Hak fetus: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
revisi tulisan |
k v2.05b - Perbaikan untuk PW:CW (Pranala sama dengan teksnya) |
||
(39 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{takakurat}}
'''Dalam bahasa Inggris,''' janin disebut ''[[Janin|fetus]]'' yang artinya [[vertebrata]] yang belum lahir atau belum menetas khususnya setelah mencapai struktur dasar dari jenisnya.<ref>{{Cite web|title=Definition of FETUS|url=https://www.merriam-webster.com/dictionary/fetus|website=www.merriam-webster.com|language=en|access-date=2021-07-07}}</ref> Sehubungan dengan '''[[janin]]''' yang merupakan anugerah yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa dalam Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang [[Hak asasi manusia|Hak Asasi Manusia]] yang juga memuat terkait perlindungan hak janin.<ref>{{Cite journal|last=Aswandi|first=Bobi|last2=Roisah|first2=Kholis|date=2019-01-29|title=NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI PANCASILA DALAM KAITANNYA DENGAN HAK ASASI MANUSIA (HAM)|url=http://dx.doi.org/10.14710/jphi.v1i1.128-145|journal=Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia|volume=1|issue=1|pages=128|doi=10.14710/jphi.v1i1.128-145|issn=2656-3193}}</ref> Dalam pasal 53 dinyatakan bahwa, “Setiap anak sejak dalam kandungan, berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya”. Anak dalam kandungan yang dimaksud adalah janin yang nantinya akan tumbuh menjadi anak dan berkembang selayaknya manusia. Janin merupakan langkah awal kehidupan yang harus dihormati oleh setiap [[manusia]] dan dijaga karena janin nantinya akan tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang kelak juga akan menghasilkan hal yang sama. ▼
▲Berkas:Catfetus1.jpg|Gambar 1. Fetus dalam kandungan
▲'''Dalam bahasa Inggris,''' janin disebut ''[[Janin|fetus]]'' yang artinya [[vertebrata]] yang belum lahir atau belum menetas khususnya setelah mencapai struktur dasar dari jenisnya.<ref>{{Cite web|title=Definition of FETUS|url=https://www.merriam-webster.com/dictionary/fetus|website=www.merriam-webster.com|language=en|access-date=2021-07-07|archive-date=2023-05-28|archive-url=https://web.archive.org/web/20230528181350/https://www.merriam-webster.com/dictionary/fetus|dead-url=no}}</ref>
Di samping [[Peraturan perundang-undangan Indonesia|peraturan perundang-undangan]] tersebut, hukum adat dan hukum Islam juga mengatur tentang keberadaan calon anak
== Pengertian Anak dalam Kandungan ==
Anak dalam kandungan tidak bisa dilepaskan dari kehamilan seorang ibu. Terkait dengan hubungan tersebut, kehamilan dapat diartikan adanya bayi (anak), betapapun sederhananya, dalam rahim seorang ibu. Arti kata ‘betapapun sederhananya’ adalah semenjak terbuahinya sel telur oleh sperma, sehingga membentuk embrio. Tidak perlu bahwa bayi tersebut benar-benar telah berentuk sempurna seperti bayi yang dilahirkan. Penjelasan ini diperlukan untuk menganalisis ada atau tidaknya hubungan kewarisan antara pewaris dengan anak yang ada dalam kandungan.<ref>{{Cite journal|last=Darmawan|first=Darmawan|date=2018-08-02|title=Tahqîq al-Manâth dalam Pembaruan Hukum Kewarisan Islam di Indonesia|url=http://dx.doi.org/10.15642/ad.2018.8.1.165-193|journal=Al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam|volume=8|issue=1|pages=165–193|doi=10.15642/ad.2018.8.1.165-193|issn=2503-0922}}</ref> Perkembangan sains dan teknologi berpengaruh mengembangkan keturunannya, sehingga bila diperhatikan ada 2 (dua) cara memperoleh keturunan. Pertama, dilakukan melalui hubungan langsung antara lawan jenis. Kedua, dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan teknologi.
==
Periode fetus atau dikenal dengan priode janin dimulai sejak akhir bulan kedua sampai lahir. Pada minggu kesembilan punggung bayi akan sedikiit menegak dan tulang ekornya sedikit memendek. Proporsi kepala masih lebih besar dari anggota lainnya dan bagian kepalanya masih menekuk ke arah dada. Kedua mata telah berkembang dengan baik, namun masih ditutupi oleh membran kelopak. Janin dapat melakukan gerakan-gerakan kecil setelah otot-ototnya mualai berkembang, anggota badannya juga mulai berkembang. Perkembangan lengan dan jari tangan lebih cepat daripada tungkai dan jari kaki. Pada tahap ini kelopak tangan janin telah memiliki batas jari tangan yang jelas. Kelima jari tangan tampak terpisah satu sama lain. Minggu kesepuluh janin telah memiliki rancangan struktur tubuh yang sempurna, janin mulai berwujud seperti manusia.<ref>{{Cite web|first=Fachrurodzy|date=2015|title=Hak Waris Anak dalam Kandugan Prespektif Fikih Konvensional dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)|url=https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30249/1/FACHRURODZY-FSH.pdf|website=https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30249/1/FACHRURODZY-FSH.pdf|access-date=30/07/2021|archive-date=2020-03-31|archive-url=https://web.archive.org/web/20200331180101/http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30249/1/FACHRURODZY-FSH.pdf|dead-url=no}}</ref>
== Aborsi ==
== Legalitas Aborsi dalam Hukum Hak Asasi Manusia Internasional ==▼
Istilah Aborsi disebut juga dengan istilah ''[[Abortus]] Provocatus''. ''Abortus provocatus'' adalah pengguguran kandungan yang disengaja, terjadi karena adanya perbuatan manusia yang berusaha menggugurkan kandungan yang tidak diinginkan, meliputi ''abortus provocatus medicinalis'' dan ''abortus provocatus criminalis''. ''Abortus provocatus medicinalis'' yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan berdasarkan alasan/pertimbangan medis. Sedangkan ''abortus provocatus criminalis'' yaitu penguguran kandungan yang dilakukan dengan sengaja dengan melanggar ketentuan hukum yang berlaku.<ref>{{Cite web|last=SASMITA|first=FEBRY|date=27/07/2016|title=KAJIAN TERHADAP TINDAKAN ABORSI BERDASARKAN
