Pulau Sebesi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Dedy Tisna Amijaya (bicara | kontrib)
k →‎Pangeran Cecobaian: memperbaiki artikel
Losstreak (bicara | kontrib)
Fitur saranan suntingan: 3 pranala ditambahkan.
 
(13 revisi perantara oleh 8 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 12:
 
[[Berkas:Piek van Sebesi in Straat Soenda.jpg|jmpl|300px|Gambar Pulau Sebesi pada tahun 1880]]
'''Pulau Sebesi''' (Sebesi Island) adalah sebuah [[pulau]] yang secara administratif berada di wilayah [[Desa]] Tejang, Kecamatan Rajabasa, [[Kabupaten Lampung Selatan]], Provinsi Lampung, Indonesia. Berbentuk seperti [[gunung berapi]] dengan ketinggian 844m, secara geografis pulau ini terletak di [[selat Sunda]] atau wilayah selatan perairan Lampung. Lebih tepatnya P. Sebesi berada di sebelah selatan dari [[pulau Sebuku, Lampung|Pulau Sebuku]], sebelah [[timur]] [[Pulau Serdang]] dan [[Pulau Legundi]], serta sebelah Timur Laut Gugusan Krakatau.
 
Pulau ini merupakan daratan yang paling dekat dengan Gugusan Krakatau dan turut menjadi saksi kedahsyatan letusan besar Krakatau tahun 1883. Sejak dulu Pulau Sebesi sangat terkenal akan kesuburan tanahnya. Kini, selain memiliki keunggulan di sektor perkebunan, pulau ini juga sedang dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata andalan [[Lampung Selatan]] selain [[Krakatau]] dan sejumlah pantai seperti Merak Belantung, Kalianda resort, dll.
Baris 19:
 
== Riwayat Kepemilikan ==
Hingga kini catatan yang menggambarkan mengenai awal mula keberadaan pulau ini belum pernah ditemukan. Namun beberapa dokumen yang dibuat oleh orang-orang Eropa pada abad ke-17 mengindikasikan bahwa pulau ini pernah disinggahi oleh orang-orang Eropa yang berlayar dari wilayah perairan Utara menuju [[Banten]] atau sebaliknya. Pada saat itu Pulau Sebesi dihuni oleh masyarakat yang ada di sepanjang pesisir di wilayah [[IVV Saibatin Marga]] (kaki gunung Raja Basa) yang mayoritas bertani rempah-rempah. Meski begitu nama pemilik pulau ini tidak pernah ditemukan dalam catatan hingga memasuki abad ke-19.
 
=== Pangeran Cecobaian ===
Menurut legenda, dahulu pulau ini tidak berada dibawah kekuasaan [[Kesultanan Banten|Sultan Banten]]. Lalu pada akhir abad ke-16 seorang ''Mekhanai'' (Pemuda) Lampung dari Desa Humbahuwong datang ke gunung Raja Basa dan menetap di wilayah yang saat ini dihuni oleh V Saibatin Marga yaitu:
# Saibatin Marga Ratu
# Saibatin Marga Dantaran
Baris 28:
# Saibatin Marga Legun
# Saibatin Marga Ketibung
Sang Pemuda juga datang ke Pulau Sebesi dan Gugusan Krakatau untuk membeli hasil [[lada]] yang ditanam warga. Sebagian dari hasil lada tersebut diserahkan (dijual) oleh pemuda itu kepada Sultan Banten. Sebagai imbalannya Sultan memberikan pemuda tersebut gelar [[Pengikhan Cecobaian]] (ejaan dalam arsip Belanda: Pengkhan Tjetjobaian / Pangeran Tjoba Tjoba), sebagai percobaan karena saat itu [[Kesultanan Banten]] belum pernah memberikan gelar Pengikhan kepada orang Sabrang (sebutan untuk orang Lampung pada masa itu). Selain gelar Pengikhan tersebut, diberikan pula hak kepemilikan atas Pulau Sebesi, [[Pulau Sebuku]], dan [[Gugusan Krakatau]] kepadanya.<ref name="pangerantjetjobaian">Helfrich, O.L. 1930. [http://sipus.simaster.ugm.ac.id/digilib/index.php?mod=book_detail&sub=BookDetail&act=view&typ=htmlext&buku_id=181119&obyek_id=1 ''Adatrechtbundels XXXII: Zuid-Sumatra''] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20131214125153/http://sipus.simaster.ugm.ac.id/digilib/index.php?mod=book_detail&sub=BookDetail&act=view&typ=htmlext&buku_id=181119&obyek_id=1 |date=2013-12-14 }}. hlm. 233-241. 's-Gravenhage: Martinus Nijhoff.</ref>
 
