Semar: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k v2.04b - Fixed using Wikipedia:ProyekWiki Cek Wikipedia (Tanda baca setelah kode "<nowiki></ref></nowiki>")
k ~
 
(26 revisi perantara oleh 19 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox Tokoh Wayang
| gambar = Wayang Kulit of Semar crop.jpg
| nama = Semar{{br}}ꦱꦼꦩꦂ
| posisi = [[Punakawan]]
| ciri = tubuh pendek, rambut pendek, wajah putih, bokong besar, perut buncit
| istimewa = sakti dan bijaksana
| daerah = Jawa dan Sunda
|alias=Janggan Smarasanta<br/>Ki Lurah Badranaya<br/>Ki Lurah Nayantaka, tualen, Bathara Sang Hyang Ismaya}}
'''Semar''' ({{lang-jv|alias=Jangganꦱꦼꦩꦂ; Smarasanta<br/>Ki Lurah''haseming Badranaya<br/>Ki Lurah Nayantakasamar-samar''}}) atau '''Batara Ismaya Batara Iswara Jurudyah Punta Prasanta Semar''' ({{lang-jv|ꦨꦛꦴꦫꦅꦰ꧀ꦩꦪꦨꦛꦴꦫꦅꦯ꧀ꦮꦫꦗꦸꦫꦸꦢꦾꦃꦥꦸꦤ꧀ꦠꦥꦿꦰꦤ꧀ꦠꦱꦼꦼꦩꦂ|Bathårå Ismåyå Bathårå Iswårå Jurudyah Puntå Prasantå Semar}}) adalah nama tokoh utama dalam [[punakawan]] di pewayangan [[Jawa]]. Tokoh ini dikisahkan sebagai pengasuh sekaligus penasihat para [[kesatria]] dalam pementasan [[wiracarita]] ''[[Mahabharata]]'' dan ''[[Ramayana]]'' dari [[India]]. Meski demikian, nama Semar tidak ditemukan dalam naskah asli kedua wiracarita tersebut (berbahasa [[bahasa Sanskerta|Sanskerta]]), karena tokoh ini merupakan ciptaan tulen [[pujangga]] [[Jawa]].
 
== Bentuk fisik ==
Semar memiliki bentuk fisik yang sangat unik, seolah-olah ia merupakan simbol penggambaran jagad raya. Tubuhnya yang bulat merupakan simbol dari [[bumi]], tempat tinggal umat manusia dan makhluk lainnya. Semar selalu tersenyum, tetapi bermata sembab. Penggambaran ini sebagai simbol suka dan duka. Wajahnya tua tetapi potongan rambutnya bergaya kuncung seperti anak kecil, sebagai simbol tua dan muda. Ia berkelamin laki-laki, tetapi memiliki payudara seperti perempuan, sebagai simbol pria dan wanita. Ia penjelmaan dewa tetapi hidup sebagai rakyat jelata, sebagai simbol atasan dan bawahan.
Baris 13 ⟶ 15:
Menurut sejarawan [[Slamet Muljana|Prof. Dr. Slamet Muljana]], tokoh Semar pertama kali ditemukan dalam karya sastra zaman [[Kerajaan Majapahit]] berjudul ''[[Sudamala]]''.<ref>Zoetmulder (1983:540–542).</ref> Selain dalam bentuk [[kakawin]], kisah ''Sudamala'' juga dipahat sebagai [[relief]] dalam Candi Sukuh yang berangka tahun [[1437]].<ref>{{Cite book|last=Y|first=Ki Padmapuspita|url=http://repositori.kemdikbud.go.id/12733/1/Candi%20sukuh%20dan%20kidung%20sudamala.pdf|title=Candi Sukuh dan Kidung Sudamala|publisher=Proyek Pengembangan Media Kebudayaan Ditjen. Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|pages=64|url-status=live}}</ref>
 
Semar dikisahkan sebagai abdi atau hamba tokoh utama cerita tersebut, yaitu [[Sahadewa|Sadewa]] dari keluarga [[Pandawa]]. Tentu saja peran Semar tidak hanya sebagai pengikut saja, melainkan juga sebagai pelontar humor untuk mencairkan suasana yang tegang.
 