Jika membicarakan mengenai legalitas aborsi, terdapat banyak keragaman pandangan di dalamnya. Ada yang pro dan ada yang kontra, dan keduanya mengatas dasari sudut pandang mereka dengan “Hak Asasi Manusia.” Pada beberapa negara masih menganggap aborsi merupakan tindakan yang ilegal sehingga dapat dijatuhi hukuman mati. Sedangkan di dalam hukum internasional terdapat aturan yang menyatakan semua orang berhak untuk hidup dan dapat dikatakan sebagai pelanggaran hak asasi seseorang untuk hidup, sehingga terdapat konflik antara kedua aturan tersebut. Banyak aturan mengenai aborsi yang dapat ditemukan di dalam aturan nasional maupun internasional. Menurut hukum internasional aturan mengenai aborsi dapat ditemukan dan didukung di dalam ''African Women’s Protocol'', ''African Charter'', [[ICCPR]], dan [[CEDAW]], di mana mereka menyatakan bahwa aborsi merupakan HAM internasional. Legalitas hukuman mati terhadap orang yang melakukan aborsi seharusnya mengacu kepada ''ICJ Statute'', yang menyatakan kejahatan yang dapat dijatuhi hukuman mati hanya kejahatan yang paling serius dan aborsi bukan salah satunya, serta [[UDHR]] dan [[ICCPR]] yang menjamin tiap manusia memiliki hak untuk hidup dan harus dilindungi. Apakah membela hak keselamatan ibu yang mengandung janin atau membela hak hidup janin. Di Amerika Serikat dikenal dua kubu yang disebabkan dari polarisasi perbedaan pandangan dalam aborsi yang disebut sebagai ''pro-live'' (kontra terhadap aborsi) dan ''pro choice'' (pro terhadap aborsi).<ref>{{Cite web|last=Elvahra|first=Zoya|date=2020-09-26|title=Peran Perawat Dalam Pengambilan Keputusan Untuk Meningkatkan Pengetahuan Terkait Tindakan Aborsi Pada Remaja Akibat Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD)|url=http://dx.doi.org/10.31219/osf.io/hd5z6|website=dx.doi.org|access-date=2021-07-05}}</ref> ▼
KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN|url=http://e-journal.uajy.ac.id/10727/1/JurnalHK11041.pdf|website=http://e-journal.uajy.ac.id/10727/1/JurnalHK11041.pdf|access-date=23/07/2021|archive-date=2022-07-05|archive-url=https://web.archive.org/web/20220705193213/http://e-journal.uajy.ac.id/10727/1/JurnalHK11041.pdf|dead-url=no}}</ref> Secara definisi aborsi adalah berhentinya (mati) dan dikeluarkannya kehamilan sebelum 20 minggu (dihitung dari hari terakhir) atau berat janin kurang dari 500gr, panjang kurang dari 25 cm. Definisi medis mengartikan bahwa aborsi adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum ''viability'', sebelum janin mampu hidup sendiri di luar kandungan, yang diperkirakan usia kehamilannya di bawah usia 20 minggu (WHO). Definisi ini jelas mengandung makna bahwa perbuatan aborsi dilakukan terhadap janin yang tidak dapat hidup di luar kandungan.
Dalam terminologi fiqih, aborsi pun dipahami dalam berbagai pengertian. Ibrahim an-Nakhai menjelaskan aborsi sebagai pengguguran janin dari rahim ibu hamil baik sudah berbentuk sempurna atau belum. Dalam perspektif jinayah Abdul Qadir Audah sebagaimana dikutip Maria Ulfa anshar menyatakan bahwa aborsi adalah pengguguran kandungan dan perampasan hak hidup janin atau perbuatan yang memisahkan janin dari rahim ibunya. Secara substantif Nasarudin Umar coba mengkongklusikan bahwa aborsi adalah upaya pengakhiran masa berlangsungnya kehamilan melalui pengguguran kandungan (janin), sebelum janin itu tumbuh dan berkembang menjadi bayi. Dengan bahasa yang berbeda Rahmi yuningsih mendefinisikan aborsi sebagai tindakan terminasi kehamilan yang tidak diinginkan melalui metode obat-obatan atau bedah. Dapat dipahami bahwa aborsi adalah upaya mengakhiri kehamilan dengan mengeluarkan janin sebelum waktunya, baik secara alamiah/spontan atau dengan menggunakan alat-alat sederhana maupun teknologi.<ref>{{Cite web|last=Wijayati|first=Mufliha|title=ABORSI AKIBAT KEHAMILAN YANG TAK
=== '''Pengaturan Aborsi Menurut Hukum Internasional''' ===▼
DIINGINKAN (KTD):
Pengertian aborsi menurut ''[[Organisasi Kesehatan Dunia|World Health Organization]]'' adalah sebuah operasi atau prosedur untuk mengakhiri kehamilan atau janin yang tidak dapat hidup,<ref>{{Cite journal|last=F.|first=W. T.|last2=Organization|first2=World Health|date=1971-12|title=Spontaneous and Induced Abortion|url=http://dx.doi.org/10.2307/2528862|journal=Biometrics|volume=27|issue=4|pages=1111|doi=10.2307/2528862|issn=0006-341X}}</ref> Lalu menurut ''Black’s Law Dictionary'', aborsi adalah keguguran dengan keluarnya [[embrio]] yang tidak semata-mata karena terjadi secara alamiah, akan tetapi juga disengaja atau terjadi karena adanya campur tangan atau provokasi manusia.<ref>{{Cite journal|last=Bari|first=Fathol|date=2020-08-31|title=TINDAK PIDANA MUTILASI DALAM PERSPEKTIF HUKUM, KRIMINOLOGI DAN VIKTIMOLOGI|url=http://dx.doi.org/10.33474/hukum.v9i2.7388|journal=Negara dan Keadilan|volume=9|issue=2|pages=117|doi=10.33474/hukum.v9i2.7388|issn=2302-7010}}</ref> Pada setiap negara di dunia ini memiliki hukum nasionalnya masing-masing, salah satunya adalah aturan mengenai aborsi. Aturan mengenai aborsi di [[Prancis]] pada awalnya disahkan oleh ''Law No. 75-17 of January 1975 Regarding Voluntary Interruption of Pregnancy'', namun sebagian besar aturan terkini dapat ditemukan di ''Public Health Code''. Hukum di Prancis mengizinkan perempuan untuk melakukan aborsi hingga akhir dari minggu kedua belas kehamilan, jika sudah lebih dari dua belas minggu maka hukum Prancis hanya mengizinkan melakukan aborsi jika mendapat konfirmasi dari dokter dan setelah berkonsultasi bahwa dengan mengandung hingga waktunya akan membahayakan kesehatan sang ibu, atau terdapat kemungkinan akan bermasalah kesehatan sang anak jika dilahirkan. ▼
Kontestasi Antara Pro-Live dan Pro-Choice|url=https://media.neliti.com/media/publications/57114-ID-aborsi-akibat-kehamilan-yang-tak-diingin.pdf|website=https://media.neliti.com/media/publications/57114-ID-aborsi-akibat-kehamilan-yang-tak-diingin.pdf|access-date=29/07/2021|archive-date=2021-10-28|archive-url=https://web.archive.org/web/20211028170116/https://media.neliti.com/media/publications/57114-ID-aborsi-akibat-kehamilan-yang-tak-diingin.pdf|dead-url=no}}</ref>
