Sarwo Edhie Wibowo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Cleaner (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Achmad Suharto (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(205 revisi antara oleh lebih dari 100 100 pengguna tak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox Officeholder
[[Berkas:Sarwoedi.jpg|right|thumb|{{PAGENAME}}]]
|honorific-prefix =
'''Sarwo Edhie Wibowo''' ({{lahirmati|[[Kabupaten Purworejo|Purworejo]], [[Jawa Tengah]]|25|7|1925|[[Jakarta]]|9|11|1989}}) adalah seorang tokoh militer Indonesia serta ayah dari [[Kristiani Herrawati]], ibu negara [[RI]] dan istri presiden RI saat ini, [[Susilo Bambang Yudhoyono]]. Perannya sangat besar sewaktu penumpasan Pemberontakan [[G30S]] [[PKI]] dalam posisinya sebagai panglima [[RPKAD]] (atau [[Kopassus]] saat ini). Selain itu ia pernah menjabat juga sebagai Ketua [[BP-7]] Pusat, Dubes RI di [[Korea Selatan]] serta menjadi Gubernur [[AKABRI]].
|name = Sarwo Edhie Wibowo
|honorific-suffix =
|image = Sarwo Edhie Wibowo, Irian Barat dari Masa ke Masa, p155-156.jpg
|office = [[Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan]]
|term_start = Mei 1973
|term_end = Mei 1978
|president = [[Soeharto]]
|predecessor = [[Leonardus Benyamin Moerdani]]<br/><small>''Pejabat Duta Besar''</small>
|successor = [[Kaharuddin Nasution]]
|office2 = [[Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih|Panglima Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih]]
|term_start2 = 2 Juli 1968
|term_end2 = 20 Februari 1970
|president2 = [[Soeharto]]
|predecessor2 = [[R. Bintoro]]
|successor2 = [[Acub Zaenal]]
|office4 = Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus{{!}}Komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat
|order4 = ke-5
|term_start4 = 1964
|term_end4 = 1967
|predecessor4 = [[Mung Parhadimulyo]]
|successor4 = [[Widjoyo Suyono]]
|office3 = [[Komando Daerah Militer I/Bukit Barisan|Panglima Komando Daerah Militer II/Bukit Barisan]]
|term_start3 = 25 Juni 1967
|term_end3 = 2 Juli 1968
|predecessor3 = [[Sobiran]]
|successor3 = [[Leo Lopulisa]]
|birth_date = {{Birth date|1925|7|25}}
|birth_place = {{negara|Hindia Belanda}} [[Pangenjuru Tengah, Purworejo, Purworejo|Pangenjuru]], [[Purworejo]], [[Jawa Tengah]], [[Hindia Belanda]]
|death_date = {{death date and age|1989|11|9|1925|7|25}}
|death_place = {{negara|Indonesia}} [[Jakarta]], [[Indonesia]]
|nationality = {{flag|Indonesia}}
|spouse = Ny. Sunarti Sri Hadiyah
|relations =
|children = {{unbulleted list|1. Wijiasih Cahyasasi|2. Wrahasti Cendrawasih|3. [[Kristiani Herrawati]]|4. Mastuti Rahayu|5. [[Pramono Edhie Wibowo|Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo]]|6. Retno Cahyaningtyas|7. [[Hartanto Edhie Wibowo]]}}
|relations = {{unbulleted list|1. [[Susilo Bambang Yudhoyono|Jenderal TNI Susilo Bambang Yudhoyono]] (menantu)|2. [[Erwin Sujono|Letjen TNI Erwin Sujono]] (menantu)|3. [[Hadi Utomo|Kolonel Inf Hadi Utomo]] (menantu)}}
|occupation = Tentara
|allegiance = {{unbulleted list|{{flag|Kekaisaran Jepang}} (1942—1945)|{{flag|Indonesia}} (1945—1975)}}
|branch = [[Berkas:Insignia of the Indonesian Army.svg|25px]] [[TNI Angkatan Darat]]
|serviceyears = 1942—1975
|servicenumber = 11001<ref>{{Cite web|url=https://cdn.setneg.go.id/_multimedia/document/20180910/41462-Bintang_Mahaputera_tahun_1959-2003.pdf|title=Daftar WNI yang Mendapat Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera tahun 1959 s.d. 2003|website=www.setneg.go.id|access-date=17 Oktober 2024}}</ref>
|rank = [[Berkas:21-TNI Army-LG.svg|25px]] [[Letnan Jenderal TNI]]
|unit = [[Infanteri]] ([[Kopassus|RPKAD]])
}}
 