=== Pangeran Singa Brata ===
Setelah [[PangeranPengikhan Cecobaian]] wafat, hak kepemilikan atas Pulau Sebesi ini pada akhirnya diwariskan pada Pangeran Singa Brata, yang juga menjabat sebagai Kepala [[MargaKebandakhan Raja Basa]]. [[PangeranPengikhan Singa Brata]] adalah keturunan ke-18 dari Pangeran Cecobaian.<ref name="pangerantjetjobaian" />. Ia juga merupakan salah satu pejuang dari [[Karesidenan Lampung]], [[onderafdeeling Katimbang]], yang turut membantu [[Radin Inten II|Raden IntenIntan II]] berjuang melawan pemerintah Hindia Belanda.<ref>Pemerintah Provinsi Lampung. Dinas Pendidikan. ''Pahlawan Nasional Radin Intan II'', Leaflet. 2004.</ref>. Sempat terjadi sengketa kepemilikan Pulau Sebesi dan Sebuku antara [[PangeranPengikhan Singa Brata]] dengan seorang penduduk [[Teluk Betung, Teluk Betung Selatan, Bandar Lampung|Teluk Betung]] yang bernama Haji Abdurrachman bin Ali. Haji Abdurrachman bin Ali mengajukanMengajukan permintaan tertanggal 17 Juli 1848 kepada ''Civiele en Militaire Gezaghebber ''agar diperbolehkan menanam di Pulau Sebesi dan Sebuku. Hal ini diduga dilakukan untuk melemahkan perjuangan PangeranPengikhan Singa Brata terhadap penjajah. PangeranPengikhan Singa Brata pun mengajukan keberatan pada pihak pemerintah. Lalu pemerintah [[Hindia - Belanda]] pada saat itu melakukan penyelidikan terhadap status hukum Pulau Sebesi dan Sebuku. Dari hasil investigasi itu diketahui bahwa [[Pangeran Singa Brata]] adalah pemilik yang sah atas Pulau Sebesi dan Sebuku.<ref name="besluitpangeransingabrata">Nederlands-Indië. 1864. [http://sipus.simaster.ugm.ac.id/digilib/index.php?mod=book_detail&sub=BookDetail&act=view&typ=htmlext&buku_id=181119&obyek_id=1 ''Besluiten van den Gouvernement 6 April 1864. Staatblad No. 54. 1864''] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20131214125153/http://sipus.simaster.ugm.ac.id/digilib/index.php?mod=book_detail&sub=BookDetail&act=view&typ=htmlext&buku_id=181119&obyek_id=1 |date=2013-12-14 }}</ref>. Namun pada tahun 1856 PangeranPengikhan Singa Brata tertangkap oleh tentara [[Hindia Belanda]] dan dibuang ke [[Manado|Manado, Sulawesi Utara]]. Untuk mengakhiri konflik, maka hak kepemilikan [[PangeranPengikhan Singa Brata]] atas pulau ini disahkan melalui ''Besluit'' (Keputusan) [[Gubernur Jenderal Hindia Belanda|Gubernur Jenderal Hindia - Belanda]] tahun 1864. Selama masa pengasingan PangeranPengikhan Singa Brata ke Manado, pemerintahan MargaKebandakhan Raja Basa dan pengelolaan Pulau Sebesi dan [[Sebuku]] ditangani oleh para keluarga dari PangeranPengikhan Singa Brata, antara lain [[Pangeran Warta Manggala I]] (saudara kandung), [[RadenPangeran TinggiWarta Manggala]] (anak dari Pangeran Warta Manggala I), dan [[Dalom Mangku Minggar]] (tetua dalam marga Raja Basa).<ref name="pangerantjetjobaian"/>.
 
