Mohammad Hatta: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
-> tanpa sumber rujukan/referensi valid |
|||
(195 revisi perantara oleh 87 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{redirect|Hatta}}
{{Infobox President
| name = Mohammad Hatta
| image = Mohammad Hatta, Pekan Buku Indonesia 1954, p242.jpg
| caption = Potret resmi, {{circa|1954}}
| office = Wakil Presiden Indonesia
| order = ke-1
| state =
| term_start = 18 Agustus 1945
| term_end = 1 Desember 1956
| president = [[Soekarno]]
| predecessor
| successor = [[Hamengkubuwana IX]]
| office2 = Perdana Menteri Republik Indonesia Serikat
| order2 = ke-1
| term_start2 = 20 Desember 1949
| term_end2 = 6 September 1950
| president2 = [[Soekarno]]
| predecessor2 = Jabatan dibentuk
| successor2 = Jabatan dihapuskan
| office3 = Perdana Menteri Indonesia
| order3 = ke-3
| term_start3 = 29 Januari 1948
| term_end3 = 20 Desember 1949
| president3 = [[Soekarno]]
| deputy3 = [[Sjafruddin Prawiranegara]]
| predecessor3 = [[Amir Sjarifuddin]]
| successor3 = [[Susanto Tirtoprodjo]] (penjabat)<br/>[[Abdoel Halim]]
| office4 = [[Menteri Pertahanan Indonesia]]<br /><small>(ad-interim)
| order4 =
| term_start4 = 29 Januari 1948
| term_end4 = 15 Juli 1948
| president4 = [[Soekarno]]
| predecessor4 = [[Amir Sjarifuddin]]
| successor4 = [[Hamengkubuwana IX]]
| office5 = [[Menteri Luar Negeri Indonesia|Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Serikat]]<br /><small>(ad-interim)
| term_start5 = 20 Desember 1949
| term_end5 = 6 September 1950
| president5 = [[Soekarno]]
| predecessor5 = [[Agus Salim]]<br/>[[Hamengkubuwana IX]] {{small|(ad-interim)}}
| successor5 = [[Mohammad Roem]]
| office6 = Ketua Umum Palang Merah Indonesia
| order6 = ke-1
| term_start6 = 17 September 1945
| term_end6 = 1946
| predecessor6 = Jabatan dibentuk
| successor6 = [[Mas Sutardjo Kertohadikusumo]]
| birthname = Mohammad Athar
| birth_date = {{birth date|1902|8|12}}
| birth_place = [[Bukittinggi]], [[Hindia Belanda]]
| death_date = {{death date and age|1980|3|14|1902|8|12}}
| death_place = [[Senen, Jakarta Pusat|Senen]], [[Jakarta]], [[Indonesia]]
| nationality = <!-- Hanya untuk warga negara asing -->
| party = [[Independen (politikus)|Independen]]
| otherparty = [[Partai Nasional Indonesia]]<br><small>(sampai 1929)</small><br/>Pendidikan Nasional Indonesia<br><small>(1931–1934)</small>
| spouse = {{menikah|[[Siti Rahmiati Hatta|Siti Rahmiati]]<br>|18 November 1945|1980}}
| children = [[Des Alwi|Des Alwi Abubakar Hatta]]<br />[[Meutia Hatta]]<br />[[Gemala Hatta]]<br />[[Halida Hatta]]
| relatives = [[Abdurrahman Batuhampar]] (kakek)
| education = [[Ekonom]]
| alma_mater = [[Universitas Erasmus Rotterdam]]
| occupation = [[Politikus]]
| signature = Signature of Mohammad Hatta.png
| resting_place = [[Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir]]
}}
[[Doktorandus|Drs.]]<!--JANGAN DIHAPUS: gelar akademik yang memenuhi notabilitas--> '''Mohammad Hatta''' ([[Nama lahir|né]]: Mohammad Athar) ({{lahirmati|[[Bukittinggi]], [[Hindia Belanda]]|12|8|1902|[[Jakarta]]|14|3|1980}}), akrab oleh teman seperjuangannya dengan sapaan '''Bung Hatta''', adalah seorang negarawan, konseptor dan ekonom yang berperan banyak dalam perjuangan [[kemerdekaan Indonesia]]. Ia sebagai [[Proklamator Kemerdekaan]] bersama [[Soekarno]] memainkan peranan sentral dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dari [[penjajahan Belanda]] sekaligus [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|memproklamirkannya]] pada 17 Agustus 1945. Sehari setelahnya, Hatta menjabat [[Wakil Presiden Republik Indonesia]] pertama dalam sejarah. Ia dikenal akan komitmennya terhadap sistem demokrasi dengan mengeluarkan [[Maklumat 3 November 1945|Maklumat X]] yang menjadi tonggak awal [[demokrasi di Indonesia]]. Pada 1956, ia mundur dari jabatan wakil presiden.