[[Letnan Jenderal]] [[TNI]] ([[Purnawirawan|Purn.]]) '''Sarwo Edhie Wibowo''' ({{lahirmati|[[Pangenjuru Tengah, Purworejo, Purworejo|Pangenjuru]], [[Purworejo]], [[Jawa Tengah]]|25|7|1925|[[Jakarta]]|9|11|1989}}) adalah seorang tokoh militer Indonesia. Ia adalah ayah dari [[Kristiani Herrawati]], [[Ibu Negara Indonesia|ibu negara Republik Indonesia]], yang merupakan istri dari Presiden ke-6 Republik Indonesia, [[Susilo Bambang Yudhoyono]]. Ia juga ayah dari mantan [[Kepala Staf TNI Angkatan Darat|KSAD]], [[Pramono Edhie Wibowo]]. Ia memiliki peran yang sangat besar dalam penumpasan Pemberontakan [[Gerakan 30 September]] dalam posisinya sebagai panglima [[RPKAD]] (atau disebut [[Kopassus]] pada saat ini). Selain itu ia pernah menjabat juga sebagai Ketua [[Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila|BP-7]] Pusat, Duta besar Indonesia untuk [[Korea Selatan]] serta menjadi Gubernur [[AKABRI]].
 
== Awal kehidupan ==
Ia lahir pada tanggal 25 Juli 1927 di [[Pangenjuru Tengah, Purworejo, Purworejo|Desa Pangenjuru]], [[Purworejo, Purworejo|Purworejo]] dari Pasangan Raden Kartowilogo dan Raden Ayu Sutini berasal dari keluarga [[PNS]] bekerja untuk [[Imperium Belanda|Pemerintah Kolonial Belanda]]. dan kemudian diberi nama Edhie. Namun karena sering sakit sakitan sesuai dengan adat Jawa, nama Edhie pundi ditambah Dengan Sarwo. Dan akhirnya namanya menjadi Sarwo Edhie, bahkan setelah menikah namanya menjadi Sarwo Edhie Wibowo. Sesuai pesan ayahnya, dengan harapan kelak ia memiliki kewibawaan. Meski berdarah bangsawan. Edhie tak segan-segan mengikuti permainan anak desa. Orangtuanya tidak pernah mengajarkan perbedaan kedudukan dengan orang lain. Sebagai seorang anak, ia belajar [[silat]] sebagai bentuk pertahanan diri. Saat ia tumbuh, Sarwo Edhie membentuk kekaguman terhadap [[Angkatan Darat Kekaisaran Jepang|Tentara Jepang]] dan kemenangan mereka melawan Pasukan [[Sekutu]] yang ditempatkan di Pasifik dan Asia.
 
Pada tahun 1942, ketika Jepang menguasai Indonesia, Sarwo Edhie pergi ke [[Surabaya]] untuk mendaftarkan diri sebagai prajurit [[Pembela Tanah Air]] ([[PETA]]), yang merupakan kekuatan tambahan Jepang yang terdiri dari tentara Indonesia.
 
Sarwo Edhie kecewa karena tugas-tugasnya selama periode ini sebagian besar hanya memotong rumput, membersihkan toilet, dan membuat tempat tidur bagi perwira Jepang. Ketika dia berlatih, Sarwo Edhie harus menggunakan senjata kayu. Setelah [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia]] pada tanggal 17 Agustus 1945, Sarwo Edhie bergabung dengan [[Badan Keamanan Rakyat|BKR]], sebuah organisasi milisi yang akan menjadi cikal bakal [[ABRI]] (Tentara Nasional Indonesia saat ini) dan membentuk batalion. Namun, usaha itu gagal dan batalion bubar.
 