Tahun 1879, atau 23 tahun setelah menjalani pengasingannya, PangeranPengikhan Singa Brata dipulangkan ke Raja Basa atas permintaan 14 kepala kampungpekon di pesisir dengan jaminan bahwa [[PangeranPengikhan Singa Brata]] tidak akan melakukan perlawanan terhadap Belanda. Namun 4 tahun setelah kepulangannya, tepatnya pada tanggal 27 Agustus 1883, [[Krakatau]] meletus dengan dahsyat yang memporak-porandakan wilayah pesisir gunung Raja Basa. PangeranPengikhan Singa Brata turut menjadi korban atas peristiwa ini dan ia dinyatakan tewas.<ref name="pangerantjetjobaian"/>
 
Seluruh penduduk pesisir yang tak sempat menyelamatkan diri dinyatakan tewas, termasuk 3000 warga yang menghuni Pulau Sebesi, [[Sebuku]], dan [[Krakatau]]. Seluruh flora dan fauna serta rumah warga yang berada di Pulau Sebesi dan Sebuku dinyatakan musnah total. Kedua pulau ini seketika berubah menjadi pulau tak berpenghuni untuk beberapa saat.
 
=== Pangeran Minak Putra ===
Tahun 1884, Minak Putra (kepala kampung Rajabasa) yang juga merupakan adik mendiang PangeranPengikhan Singa Brata dikukuhkan sebagai kepala margaKebandakhan pengganti PangeranPengikhan Singa Brata. Hal ini dikarenakan mendiang PangeranPengikhan Singa Brata tidak memiliki keturunan<sup>A </sup>(yang tersisa). Maka berdasarkan aturan dan tatacara adat, Minak Putra diangkat menjadi PangeranPengikhan dan meneruskan tahta sebagai kepala MargaKebandakhan (penyimbanganak tuatuha bakas) Raja Basa dan mewarisi hak atas
kepemilikan P. Sebesi, P. Sebuku, dan Gugusan Krakatau<sup>B</sup>. Peristiwa pengangkatan dan peralihan hak atas kepulauan ini juga disetujui oleh Sultan Banten Maulana MohammadPangeran Shafiuddinsurya kumala (yangPangeran saatsuryo itu sedang menjalani masa pembuangannya di Surabayakumolo) dan Pemerintah Hindia Belanda, dengan syarat pendirian marga tidak boleh lagi memakai nama Raja Basa. Maka PangeranPengikhan Minak Putra pun memilih menggunakan nama [[Marga Raja Basa (Pesisir)|'''Marga Pesisir]]'''<sup>C</sup>. Kemudian hal ini dikuatkan oleh Staatsblad tahun 1885 ketika Pangeran Minak Putra menyewakan P. Sebuku kepada Mr. Barzal.<ref name="bandakhmargarajabasa">Perbatasari, RG. 2012.: ''Bandakh Marga Raja Basa''. Pesisir Kalianda Lampung Selatan.</ref>
 