Aborsi erat kaitannya dengan wanita dan janin yang ada dalam kandungan wanita tersebut. Aborsi selalu menjadi perbincangan baik dalam forum resmi maupun tidak resmi yang menyangkut bidang kedokteran, hukum maupun disiplin ilmu lainnya. Aborsi merupakan fenomena sosial yang semakin hari semakin memprihatinkan, karena sejauh ini perilaku pengguguran kandungan banyak menimbulkan efek negatif baik bagi diri pelaku maupun pada masyarakat luas. Berbicara tentang persoalan aborsi saat ini bukan lagi merupakan rahasia umum dan hal yang tabu untuk dibicarakan. Hal ini dikarenakan aborsi yang terjadi dewasa ini sudah menjadi hal yang aktual dan peristiwanya terjadi di mana-mana serta dapat dilakukan oleh siapa saja baik itu secara legal maupun ilegal.<ref>{{Cite journal|last=Salamor|first=Anna Maria|date=2019-09-02|title=TINJAUAN YURIDIS PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP KORBAN ABORTUS PROVOCATUS KARENA PEMERKOSAAN|url=http://dx.doi.org/10.30598/belovol5issue1page32-45|journal=JURNAL BELO|volume=5|issue=1|pages=32–45|doi=10.30598/belovol5issue1page32-45|issn=2686-5920|access-date=2021-07-23|archive-date=2023-08-13|archive-url=https://web.archive.org/web/20230813051845/https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/belo/article/view/1311|dead-url=no}}</ref>
Mengenai aborsi di Indonesia sendiri sebenarnya dilarang menurut [[Kitab Undang-Undang Hukum Pidana|Kitab Undang – Undang Hukum Pidana]] (KUHP) pasal 299, 346, 347, 348, dan 349 di mana pasal – pasal tersebut menyatakan bahwa aborsi merupakan perbuatan [[kejahatan]] dan dapat dipidana. Namun menurut pasal 75 ayat (2) Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang [[Kesehatan]], yang selanjutnya disebut UU Kesehatan dan pasal 31 [[Peraturan Pemerintah (Indonesia)|Peraturan Pemerintah]] Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang disebut UU Kesehatan Reproduksi, menyatakan bahwa aborsi dapat dilakukan jika berindikasi kedaruratan "medis" yang mengancam nyawa ibu dan janin, kehamilan yang diakibatkan oleh perkosaan, serta dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 hari, dihitung dari hari pertama datang bulan terakhir. Dalam [[Hukum internasional|Hukum Internasional]] sebenarnya belum terdapat aturan yang menyatakan secara eksplisit bahwa aborsi merupakan hak asasi manusia. Namun, dapat kita temukan pernyataan yang paling jelas dan tegas mengenai hak perempuan untuk mengakses aborsi dalam teks perjanjian hak asasi manusia di dalam ''Protocol on the Rights of Women in Africa'' atau dikenal juga sebagai ''African Women’s Protocol'', yang diadopsi oleh ''Union Afrika'' pada 11 Juli 2003.<ref>{{Cite journal|last=Murungi|first=Lucyline Nkatha|date=2015|title=The sexual and reproductive health rights of women with disabilities in Africa: Linkages between the CRPD and the African Women’s Protocol|url=http://dx.doi.org/10.17159/2413-7138/2015/v3n1a1|journal=African Disability Rights Yearbook|volume=3|issue=1|pages=1–17|doi=10.17159/2413-7138/2015/v3n1a1|issn=2413-7138}}</ref> Bertujuan untuk mengisi kesenjangan atau celah dari ''African Charter on Human and People’s Rights 1981'' atau biasa disebut ''African Charter.'' <ref>{{Cite journal|date=2005-01-01|title=African [Banjul] Charter on Human and Peoples' Rights, Adopted June 27, 1981, OAU Doc. CAB/LEG/67/3 rev. 5, 21 I.L.M. 58 (1982), entered into force Oct. 21, 1986|url=http://dx.doi.org/10.1093/rsq/hdi035|journal=Refugee Survey Quarterly|volume=24|issue=2|pages=150–150|doi=10.1093/rsq/hdi035|issn=1020-4067}}</ref>▼
▲== Legalitas Aborsi dalam Hukum Hak Asasi Manusia Internasional ==
Protokol tersebut menyatakan: Negara pihak harus mengambil tindakan yang tepat untuk melindungi hak reproduksi wanita dengan mengizinkan aborsi medis dalam kasus-kasus seperti [[kekerasan seksual]], [[pemerkosaan]], [[Hubungan sedarah|inses]], dan di mana kondisi [[kehamilan]] yang berlanjut membahayakan kesehatan [[Budi|mental]] dan [[fisik]] dari sang ibu atau kehidupan sang ibu atau janinnya.<ref>{{Cite journal|last=Nuraja|first=Siti Hawa|date=2017-06-13|title=PELAKSANAAN PASAL-PASAL 3 AYAT (2) SAMPAI PASAL 5 DAN PASAL 7 AYAT (2) PADA PENGADILAN AGAMA JAKARTA UTARA TAHUN 1980 - 1982|url=http://dx.doi.org/10.21143/jhp.vol15.no5.1165|journal=Jurnal Hukum & Pembangunan|volume=15|issue=5|pages=486|doi=10.21143/jhp.vol15.no5.1165|issn=2503-1465}}</ref> ▼
▲Jika membicarakan mengenai legalitas aborsi, terdapat banyak keragaman pandangan di dalamnya. Ada yang pro dan ada yang kontra, dan keduanya mengatas dasari sudut pandang mereka dengan “Hak Asasi Manusia.” Pada beberapa negara masih menganggap aborsi merupakan tindakan yang ilegal sehingga dapat dijatuhi hukuman mati. Sedangkan di dalam hukum internasional terdapat aturan yang menyatakan semua orang berhak untuk hidup dan dapat dikatakan sebagai pelanggaran hak asasi seseorang untuk hidup, sehingga terdapat konflik antara kedua aturan tersebut. Banyak aturan mengenai aborsi yang dapat ditemukan di dalam aturan nasional maupun internasional. Menurut hukum internasional aturan mengenai aborsi dapat ditemukan dan didukung di dalam ''African Women’s Protocol'', ''African Charter'', [[ICCPR]], dan [[CEDAW]], di mana mereka menyatakan bahwa aborsi merupakan HAM internasional. Legalitas hukuman mati terhadap orang yang melakukan aborsi seharusnya mengacu kepada ''ICJ Statute'', yang menyatakan kejahatan yang dapat dijatuhi hukuman mati hanya kejahatan yang paling serius dan aborsi bukan salah satunya, serta [[UDHR]] dan [[ICCPR]] yang menjamin tiap manusia memiliki hak untuk hidup dan harus dilindungi. Apakah membela hak keselamatan ibu yang mengandung janin atau membela hak hidup janin. Di [[Amerika Serikat]] dikenal dua kubu yang disebabkan dari polarisasi perbedaan pandangan dalam aborsi yang disebut sebagai ''pro-live'' (kontra terhadap aborsi) dan ''pro choice'' (pro terhadap aborsi).<ref>{{Cite web|last=Elvahra|first=Zoya|date=2020-09-26|title=Peran Perawat Dalam Pengambilan Keputusan Untuk Meningkatkan Pengetahuan Terkait Tindakan Aborsi Pada Remaja Akibat Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD)|url=http://dx.doi.org/10.31219/osf.io/hd5z6|website=dx.doi.org|access-date=2021-07-05|archive-date=2023-08-13|archive-url=https://web.archive.org/web/20230813051840/https://osf.io/hd5z6/|dead-url=no}}</ref>
Keadaan menjadi sangat memanas dan membingungkan pada saat kubu pro dan kontra tersebut bersaing atas sudut pandang mereka dengan mengatasdasari “Hak Asasi Manusia”. Hak Asasi Manusia adalah hak yang dimiliki oleh manusia yang ”diperoleh” dan dibawa secara bersamaan dengan kelahirannya dalam hidup masyarakat. Hak ini terdapat pada manusia tanpa membedakan ras, bangsa, agama, jenis kelamin, dan kelompok karena itu bersifat asasi dan universal.<ref>{{Cite journal|last=Reksodiputro|first=Mardjono|date=1993-03-01|title=PANDANGAN TENTANG HAK HAK ASASI MANUSIA DITINJAU DARI ASPEK HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK DENGAN PERHATIAN KHUSUS PADA HAK-HAK SIPIL DALAM KUHAP|url=http://dx.doi.org/10.21143/jhp.vol23.no1.644|journal=Jurnal Hukum & Pembangunan|volume=23|issue=1|pages=1|doi=10.21143/jhp.vol23.no1.644|issn=2503-1465|access-date=2021-07-05|archive-date=2023-08-13|archive-url=https://web.archive.org/web/20230813051849/http://jhp.ui.ac.id/index.php/home/article/view/644|dead-url=no}}</ref>