Teman satu kampung halamannya, [[Ahmad Yani]] yang mendorongnya untuk terus menjadi seorang tentara dan mengundangnya untuk bergabung dengan Batalion di [[Magelang]], [[Jawa Tengah]].
 
== Karier militer ==
=== Karier hingga 1965 ===
 
Karier Sarwo Edhie di ABRI, dia pernah menjadi Komandan Batalion di [[Kodam IV/Diponegoro|Divisi Diponegoro]] (1945—1951), Komandan Resimen Divisi Diponegoro (1951—1953), Wakil Komandan Resimen di [[Akademi Militer Nasional]] (1959—1961), Kepala Staf Resimen Pasukan Komando (RPKAD) (1962—1964), dan Komandan RPKAD (1964—1967).
 
RPKAD adalah usaha Indonesia untuk menciptakan sebuah unit pasukan khusus (yang kemudian akan menjadi [[Kopassus]]) dan pengangkatan Sarwo Edhie sebagai komandan unit elit ini berkat Ahmad Yani. Pada tahun 1964, Yani telah menjadi [[Kepala Staf Angkatan Darat]] dan menginginkan seseorang yang bisa dia percaya sebagai Komandan RPKAD.<ref>{{cite book|last= Djarot|first= Eros|authorlink=Eros Djarot|last2= et al.|title= Siapa Sebenarnya Soeharto: Fakta dan Kesaksian Para Pelaku Sejarah G-30-S PKI|year= 2006|edition= 1|publisher= PT Agromedia Pustaka|location= Tangerang|language= Indonesia|page= 63}}</ref>
 
=== Menumpas Gerakan G30S ===
 
Selama Sarwo Edhie menjadi Komandan RPKAD [[Gerakan 30 September]] terjadi.
 
Pada pagi hari tanggal 1 Oktober 1965, enam jenderal, termasuk [[Ahmad Yani]] diculik dari rumah mereka dan dibawa ke [[Bandar Udara Halim Perdanakusuma|Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma]]. Sementara proses penculikan sedang dieksekusi, sekelompok pasukan tak dikenal menduduki [[Monumen Nasional]] (Monas), Istana Kepresidenan, [[Radio Republik Indonesia]] (RRI), dan gedung telekomunikasi.
 
Hari dimulai seperti biasanya bagi Sarwo Edhie dan pasukan RPKAD yang sedang menghabiskan pagi mereka di markas RPKAD di [[Cijantung, Pasar Rebo, Jakarta Timur|Cijantung]], Jakarta. Kemudian Kolonel [[Herman Sarens Sudiro]] tiba. Sudiro mengumumkan bahwa ia membawa pesan dari markas [[Kostrad]] dan menginformasikan kepada Sarwo Edhie tentang situasi di Jakarta. Sarwo Edhie juga diberitahu oleh Sudiro bahwa Mayor Jenderal [[Soeharto]] yang menjabat sebagai [[Panglima Kostrad]] diasumsikan akan menjadi pimpinan Angkatan Darat. Setelah memberikan banyak pemikirannya, Sarwo Edhie mengirim Sudiro kembali dengan pesan bahwa ia akan berpihak dengan Soeharto.<ref name="Dake 2005 111">{{cite book|last= Dake|first= Antonie C.A|title= Sukarno File: Kronologi Suatu Keruntuhan|year= 2005|edition= 4|publisher= Aksara Karunia|location= Jakarta|language= Indonesian|page= 111}}</ref>
 
Setelah Sudiro pergi, Sarwo Edhie dikunjungi oleh Brigjen Sabur, Komandan [[Cakrabirawa]]. Sabur meminta Sarwo Edhie untuk bergabung dengan Gerakan G30S. Sarwo Edhie mengatakan kepada Sabur dengan datar bahwa ia akan memihak Soeharto.
 