Hatta meninggal pada 1980 dan jenazahnya dimakamkan di [[Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir|TPU Tanah Kusir]], [[Jakarta]]. Pemerintah Indonesia menetapkannya sebagai salah seorang [[Pahlawan]]
== Masa muda ==
=== Latar belakang ===
[[Berkas:Mohammad Hatta Birth Place and Museum, Bukittinggi, West Sumatra 2017-02-13 01.jpg
Mohammad Hatta lahir dari pasangan Muhammad Djamil dan Siti Saleha yang berasal dari [[Orang Minang|Minangkabau]]. Ayahnya merupakan seorang keturunan [[ulama]]
Ayahnya meninggal pada saat ia masih berumur tujuh bulan.{{Sfn|Imran|1991|p=2}} Setelah kematian ayahnya, ibunya menikah dengan Agus Haji Ning, seorang pedagang dari [[Palembang]].{{sfn|Noer|2012|p=4}} Haji Ning sering berhubungan dagang dengan [[Ilyas Bagindo Marah]], kakeknya dari pihak ibu. Perkawinan Siti Saleha dengan Haji Ning melahirkan empat orang anak, yang semuanya adalah perempuan.{{sfn|Imran|1991|p=2}}
=== Pendidikan dan pergaulan ===
Mohammad Hatta pertama kali mengenyam [[pendidikan formal]] di [[sekolah swasta]].{{sfn|Imran|1991|p=4}} Setelah enam bulan, ia pindah ke [[sekolah rakyat]] dan sekelas dengan Rafiah, kakaknya. Namun, pelajarannya berhenti pada pertengahan semester kelas tiga.{{sfn|Imran|1991|pp=4-5}} Ia lalu pindah ke [[Europeesche Lagere School|ELS]] di Padang (kini [[SMA Negeri 1 Padang]]) sampai tahun 1913,{{sfn|Imran|1991|pp=4-5}} dan melanjutkan ke [[Meer Uitgebreid Lager Onderwijs|MULO]] sampai tahun 1917. Di luar pendidikan formal, ia pernah belajar agama kepada [[Muhammad Jamil Jambek]], [[Abdullah Ahmad]], dan beberapa ulama lainnya.{{sfn|Noer|2012|p=5}} Selain keluarga, perdagangan memengaruhi perhatian Hatta terhadap perekonomian. Di [[Padang]], ia mengenal pedagang-pedagang yang masuk anggota [[Yayasan Serikat Oesaha|Serikat Oesaha]] dan aktif dalam [[Jong Sumatranen Bond]] sebagai bendahara.{{sfn|Noer|2012|pp=8, 9}} Kegiatannya ini tetap dilanjutkannya ketika ia bersekolah di [[Prins Hendrik School]]. Mohammad Hatta tetap menjadi bendahara di [[Jakarta]].{{sfn|Noer|2012|p=9}}
Kakeknya bermaksud akan ke [[Mekkah]], dan pada kesempatan tersebut, ia dapat membawa Mohammad Hatta melanjutkan pelajaran di bidang agama, yakni ke [[Mesir]] ([[Al-Azhar]]).{{sfn|Noer|2012|p=9-10}} Ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas [[surau]] di [[Batuhmpar]] yang memang sudah menurun sejak meninggalnya Abdurrahman. Namun, hal ini diprotes dan mengusulkan pamannya, Idris untuk menggantikannya.{{sfn|Noer|2012|p=9-10}} Menurut catatan Amrin Imran, ''Pak
=== Keluarga ===
Pada 18 November 1945, Hatta menikah dengan [[Siti Rahmiati Hatta|Rahmi Hatta]] dan tiga hari setelah menikah, mereka bertempat tinggal di [[Yogyakarta]]. Kemudian,
== Perjuangan dan pergerakan ==
===
[[Berkas:Snapshot 20130115 12.JPG|256px|jmpl|kiri|Hatta (berdiri, kedua dari kanan) bersama para pengurus [[Perhimpunan Indonesia]], pada waktu itu (tahun
[[File:Mohammad_Hatta_Indonesian_statesman,_nationalist,_and_founding_fathers.jpg|267x267px|right|thumb|Mohammad Hatta sebagai Negarawan, Tokoh Nasionalis, dan Pahlawan kemrdekaan]]
Pergerakan [[politik]] ia mulai sewaktu bersekolah di [[Belanda]] dari 1921–1932. Ia bersekolah di ''Handels Hogeschool'' (kelak sekolah ini disebut ''Economische Hogeschool'', sekarang menjadi [[Universitas Erasmus Rotterdam]]), selama bersekolah di sana, ia masuk organisasi sosial [[Indische Vereeniging]] yang kemudian menjadi organisasi [[politik]] dengan adanya pengaruh [[Ki Hadjar Dewantara]], [[Cipto Mangunkusumo]], dan [[Douwes Dekker]]. Pada tahun 1923, Hatta menjadi bendahara dan mengasuh majalah ''Hindia Putera'' yang berganti nama menjadi ''Indonesia Merdeka''.{{sfn|Imran|1991|p=23}} Pada tahun 1924, organisasi ini berubah nama menjadi [[Indische Vereeniging]] ([[Perhimpunan Indonesia]]; PI).{{sfn|Noer|2012|pp=17-18}}
Pada tahun
Pada tahun
{{sfn|Noer|2012|pp=23-24}}
[[Berkas:Mohammad Hatta hal25.JPG|jmpl|ka|250px|Mohammad Hatta bersama Abdulmadjid Djojohadiningrat, Nazir Datuk Pamuntjak, dan [[Ali Sastroamidjojo]]]]
Pada 25 September 1927, Hatta bersama [[Ali Sastroamidjojo]], [[Nazir Datuk Pamuntjak]], dan [[Abdulmadjid Djojoadiningrat]] ditangkap oleh penguasa [[Kerajaan Belanda|Belanda]] atas tuduhan mengikuti [[partai]] terlarang yang dikait-kaitkan dengan [[Semaun]], terlibat pemberontakan di [[Indonesia]] yang dilakukan [[PKI]] dari tahun
[[Berkas:Indonesië vrij, NG-2004-9.jpg|jmpl|Pidato Hatta yang berjudul ''Indonesië Vrij'' yang dibukukan oleh Perhimpunan Indonesia]]
Semua tuduhan tersebut, ia tolak dalam [[pidato]]nya "Indonesia Merdeka" (''Indonesië Vrij'') pada sidang kedua tanggal 22 Maret 1928.{{sfn|Imran|1991|p=29}} Pidato ini sampai ke [[Indonesia]] dengan cara penyelundupan. Ia juga dibela 3 orang pengacara Belanda yang salah satunya berasal dari [[parlemen]]. Yang dari parlemen, bernama J.E.W. Duys. Tokoh ini memang bersimpati padanya. Setelah ditahan beberapa bulan, mereka berempat dibebaskan dari tuduhan, karena tuduhan tidak bisa dibuktikan.{{sfn|Noer|2012|p=29}}