<u>'''Catatan Kaki:'''</u>
 
* <sup>A</sup> Ada sejumlah sumber yang menyatakan bahwa Raden Tinggi adalah anak PangeranPengikhan Singa Brata yang tewas dalam pertempuran melawan Belanda.
* <sup>B</sup> Beberapa sumber menyatakan bahwa pengangkatan kepala margakebandakhan ini juga disetujui oleh Sultan Banten. Tidak disebutkan siapa Sultan Banten yang dimaksud. Namun jika merunut dari tahun kejadiannya, kemungkinan besar Sultan Banten yang dimaksud adalah Maulana Mohammad Shafiuddin yang saat itu sedang menjalani masa pembuangannya di Surabaya. Maulana Mohammad Shafiuddin wafat pada tahun 1899. Ia dimakamkan di Pesarean Agung Sentono Botoputih (Pemakaman Keluarga Bupati Surabaya). Di pusaranya tertulis dengan huruf Arab yang terjemahannya sbb.: ''Ini kubur Sultan Banten Maulana Mohammad Shafiuddin Ketika lenyap almarhum pada malam Senen 3 Rajab 1318 H atau 11 November 1899''.
* <sup>C</sup> Menurut beberapa sumber sejarah hal ini dilakukan oleh Belanda untuk sebisa mungkin memutus regenerasi perjuangan PangeranPengikhan Singa Brata. Sehingga pada setiap surat keputusan (Besluit) Pemerintah Hindia Belanda mengenai pengesahan keturunan PangeranPengikhan Minak Putra sebagai kepala margakebandakhan selanjutnya selalu menggunakan sebutan Marga Pesisir. Namun pihak jurnalis dari berbagai harian berbahasa Belanda yang memuat berita seputar Marga Pesisir tak pernah menulis Marga Pesisir, melainkan Marga Raja Basa<ref name="nieuweamsterdamcourant1926" /><ref name="deindischecourant1934" />.
=== Raden Pangeran HajiHadji DjamaludinDjamaloedin ===
*
Tahun 1896 PangeranPengikhan Minak Putra menjual Pulau Sebesi dan Sebuku kepada HajiHadji DjamaludinDjamaloedin, seorang kepala kampung (kampunghoofd) Kalianda onderafdeeling Katimbang. Proses jual beli ini dicatatkan melalui sebuah akta jual-beli dan disaksikan oleh Controleur, Demang, serta Klerk-Griffier afdeeling Katimbang.<ref name="nieuweamsterdamcourant1926">Nieuwe Amsterdam Courant - Algemeen Handelsblad No. 32239: "''De Koning van Sebesi''", hal. 9. Nederlands, 1926.</ref><ref name="deindischecourant1934">De Indische Courant No. 64: "''Uit de Lampongs: Poelau Seboekoe en Sebesi''", hal. 6. Nederlands-Indië, 1934.</ref>. Hak kepemilikan Haji DjamaludinKalianda kemudian dikuatkan oleh Besluit Gubernur Jenderal Hindia - Belanda tahun 1900.
=== Raden Pangeran Haji Djamaludin ===
Tahun 1896 Pangeran Minak Putra menjual Pulau Sebesi dan Sebuku kepada Haji Djamaludin, seorang kepala kampung Kalianda onderafdeeling Katimbang. Proses jual beli ini dicatatkan melalui sebuah akta jual-beli dan disaksikan oleh Controleur, Demang, serta Klerk-Griffier afdeeling Katimbang<ref name="nieuweamsterdamcourant1926">Nieuwe Amsterdam Courant - Algemeen Handelsblad No. 32239: "''De Koning van Sebesi''", hal. 9. Nederlands, 1926.</ref><ref name="deindischecourant1934">De Indische Courant No. 64: "''Uit de Lampongs: Poelau Seboekoe en Sebesi''", hal. 6. Nederlands-Indië, 1934.</ref>. Hak kepemilikan Haji Djamaludin kemudian dikuatkan oleh Besluit Gubernur Jenderal Hindia - Belanda tahun 1900.
 