Pada pukul 11:00 siang hari itu, Sarwo Edhie tiba di markas Kostrad dan menerima perintah untuk merebut kembali gedung RRI dan telekomunikasi pada pukul 06:00 petang (batas waktu dimana pasukan tak dikenal diharapkan untuk menyerah). Ketika pukul 06:00 petang tiba, Sarwo Edhie memerintahkan pasukannya untuk merebut kembali bangunan yang ditunjuk. Hal ini dicapai tanpa banyak perlawanan, karena pasukan itu mundur ke Halim dan bangunan diambil alih pada pukul 06:30 petang.
 
Dengan situasi di Jakarta yang aman, mata Soeharto ternyata tertuju ke Pangkalan Udara Halim. Pangkalan Udara adalah tempat para Jenderal yang diculik dan dibawa ke basis Angkatan Udara yang telah mendapat dukungan dari gerakan G30S. Soeharto kemudian memerintahkan Sarwo Edhie untuk merebut kembali Pangkalan Udara. Memulai serangan mereka pada pukul 2 dinihari pada 2 Oktober, Sarwo Edhie dan RPKAD mengambil alih Pangkalan Udara pada pukul 06:00 pagi.
 
=== Transisi dari Orde Lama ke Orde Baru ===
Setelah mengambil alih Pangkalan Udara Halim, Sarwo Edhie bergabung dengan Soeharto karena keduanya dipanggil ke [[Bogor]] oleh Presiden [[Soekarno]]. Sementara Soeharto diperingatkan oleh Soekarno karena mengabaikan perintahnya, Sarwo Edhie terkejut dengan ketidakpekaan Soekarno dengan kematian enam Jenderal. Sarwo Edhi bertanya "Di mana para Jenderal?", Sukarno menjawab "Bukankah ini hal yang normal dalam revolusi?".<ref>{{cite book|last= Dake|first= Antonie C.A|title= Sukarno File: Kronologi Suatu Keruntuhan|year= 2005|edition= 4th|publisher= Aksara Karunia|location= Jakarta|language= Indonesian|page= 194}}</ref>
 
Pada tanggal 4 Oktober 1965, pasukan Sarwo Edhie memimpin penggalian dari mayat para jenderal dari sumur [[Lubang Buaya]].
 
Pada tanggal 16 Oktober 1965, Soeharto diangkat menjadi [[KSAD|Panglima Angkatan Darat]] oleh Soekarno. Pada saat itu, [[Partai Komunis Indonesia]] (PKI) telah dituduh sebagai penyebab dari G30S dan sentimen anti-Komunis telah membangun cukup untuk mendapatkan momentum. Sarwo Edhie diberi tugas melenyapkan anggota PKI di lahan subur komunis di [[Jawa Tengah]]. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya pembunuhan massal pada bulan Oktober-Desember 1965 di [[Jawa]], [[Bali]], dan beberapa bagian dari [[Sumatra]].
 
Ada banyak perkiraan mengenai jumlah orang yang tewas selama berbulan-bulan. Jumlah perkiraan awal sedikitnya setengah juta orang dan satu juta orang paling banyak menjadi korban.<ref>{{cite book|last = Hughes|first = John|title = The End of Sukarno: A Coup That Misfired A Purge That Ran Wild|publisher = Archipelago Press|year = 2002|location = Singapore|isbn = 981-4068-65-9|page = 194 }}</ref> Pada bulan Desember 1965, angka yang diberikan kepada Soekarno adalah 78.000 meskipun setelah ia jatuh, hal itu direvisi menjadi 780.000. Angka 78.000 itu adalah sebuah cara untuk menyembunyikan jumlah korban tewas dari Soekarno.<ref name="Hughes 2002 195">{{cite book|last = Hughes|first = John|title = The End of Sukarno: A Coup That Misfired A Purge That Ran Wild|publisher = Archipelago Press|year = 2002|location = Singapore|isbn = 981-4068-65-9|page = 195 }}</ref> Spekulasi terus berlanjut sepanjang tahun, mulai dari 60.000 sampai 1.000.000. Meskipun konsensus tampaknya telah menetapkan sekitar 400.000 jiwa.<ref name="Hughes 2002 195"/> Akhirnya, pada tahun 1989, sebelum kematiannya, Sarwo Edhie memberi pengakuan kepada anggota [[Dewan Perwakilan Rakyat]] (DPR) bahwa 3 juta orang<ref>[http://www.progind.net/modules/wfsection/article.php?articleid=17: Kolektif Info Coup d'etat 65:. - Dokumen<!-- Bot generated title -->]{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> tewas dalam pertumpahan darah ini.
 