▲Pengertian aborsi menurut ''[[Organisasi Kesehatan Dunia|World Health Organization]]'' (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia adalah sebuah operasi atau prosedur untuk mengakhiri kehamilan atau janin yang tidak dapat hidup,<ref>{{Cite journal|last=F.|first=W. T.|last2=Organization|first2=World Health|date=1971-12|title=Spontaneous and Induced Abortion|url=http://dx.doi.org/10.2307/2528862|journal=Biometrics|volume=27|issue=4|pages=1111|doi=10.2307/2528862|issn=0006-341X}}</ref> Lalu menurut ''Black’s Law Dictionary'', aborsi adalah keguguran dengan keluarnya [[embrio]] yang tidak semata-mata karena terjadi secara alamiah, akan tetapi juga disengaja atau terjadi karena adanya campur tangan atau provokasi manusia.<ref>{{Cite journal|last=Bari|first=Fathol|date=2020-08-31|title=TINDAK PIDANA MUTILASI DALAM PERSPEKTIF HUKUM, KRIMINOLOGI DAN VIKTIMOLOGI|url=http://dx.doi.org/10.33474/hukum.v9i2.7388|journal=Negara dan Keadilan|volume=9|issue=2|pages=117|doi=10.33474/hukum.v9i2.7388|issn=2302-7010}}</ref> Pada setiap negara di dunia ini memiliki hukum nasionalnya masing-masing, salah satunya adalah aturan mengenai aborsi. Aturan mengenai aborsi di [[Prancis]] pada awalnya disahkan oleh ''Law No. 75-17 of January 1975 Regarding Voluntary Interruption of Pregnancy'', namun sebagian besar aturan terkini dapat ditemukan di ''Public Health Code atau'' Kode Kesehatan Masyarakat. Hukum di Prancis mengizinkan perempuan untuk melakukan aborsi hingga akhir dari minggu kedua belas kehamilan, jika sudah lebih dari dua belas minggu maka hukum Prancis hanya mengizinkan melakukan aborsi jika mendapat konfirmasi dari dokter dan setelah berkonsultasi bahwa dengan mengandung hingga waktunya akan membahayakan kesehatan sang ibu, atau terdapat kemungkinan akan bermasalah kesehatan sang anak jika dilahirkan.
▲Mengenai aborsi di Indonesia sendiri sebenarnya dilarang menurut [[Kitab Undang-Undang Hukum Pidana|Kitab Undang – Undang Hukum Pidana]] (KUHP) pasal 299, 346, 347, 348, dan 349 di mana pasal – pasal tersebut menyatakan bahwa aborsi merupakan perbuatan [[kejahatan]] dan dapat dipidana. Namun menurut pasal 75 ayat (2) Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang [[Kesehatan]], yang selanjutnya disebut UU Kesehatan dan pasal 31 [[Peraturan Pemerintah (Indonesia)|Peraturan Pemerintah]] Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang disebut UU Kesehatan Reproduksi, menyatakan bahwa aborsi dapat dilakukan jika berindikasi kedaruratan "medis" yang mengancam nyawa ibu dan janin, kehamilan yang diakibatkan oleh perkosaan, serta dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 hari, dihitung dari hari pertama datang bulan terakhir. Dalam [[Hukum internasional|Hukum Internasional]] sebenarnya belum terdapat aturan yang menyatakan secara eksplisit bahwa aborsi merupakan hak asasi manusia. Namun,
Terobosan yang terjadi pada tahun 2008 mengenai hak perempuan untuk aborsi dikeluarkan pada 16 April 2008 oleh ''Parliamentary Assembly of the Council of Europe'' yang mewakili 47 negara bagian [[Eropa]], yang kebanyakan dari anggota parlemen mengadopsi sebuah laporan yang dikeluarkan oleh ''Committee on Equal Opportunities for Women and Men yang berjudul ‘Access to Safe and Legal Abortion in Europe’'' atau disebut juga ''‘the Report’''. Yang di mana ''the Report'' tersebut memanggil negara-negara anggota untuk mendekriminalisasi aborsi, menjamin hak perempuan untuk melakukan aborsi yang aman dan legal, dan mengadopsi strategi dan kebijakan kesehatan seksual dan reproduksi, seperti akses untuk kontrasepsi dengan biaya yang masuk akal dan jenis yang sesuai.<ref>{{Cite journal|date=1983-05|title=Council of Europe: Parliamentary Assembly Recommendation on Extradition of Criminals|url=http://dx.doi.org/10.1017/s0020782900031454|journal=International Legal Materials|volume=22|issue=3|pages=681–682|doi=10.1017/s0020782900031454|issn=0020-7829}}</ref> Selain itu, menurut ''General Comment No. 36 (2018) on article 6 of the International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) on the right to life'' menyatakan bahwa anggota negara bagian harus menyediakan akses yang aman, legal, dan efektif untuk aborsi di mana kehidupan dan kesehatan wanita hamil berada dalam bahaya, dan di mana kehamilan tersebut akan menyebabkan wanita hamil sakit atau menderita, terutama jika kehamilan tersebut hasil dari pemerkosaan atau [[Hubungan sedarah|inses]]. ▼
▲Protokol tersebut menyatakan: Negara pihak harus mengambil tindakan yang tepat untuk melindungi hak reproduksi wanita dengan mengizinkan aborsi medis dalam kasus-kasus seperti [[kekerasan seksual]], [[pemerkosaan]], [[Hubungan sedarah|inses]], dan di mana kondisi [[kehamilan]] yang berlanjut membahayakan kesehatan [[Budi|mental]] dan [[fisik]] dari sang ibu atau kehidupan sang ibu atau janinnya. ''African Women’s Protocol'' pada saat itu merupakan satu-satunya instrumen HAM yang mengikat secara hukum yang menyatakan bahwa aborsi merupakan hak asasi manusia dan meyakinkan bahwa hak [[reproduksi]] wanita adalah hak asasi manusia.<ref>{{Cite journal|last=
▲Terobosan yang terjadi pada tahun 2008 mengenai hak perempuan untuk aborsi dikeluarkan pada 16 April 2008 oleh ''Parliamentary Assembly of the Council of Europe'' yang mewakili 47 negara bagian [[Eropa]], yang kebanyakan dari anggota parlemen mengadopsi sebuah laporan yang dikeluarkan oleh ''Committee on Equal Opportunities for Women and Men yang berjudul ‘Access to Safe and Legal Abortion in Europe’'' atau disebut juga ''‘the Report’''. Yang di mana ''the Report'' tersebut memanggil negara-negara anggota untuk mendekriminalisasi aborsi, menjamin hak perempuan untuk melakukan aborsi yang aman dan legal, dan mengadopsi strategi dan kebijakan kesehatan seksual dan reproduksi, seperti akses untuk kontrasepsi dengan biaya yang masuk akal dan jenis yang sesuai.
''Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW)'' adalah perjanjian hak asasi manusia yang secara khusus menegaskan hak-hak reproduksi wanita. Terdapat dua pasal di dalam [[Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita|CEDAW]] secara khusus dapat dibilang mendukung hak asasi perempuan untuk melakukan aborsi, yaitu: pasal 12 ayat (1) dan pasal 14 ayat (2) huruf (a) dan (b). Pada pasal 12 ayat (1) yang berbunyi:
Baris 38 ⟶ 44:
''“States Parties shall take all appropriate measures to eliminate discrimination against women in rural areas in order to ensure, on a basis of equality of men and women, that they participate in and benefit from rural development and, in particular, shall ensure to such women the right: (a) To participate in the elaboration and implementation of development planning at all levels; (b) To have access to adequate health care facilities, including information, counselling and services in family planning.”''
Pada intinya ketentuan tersebut mengharuskan wanita di daerah pedalaman untuk mendapat hak dan manfaat dari pengembangan atas layanan perawatan kesehatan.
=== Legalitas Hukuman Mati Terhadap Orang
Legalitas hukuman mati di dalam hukum internasional dipertanyakan karena terdapatnya hukuman mati atas tindakan aborsi di beberapa negara, yang hukuman tersebut merupakan pelanggaran dari HAM internasional. Hak asasi manusia internasional sendiri adalah hak yang dimiliki oleh setiap manusia. Mereka dilindungi oleh perjanjian hak asasi manusia internasional dan prinsip – prinsip hukum internasional yang sudah lama ditetapkan. [[Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia|UDHR]] menetapkan hak asasi manusia sebagai "standar umum dari pencapaian untuk semua orang dan semua bangsa".
== Jerat Hukum Bagi Bidan yang Membantu Aborsi ==
Dalam UU Kesehatan ada sanksi pidana bagi orang yang melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 75 UU Kesehatan, yaitu dalam Pasal 194 UU Kesehatan:
''“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”''
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat kita lihat bahwa UU Kesehatan tidak membedakan hukuman pidana bagi ibu si bayi maupun bidan yang membantu aborsi. Ini berbeda dengan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”). Merujuk pada ketentuan dalam KUHP, si bidan dapat dihukum dengan Pasal 349 dan Pasal 348 KUHP:
''Pasal 349 KUHP:''
''“Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.”''
''Pasal 348 KUHP:''
''(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.''
''(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.''
Karena sudah ada ketentuan yang mengatur lebih khusus yaitu UU Kesehatan, maka yang berlaku adalah ketentuan pidana dalam UU Kesehatan bagi si bidan. Ini berarti si bidan dapat dihukum karena melanggar Pasal 75 UU Kesehatan dengan ancamana hukuman sebagaimana terdapat dalam Pasal 194 UU Kesehatan yang telah disebutkan di atas.<ref>{{Cite news|last=Tobing|first=Letezia|date=3 Juni 2014|title=Jerat Hukum Bagi Bidan yang Membantu Aborsi|url=https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt538c858f7a71c/jerat-hukum-bagi-bidan-yang-membantu-aborsi|work=hukum online.com|access-date=29/07/2021|archive-date=2021-07-29|archive-url=https://web.archive.org/web/20210729174548/https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt538c858f7a71c/jerat-hukum-bagi-bidan-yang-membantu-aborsi|dead-url=no}}</ref>
== Hak Hidup Janin dalam Proses Persalinan Ditinjau dari Profesi Dokter dan Bidan di Indonesia ==
Janin mempunyai hak untuk hidup. Perempuan yang menggunakan hak reproduksinya juga mempunyai kewajiban dan tanggungjawab untuk mempertahankan hidup janin dengan mempertaruhkan hidupnya dalam proses persalinan agar janin dapat dilahirkan sebagai subjek hukum seutuhnya dalam kondisi sehat. Dokter dan bidan adalah profesional di bidang kesehatan yang berkompeten untuk memberikan pertolongan persalinan yang aman demi keselamatan ibu dan/ atau janinnya. Dalam upaya preventif untuk mencegah akibat terjadinya insiden keselamatan pasien yang membahayakan hidup ibu dan/ atau janinnya, sekalipun di hadapkan dengan situasi dilemma etik dan hukum, dokter dan/ atau bidan selaku profesional tetap dituntut mampu untuk memutuskan tindakan penyelamatan dengan berbagai pertimbangan yang dapat dibenarkan secara moral dan hukum dengan memperhatikan aspek sosial budaya masyarakat bangsa Indonesia.<ref>{{Cite journal|last=Komalawati|first=Veronica|date=28 November 2019|title=Hak Hidup Janin dalam Proses Persalinan Ditinjau dari Profesi Dokter dan Bidan di Indonesia|url=http://jurnal.fh.unpad.ac.id/index.php/jphp/article/view/jphp.v1i1.341/189|journal=Jurnal Proses Hukum Padjadjaran|volume=1|issue=1|pages=1|doi=http://dx.doi.org/10.23920/jphp.v1i1.341|access-date=2021-07-30|archive-date=2021-07-30|archive-url=https://web.archive.org/web/20210730020653/http://jurnal.fh.unpad.ac.id/index.php/jphp/article/view/jphp.v1i1.341/189|dead-url=no}}</ref>
== Peduli Hak Janin ==
Kelekatan ibu dengan janinnya disusun atas dasar data nasional mengenai tingginya angka kematian pada ibu melahirkan. Indonesia merupakan salah satu negara ASEAN dengan Angka Kematian Ibu (AKI) tertinggi, yakni sebanyak 305 jiwa dari 100.000 kelahiran. Data ini menunjukkan bahwa dalam setiap 6 jam, ada satu ibu yang meninggal pada saat melahirkan. Sepanjang tahun 2018, di Kabupaten Purwakarta khususnya, terdapat 32 orang ibu meninggal pada saat melahirkan. Berkaitan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (''Sustainable Development Goals'' atau SDGs), mengurangi AKI merupakan target yang harus dicapai oleh pemerintah. Akan tetapi tingginya angka kematian ini semakin mengkhawatirkan, dan target SDGs dalam penurunan angka kematian ibu saat melahirkan semakin sulit dicapai.