Sampai pada tahun
Pada Desember 1931, para pengikut Hatta segera membuat gerakan tandingan yang disebut Gerakan Merdeka yang kemudian bernama Pendidikan Nasional Indonesia yang kelak disebut PNI Baru. Ini mendorong Hatta dan [[Sutan
===
[[Berkas:RUMAH PENGASINGAN BUNG HATTA.jpg|jmpl|[[Rumah Pengasingan Bung Hatta]] di Banda Neira]]
Sekembalinya ia dari [[Belanda]], ia ditawarkan masuk kalangan Sosialis Merdeka (''Onafhankelijke Socialistische Partij'', OSP) untuk menjadi anggota parlemen Belanda, dan menjadi perdebatan hangat di Indonesia pada saat itu. Pihak OSP mengiriminya [[telegram]] pada 6 Desember 1932, yang berisi kesediaannya menerima pencalonan anggota [[Dewan Negara Belanda|Parlemen]].{{sfn|Hardjosoediro|1984|p=51}} Ini dikarenakan ia berpendapat bahwa ia tidak setuju orang Indonesia menjadi anggota dalam parlemen Belanda.{{sfn|Noer|2012|pp=37-38}} Sebenarnya dia menolak masuk, dengan alasan ia perlu berada dan berjuang di Indonesia.{{efn|Menurut Soejitno Hardjosoediro (1984), Hatta pernah melakukan [[wawancara]] dengan ''[[Sin Tit Po]]'' dan ''[[Oetoesan Indonesia]]'', Mohammad Hatta menolak masuk karena harus mengerahkan tenaganya terhadap perjuangan di [[Indonesia]]. Sebelumnya, ia berpendapat hanya menyerahkan masalah ini pada PNI. {{harv|Hardjosoediro|1984|p=52}}.}} Namun, pemberitaan di Indonesia mengatakan bahwa Hatta menerima kedudukan tersebut, sehingga [[Soekarno]] menuduhnya tidak konsisten dalam menjalankan sistem non-[[koperasi|kooperatif]].{{sfn|Noer|2012|p=38}}
Setelah Hatta kembali dari Belanda,
Semasa diasingkan ke [[Digul]], ia membawa semua buku-bukunya ke tempat pengasingannya. Di sana, ia mengatur waktunya sehari-hari. Pada saat hendak membaca, ia tak mau diganggu. Sehingga, beberapa kawannya menganggap dia sombong.{{sfn|Noer|2012|pp=47, 50}} Ia juga merupakan sosok yang peduli terhadap tahanan. Ia menolak bekerja sama dengan penguasa setempat, misalnya memberantas [[malaria]]. Apabila ia mau bekerja sama, ia diberi gaji f 7.50 sebulan. Namun, kalau tidak, ia hanya diberi gaji f 2.50 saja.{{sfn|Noer|2012|p=50}} Gajinya itu tidak ia habiskan sendiri. Ia juga peduli terhadap kawannya yang kekurangan.{{sfn|Noer|2012|p=50}}
Baris 106 ⟶ 116:
Di [[Digul]], selain bercocok tanam,{{sfn|Imran|1991|p=47}} ia juga membuat kursus kepada para tahanan. Di antara tahanan tersebut, ada beberapa orang yang ibadah shalat dan puasanya teratur; baik dari [[Minangkabau]] maupun [[Banten]]. Tapi, mereka ditangkap karena -pada umumnya- terlibat pemberontakan komunis.{{sfn|Noer|2012|pp=51-52}} Pada masa itu, ia menulis surat untuk iparnya untuk dikirimi alat-alat pertukangan seperti [[paku]] dan gergaji. Selain itu, dia juga menceritakan nasib orang-orang buangan dalam surat itu. Kemudian, ipar Hatta mengirim surat itu ke koran ''Pemandangan'' di Jakarta dan segera surat itu dimuat. Surat itu dibaca menteri jajahan pada saat itu, Colijn.{{sfn|Imran|1991|pp=46-47}} Colijn mengecam pemerintah dan segera mengirim [[residen]] [[Ambon]] untuk menemui Hatta di Digul. Maka uang diberikan untuknya, Hatta menolak dan ia juga meminta supaya kalau mau ditambah, diberikan juga kepada pemimpin lain yang hidup dalam pembuangan.{{sfn|Imran|1991|p=47}}
Pada 1937, ia menerima [[telegram]] yang mengatakan dia dipindah dari Digul ke [[Banda Neira]].{{efn|Sementara Amrin Imran menulis Hatta pindah ke Banda Neira pada 1937, Deliar Noer malah menulis pada tahun 1936 {{harv|Noer|2012|p=52}}.}} Hatta pindah bersama
Sewaktu di [[Banda Neira]], ia bercocok tanam dan menulis di [[koran]] "Sin Tit Po" (dipimpin [[Liem Koen Hian]]; bulanan ini berhenti pada 1938) dengan honorarium f 75 dalam [[Bahasa Belanda]]. Kemudian, ia menulis di ''Nationale Commantaren'' (Komentar Nasional; dipimpin [[Sam Ratulangi]]) dan juga, ia menulis di koran ''Pemandangan'' dengan honorarium f 50 sebulan per satu/dua tulisan.{{sfn|Noer|2012|pp=54-55}} Hatta juga pernah menerima tawaran [[Mas Mansur|Kiai Haji Mas Mansur]] untuk ke [[Makassar]], dia menolak dengan alasan kalaupun dirinya ke
Selain itu, di Banda Neira, Hatta juga mengajar kepada beberapa orang pemuda. Anak dr. Cipto belajar tata-buku dan [[sejarah]]. Ada juga anak asli daerah Banda Neira yang belajar kepada Hatta. Ada seorang kenalan Hatta dari [[
Pada tahun 1941, Mohammad Hatta menulis artikel di koran ''Pemandangan'' yang isinya supaya rakyat [[Indonesia]] jangan memihak kepada baik ke pihak Barat ataupun fasisme Jepang. Kelak, pada zaman Jepang tulisan Hatta dijadikan bahan oleh penguasa Jepang untuk tidak percaya Hatta selama [[Perang Pasifik]].{{sfn|Noer|2012|p=57}} Yang mana, kelak tulisan Hatta dibaca Murase, seorang Wakil Kepala Kempeitai (dinas intelijen) dan menyarankan Hatta agar mengikuti ''Nippon Seishin'' di [[Tokyo]]{{Sfn|Imran|1991|p=58}} pada November 1943.{{sfn|Noer|2012|p=69}}
===
Pada tanggal 8 Desember 1941, angkatan perang [[Kekaisaran Jepang|Jepang]] menyerang [[Pearl Harbor]], [[Hawaii]].
