dengan mercoba beberapa kali menanam padi, ternyata gagal karena hasilnya melimpah.{{Bio muslim butuh rujukan}} Sedang harapan dia sesuai isyarat tentang keberadaan gua yang di berikan oleh syeikh Abdurrauf adalah apabila di tempat itu ditanam padi maka hasilnya tetap sebenih artinya tidak menambah penghasilan maka di sanalah gua itu berada.{{Bio muslim butuh rujukan}} Karena tidak menemukan gua yang dicari akhirnya Syeikh Abdul Muhyi bersama keluarga berpamitan kepada penduduk desa untuk melanjutkan perjalanan mencari gua.<ref>{{BioCite muslimweb|title=Biografi Syeikh Abdul Muhyi, Sejarah Goa Pamijahan Dan Larangannya|url=http://www.mak-alitqon.sch.id/2013/05/biografi-syeikh-abdul-muhyi-sejarah-goa.html?m=1|website=Mak-alitqon.sch.id|access-date=5 butuhSeptember rujukan2022}}</ref>
 
Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, sampailah di daerah [[PamengpeukPameungpeuk, Garut|Pameungpeuk]] (Garut Selatan).{{Bio muslim butuh rujukan}} Di sini dia bermukim selama 1 tahun (1685-1686 M), untuk menyebarkan agama Islam secara hati-hati mengingat penduduk setempat waktu itu masih beragama [[Hindu]].{{Bio muslim butuh rujukan}} Setahun kemudian ayahanda (Sembah LebeWarta Kusumah) meninggal dan dimakamkan di kampung Dukuh di tepi Kali Cikaengan.<ref>{{BioCite muslimweb|title=Menelisik Pencarian Gua Pamijahan oleh Syeikh Abdul Muhyi di Tasikmalaya|url=https://www.ayobandung.com/regional/pr-79679212/menelisik-pencarian-gua-pamijahan-oleh-syeikh-abdul-muhyi-di-tasikmalaya?page=2|website=Ayobandung.com|access-date=5 butuhSeptember rujukan2022}}</ref>
 
Beberapa hari seusai pemakaman ayahandanya, dia melanjutkan perjalan mencari gua dan sempat bermukim di Batu Wangi.{{Bio muslim butuh rujukan}} Perjalanan dilanjutkan dari Batu Wangi hingga sampai di Lebaksiu dan bermukim di sana selama 4 tahun (1686-1690 M).{{Bio muslim butuh rujukan}} Walaupun di Lebaksiu tidak menemukan gua yang di cari, dia tidak putus asa dan melangkahkan kakinya ke sebelah timur dari Lebaksiu yaitu di atas gunung kampung Cilumbu.{{Bio muslim butuh rujukan}} Akhirnya dia turun ke lembah sambil bertafakur melihat indahnya pemandangan sambil mencoba menanam padi.<ref>{{BioCite muslimweb|title=Kisah Karomah Syekh Abdul Muhyi Pamijahan|url=https://daerah.sindonews.com/berita/1115873/29/kisah-karomah-syekh-abdul-muhyi-pamijahan/10|website=Daerah.sindonews.com|access-date=5 butuhSeptember rujukan2022}}</ref>
Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, sampailah di daerah [[Pamengpeuk]] (Garut Selatan).{{Bio muslim butuh rujukan}} Di sini dia bermukim selama 1 tahun (1685-1686 M), untuk menyebarkan agama Islam secara hati-hati mengingat penduduk setempat waktu itu masih beragama [[Hindu]].{{Bio muslim butuh rujukan}} Setahun kemudian ayahanda (Sembah LebeWarta Kusumah) meninggal dan dimakamkan di kampung Dukuh di tepi Kali Cikaengan.{{Bio muslim butuh rujukan}}
 