Pada awal tahun 1966, sentimen anti-Komunis dikombinasikan dengan tingkat inflasi yang tinggi menyebabkan Soekarno mulai kehilangan popularitasnya di mata Rakyat. Saat itu terjadi protes anti-Soekarno, yang dipimpin oleh gerakan pemuda seperti dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia ([[KAMI]]). Pada 10 Januari 1966, KAMI mengeluarkan [[Tritura|tiga tuntutan]] kepada Soekarno. Mereka ingin PKI harus dilarang, simpatisan PKI dalam Kabinet ditangkap, dan harga-harga harus diturunkan.
 
Soeharto menyadari pentingnya dalam menyelaraskan Angkatan Darat dengan para pengunjuk rasa. Selama bulan-bulan pertama tahun 1966, Sarwo Edhie bersama-sama dengan Kepala Staf Kostrad, [[Kemal Idris]] aktif menyelenggarakan dan mendukung protes sementara membuat nama untuk dirinya sendiri di antara para pengunjuk rasa KAMI dalam proses.<ref>{{cite book|last= Elson|first= Robert|title= Suharto: A Political Biography|url= https://archive.org/details/suhartopolitical0000elso|year= 2001|publisher= The Press Syndicate of the University of Cambridge|location= UK|language=|isbn=0-521-77326-1|page= [https://archive.org/details/suhartopolitical0000elso/page/130 130]}}</ref> Pada 26 Februari 1966, KAMI secara resmi dilarang oleh Soekarno tetapi dengan dorongan dari Sarwo Edhie dan Kemal mereka masih terus memprotes. Dalam menunjukkan solidaritas dengan mahasiswa, Sarwo Edhie terdaftar di [[Universitas Indonesia]].<ref>{{cite book|last= Elson|first= Robert|title= Suharto: A Political Biography|url= https://archive.org/details/suhartopolitical0000elso|year= 2001|publisher= The Press Syndicate of the University of Cambridge|location= UK|language=|isbn=0-521-77326-1|page= [https://archive.org/details/suhartopolitical0000elso/page/134 134]}}</ref>
 
Meskipun ia tumbuh menjadi lawan politik terbesar Soekarno, Soeharto, seorang tradisionalis Jawa yang kuat, selalu berhati-hati untuk menghindari menantang Soekarno secara langsung. Namun pada Maret 1966, ia siap untuk memaksa Soekarno. Pada awal bulan, ia memerintahkan RPKAD untuk menangkap simpatisan PKI dalam kabinet Soekarno. Suharto berubah pikiran di menit terakhir, berpikir bahwa keamanan Soekarno mungkin dapat dikompromikan. Namun, itu sudah terlambat untuk menarik perintah.
 
Pada pagi hari 11 Maret 1966, pada saat rapat kabinet di mana Soeharto tidak hadir, Sarwo Edhie dan pasukannya mengepung [[Istana Presiden]] tanpa identifikasi. Soekarno, takut dirinya dievakuasi ke Bogor. Kemudian pada hari itu juga ia mentransfer kekuasaan eksekutifnya kepada Soeharto melalui surat yang disebut [[Supersemar]].
 