Setelah itu, ia dibawa kembali ke [[Jakarta]]. Ia bertemu Mayor Jenderal Harada. Hatta menanyakan keinginan Jepang datang ke [[Indonesia]]. Harada menawarkan kerjasama dengan Hatta. Kalau mau, ia akan diberi jabatan penting. Hatta menolak, dan memilih menjadi penasihat.{{sfn|Imran|1991|p=53}} Ia dijadikan penasihat dan diberi kantor di Pegangsaan Timur dan rumah di ''Oranje Boulevard'' (Jalan Diponegoro). Orang terkenal pada masa sebelum perang, baik orang pergerakan, atau mereka yang bekerja sama dengan Belanda, diikutsertakan seperti [[Abdul Karim Pringgodigdo]], Surachman, Sujitno Mangunkususmo, [[Sunarjo Kolopaking]], [[Supomo]], dan Sumargo Djojohadikusumo. Pada masa ini, ia banyak mendapat tenaga-tenaga baru. Pekerjaan di sini, merupakan tempat saran oleh pihak Jepang.{{sfn|Noer|2012|p=61}} Jepang mengharapkan agar Hatta memberikan nasihat yang menguntungkan mereka, malah Hatta memanfaatkan itu untuk membela kepentingan rakyat.{{sfn|Imran|1991|p=54}}
=== 1945: Mempersiapkan kemerdekaan Republik Indonesia ===
Saat-saat mendekati Proklamasi pada 22 Juni 1945, [[Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia]] (BPUPKI) membentuk panitia kecil yang disebut Panitia Sembilan dengan tugas mengolah usul dan konsep para anggota mengenai dasar negara Indonesia. Panitia kecil itu beranggotakan 9 orang dan diketuai oleh [[Soekarno|Ir. Soekarno]]. Anggota lainnya Bung Hatta, [[Mohammad Yamin]], [[Achmad Soebardjo]], [[Alexander Andries Maramis|A.A. Maramis]], [[Abdoel Kahar Moezakir|Abdulkahar Muzakir]], [[Wahid Hasyim]], [[Agus Salim|H. Agus Salim]], dan [[Abikusno Tjokrosujoso]].<ref>Amini, Aisyah (2004). Pasang surut peran DPR-MPR,
Kemudian pada 9 Agustus 1945, Bung Hatta bersama Bung Karno dan [[Radjiman Wedyodiningrat]] diundang ke Dalat (Vietnam) untuk dilantik sebagai Ketua dan Wakil Ketua [[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia]] (PPKI). Badan ini bertugas melanjutkan hasil kerja BPUPKI dan menyiapkan pemindahan kekuasaan dari pihak Jepang kepada Indonesia. Pelantikan dilakukan secara langsung oleh Panglima Asia Tenggara [[Hisaichi Terauchi|Jenderal Terauchi]]. Puncaknya pada 16 Agustus 1945, terjadilah [[Peristiwa Rengasdengklok]] hari dimana Bung Karno bersama Bung Hatta diculik kemudian dibawa ke sebuah rumah milik salah seorang pimpinan PETA, [[Djiaw Kie Siong]], di sebuah kota kecil [[Rengasdengklok Utara, Rengasdengklok, Karawang|Rengasdengklok]] (dekat Karawang, Jawa Barat).<ref>{{
Penculikan itu dilakukan oleh kalangan pemuda, dalam rangka mempercepat tanggal proklamasi kemerdekaan Indonesia. Malam hari, mereka mengadakan rapat untuk persiapan proklamasi Kemerdekaan Indonesia di kediaman Laksamana [[Tadashi Maeda]] di Jalan Imam Bonjol 1 Jakarta. Sebelum rapat, mereka menemui ''somabuco'' (kepala pemerintahan umum) Mayjen Nishimura untuk mengetahui sikapnya mengenai pelaksanaan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pertemuan tersebut tidak menghasilkan kesepahaman sehingga tidak adanya kesepahaman itu meyakinkan mereka berdua untuk melaksanakan proklamasi kemerdekaan itu tanpa kaitan lagi dengan Jepang.<ref>Kebudayaan-Depdiknas: [http://www.kebudayaan.depdiknas.go.id/BudayaOnline/SeniBudaya/Sejarah/PERANG/n_jabar.htm Peristiwa Rengasdengklok] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070113232707/http://www.kebudayaan.depdiknas.go.id/BudayaOnline/SeniBudaya/Sejarah/PERANG/n_jabar.htm |date=2007-01-13 }}</ref>
===
[[Berkas:Souvereiniteitsoverdracht aan Indonesië in het Koninklijk Paleis op de Dam. Mini, Bestanddeelnr 903-7669.jpg|jmpl|ka|250px|Hatta (keempat dari kiri) di Istana Dam, [[Amsterdam]], dan [[Juliana dari Belanda|Ratu Juliana]] (ketiga dari kanan) pada saat penyerahan kedaulatan]]