Bila senja tiba, dia kembali ke Lebaksiu menjumpai keluarganya, karena jarak dari tempat ini tidak begitu jauh, sekitar 6&nbsp;km. Suasana di pegunungan tersebut sering membawa perasaan tenang, maka gunung tersebut diberi nama ''Gunung Mujarod'' yang berarti gunung untuk menenangkan hati.
Beberapa hari seusai pemakaman ayahandanya, dia melanjutkan perjalan mencari gua dan sempat bermukim di Batu Wangi.{{Bio muslim butuh rujukan}} Perjalanan dilanjutkan dari Batu Wangi hingga sampai di Lebaksiu dan bermukim di sana selama 4 tahun (1686-1690 M).{{Bio muslim butuh rujukan}} Walaupun di Lebaksiu tidak menemukan gua yang di cari, dia tidak putus asa dan melangkahkan kakinya ke sebelah timur dari Lebaksiu yaitu di atas gunung kampung Cilumbu.{{Bio muslim butuh rujukan}} Akhirnya dia turun ke lembah sambil bertafakur melihat indahnya pemandangan sambil mencoba menanam padi.{{Bio muslim butuh rujukan}}
 
Bila senja tiba, dia kembali ke Lebaksiu menjumpai keluarganya, karena jarak dari tempat ini tidak begitu jauh, sekitar 6&nbsp;km. Suasana di pegunungan tersebut sering membawa perasaan tenang, maka gunung tersebut diberi nama ''Gunung Mujarod'' yang berarti gunung untuk menenangkan hati.{{Bio muslim butuh rujukan}} Pada suatu hari, Syeikh Abdul Muhyi melihat padi yang ditanam telah menguning dan waktunya untuk dipetik.{{Bio muslim butuh rujukan}} Saat dipetik terpancarlah sinar cahaya kewalian dan terlihatlah kekuasaan Allah.{{Bio muslim butuh rujukan}} Padi yang telah dipanen tadi ternyata hasilnya tidak lebih dan tidak kurang, hanya mendapat sebanyak benih yang ditanam.{{Bio muslim butuh rujukan}} Ini sebagai tanda bahwa perjuangan mencari gua sudah dekat.{{Bio muslim butuh rujukan}} Untuk meyakinkan adanya gua di dalamnya maka di tempat itu ditanam padi lagi, sambil berdo'a kepada Allah, semoga goa yang dicari segera ditemukan.{{Bio muslim butuh rujukan}} Maka dengan kekuasan Allah, padi yang ditanam tadi segera tumbuh dan waktu itu juga berbuah dan menguning, lalu dipetik dan hasilnya ternyata sama, sebagaimana hasil panen yang pertama. Disanalah dia yakin bahwa di dalam gunung itu adanya goa.{{Bio muslim butuh rujukan}}
 
Sewaktu Syeikh Abdul Muhyi berjalan ke arah timur, terdengarlah suara air terjun dan kicaun burung yang keluar dari dalam lubang.{{Bio muslim butuh rujukan}} Dilihatnya lubang besar itu, di mana keadaannya sama dengan gua yang digambarkan oleh gurunya. Seketika kedua tangannya diangkat, memuji kebesaran Allah.{{Bio muslim butuh rujukan}} Telah ditemukan gua bersejarah, dimana ditempat ini dahulu Syeikh Abdul Qodir Al Jailani menerima ijazah ilmu agama dari gurunya yang bernama Imam Sanusi.{{Bio muslim butuh rujukan}} Goa yang sekarang di kenal dengan nama Goa Pamijahan adalah warisan dari Syeikh Abdul Qodir Al Jailani yang hidup kurang lebih 200 tahun sebelum Syeikh Abdul Muhyi.{{Bio muslim butuh rujukan}} Gua ini terletak di antara kaki Gunung Mujarod.{{Bio muslim butuh rujukan}} Sejak goa ditemukan Syeikh Abdul Muhyi bersama keluarga beserta santri-santrinya bermukim disana. Disamping mendidik santrinya dengan ilmu agama, dia juga menempuh jalan tharekat.{{Bio muslim butuh rujukan}}
 