Pada zaman berikutnya, ketika kerajaan-kerajaan Islam berkembang di [[Pulau Jawa]], pewayangan pun dipergunakan sebagai salah satu media dakwah. Kisah-kisah yang dipentaskan masih seputar ''[[Mahabharata]]'' yang saat itu sudah melekat kuat dalam memori masyarakat Jawa. Salah satu [[ulama]] yang terkenal sebagai ahli budaya, misalnya [[Sunan Kalijaga]]. Dalam pementasan wayang, tokoh Semar masih tetap dipertahankan keberadaannya, bahkan peran aktifnya lebih banyak daripada dalam kisah ''Sudamala''.
 
Dalam perkembangan selanjutnya, derajat Semar semakin meningkat lagi. Para pujangga Jawa dalam karya-karya sastra mereka mengisahkan Semar bukan sekadar rakyat jelata biasa, melainkan penjelmaan Batara Ismaya, kakak nomor 2 dari [[Batara Guru]]/ Sang Hyang Jagad Guru Pratingkah, Sang Hyang Batara Manikmaya ,Sang Hyang Batara Nilakanta yaitu raja para dewa. dan Raja Tribuwana
 
== Asal-usul ==
Baris 23 ⟶ 25:
Terdapat beberapa versi tentang kelahiran atau asal usul Semar. Namun semuanya menyebut tokoh ini sebagai penjelmaan dewa.<ref>{{Cite book|last=aziz|first=abdul|date=2016|url=http://digilib.uinsby.ac.id/14097/|title=Simbol Kekuasaan Antara Legenda Semar dan Wacana Nietzsche tentang Kekuasaan|location=surabaya|url-status=live}}</ref>
 
Dalam '''naskah ''Serat Kanda''''' dikisahkan, penguasa [[kahyangan]] bernama [[Sanghyang Nurrasa|Sang Hyang Batara Nurrasa]] memiliki dua orang putra bernama [[Sanghyang Tunggal|Sang Hyang Batara Tunggal]] dan [[Sanghyang Wenang|Sang Hyang Batara Wenang]]/ Sang Hyang Asip Prono atau Sang Hyang Asip Rono. Karena SanghyangSang Hyang Tunggal berwajah jelek, maka takhta kahyangan pun diwariskan kepada SanghyangSang Hyang Wenang. Dari SanghyangSang Hyang Wenang kemudian diwariskan kepada putranya yang bernama [[Batara Guru]]. SanghyangSang Hyang Tunggal kemudian menjadi pengasuh para kesatria keturunan Batara Guru, dengan nama Semar.
 
Dalam '''naskah ''Paramayoga''''' dikisahkan, SanghyangSang Hyang Tunggal adalah anak dari SanghyangSang Hyang Wenang. SanghyangSang TunggalHyangTunggal kemudian menikah dengan Dewi Rakti atau Batari Rakti, seorang putri raja jin kepiting bernama SanghyangSang Hyang Yuyut. Dari perkawinan itu lahir sebutir mustika berwujud telur yang kemudian berubah menjadi dua orang pria. Keduanya masing-masing diberi nama Ismaya untuk yang berkulit hitam, dan Manikmaya untuk yang berkulit putih. Ismaya merasa rendah diri sehingga membuat Sanghyang Tunggal kurang berkenan. Takhta kahyangan pun diwariskan kepada Manikmaya, yang kemudian bergelar Batara Guru. Sementara itu Ismaya hanya diberi kedudukan sebagai penguasa alam ''Sunyaruri'', atau tempat tinggal golongan makhluk halus. Putra sulung Ismaya yang bernama Batara WungkuhamWungkuhan memiliki anak berbadan bulat bernama Janggan Smarasanta, atau disingkat Semar. Ia menjadi pengasuh keturunan Batara Guru yang bernama [[Resi Manumanasa|Resi Manumayasa]] dan berlanjut sampai ke anak-cucunya. Dalam keadaan istimewa, Ismaya dapat merasuki Semar sehingga Semar pun menjadi sosok yang sangat ditakuti, bahkan oleh para dewa sekalipun. Jadi menurut versi ini, Semar adalah cucu dari Ismaya.
 