Tingginya angka kematian ibu melahirkan dapat terjadi karena banyak hal. Penyebab pertama berkaitan dengan kondisi kesehatan ibu dan janin itu sendiri. Kondisi kesehatan ibu yang kurang baik dapat menimbulkan kematian saat melahirkan, seperti adanya tekanan darah yang tinggi selama kehamilan atau pada saat proses persalinan, mengidap penyakit tertentu (yang disebabkan karena bakteri, virus, atau gen), pendarahan, ''placenta previa,'' dan hal lainnya. Begitupula dengan kondisi kesehatan janin juga dapat menimbulkan kematian bagi ibu. Penyebab kedua adalah kondisi pada saat melahirkan. Pendarahan, ''eclampsia,'' infeksi, persalinan macet, dan komplikasi keguguran dapat menjadi penyebab bagi AKI, terutama jika terjadi di daerah-daerah yang minim fasilitas medisnya. Hal ini tentunya berkaitan erat dengan kualitas pelayanan kesehatan di suatu daerah, yakni mengenai kebersihan persalinan dan pasca persalinan. Sementara itu, di sisi budaya, kita bisa melihat adanya ketimpangan dalam peran gender. Sebagaimana yang banyak ditemukan, terutama di daerah tertinggal, keputusan untuk memilih jenis persalinan sering kali ditentukan oleh suami dan keluarga pihak laki-laki, yang belum tentu sesuai dengan saran bidan atau dokter kandungan. Perempuan tidak memiliki hak untuk memilih jenis persalinan yang sesuai dengan kondisi kehamilannya.
Dari berbagai penyebab yang telah dijelaskan sebelumnya, perlu pendekatan baru untuk melengkapi pendekatan medis yang telah dilakukan selama ini. Pendekatan psikologis menekankan pada bagaimana orang tua mengembangkan kelekatan psikologis dengan janin, yang dikenal dengan istilah ''Maternal Fetal Attachment.'' Adanya interaksi antara orangtua dan janin yang mencerminkan kualitas perasaan dan perilaku emosional positif, yang dapat berdampak pada penguatan kesehatan fisik dan mental ibu dan janin. Sayangnya, pengetahuan ibu hamil mengenai perlunya membangun dan meningkatkan ikatan psikologis antara ibu dan janinnya masih kurang. Banyak ibu yang belum memahami bahwa terdapat ikatan antara ibu dengan janin, yang saling mempengaruhi. Ibu yang banyak memiliki perasaan positif selama kehamilannya akan lebih terjaga kesehatannya. Selain itu, perasaan positif membuat janin merasa tenang berada di dalam kandungan, menyerap makanan secara sempurna, bertumbuh dan berkembang secara optimal. Sementara ibu yang merasa tertekan dan diliputi emosi negatif selama kehamilannya, akan lebih sering mengalami kondisi kesehatan yang kurang baik. Dampak dari emosi negatif ibu juga turut dirasakan oleh janin, yakni membuat janin merasa gelisah dan cemas, sehingga akan memengaruhi penyerapan makanan, yang tentunya akan berdampak pada tumbuh kembang janin.<ref>{{Cite news|last=Primana|first=Linda|last2=Saleh|first2=Airin Yustikarini|date=2 Desember 2019|title=Peduli Hak Janinmu
Meningkatkan Kelekatan Psikologis mulai dari Kandungan|url=https://psikologi.ui.ac.id/2019/12/02/peduli-hak-janinmu-meningkatkan-kelekatan-psikologis-mulai-dari-kandungan/|work=online|access-date=30/07/2021|archive-date=2021-07-30|archive-url=https://web.archive.org/web/20210730023736/https://psikologi.ui.ac.id/2019/12/02/peduli-hak-janinmu-meningkatkan-kelekatan-psikologis-mulai-dari-kandungan/|dead-url=no}}</ref>
== Hak-hak Keperdataan Janin dalam Hukum Islam ==
Menurut hukum Islam, misalnya penetapan keabsahan status anak didasarkan pada rentang usia [[perkawinan]] dan kelahiran.<ref>{{Cite journal|last=Nurlaelawati|first=Euis|last2=van Huis|first2=Stijn Cornelis|date=2019-12|title=THE STATUS OF CHILDREN BORN OUT OF WEDLOCK AND ADOPTED CHILDREN IN INDONESIA: INTERACTIONS BETWEEN ISLAMIC, ADAT, AND HUMAN RIGHTS NORMS|url=http://dx.doi.org/10.1017/jlr.2019.41|journal=Journal of Law and Religion|volume=34|issue=3|pages=356–382|doi=10.1017/jlr.2019.41|issn=0748-0814|access-date=2021-07-07|archive-date=2023-08-13|archive-url=https://web.archive.org/web/20230813052857/https://www.cambridge.org/core/journals/journal-of-law-and-religion/article/abs/status-of-children-born-out-of-wedlock-and-adopted-children-in-indonesia-interactions-between-islamic-adat-and-human-rights-norms/E5C0ADC62C0B1FDEC7A890B8ED797FD3|dead-url=no}}</ref> Keabsahan nasab anak dapat diketahui dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi saat ini. Bahkan, citra anak dalam kandungan dapat diamati melalui rekaman teknologi medis secara akurat. Berdasar perspektif hukum, memicu pertanyaan sejauh mana [[hukum positif]] memandang eksistensi janin sebagai subjek hukum terutama dalam bidang [[hukum perdata]]. Selain itu juga bagaimana fikih klasik mendiskusikan hal tersebut, misalnya dalam aspek [[warisan|kewarisan]], wasiat, dan [[wakaf]]. Pertanyaan-pertanyaan ini menarik untuk dijawab, mengingat [[Keberadaan|eksistensi]] janin ini lebih tampak dengan topangan teknologi mutakhir. Dengan demikian, eksistensinya dalam lalu lintas hukum perdata tidak dapat dipandang sebelah mata. Isu tentang anak ini merupakan salah satu topik pembahasan dalam berbagai literatur Islam klasik, baik dari perspektif ilmu kedokteran klasik, psikologi, pendidikan, dan bahkan [[Syariat Islam|hukum Islam]]. Beberapa literatur tersebut di antaranya yakni: (1) ''Kitāb Khalq al-Janīn wa Tadbīr al-Ḥabālā wa-al-Maūlūdīn'' karya ''<nowiki/>'Arīb bin Sa'īd al-Qurṭubī''; (2) ''Kitāb Tadbīr al-Ḥabālā wa-al-Aṭfal karya Aḥmad bin Muḥammad bin Yaḥyā al-Baladī;'' dan (3) ''Tuḥfat al-Mawdūd fi Aḥkām al-Mawlūd'' karya ''Ibn Qayyim al-Jauziyya''.<ref>{{Cite journal|last=Cunningham|first=Hugh|date=1994-02|title=Avner Gil'adi: Children of Islam: concepts of childhood in medieval Muslim society. (St Antony's/Macmillan Series.) xii, 176 pp. Basingstoke and London: Macmillan Academic and Professional Ltd., 1992. £40.|url=http://dx.doi.org/10.1017/s0041977x00028305|journal=Bulletin of the School of Oriental and African Studies|volume=57|issue=1|pages=232–233|doi=10.1017/s0041977x00028305|issn=0041-977X|access-date=2021-07-07|archive-date=2023-08-13|archive-url=https://web.archive.org/web/20230813052857/https://www.cambridge.org/core/journals/bulletin-of-the-school-of-oriental-and-african-studies/article/abs/avner-giladi-children-of-islam-concepts-of-childhood-in-medieval-muslim-society-st-antonysmacmillan-series-xii-176-pp-basingstoke-and-london-macmillan-academic-and-professional-ltd-1992-40/9AB67660B4DB361E211ACE44AF32EFDA|dead-url=no}}</ref> Kitab-kitab tersebut merupakan karya-karya klasik dengan multiperspektif. Buktinya kitab-kitab ini berisi berbagai pembahasan seputar [[perkembangan anak]] mulai dari [[embriologi]], perawatan wanita [[hamil]], hingga [[persalinan]], dan pengobatan bayi, baik dari sudut pandang [[biologi]], [[psikologi]] maupun [[pendidikan]].