Sebelum membeli Pulau Sebesi dan Sebuku, tepatnya pada tahun 1888, Haji DjamaludinKalianda dan PangeranPengikhan Minak Putra sempat dipanggil oleh Pemerintah Banten di Anyer untuk menerima penghargaan. HajiHadji DjamaludinDjamaloedin mendapat bintang emas dan PangeranPengikhan Minak Putra menerima bintang perak.<ref name="bintangemas1888">Java-Bode No. 266: "''Officieele Berichten, Civiel Departement''", hal. 5. Nederlands-Indië, 1888.</ref>
 
Pada masa kepemilikan HajiKepala Djamaludinpekon kalianda ini pula untuk pertama kalinya Dinas Topografi Hindia Belanda membuat peta topografi yang paling akurat. Disebut akurat antara lain karena gambar pulau yang dihasilkan oleh peta tersebut sama persis dengan bentuk aslinya (bisa dibandingkan dengan gambar bentuk Pulau yang dihasilkan oleh Google Earth). Bahkan peta tersebut memuat jenis pohon-pohon yang ditanam oleh HajiKepala pekon Djamaludinkalianda saat itu seperti Kelapa dan Pisang. Hingga kini (2013) peta topografi tersebut masih bertahan sebagai satu-satunya peta topografi Pulau Sebesi paling akurat yang pernah ada.
 
=== Muhammad Saleh Ali ===
Pasca meninggalnya Raden PangeranPengikhan HajiHadji DjamaludinDjamaloedin pada tahun 1926, hak kepemilikan atas Pulau Sebesi dan Sebuku beralih kepada anak laki-laki satu-satunya, Muhammad Saleh Ali .<ref name="hetniewsvandendagags1936">Het Nieuws Van Den Dag No. 193: "''Mach van Adatrechten en Legenden''", hal. 17. Nederlands-Indië, 1936.</ref><ref name="desumatrapost1936">De Sumatra Post No. 201: "''Adatrechten en Legenden''", hal. 11. Nederlands-Indië, 1936.</ref>. Di masa kepemilikan M. Saleh Ali, Pulau Sebesi menjadi basis pendanaan bagi para pejuang Kalianda semasa perang kemerdekaan melawan Belanda dan Jepang, hingga agresi militer Belanda ke-2 pada tahun 1949.
 
Kini hak kepemilikan terhadap Pulau Sebesi dan Sebuku telah beralih pada Hasanudin bin M. Saleh Ali dan saudara-saudaranya.<ref name="putusanma1978">Mahkamah Agung Republik Indonesia, Putusan No. 1757K/SIP/1978.</ref><ref name="putusanma2009">Mahkamah Agung Republik Indonesia, [http://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/perkara/perkara_detail.php?id=dd733090-0b2a-1b2a-e3c7-30353030 Putusan No. 3013K/PDT/2009] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20131215024937/http://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/perkara/perkara_detail.php?id=dd733090-0b2a-1b2a-e3c7-30353030 |date=2013-12-15 }}.</ref>.
 
<u>'''Catatan Kaki:'''</u>
* Tak seperti pada masa penguasaan HajiHadji DjamaludinDjamaloedin, bukti kepemilikan Pulau Sebesi pada masa penguasaan M. Saleh Ali lebih banyak ditemukan pada dokumen resmi daripada pemberitaan di koran. Hal itu dapat ditemukan di sejumlah putusan Pengadilan Republik Indonesia hingga dokumen resmi Kementrian Agraria.<br />.
 
== Hasil Bumi ==
 
=== Sebelum 1883 ===
Sebelum meletusnya Krakatau pada tahun 1883 masyarakat di Pulau Sebesi umumnya bertani karet, lada, dan kelapa. Bahkan riwayat mengenai kebun lada di Pulau Sebesi sudah berlangsung sejak Sultan Banten memberikan perintah pada PangeranPengikhan Cecobaian agar mewajibkan seluruh elemen masyarakat Sabrang (sebutan dari orang-orang Banten untuk penduduk Lampung saat itu) mulai dari pembesar, punggawa, maupun orang kecil, untuk menanam lada sebanyak 500 batang per kepala. Setelah berbuah hasilnya boleh dijual kepada siapa saja, baik kepada orang Jawa, Cina, Eropa, maupun ke Banten. Barang siapa yang diketahui tidak menanam 500 batang pohon lada maka Sultan akan menjatuhi hukuman pasung dan seluruh anggota keluarganya diseret ke Banten. Perintah Sultan kepada Pangeran Cecobaian ini dituangkan dalam sebuah piagam tembaga beraksara Jawa yang diundangkan pada tahun 1074 H (1653 M) .<ref name="bandakhmargarajabasa"/>.
 