Dalam '''naskah ''Purwakanda''''' dikisahkan, Sanghyang Tunggal memiliki empat orang putra bernama Sang Hyang Batara Puguh, Sang Hyang Batara Punggung, Sang Hyang Batara Manan, dan Sang Hyang Batara Samba. Suatu hari terdengar kabar bahwa takhta kahyangan akan diwariskan kepada Samba. Hal ini membuat ketiga kakaknya merasa iri. Samba pun diculik dan disiksa hendak dibunuh. Namun perbuatan tersebut diketahui oleh ayah mereka. Sanghyang Tunggal pun mengutuk ketiga putranya tersebut menjadi buruk rupa. Puguh berganti nama menjadi [[Togog]] Tejomantri sedangkan Punggung menjadi Semar. Keduanya diturunkan ke dunia sebagai pengasuh keturunan Samba, yang kemudian bergelar [[Batara Guru]]. Sementara itu Manan mendapat pengampunan karena dirinya hanya ikut-ikutan saja. Manan kemudian bergelar [[Batara Narada]] atau Resi Kanekaputra dan diangkat sebagai penasihat Batara Guru.
 
Dalam '''naskah ''Purwacarita''''' dikisahkan, Sanghyang Tunggal menikah dengan Dewi Rekatawati putri Sanghyang Rekatatama. Dari perkawinan itu lahir sebutir telur yang bercahaya. Sanghyang Tunggal dengan perasaan kesal membanting telur itu sehingga pecah menjadi tiga bagian, yaitu cangkang, putih, dan kuning telur. Ketiganya masing-masing menjelma menjadi laki-laki. Yang berasal dari cangkang diberi nama Antaga, yang berasal dari putih telur diberi nama Ismaya, sedangkan yang berasal dari kuningnya diberi nama Manikmaya. Pada suatu hari Antaga dan Ismaya berselisih karena masing-masing ingin menjadi pewaris takhta kahyangan. Keduanya pun mengadakan perlombaan menelan gunung. Antaga berusaha melahap gunung tersebut dengan sekali telan namun justru mengalami kecelakaan. Mulutnya robek dan matanya melebar. Ismaya menggunakan cara lain, yaitu dengan memakan gunung tersebut sedikit demi sedikit. Setelah melewati bebarpa hari seluruh bagian gunung pun berpindah ke dalam tubuh Ismaya, tetapi tidak berhasil ia keluarkan. Akibatnya sejak saat itu Ismaya pun bertubuh bulat. Sanghyang Tunggal murka mengetahui ambisi dan keserakahan kedua putranya itu. Mereka pun dihukum menjadi pengasuhmanusia keturunanbiasa dan harus turun ke dunia Manikmaya,Manikmaya yang kemudian diangkat sebagai raja kahyangan Tribhuwana, bergelar Batara Guru. Antaga dan Ismaya pun turun ke dunia. Masing-masing memakai nama Togog Tejomantri mempunyai teman Bilung Sarawita yang ditugaskan untuk mengemong mengasuh atau menuntun bangsa yang berwatak serakah bengis kejam angkara murka dan Semar. ditugaskan untuk mengasuh mengemong menuntun para manusia Satria yang mempuyai watak santun berbudi pekerti luhur
 
== Silsilah dan keluarga ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Houten wajangpop voorstellend Semar TMnr 8-73.jpg|jmpl|Semar dalam [[Wayang golek]]]]
Dalam pewayangan dikisahkan, Batara Ismaya sewaktu masih di kahyangan sempat dijodohkan dengan sepupunya yang bernama Dewi Senggani. atau Batari Senggani Dari perkawinan itu lahir sepuluh orang anak, yaitu:
:* Batara WungkuhamWungkuhan
:* [[Surya (dewa)|Batara Surya]]
:* [[Candra|Batara Candra]]
:* Batara TamburuPatuk
:* Batara Temboro
:* Batara Siwah
:* Batara Kuwera
:* [[Yama|Batara Yamadipati]]
:* [[Kamajaya|Batara Kamajaya]]
:* Batara Mahyanti
:* Batari Darmanastiti
 
Semar sebagai penjelmaan Ismaya mengabdi untuk pertama kali kepada [[Resi Manumanasa|Resi Manumayasa]], leluhur para [[Pandawa]]. Pada suatu hari Semar diserang dua ekor harimau berwarna merah dan putih. Manumanasa memanah keduanya sehingga berubah ke wujud asli, yaitu sepasang bidadari bernama KanistriKanastri dan Kaniraras. Berkat pertolongan Manumanasa, kedua bidadari tersebut telah terbebas dari kutukan yang mereka jalani. Kanistri kemudian menjadi istri Semar, dan biasa dipanggil dengan sebutan Kanastren. Sementara itu, Kaniraras menjadi istri Manumanasa, dan namanya diganti menjadi Retnawati, karena kakak perempuan Manumanasa juga bernama Kaniraras.
 