=== Hak-hak Janin dalam Fikih Klasik ===
Janin merupakan salah satu tahap awal kehidupan manusia sebelum ia lahir dan menjadi [[subjek hukum]]. [[Al-Qur'an|Alquran]] telah menjelaskan bahwa manusia pertama-tama diciptakan dari tanah liat.
Secara umum, di antara hak-hak anak dalam Islam yakni: (1) hak hidup, (2) hak pengakuan nasab, (3) hak mendapat nama yang baik, (4) hak mendapatkan penyusuan, (5) hak memperoleh pengasuhan dan perawatan, (6) hak mendapatkan nafkah, (7) hak memperoleh pendidikan dan pengajaran, dan (8) hak diperlakukan secara adil.
==== Hak Waris Janin dalam Fikih ====
==== Hak Wasiat Janin dalam Fikih ====
Tidak jauh berbeda dengan kewarisan, bentuk perlindungan hukum Islam tentang pewasiatan atas hak-hak janin adalah dengan meletakkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh janin tersebut. Diskusi tentang wasiat dan waris dalam literatur fikih sering dibahas bersama atau berurutan satu sama lain. Hal ini karena keduanya memiliki persamaan, di antaranya adalah dalam syarat-syarat yang harus dipenuhi agar seseorang dapat menerima hak wasiat ataupun waris. Janin memiliki hak wasiat seperti halnya dalam hak menerima waris, apabila sudah dapat dipastikan nasabnya. Pada hak waris, apabila janin belum terkonfirmasi sebagai keturunan yang sah dari pewaris maka tidak dapat dilangsungkan proses pewarisan antara pewaris dan janin tersebut. Pengaturan dalam hal wasiat, janin juga harus memiliki status hukum yang sah bahwa janin tersebut tersambung nasabnya kepada bapaknya. Karena apabila nasab janin terhalang atau terputus oleh satu hal seperti ''li’ān''
Adapun kaitannya dengan batas minimal usia kehamilan, para ulama Ḥanafiyyah, Syāfi’iyyah, dan Ḥanābilah berpendapat bahwa apabila kehamilan berlangsung kurang dari jangka waktu enam bulan dari berlangsungnya wasiat (baik masih dalam hubungan perkawinan atau tidak), maka janin tersebut berhak untuk mendapatkan hak wasiat. Apabila janin dilahirkan dalam jangka waktu enam bulan lebih dan masih dalam hubungan perkawinan, maka janin tidak berhak atas wasiat. Hal ini karena adanya kemungkinan awal kehamilan terjadi setelah wasiat berlangsung, sedangkan apabila terlahir dalam jangka waktu enam bulan dan tidak dalam hubungan perkawinan maka janin berhak atas wasiat.
Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia|url=http://asy-syirah.uin-suka.com/index.php/AS/article/view/458/251|journal=Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum|volume=52|issue=1|pages=81-83|doi=|issn=2443-0757|access-date=2021-07-29|archive-date=2022-08-17|archive-url=https://web.archive.org/web/20220817003619/http://asy-syirah.uin-suka.com/index.php/AS/article/view/458/251|dead-url=no}}</ref>
==== Hak Wakaf Janin dalam Fikih ====
Berdasarkan hukum perwakafan Islam, terdapat beberapa pendapat ulama fikih yang menjelaskan wakaf terhadap janin. Ulama Ḥanafiyyah menjelaskan wakaf terhadap janin sebagai suatu tindakan yang diperbolehkan dengan syarat-syarat tertentu. Syarat ini dibagi menjadi dua, yakni syarat untuk batas minimal usia kehamilan dan syarat untuk batas maksimal usia kehamilan. Berkaitan dengan batas minimal usia kehamilan, wakaf diperbolehkan kepada janin yang sudah dapat dipastikan keberadaannya. Janin berhak atas barang yang diwakafkan dan yang dihasilkan dari barang tersebut. Janin juga berhak atas semua yang dihasilkan oleh benda wakaf, yang jarak antara waktu dihasilkannya sesuatu dari benda wakaf dengan kelahirannya kurang dari enam bulan. Hal ini karena rentang waktu tersebut merupakan waktu dapat dipastikan keberadaannya di dalam kandungan. Apabila janin terlahir dalam keadaan meninggal, maka benda wakaf dan yang dihasilkannya diberikan kepada ahli waris sang janin.
Pendapat lain dalam kalangan Ḥanafiyyah adalah apabila janin dilahirkan kurang dari jangka waktu enam bulan sejak barang wakaf menghasilkan sesuatu, maka janin tersebut tidak berhak atas sesuatu yang dihasilkan dari benda wakaf tersebut. Hal ini karena janin dalam kandungan tidak masuk dalam kategori yang membutuhkan. Begitu juga nafkah ibu yang mengandung tidak dialokasikan kepada janin yang di kandungannya. Apabila janin dilahirkan dua tahun sejak suatu harta diwakafkan kepadanya, lalu pemberi wakaf (''wāqif'') meninggal tanpa memberikan penjelasan tentang wakafnya kepada keluarga yang ditinggalkan serta rentang waktu yang cukup untuk klarifikasi, atau apabila ''wāqif'' menceraikan ibu yang mengandung janin tersebut setelah terjadinya proses wakaf maka janin dalam hal ini berhak atas barang wakaf yang diberikan oleh ''wāqif'' dan apa yang dihasilkan dari barang yang diwakafkan. Begitu juga apabila janin dilahirkan dalam jangka waktu kurang dari dua tahun sejak terjadinya proses wakaf dan wakaf dilakukan di atas ketentuan syara’, yaitu perceraian yang dikarenakan haramnya berhubungan selama masa ''‘[[iddah]]''. Dengan demikian maka dalam hal ini janin dianggap ada dan berhak atas sesuatu yang diwakafkan kepadanya dan sesuatu yang dihasilkan dari barang wakaf tersebut.
Kalangan Mālikiyyah berpendapat bahwa hukum diperbolehkannya wakaf terhadap janin adalah mutlak dan tidak berasal dari hal lain. Dengan kata lain, hukum asal wakaf terhadap janin adalah benar dan sah (''ṣaḥiḥ''). Golongan ini tidak membenarkan kepemilikan janin terhadap barang yang diwakafkan sebelum kelahirannya. Oleh karena itu, barang yang diwakafkan kepadanya dan segala macam yang dihasilkannya ditangguhkan hingga kelahiran janin. Apabila janin terlahir dalam keadaan meninggal atau meninggal sejak masih dalam kandungan, maka wakaf dikembalikan kepada wāqif atau kepada ahli warisnya atau wakaf ini batal. Para ulama Mālikiyyah berdasar pada argumen bahwa hak kepemilikan janin atas wakaf menjadi sah di masa yang akan datang (ketika ia sudah dilahirkan), meski ketika wakaf dilangsungkan janin masih belum mencukupi syarat untuk terlibat dalam suatu transaksi kepemilikan atas suatu harta.