=== Setelah Letusan Besar Krakatau ===
Pasca letusan besar Krakatau, Pulau Sebesi sempat lama ditinggalkan oleh masyarakat pesisir karena takut akan terulangnya letusan Krakatau. Pulau Sebesi baru kembali ditanami tanaman perkebunan setelah pulau ini dibeli oleh HajiHadji DjamaludinDjamaloedin dari Pangeran Minak Putra. Setelah resmi menjadi pemilik tunggal Pulau Sebesi dan Sebuku, HajiHadji DjamaludinDjamaloedin secara berangsur-angsur membawa puluhan pekerja dan ribuan bibit tanaman [[Kelapa]] untuk ditanam di kedua pulau tersebut. Hal ini dicatat oleh sejumlah ahli biologi yang berkunjung ke Pulau Sebesi untuk pertama kalinya pada tahun 1920 .<ref name="ianthornton">Thornton, Ian W. B.: "[http://www.amazon.com/Krakatau-Destruction-Reassembly-Island-Ecosystem/dp/0674505727 ''Krakatau: The Destruction and Reassembly of an Island Ecosystem''"], hal. 128. New York, Harvard College, 1996.| ISBN 978-0-674-50572-8</ref>.
 
{{Quotation|"''Sebesi has permanent streams, and thus has been inhabited and considerably disturbed by agricultural practices for many years. Much of the island’s lowland area was cleared and planted by Hadji Djamaludin and his workers in 1890, and in about 1900 cattle, goats, and horses were introducted.''" | Dammerman (1948) | <ref name="ianthornton"/>}}
 
{{Quotation|"''Coconut plantations were now extensive, and there were fruit trees and ladangs (rice fields in cleared forest).''" | Dammerman (1948) | <ref name="ianthornton"/>}}
Selain itu pendapat ahli botani dari Buitenzorg Museum (Museum Botani Bogor) yang pada tahun 1906 tergabung dalam sebuah ''Comissie'' untuk menyelidiki usia tanaman di Sebesi memperkuat pernyataan itu. Pernyataan itu terangkum dalam isi vonis Pengadilan Proatin Kalianda tahun 1906.<ref name="proatinkalianda">Proatin Kalianda, Putusan No. 25. Tertanggal 5 Juli 1906.</ref>.
 
Sejak era penanaman kelapa di Pulau Sebesi, tanaman yang diproduksi baik dalam bentuk kelapa butir maupun kopra ini menjadi komoditas utama dari Pulau Sebesi. Bahkan hasil kopra dari pulau ini turut menjadi penyumbang dana untuk perjuangan rakyat Kalianda, Lampung Selatan, sejak masa sebelum kemerdekaan hingga agresi militer Belanda ke-2 pada tahun 1949.
Baris 81:
 
<br />
 
== Satwa ==
Letusan Krakatau tahun 1883 telah memusnahkan seluruh satwa yang ada di Pulau Sebesi .<ref name="dammerman">Dammerman, K. W., The Fauna of Krakatau, Verlaten Island, and Sebesy. Treubia, 3, 1922. pp. 61 112, 1 map.</ref>. Lalu untuk pertama kalinya Haji DjamaludinDjamaloedin membawa hewan-hewan ternak seperti kuda, kambing, dan sapi .<ref name="dammerman" />. Sedangkan penelitian terhadap satwa baru dilakukan pada tahun 1920 oleh 2 ilmuwan, Dr. W. van Leeuwen dan Dr. K. W. Dammerman dari Buitenzorg Musem / Museum Bogor .<ref name="ianthornton"/><ref name="wmwheeler">Wheeler, William Morton, 1924. Ants of Krakatau and Other Islands In The Sunda Strait. Bussey Institution, Boston Mass. EXTRAIT, DE TREUBIA VOL. V, LIVR 1-3.</ref>.
 