Pada 17 Agustus 1945, hari yang sangat ditunggu-tunggu oleh seluruh rakyat Indonesia dia bersama Soekarno resmi [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|memproklamasikan kemerdekaan]] di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta pukul 10.00 WIB. Keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945, dia resmi dipilih sebagai Wakil Presiden RI yang pertama mendampingi Presiden Soekarno.<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2022-11-29|title=Mengapa Mohammad Hatta Mengundurkan Diri sebagai Wakil Presiden? Halaman all|url=https://www.kompas.com/stori/read/2022/11/29/163000879/mengapa-mohammad-hatta-mengundurkan-diri-sebagai-wakil-presiden-|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2023-07-07}}</ref>
Selama menjadi Wakil Presiden, Bung Hatta amat gigih bahkan dengan nada sangat marah, menyelamatkan Republik dengan mempertahankan naskah Linggarjati di Sidang Pleno KNIP di Malang yang diselenggarakan pada 25 Februari – 6 Maret 1947 dan hasilnya [[Perundingan Linggarjati|Persetujuan Linggajati]] diterima oleh [[Komite Nasional Indonesia Pusat]] (KNIP) sehingga anggota KNIP menjadi agak lunak pada 6 Maret 1947.<ref>Media Indonesia: [http://www.mediaindonesia.com/index.php/news/read/77391/1945-perundingan-linggarjati-ditandatangani/2016-11-15 Perundingan Linggarjati Ditandatangani] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20170918061239/http://www.mediaindonesia.com/index.php/news/read/77391/1945-perundingan-linggarjati-ditandatangani/2016-11-15 |date=2017-09-18 }}, diakses 15 Juni 2017</ref>
Pada saat terjadinya [[Agresi Militer Belanda I]] pada 21 Juli 1947, Hatta dapat meloloskan diri dari kepungan Belanda dan pada saat itu dia masih berada di [[Pematangsiantar]]. Dia dengan selamat bersama dengan Gubernur Sumatra Mr. [[Teuku Muhammad Hasan|T. Hassan]] tiba di [[Bukittinggi]]. Sebelumnya pada 12 Juli 1947 Bung Hatta mengadakan Kongres Koperasi I di [[Tasikmalaya]] yang menetapkan tanggal 12 Juli sebagai Hari Koperasi di Indonesia. Kemudian dalam Kongres Koperasi II di [[Bandung]] tanggal 12 Juli 1953, Bung Hatta diangkat sebagai Bapak Koperasi Indonesia.<ref>{{cite book|title=Ringkasan Pengetahuan Sosial|author=Rachmat|publisher=Grasindo|url=
[[File : Mohammad Hatta 1950.jpg|jmpl|Mohammad Hatta sebagai perdana menteri Indonesia, 1950]]
Kemudian, Bung Hatta dengan kewibawaannya sebagai Wakil Presiden hendak memperjuangkan sampai berhasil [[Perjanjian Renville]] dengan berakibat jatuhnya [[Kabinet Amir Sjarifuddin II|Kabinet Amir]] dan digantikan oleh [[Kabinet Hatta I|Kabinet Hatta]]. Pada era Kabinet Hatta yang dibentuk pada 29 Januari 1948, Bung Hatta menjadi Perdana Menteri dan merangkap jabatan sebagai Menteri Pertahanan.<ref name="Anak Agung Gde Agung 1973">Ide Anak Agung Gde Agung (1973) Twenty Years Indonesian Foreign Policy: 1945–1965 Mouton & Co ISBN 979-8139-06-2</ref>
Suasana panas waktu timbul [[Pemberontakan PKI 1948|Pemberontakan PKI Madiun]] dalam bulan September 1948, memuncak pada penyerbuan tentara Belanda ke [[Yogyakarta]] pada 19 Desember 1948. Bung Hatta bersama Bung Karno diangkut oleh tentara Belanda pada hari itu juga. Pada tahun yang sama, Bung Hatta bersama Bung Karno diasingkan ke Menumbing, Bangka. Beberapa waktu setelah pengasingan karena mengalami adanya sebuah perundingan Komisi Tiga Negara (KTN) di Kaliurang, di mana Critchley datang mewakili Australia dan Cochran mewakili Amerika.<ref>Historia.id: [http://historia.id/buku/akhir-tragis-republik-komunis Akhir Tragis Republik Komunis] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20170613175441/http://historia.id/buku/akhir-tragis-republik-komunis |date=2017-06-13 }}, Diakses tanggal 30 September 2015.</ref>
[[Berkas:Bung Hatta KPN.jpg|jmpl|280px|Mohammad Hatta berpidato di hadapan para peserta Konferensi Persiapan Nasional di [[Jakarta]] pada 26 November 1949. Tampak [[Sartono]] (duduk deretan depan no.2 dari kiri) mendengarkan dengan saksama.]]