Menurut pendapat yang masyhur sampainya Syeikh Abdul Muhyi ke derajat kewalian melalui ''Thoriqoh Mu’tabaroh Satariyah'', yang silsilah keguruan atau kemursyidannya sampai kepada Rasulullah Saw. Berikut silsilahnya: ''Rasululah Saw, Ali Bin Abi Tholib, Sayyidina Hasan, Sayyidina Zainal Abidin, Imam Muhammad Bakir, Imam Ja’far Shodiq, Sultan Arifin, Yazidiz Sulthon, Syeikh Muhammad Maghribi, Syeikh Arabi Yazidil Asyiq, Sayyid Muhammmad Arif, Syeikh Abdulah Satari, Syeikh Hidayatullah Syarmad, Syeikh Haji Hudori, Sayyid Muhammmad Ghoizi, Sayyid Wajhudin, Sayyid Sifatullah, Sayyidina Abdi Muwhib Abdulah Ahmad, Syeikh Ahmad Bin Muhammmad (Ahmad Qosos), Syeikh Abdul Rouf, Syeikh Haji Abdul Muhyi.''{{Bio muslim butuh rujukan}}
 
Sekian lama mendidik santrinya di dalam goa, maka tibalah saatnya untuk menyebarkan agama Islam di perkampungan penduduk.{{Bio muslim butuh rujukan}} Di dalam perjalanan, sampailah di salah satu perkampungan yang terletak di kaki gunung, bernama kampung Bojong.{{Bio muslim butuh rujukan}} Selama bermukim di Bojong dianugerahi beberapa putra dari istrinya, Ayu Bakta.{{Bio muslim butuh rujukan}} Di antaraputra dia adalah Dalem Bojong, Dalem Abdullah, Media Kusumah, Pakih Ibrahim.{{Bio muslim butuh rujukan}}
 
Beberapa lama setelah menetap di Bojong, atas petunjuk dari Allah, Syeikh Abdul Muhyi beserta santri-santrinya pindah ke daerah ''Safarwadi.'' Di sini dia membangun Masjid dan rumah sebagai tempat tinggal sampai akhir hayatnya.{{Bio muslim butuh rujukan}} Sedang para santri menyebar dengan tugasnya masing-masing yaitu menyebarkan agama Islam, seperti Sembah Khotib Muwahid yang makamnya di Panyalahan, Eyang Abdul Qohar bermukim di Pandawa sedang Sembah Dalem Sacaparana (Mertua Syeikh Abdul Muhyi) tetap di Bojong sampai akhir hayatnya yang kini makamnya terkenal dengan nama Bengkok.{{Bio muslim butuh rujukan}}
 
Makam Syekh Abdul Muhyi; di sebelah utara Makam Kidul terdapat kompleks makam Syekh Abdul Muhyi. Kompleks ini merupakan objek ziarah utama di
seluruh situs Pamijahan.{{Bio muslim butuh rujukan}} Terletak ditebing sebelah utara Cipamijahan, makam ini seolah berada di atas bukit yang dikelilingi hamparan sawah yang subur. Di sekitar kompleks makam tumbuh pepohonan besar yang memberi kesan rindang dan teduh; suatu kondisi alamiah yang sangat
mendukung fungsi kekeramatannya.{{Bio muslim butuh rujukan}} Berbeda dengan kompleks makam lain, makam Syekh Abdul Muhyi mendapat perlakuan sangat khusus.{{Bio muslim butuh rujukan}} Di samping bangunannya sangat megah dari konstruksi beton permanen juga tersedia berbagai fasilitas yang menunjang aktivitas ziarah seperti masjid, kolam dan sarana air bersih serta balai-balai yang dapat digunakan para peziarah melakukan zikir.{{Bio muslim butuh rujukan}} Selain Syekh Abdul Muhyi, pada kompleks ini terdapat makam lain, yaitu ''Raden Subamanggala [[Wiradadaha]] IV'', yang dikenal sebagai ''Dalem Pamijahan'', yang ditempatkan di sebelah timur makam Syekh Abdul Muhyi ditandai oleh sebuah payung. Ia adalah anak sulung ''Raden Tumenggung Anggadipa [[Wiradadaha]] III'', salah seorang Bupati Sukapura selain itu juga terdapat Makam Sembah Khotib Muwahid, Sembah Kudrot, ''Sembah Dalem Yudanegara'', dan ''Sembah Dalem Sacaparana''.{{Bio muslim butuh rujukan}}
 