Pada tahun 1967, Sarwo Edhie dipindahkan ke Sumatra dan menjadi Panglima [[Komando Daerah Militer I/Bukit Barisan|Kodam II/Bukit Barisan]]. Di Sumatra, Sarwo Edhie lanjut melemahkan kekuasaan Soekarno dengan melarang [[Partai Nasional Indonesia]] (PNI) di seluruh pulau.
<!--
===Orde Baru===
Sarwo Edhie dukungan tegas dengan Soeharto sebagai yang terakhir mulai membuat bergerak untuk naik ke Kepresidenan. Factionally berbicara Namun, Sarwo Edhie milik faksi dijuluki oleh para ahli sebagai "Orde Baru Radikal". Bersama dengan [[Kemal Idris]] dan [[Kodam VI / Siliwangi]] Komandan [[Hartono Rekso Dharsono]], Sarwo Edhie ingin partai-partai politik harus dibongkar dan diganti dengan kelompok-kelompok non-ideologis yang menekankan pembangunan dan modernisasi.
-->
 
=== Penentuan Pendapat Rakyat ===
 
Untuk hal ini, Sarwo Edhie dipindahkan ke Irian Barat untuk menjadi Panglima [[Kodam XVII/Cendrawasih]]. Ia memimpin di sana hingga terselenggaranya "[[Penentuan Pendapat Rakyat]]", di mana Indonesia menganeksasi wilayah tanpa memegang referendum penuh, Sarwo Edhie memainkan peran utama dalam menghancurkan resistensi [[Papua]].<ref>[http://tapol.gn.apc.org/news/files/st040928.htm TAPOL, the Indonesian Human Rights Campaign]</ref>
<!--
===Pengecualian dari karier Pemerintah dan sisanya===
 
Seperti banyak orang yang telah mendukung Suharto berkuasa, Sarwo Edhie menjadi semakin tidak puas dengan Presiden baru. Seperti tahun-tahun berlalu, Suharto mulai untuk mengecualikan pendukung seperti Sarwo Edhie dari menjalankan Indonesia, lebih memilih untuk mengambil nasihat dari rekan-rekan yang telah naik pangkat dengan dia seperti [[Ali Murtopo]]. Menjadi Orde Baru radikal juga tidak membantu kasus Sarwo Edhie dan seperti Kemal dan Dharsono, Suharto tumbuh curiga padanya.
Jerami terakhir terjadi pada 1970, ketika Sarwo Edhie dibesarkan isu korupsi Pemerintah pada tahun 1970. Sejak saat itu, Sarwo Edhie diberi posisi yang masih dipegang perawakan tetapi menjauhkannya dari politik Pemerintah Pusat di Jakarta. Sarwo Edhie kemudian menjabat sebagai ABRI Academy (AKABRI) Gubernur (1970-1973), Duta Besar Indonesia untuk [[Korea Selatan]] (1973-1978), dan Inspektur Jenderal Departemen Luar Negeri (1978-1983).
 
Ketika Soeharto didirikan [[Pancasila Indonesia |pancasila]] sebagai Ideologi Nasional pada tahun 1984, Sarwo Edhie ditugaskan dari proses indoktrinasi setelah ditunjuk Ketua Badan Pengawas Pelaksanaan Pedoman Pemahaman dan Praktik Pancasila (BP-7 ) Dia terpilih untuk [[Dewan Perwakilan Rakyat]] (DPR) pada tahun 1987 dan mengundurkan diri dari posisinya pada tahun 1988 sebagai protes [[Sudharmono]] nominasi 's kepada Wakil Kepresidenan.
-->
 
== Kehidupan pribadi ==
Sarwo Edhie menikah dengan Sunarti Sri Hadiyah binti Danu Sunarto, mereka mempunyai 7 anak: Wijiasih Cahyasasi, Wrahasti Cendrawasih, [[Kristiani Herrawati]], Mastuti Rahayu, [[Pramono Edhie Wibowo]], Retno Cahyaningtyas dan [[Hartanto Edhie Wibowo]]. [[Susilo Bambang Yudhoyono]], Presiden keenam Republik Indonesia, adalah menantunya yang menikah dengan [[Kristiani Herrawati]].
 