Pada Juli 1949, terjadi kemenangan Cochran dalam menyelesaikan perundingan Indonesia. Tahun ini, terjadilah sebuah perundingan penting, [[Konferensi Meja Bundar]] (KMB) yang diadakan di [[Den Haag]] sesudah berunding selama 3 bulan, pada 27 Desember 1949 kedaulatan NKRI kita miliki untuk selamanya. Ratu Juliana memberi tanda pengakuan Belanda atas kedaulatan negara Indonesia tanpa syarat kecuali Irian Barat yang akan dirundingkan lagi dalam waktu setahun setelah Pengakuan Kedaulatan kepada Bung Hatta yang bertindak sebagai Ketua Delegasi Republik Indonesia di Amsterdam dan di Jakarta.<ref name="Anak Agung Gde Agung 1973" /><ref>Kahin, George McTurnan (1952) Nationalism and Revolution in Indonesia Cornell University Press, ISBN 0-8014-9108-8</ref>
Di [[Amsterdam]] dari [[Ratu Juliana]] kepada Drs. Mohammad Hatta dan di Jakarta dari [[Antonius Hermanus Johannes Lovink|Dr. Lovink]] yang mewakili Belanda kepada [[Sri Sultan Hamengku Buwono IX]]. Sehingga pada akhirnya negara Indonesia menjadi negara [[Republik Indonesia Serikat]] (RIS), Bung Hatta terpilih menjadi Perdana Menteri RIS juga merangkap sebagai Menteri Luar Negeri RIS dan berkedudukan di Jakarta dan Bung Karno menjadi Presiden RIS. Ternyata RIS tidak berlangsung lama, dan pada 17 Agustus 1950, Indonesia menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan ibu kota Jakarta dan Perdana Menteri [[Mohammad Natsir]].<ref>{{Cite news|url=http://news.detik.com/opini/1035897/nkri-gagasan-mosi-integral-natsir|title=NKRI: Gagasan Mosi Integral Natsir|author=|publisher=detikNews|date=12 November 2008|access-date=15 Juni 2017|work=[[Detik.com|detikcom]]|archive-date=2017-05-11|archive-url=https://web.archive.org/web/20170511182216/http://news.detik.com/opini/1035897/nkri-gagasan-mosi-integral-natsir|dead-url=no}}</ref> Bung Hatta menjadi Wakil Presiden RI lagi dan berdinas di Jalan Medan Merdeka Selatan 13 Jakarta.
[[Berkas:Kunker Bung Hatta 1950.jpg|280px|jmpl|Kunjungan kerja Wakil Presiden Moh.Hatta ke [[Yogyakarta]] tahun 1950. Tampak dalam gambar,paling kiri, Mayor [[Pranoto Reksosamodra]] sebagai [[Komandan Militer Kota Besar Yogyakarta]].]]
Pada tahun 1955, Mohammad Hatta membuat pernyataan bahwa bila [[parlemen]] dan [[konstituante]] pilihan rakyat sudah terbentuk, dia akan mengundurkan diri sebagai wakil presiden.<ref>{{cite web|url=http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/1302-sang-proklamator|publisher=Tokoh Indonesia|title=Sang Proklamator|date=|access-date=14 Juni 2017|archive-date=2017-06-02|archive-url=https://web.archive.org/web/20170602114116/https://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/1302-sang-proklamator|dead-url=yes}}</ref> Menurutnya, dalam negara yang mempunyai [[sistem parlementer|kabinet parlementer]], Kepala Negara adalah sekadar simbol saja, sehingga Wakil Presiden tidak diperlukan lagi.
Pada tanggal 20 Juli 1956, Mohammad Hatta menulis sepucuk surat kepada Ketua DPR pada saat itu, [[Sartono]] yang isinya antara lain, "Merdeka, Bersama ini saya beritahukan dengan hormat, bahwa sekarang, setelah Dewan Perwakilan Rakyat yang dipilih rakyat mulai bekerja, dan Konstituante menurut pilihan rakyat sudah tersusun, sudah tiba waktunya bagi saya untuk mengundurkan diri sebagai wakil presiden. Segera, setelah Konstituante dilantik, saya akan meletakkan jabatan itu secara resmi."<ref>Merdeka: [http://www.merdeka.com/peristiwa/berpolitik-tanpa-bermusuhan-3-soekarno-dan-hatta.html Berpolitik tanpa bermusuhan (3): Soekarno dan Hatta] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20160517035610/http://www.merdeka.com/peristiwa/berpolitik-tanpa-bermusuhan-3-soekarno-dan-hatta.html |date=2016-05-17 }}, diakses 20 Juni 2017</ref>
Di akhir tahun 1956 juga, Hatta tidak sejalan lagi dengan [[Bung Karno]] karena dia tidak ingin memasukkan unsur [[komunis]] dalam kabinet pada waktu itu. Sebelum ia mundur, dia mendapatkan gelar ''Doctor Honoris Causa'' dari [[Universitas Gajah Mada]], [[Yogyakarta]]. Sebenarnya gelar ''Doctor Honoris Causa'' ingin diberikan pada tahun 1951. Namun, gelar tersebut baru diberikan pada 27 November 1956.<ref>{{cite web|url=http://alumni.ugm.ac.id/v3.0/news/id/51|publisher=[[Universitas Gadjah Mada]]|title=Soekarno-Hatta, Penerima Gelar Doktor Honoris Causa Pertama Dari UGM|date=17 Desember 2014|access-date=14 Juni 2017|archive-date=2017-07-14|archive-url=https://web.archive.org/web/20170714234520/http://alumni.ugm.ac.id/v3.0/news/id/51|dead-url=no}}</ref> Demikian pula [[Universitas Indonesia]] pada tahun 1951 telah menyampaikan keinginan itu tetapi Bung Hatta belum bersedia menerimanya. Kata dia, “Nanti saja kalau saya telah berusia 60 tahun.”.