Makam ini banyak diziarahi oleh kaum muslimin. Masih banyak lagi santrinya yang tersebar hingga pelosok- pelosok kampung di sekitar Jawa Barat untuk menyebarkan agama Islam.{{Bio muslim butuh rujukan}} Dalam menyebarkan agama Islam Syeikh Abdul Muhyi mengunakan metode ''Tharekat Nabawiah'' yaitu dengan akhlak yang luhur disertai tauladan yang baik.{{Bio muslim butuh rujukan}} Salah satu contoh metode dalam mengislamkan seseorang adalah sewaktu dia melihat seseorang yang sedang memancing ikan.{{Bio muslim butuh rujukan}} Namun orang itu kelihatan sedih karena tidak mendapat seekor ikanpun.{{Bio muslim butuh rujukan}} Lalu dihampirinya dan disapa, "Bolehkah saya meminjam kailnya?" Orang itu memperbolehkannya. Syeikh Abdul Muhyi mulai memancing sambil berdo'a, "Bismillaah hirroh maa nir roohiim, Asyhadu Allaa ilaaha illallaah, Wa asy hadu anna Muhammaddur Rasulullah."{{Bio muslim butuh rujukan}}
 
Setiap kail dilemparkan ke dalam air, ikan selalu menangkapnya.{{Bio muslim butuh rujukan}} Tidak lama kemudian ikan yang didapat sangat banyak sekali sampai membuat orang tersebut keheranan dan bertanya, "Apa do’a yang dibaca untuk memancing? Dia menjawab, "Basmalah dan Syahadat".{{Bio muslim butuh rujukan}} Akhirnya orang tersebut tertarik dengan do’a itu dan masuk Islam.{{Bio muslim butuh rujukan}}
 
Disamping ahli dalam llmu agama Syeikh Abdul Muhyi juga ahli dalam ilmu kedokteran, ilmu hisab, ilmu pertanian dan juga ahli seni baca AI Qur’an.{{Bio muslim butuh rujukan}} Maka pada saat itu banyak para wali yang datang ke Pamijaian untuk berdialog masalah agama seperti waliyullah dari [[Banten]] Syeikh Maulana Mansyur, putra Sultan Abdul Patah [[Ageng Tirtayasa dari Banten|Ageng Tirtayasa]] keturunan [[Sultan Hasanuddin]] bin [[Sunan Gunungjati]] juga Syeikh Ja’far Shodiq yang makamnya di Cibiuk, Limbangan- [[Garut]].<ref>{{BioCite muslimweb|title=Cahaya di Masjidil Haram, Kisah Karomah Syekh Abdul Muhyi Pamijahan|url=https://www.laduni.id/post/read/47945/cahaya-di-masjidil-haram-kisah-karomah-syekh-abdul-muhyi-pamijahan|website=Laduni.id|access-date=5 butuhSeptember rujukan2022}}</ref>
 
== Keterkaitan dengan Kerajaan Talaga Manggung ==
[[Kerajaan Talaga Manggung]] yang dipimpin oleh Prabu Pucuk Umum atau Raden Rangga Mantri yang merupakan cicit Raja Pajajaran [[Prabu Siliwangi]] atau [[Sri Baduga Maharaja]].<ref>{{BioCite muslimweb|title=Syekh butuhFaqih rujukanIbrahim, Wali Pendiri Pesantren Tertua di Majalengka|url=https://www.timesindonesia.co.id/read/news/385213/syekh-faqih-ibrahim-wali-pendiri-pesantren-tertua-di-majalengka|website=Timesindonesia.co.id|access-date=5 September 2022}}</ref>
 