==Meninggal Dunia==
Sarwo Edhie meninggal pada 9 November 1989 pada usia 64 tahun karena penyebab alami. Ia dimakamkan di daerah asalnya di tempat pemakaman keluarga Purworejo tepatnya di Kampung Ngupasan, Kelurahan [[Pangenjurutengah, Purworejo, Purworejo|Pangenjurutengah]], [[Purworejo]], [[Jawa Tengah]].<ref>{{Cite web |url=http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/2288-jenderal-brilian-dan-jujur |title=Biografi Sarwo Edhie Wibowo |access-date=2014-07-23 |archive-date=2014-01-28 |archive-url=https://web.archive.org/web/20140128074055/http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/2288-jenderal-brilian-dan-jujur |dead-url=yes }}</ref>
 
==Riwayat Jabatan==
* Komandan Batalion Divisi Diponegoro (1945-1951)
* Komandan Resimen Divisi Diponegoro (1951-1953)
* Wakil Komandan Resimen AMN (1959-1961)
* Wadan RPKAD (1962-1964)
* Komandan RPKAD (1964-1967)
* Pangdam II/Bukit Barisan (1967-1968)
* Pangdam XVII/Tjenderawasih (1968-1970)
* Gubernur AKABRI (1970-1974)
 
== Referensi ==
{{reflist|2}}
 
== Pranala luar ==
{{portal|Indonesia}}
* {{id}} [http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/s/sarwo-edhie-wibowo/index.shtml Sarwo Edhie Wibowo (1925-1989) Jenderal Brilian dan Jujur]
* {{id}} [http://www.tokohindonesia.com/tokoh/article/282-ensiklopedi/2287-sarwo-edhie-wibowo Sarwo Edhie Wibowo (1925-1989) Jenderal Brilian dan Jujur] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20131004074837/http://www.tokohindonesia.com/tokoh/article/282-ensiklopedi/2287-sarwo-edhie-wibowo |date=2013-10-04 }}
 
{{kotak mulai}}
{{s-mil}}
{{Kotak_suksesi | jabatan = [[Komandan Jendral Komando Pasukan Khusus|Komandan Jendral Kopassus]] | tahun = 1964 - 1967 | pendahulu = [[Mung Parahadimulyo]] | pengganti = [[Widjoyo Suyono]]}}
{{kotak suksesi
| jabatan = [[Komando Daerah Militer XVII/Trikora#Pejabat Pangdam|Pangdam Trikora]]
| tahun = 1968—1970
| pendahulu = [[R. Bintoro]]
| pengganti = [[Acub Zaenal]]
}}
{{kotak suksesi
| jabatan = [[Komandan Jendral Komando Pasukan Khusus|Danjen Kopassus]]
| tahun = 1964—1967
| pendahulu = [[Mung Parhadimulyo]]
| pengganti = [[Widjoyo Suyono]]
}}
{{s-dip}}
{{kotak suksesi
| jabatan = [[Daftar Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan|Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan]]
| tahun = 1974—1978
| pendahulu = [[Leonardus Benyamin Moerdani]]<br/>''Pejabat Duta Besar''
| pengganti = [[Kaharuddin Nasution]]
}}
{{kotak selesai}}
 
{{Susilo Bambang Yudhoyono |state=collapsed}}
{{indo-bio-stub}}
{{Authority control}}
{{DEFAULTSORT:Wibowo, Sarwo, Edhie}}
 
{{DEFAULTSORT:Wibowo, Sarwo, Edhie}}
[[Kategori:Anggota Pembela Tanah Air]]
[[Kategori:Duta Besar Indonesia]]
[[Kategori:KomandanDuta JendralBesar KopassusIndonesia untuk Korea Selatan]]
[[Kategori:Tokoh Kopassus]]
[[Kategori:Komandan Jenderal Kopassus]]
[[Kategori:Panglima Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih]]
[[Kategori:Susilo Bambang Yudhoyono]]
[[Kategori:Tokoh dari Purworejo]]
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
 
[[enKategori:SarwoTokoh EdhieJawa WibowoTengah]]
[[Kategori:Tokoh Orde Baru]]