=== 1956–1980: Setelah Pensiun ===
[[Berkas:BungHatta1980.jpg|250px|jmpl|Foto terakhir Bung Hatta sebelum masuk rumah sakit, tanggal 1 Maret 1980. Di sebelah kanan adalah Ny. [[Moenadji Soerjohadikoesoemo]].]]
[[Berkas:BH-HBIX.jpg|250px|jmpl|[[Sri Sultan Hamengkubuwono IX]] yang juga pernah menjabat sebagai Wakil Presiden RI tampak serius berbicara dengan Mohammad Hatta.]]
Setelah mundur dari jabatannya sebagai Wakil Presiden RI pada
[[Berkas:Reuni Bung Hatta 1979.jpg|kiri|250px|jmpl|Mereka yang sibuk pada masa Revolusi berkumpul kembali tahun
Tahun 1963 Bung Hatta pertama kali mengalami jatuh sakit dan mendapatkan perawatan di [[Stockholm]], [[Swedia]] atas perintah Soekarno, dengan biaya negara, karena perlengkapan medis di sana lebih lengkap.<ref>Google Books: [http://books.google.co.id/books?id=WZ8fVpWvLjMC&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false ''Demi Bangsaku: Pertentangan Sukarno vs Hatt'', Wawan Tunggul SH, [[Gramedia Pustaka Utama]] Jakarta, 2003] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20230325184721/https://books.google.co.id/books?id=WZ8fVpWvLjMC&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false |date=2023-03-25 }}, diakses 20 Juni 2017</ref>
Pada 31 Januari 1970, melalui Keppres No. 12/1970 telah dibentuk Komisi Empat yang bertugas mengusut masalah korupsi. Untuk keperluan itu Dr. Moh. Hatta (mantan Wakil Presiden RI) telah diangkat menjadi Penasehat Presiden dalam masalah pemberantasan Korupsi. Komisi Empat ini diketuai oleh [[Wilopo]], SH, dengan anggota-anggota: [[IJ Kasimo]], Prof. Dr. [[Herman Johannes|Yohanes]], H. [[Anwar Tjokroaminoto]], dengan sekretaris Kepala Bakin/Sekretaris Kopkamtib, Mayjen. [[Sutopo Juwono]]. Dr. Moh. Hatta juga ditunjuk sebagai Penasehat Komisi Empat tersebut. Tetapi secara kontroversial, Presiden Suharto membubarkan komisi tersebut dan hanya memberikan izin untuk mengusut tuntas 2 kasus korupsi saja.<ref>Keputusan Presiden No. 12 tahun 1970</ref>
Hatta dipercaya oleh Presiden Soeharto untuk menjadi Anggota Dewan Penasehat Presiden. Pada 15 Agustus 1972, Bung Hatta mendapat anugerah Bintang Republik Indonesia Kelas I dari Pemerintah Republik Indonesia.<ref>{{Cite web|title=15 Agustus 1972 : upacara penganugrahan Bintang Republik Indonesia klas I kepada DR. Mohammad Hatta, bertempat di istana Negara Jakarta, 15 Agustus 1972 penyematan dilakukan oleh Presiden Soeharto|url=https://onesearch.id/Record/IOS1.INLIS000000000293215|website=onesearch.id|access-date=2023-07-07}}</ref> Kemudian, pada tahun yang sama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengangkat dia sebagai warga utama Ibukota Jakarta dengan segala fasilitasnya, seperti perbaikan besarnya pensiun dan penetapan rumah dia menjadi salah satu gedung yang bersejarah di Jakarta.
Kemudian, pada tahun 1975, Bung Hatta menjadi anggota Panitia Lima bersama Prof Mr. Soebardjo, Prof Mr. Sunario, A.A. Maramis, dan Prof Mr. Pringgodigdo untuk memberi pengertian mengenai Pancasila sesuai dengan alam pikiran dan semangat lahir dan batin para penyusun [[UUD 1945]] dengan Pancasilanya. Ternyata, Bung Hatta resmi menjadi Ketua Panitia Lima.<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=2022-09-07|title=Panitia Lima: Anggota, Tugas, dan Hasil Kerja Halaman all|url=https://www.kompas.com/stori/read/2022/09/07/120000679/panitia-lima--anggota-tugas-dan-hasil-kerja|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2023-07-07}}</ref> Tak hanya itu, [[Bung Hatta]] kembali mendapatkan gelar doctor honouris causa sebagai tokoh proklamator dari [[Universitas Indonesia]] yang seharusnya diberikan pada tahun 1951. Pemberian gelar tersebut dilakukan di Jakarta pada
Pada Tahun 1978 bersama dengan Jenderal [[Abdul Haris Nasution]], Bung Hatta mendirikan Yayasan Lembaga Kesadaran Berkonstitusi yang bertujuan mengkritik penggunaan Pancasila dan UUD 1945 untuk kepentingan rezim otoriter [[Suharto]].<ref>Trove.NLA.gov.au: [http://trove.nla.gov.au/work/21037039?q&versionId=25028833 Lembaga Kesadaran Berkonstitusi 45. Publikasi I-III.] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20201205124340/https://trove.nla.gov.au/work/21037039?q&versionId=25028833 |date=2020-12-05 }}, diakses 13 Juni 2017</ref>
Dan pada tahun
==
Hatta meninggal dunia pada tanggal 14 Maret 1980 pada pukul 18.56 di [[Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo|Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo]] Jakarta setelah sebelas hari ia dirawat di sana.<ref>{{Cite web|date=2017-03-15|title=Hari-Hari Terakhir Bung Hatta|url=https://republika.co.id/berita/selarung/suluh/17/03/15/omt2sn282-harihari-terakhir-bung-hatta|website=Republika Online|language=id|access-date=2023-07-07}}</ref> Selama hidupnya, Bung Hatta telah dirawat di rumah sakit sebanyak 6 kali pada tahun 1963, 1967, 1971, 1976, 1979, dan terakhir pada 3 Maret 1980. Keesokan harinya, dia disemayamkan di kediamannya Jalan Diponegoro 57, Jakarta dan dikebumikan di [[Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir|TPU Tanah Kusir]], Jakarta disambut dengan upacara kenegaraan yang dipimpin secara langsung oleh Wakil Presiden pada saat itu, [[Adam Malik]].