▲Kalangan Mālikiyyah berpendapat bahwa hukum diperbolehkannya wakaf terhadap janin adalah mutlak dan tidak berasal dari hal lain. Dengan kata lain, hukum asal wakaf terhadap janin adalah benar dan sah (''ṣaḥiḥ''). Golongan ini tidak membenarkan kepemilikan janin terhadap barang yang diwakafkan sebelum kelahirannya. Oleh karena itu, barang yang diwakafkan kepadanya dan segala macam yang dihasilkannya ditangguhkan hingga kelahiran janin. Apabila janin terlahir dalam keadaan meninggal atau meninggal sejak masih dalam kandungan, maka wakaf dikembalikan kepada wāqif atau kepada ahli warisnya atau wakaf ini batal. Para ulama Mālikiyyah berdasar pada argumen bahwa hak kepemilikan janin atas wakaf menjadi sah di masa yang akan datang (ketika ia sudah dilahirkan), meski ketika wakaf dilangsungkan janin masih belum mencukupi syarat untuk terlibat dalam suatu transaksi kepemilikan atas suatu harta.<ref>{{Cite journal|last=Muhtar|first=Amin|date=2015-05-01|title=POTENSI WAKAF MENJADI LEMBAGA KEUANGAN PUBLIK (Kajian Kritis terhadap Konsep dan Praktik Wakaf dalam Hukum Islam)|url=http://dx.doi.org/10.15575/as.v17i2.645|journal=Asy-Syari'ah|volume=17|issue=2|doi=10.15575/as.v17i2.645|issn=2654-5675}}</ref> Menanggapi pendapat kalangan Mālikiyyah dalam kaitannya dengan hukum asal wakaf terhadap janin, kalangan Syāfi’iyyah dan sebagian dari kalangan Ḥanābilah berpendapat bahwa hukum asal wakaf terhadap janin adalah tidak sah. Hal ini seperti seseorang mengatakan, “aku mewakafkan barang ini untuk yang akan lahir dari kandunganku”. Akan tetapi diperbolehkan jika wakaf terhadap janin dengan mengikuti yang lainnya, yakni apabila redaksinya, “aku mewakafkan barang ini kepada anak-anakku dan keturunannya”, atau “aku mewakafkan barang ini kepada anak-anakku” dan ternyata ia tidak memiliki keturunan. Mereka berargumen bahwa wakaf adalah kepemilikan dan janin belum memenuhi syarat untuk terlibat dalam sebuah transaksi kepemilikan. Berbeda dengan wasiat dan waris, wakaf adalah sebuah transaksi kepemilikan yang berkaitan dengan masa transaksi itu dibuat, bukan sebuah transaksi kepemilikan yang berkaitan dengan masa yang akan datang layaknya wasiat dan waris.<ref>{{Cite journal|last=Al-Yami|first=Abdullah Saleh|last2=Nasr-El-Din|first2=Hisham A.|last3=Al-Arfaj|first3=Mohammed Khalid|last4=Al-Salehsalah|first4=Salah Hamad|last5=Al-Humaidi|first5=Ahmed Saleh|last6=Awang|first6=Mohd Zaki Bin|last7=Al-Mohanna|first7=Khalid Saad|date=2008-06-16|title=Investigation of Water-Swelling Packers|url=http://dx.doi.org/10.2118/114814-ms|journal=All Days|publisher=SPE|doi=10.2118/114814-ms}}</ref>
== Pusaka Anak Zina, dan Anak Li’an ==
Dalam pokok hukum Islam waris-mewarisi adalah karena hubungan perkawinan dan hubungan nasab. Seorang suami isteri dapat waris-mewarisi karena keduanya terikat oleh perkawinan yang dibenarkan oleh hukum Islam, sebagai hak yang diperoleh karena perkawinan tersebut. Hubungan nasab seorang anak dengan ayah dalam hukum Islam juga ditentukan oleh sah dan tidaknya hubungan perkawinan antara seseorang laki-laki dengan seorang wanita, sehingga menghasilkan anak itu di samping ada atau tidaknya pengakuan ayah terhadap anak tersebut.
Kalau hubungan nasab ayah dan anak tersebut sah maka antara ayah dan anak dapat waris-mewarisi. Ada dua hubungan anak dan ayah tidak diakui secara hukum, yaitu anak zina. Anak zina ialah
Demikian pula anak tersebut mempunyai hubungan darah dengan kerabat ibunya, yang berarti juga mempunyai hubungan ahli waris.<ref>{{Cite journal|last=Hitti|first=Philip K.|last2=ibn-Aḥmad ibn-Iyās|first2=Muḥammad|last3=Kahle|first3=Paul|last4=Muṣṭafa|first4=Muḥammad|last5=Sobernheim|first5=Moritz|last6=ibn-Ahmad ibn-Iyas|first6=Muhammad|last7=Mustafa|first7=Muhammad|date=1934-06|title=Badā'i' al-Zuhūr fi Waqā'i' al-Duhūr|url=http://dx.doi.org/10.2307/594642|journal=Journal of the American Oriental Society|volume=54|issue=2|pages=213|doi=10.2307/594642|issn=0003-0279}}</ref>
Semua ulama empat madzhab sepakat bahwa
* Anak ''li’an'', ialah anak yang lahir dari seorang ibu yang dituduh zina (melakukan perbuatan zina) oleh suaminya, dan anak yang lahir itupun dinyatakan anak hasil perbuatan zina itu. Pernyataan itu dilakukan dalam suatu saling sumpah antara wanita ibu anak ''li’an'' tersebut dengan suaminya yang berakibat putusnya hubungan suami isteri itu dan haram untuk selama-lamanya melakukan rujuk atau pernikahan kembali. Akibat lain ialah tidak ditetapkannya anak tersebut sebagai anak laki-laki yang melakukan ''mula’anah'' itu, tetapi anak ibu yang melahirkannya.<ref>{{Cite journal|last=Darmawan|first=|last2=|first2=|date=06/2012|title=PUSAKA ANAK DALAM KANDUNGAN,
ANAK ZINA DAN ANAK LI’AN|url=http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article=522830&val=10687&title=%20PUSAKA%20ANAK%20DALAM%20KANDUNGAN%20ANAK%20ZINA%20DAN%20ANAK%20LIAN|journal=AL-HUKAMA|volume=02|issue=01|pages=13|doi=|issn=2089-7480|access-date=2021-07-20|archive-date=2021-07-20|archive-url=https://web.archive.org/web/20210720043633/http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article=522830&val=10687&title=%20PUSAKA%20ANAK%20DALAM%20KANDUNGAN%20ANAK%20ZINA%20DAN%20ANAK%20LIAN|dead-url=yes}}</ref>
= Referensi =
|