Babi hutan merupakan satwa hama utama bagi warga Pulau Sebesi. Pada sekitar tahun 1930 Belanda membawa dan memelihara sejumlah babi hutan di pulau ini yang akhirnya berkembang biak secara liar. Oleh para pemburu dan tokoh masyarakat, jumlah babi hutan di pulau ini diperkirakan lebih dari separuh jumlah penduduk Pulau Sebesi.
Baris 88 ⟶ 89:
<br />
== Desa/Dusun ==
Pulau Sebesi terdiri dari 1 desa dan 4 dusun utama dan beberapa dusun kecil yang berada dibawah naungan dusun utama. Empat dusun utama tersebut adalah Dusun Bangunan, Dusun Inpres, Dusun Segenom, dan Dusun Regahan Lada .<ref name="fasilitaspendidikan" />.
 
Sebelum menjadi desa sendiri, Pulau Sebesi masih berada dalam naungan kampung Raja Basa. Saat itu kampung Raja Basa dipimpin oleh kepala marga Pesisir, Pangeran Warta Manggala II, anak dari Pangeran Minak Putra.
 
=== Desa Tejang ===
Pada tahun 1958, Muhammad Saleh Ali (anak dari Haji DjamaludinDjamaloedin) memisahkan Pulau Sebesi dari kampung Raja Basa dan membentuk desa sendiri dengan nama Tejang. Peristiwa ini diketahui dan disahkan oleh kepala Marga Pesisir, Pangeran Marzuki Manggala (anak dari Pangeran Warta Manggala II).
 
Nama Tejang berasal dari bahasa Lampung, ''Khejang/Tijang'' yang berarti Panjang. Sehingga Desa Tejang berarti Desa yang panjang. Sebutan Tejang biasanya mengacu pada wilayah yang mencakup 2 dari 4 dusun utama, yaitu Dusun Inpres dan Dusun Bangunan.
Baris 104 ⟶ 105:
=== Dusun Segenom ===
Ada dua teori mengenai asal usul nama dusun Segenom, yaitu:
# Berasal dari [[bahasa Belanda]] yaitu ''Den Eigendom'' yang kadang ditulis ''<nowiki>'s-Eigendom</nowiki>'' yang berarti Properti.
# Berasal dari campuran bahasa Lampung: ''sai'' (satu) dan Belanda: ''Eigendom'' (kepemilikan), yang berarti satu kepemilikan.
Kedua teori diatas tentu cocok bila dikaitkan dengan Pulau Sebesi yang sejak dahulu merupakan harta / properti milik satu orang.
Baris 116 ⟶ 117:
Sebelum meletusnya Krakatau, penduduk Pulau Sebesi hampir seluruhnya berasal dari pesisir. Di luar itu juga terdapat beberapa orang dari Banten yang ikut tinggal di Pulau Sebesi. Masyarakat saat itu rata-rata bekerja sebagai petani karet, lada, dan kelapa, serta pengolahan hasil kayu dari hutan. Meski tidak banyak, tetapi sebagian kecil warga bertani sarang burung walet.
 
Pasca beralihnya kepemilikan Pulau dari Pangeran Minak Putra kepada HajiHadji DjamaludinDjamaloedin, beberapa penduduk pesisir yang selamat datang ke pulau itu untuk bekerja sebagai buruh tanam kelapa. Namun gelombang masuknya penduduk ke Pulau Sebesi baru benar-benar dimulai tahun 1913. Saat itu beberapa rombongan dari Banten datang dan meminta izin untuk menanam kepada HajiHadji DjamaludinDjamaloedin. Penduduk Pulau Sebesi yang bersuku Banten saat ini hampir seluruhnya merupakan keturunan dari pendatang tahun 1913.
 
=== Demografi ===
Penduduk Pulau Sebesi terdiri dari suku Banten 60%, Lampung 30%, dan sisanya Jawa, Sunda, NTT, dll. Warga pulau ini seluruhnya menganut agama [[Islam]] dan terdapat 3 masjid dan 2 mushola. Sebagian besar penduduk beerja sebagai petani, meskipun sebagian ada pula yang bekerja sebagai awak kapal, berdagang, montir, guru, dan lain sebagainya.
 