== Mendapat gelar pahlawan ==
Setelah wafat, Pemerintah memberikan gelar [[Pahlawan]] [[Proklamator Kemerdekaan]] kepada [[Bung Hatta]] pada
== Bung Hatta Award ==
{{
Sejak
== Lihat pula ==
* [[Daftar Wakil Presiden Indonesia]]
* [[Nasib Hindania]]
* [[Koperasi di Indonesia]]
== Catatan bawah ==
{{Notelist}}
== Jabatan ==
{| class="wikitable sortable"
|-
!Jabatan
!Masa Jabatan
|-
|Ketua Umum Palang Merah Indonesia Pertama
|1945 — 1946
|-
|[[Menteri Luar Negeri Indonesia]] (Pada Pemerintahan RIS)
|20 Desember 1949 — 6 September 1950
|-
|[[Menteri Pertahanan Indonesia]] (ad-interim)
|29 Januari 1948 — 15 Juli 1948
|-
|[[Perdana Menteri Indonesia]] Ke-3
|29 Januari 1948 — 6 September 1950
|-
|[[Wakil Presiden Indonesia]] Pertama
|18 Agustus 1945 — 1 Desember 1956
|}
== Referensi ==
{{reflist
{{Refbegin|2}}
* {{cite book
Baris 226 ⟶ 257:
|isbn = 978-979-709-633-5
|ref = {{sfnRef|Noer|2012}}
}}
* {{cite book
|last = Weismann
|first = Itzchak
|authorlink =
|title = The Naqshbandiyya: Orthodoxy and Activism in a Worldwide Sufi Tradition
|year = 2009
|publisher = Routledge
|location = [[Abingdon, Oxfordshire|Abingdon]]
|isbn = 978-0-415-48992-8
|ref = {{sfnRef|Weismann|2009}}
}}
{{Refend}}
=== Bacaan lanjutan ===
* Hatta, Mohammad, Mohammad Hatta Memoir, Tinta Mas Jakarta, 1979
Baris 237 ⟶ 279:
* Sekretariat Negara Republik Indonesia. 1975. ''30 Tahun Indonesia Merdeka''. Jakarta: PT Citra Lamtoro Gung Persada
* Swasono, Meutia Farida. 1981. ''Bung Hatta Pribadinya Dalam Kenangan''. Jakarta: Sinar Harapan
* Team Dokumentasi Presiden RI. 2003. ''Jejak Langkah Pak Harto 28 Maret 1968
* Tim Penyusun. 1981. ''Bung Hatta''. Jakarta: (unknown)
* Wahyu, Christoporus. 2012. Pemerintah Akhirnya Akui Bung Karno-Bung Hatta Pahlawan Nasional. Tersedia: http://nasional.kompas.com/read/2012/11/06/18304773/Pemerintah.Akhirnya.Akui.Bung.Karno-Bung.Hatta.Pahlawan.Nasional [11 November 2014]
== Pranala luar ==
{{
* {{id}} [http://www.tokohindonesia.com/tokoh/article/282-ensiklopedi/256-mohammad-hatta "Sang Proklamator" Bio Mohammad Hatta di Ensiklopedi Tokoh Indonesia] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20120202205249/http://www.tokohindonesia.com/tokoh/article/282-ensiklopedi/256-mohammad-hatta |date=2012-02-02 }}
* {{id}} [https://www.kompas.com/kompas-cetak/0208/09/nasional/turu27.htm Turun Gunung: Bung Hatta 11 Tahun di Belanda (20 September 1921
{{S-start}}
{{s-off}}
{{S-new|office}}
{{S-ttl|title=[[Wakil Presiden Indonesia]]|years=1945–1956}}
{{S-vac|dormant|next= [[
{{kotak suksesi|jabatan=[[Perdana Menteri Indonesia]]|pendahulu=[[Amir Sjarifoeddin]]|pengganti=[[Abdul Halim]]|tahun=1948–1950}}
{{
{{kotak selesai}}
{{Wakil Presiden Indonesia}}
Baris 264 ⟶ 306:
{{lifetime|1902|1980|Hatta, Mohammad}}
[[Kategori:Pahlawan nasional Indonesia]]
[[Kategori:Ideolog Indonesia]]
[[Kategori:Anggota BPUPKI]]
[[Kategori:Politikus Partai Nasional Indonesia]]
[[Kategori:Tahanan politik Hindia Belanda]]
[[Kategori:Tokoh pejuang yang dibuang]]
[[Kategori:Wakil Presiden Indonesia]]
Baris 272 ⟶ 316:
[[Kategori:Menteri Kabinet Hatta I]]
[[Kategori:Menteri Kabinet Republik Indonesia Serikat]]
[[Kategori:Menteri Luar Negeri Indonesia]]
[[Kategori:Menteri Pertahanan Indonesia]]
[[Kategori:Alumni Universitas
[[Kategori:Penerima Bintang Republik Indonesia Adipradana]]
[[Kategori:Cerdik Pandai Minangkabau]]
[[Kategori:
[[Kategori:Tokoh dari Bukittinggi]]
[[Kategori:Ekonom Indonesia]]
|