[[Sunan Wanaperih]] atau Arya Kikis menurutnya merupakan putra sulung dari Prabu Pucuk Umum dari Ratu Sunyalarang dan menjadi Raja di Kerajaan Talaga Manggung pada tahun 1553-1556 Masehi dan mendirikan pesantren tertua di [[Majalengka]] serta memindahkan Ibu kota Kerajaan Talaga, dari Sangiang ke Wanaperih yang termasuk wilayah Desa Kagok saat ini.{{Bio muslim butuh rujukan}}
 
Setelah Ratu Sunyalarang meninggal dunia, Arya Kikis atau [[Sunan Wanaperih]] mendirikan pesantren dan mendatangkan guru mengaji ''Syekh Sayyid Faqih Ibrahim'' yang merupakan putra ''Syekh Abdul Muhyi'' dari Pamijahan [[Tasikmalaya]] yang makamnya berjarak 1 kilometer dari sini atau dikenal dengan [[Sunan Cipager]].{{Bio muslim butuh rujukan}}
 
Masa-masa pemerintahan Sunan Wanaperih diwarnai dengan perkembangan [[Islam]] yang pesat.{{Bio muslim butuh rujukan}} Pada masa kepemimpinannya seluruh rakyat di Talaga Manggung telah menganut agama Islam dan agama Islam semakin berkembang karena [[Sunan Wanaperih]] berputra 6 orang yaitu Dalem Cageur, Dalem Kulanata, Apun Surawijaya, Ratu Radeya, Ratu Putri dan Dalem [[Wangsa Goparana]], keturunannya turut menyebarkan Islam bahkan sampai ke luar wilayah Majalengka.{{Bio muslim butuh rujukan}}
 
Ratu Radeya menikah dengan Arya Saringsingan, sedangkan Ratu Putri menikah dengan anak Syekh Abdul Muhyi dari Pamijahan Tasik yaitu Syekh Sayyid Faqqih Ibrahim dan mereka menjadi penyebar Islam disamping putranya Dalem Wangsa Goparana yang pindah ke [[Sagalaherang, Subang|Sagala Herang]] dan keturunannya menjadi trah Bupati Cianjur seperti Bupati [[Wira tanu datar|Wiratanudatar I]] ([[Dalem Cikundul]]) dan seterusnya.
 
== BacaanReferensi ==
=== Catatan kakiKaki ===
{{reflist|30em}}
 
== Bacaan lanjutan ==
* {{cite book|title=Menyingkap tabir rahasia spiritual Syekh Abdul Muhyi (Wali Pamijahan): menapaki jejak para tokoh sufi Nusantara abad XVII-XVIII|authors=Muhammad Wildan Yahya|isbn=9791073414|location=Bandung|publisher=Refika Aditama|year=2007}}
 
== Pranala ==
 
* [http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=18&lang=id Makam dan Gua Pamijahan] Situs resmi Disparbud Prov. Jabar
* [http://www.majalengkakab.go.id/index.php/majalengka-kita/58-tradisi-budaya-agamais-haolan-diikuti-ribuan-warga Tradisi Budaya Agamis]{{Pranala mati|date=Januari 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }} Situs resmi Kabupaten Majalengka
* [http://ppal-itqon.blogspot.com/2013/05/biografi-syeikh-abdul-muhyi-sejarah-goa.html Biografi Syeikh Abdul Muhyi] blog PP Al-Itqon
* [http://purbawidya.com/wp-content/uploads/2014/11/123.pdf Perkembangan awal Islam di Pamijahan Tasikmalaya] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20150212084328/http://purbawidya.com/wp-content/uploads/2014/11/123.pdf |date=2015-02-12 }} oleh Effi Latifundia, Balai Arkeologi Bandung
* http://majlis-al-mamuroh.blogspot.com/2013_08_01_archive.html
 
== Catatan kaki ==
{{reflist}}
{{Ulama-Nusantara-bio-stub}}
 
[[Kategori:Tokoh penyebar Islam di Indonesia|Abdul Muhyi]]