Berdasarkan data tahun 2002, sebanyak 1659 dari penduduk usia sekolah sampai lanjut usia telah berpendidikan minimal sekolah dasar. Persentase warga yang berpendidikan SD sebesar 78,7 % (1305 jiwa), Sekolah Menengah Pertama sebesar 15,8 % (262 jiwa), Sekolah Menengah Atas sebesar 5 % (83 jiwa), dan perguruan tinggi sebesar 0,5 % (9 jiwa).<ref name="fasilitaspendidikan">Wiryawan, Budi: "''[http://www.crc.uri.edu/download/Profil_Sumberdaya_Pulau_Sebesi.pdf Profil Sumber Daya Pulau Sebesi"]'', hal. 15. USAID, 2002.</ref><ref name="rpwpsebesi">Wiryawan, Budi: "''[http://www.crc.uri.edu/download/RPWP_Pulau_Sebesi.pdf Rencana Pembangunan dan Pengelolaan Sumberdaya Pulau Sebesi"].'', hal. 19. USAID, 2002.</ref>
Baris 137 ⟶ 138:
Pulau Sebesi yang termasuk dalam wilayah administrasi Desa Tejang dipimpin oleh seorang Kepala Desa. Masyarakat setempat yang kebanyakan berdarah Banten biasa memanggil kepala desanya dengan sebutan ''Jaro'.'' Kepala Desa dibantu oleh seorang Sekretaris Desa. Selain itu kepala desa dibantu oleh sejumlah Kepala Urusan (Kaur) di sejumlah bidang seperti Pemerintahan, Kependudukan, Pembangunan, dan lain-lain.
 
Dalam menjalankan tugasnya Kepala Desa juga dibantu oleh Kepala Dusun yang membawahi masing-masing Dusun. Kepala Dusun dibantu oleh Ketua RT. Tidak ada RW ([[Rukun warga|Rukun Warga]]) di Desa Tejang.
 
== Infrastruktur ==
Baris 172 ⟶ 173:
* Perbatasari, RG. 2012.: ''Bandakh Marga Raja Basa''. Pesisir Kalianda Lampung Selatan.* Bataviaasch Nieuwsblad, 1932, ''Executorial Verkooping'', page 3.
* Uitreksee, uit het Register der Besluiten van den Resident der Lampongsche Districten, 1938.
* [http://www.crc.uri.edu/download/RPWP_Pulau_Sebesi.pdf‎pdf Surat Keputusan Kepala Desa Tejang Pulau Sebesi Nomor: 140/03/KD-TPS/16.01/XI/2002]{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}.
* Pernamasari, Rieke. 2006. "Adu Besi Di Pulau Sebesi", ''Teknokra: Pulau Inji Benyak,'' No. 208, hlm. 24 - 42. Juli - September. Lampung, Universitas Lampung.
* Reproductiebedrijf Topografische Dienst, Batavia. 1932. Poelau Sebesi / opgenomen door den Topografischen Dienst in 1908-1910. Schaal. 1:100.000.
Baris 181 ⟶ 182:
* [http://lampung.tribunnews.com/2012/01/10/pemkab-dituntut-ganti-rugi-rp-64562-miliar Tribun Lampung: "''Pemkab Dituntut Ganti Rugi Rp. 64,562 Miliar''"]. Diakses 16 Desember 2013.
* [http://lampost.co/berita/warga-minta-status-hak-tanah-pulau-sebesi-diperjelas Lampung Post: "''Warga Minta Status Hak Tanah Pulau Sebesi Diperjelas''"]{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}. Diakses 15 Maret 2014.
.
{{Pulau di Lampung}}
 
[[Kategori:Pulau di Indonesia|Sebesi]]
[[Kategori:Kabupaten Lampung Selatan]]