== Pasangan punakawan ==
Dalam [[wayang|pewayangan]] [[Jawa Tengah]], Semar selalu disertai oleh anak-anaknya, yaitu [[Gareng]], [[Petruk]], dan [[Bagong]]. Namun sesungguhnya ketiganya bukan anak kandung Semar. Gareng adalah putra seorang pendeta yang mengalami kutukan dan terbebas oleh Semar. Petruk adalah putra seorang raja bangsa Gandharwa yaitu Prabu Gandarwarajabali. Sementara Bagong tercipta dari bayangan Semar berkat sabda sakti ResiSang Manumanasa.Hyang Wenang
 
Dalam pewayangan Sunda, urutan anak-anak Semar adalah [[Cepot]] Astrajingga, [[Dawala]], dan [[Gareng]]. Sementara itu, dalam pewayangan Jawa Timuran, Semar hanya didampingi satu orang anak saja, bernama Bagong, yang juga memiliki seorang anak bernama Besut.
 
== Keistimewaan ==
Baris 56 ⟶ 59:
Semar merupakan tokoh pewayangan ciptaan pujangga lokal. Meskipun statusnya hanya sebagai abdi, tetapi keluhurannya sejajar dengan [[Prabu]] [[Kresna]] dalam kisah ''[[Mahabharata]]''. Jika dalam perang [[Baratayuda]] menurut versi aslinya, penasihat pihak [[Pandawa]] hanya Kresna seorang, maka dalam pewayangan, jumlahnya ditambah menjadi dua, dan yang satunya adalah Semar.
 
Semar dalam karya sastra hanya ditampilkan sebagai pengasuh keturunan [[Resi Manumanasa]], terutama para [[Pandawa]] yang merupakan tokoh utama kisah ''[[Mahabharata]]''. Namun dalam pementasan [[wayang]] yang bertemakan ''[[Ramayana]]'', para dalang juga biasa menampilkan Semar sebagai pengasuh keluarga [[Sri Rama]]wijaya ataupun [[Sugriwa]]. Seolah-olah Semar selalu muncul dalam setiap pementasan wayang, tidak peduli apapun judul yang sedang dikisahkan.
 
Dalam pewayangan, Semar bertindak sebagai pengasuh golongan kesatria, sedangkan Togog sebagai pengasuh kaum raksasa. Dapat dipastikan anak asuh Semar selalu dapat mengalahkan anak asuh Togog. Hal ini sesungguhnya merupakan simbol belaka. Semar merupakan gambaran perpaduan rakyat kecil sekaligus dewa kahyangan. Jadi, apabila para pemerintah - yang disimbolkan sebagai kaum kesatria asuhan Semar - mendengarkan suara rakyat kecil yang bagaikan suara Tuhan, maka negara yang dipimpinnya pasti menjadi nagara yang unggul dan sentosa.
Baris 62 ⟶ 65:
== Dalam agama Budha dan Konghucu ==
Daftar [[Kelenteng]] yang memiliki altar untuk Semar:
*TITD. YUE YANG TANG JL. REJOSARI TENGAH II / 28-30 SEMARANG
* [[Kelenteng Tjing Tie Miao]], Jl. Lingkar Tanjung Mas, [[Kota Semarang]].
* [[Vihara Nam Hai Kwan Se Im Pu Sa]], [[Simpenan, Sukabumi]].<ref name=susi>Susi. 10 September 2012. TNOL, Wisata & Griya, Wisata & Kuliner, [http://www.tnol.co.id/wisata-griya/15766-pantai-loji-wisata-vihara-yang-mistis.html?device=desktop Pantai Loji, Wisata Vihara yang Mistis]{{Pranala mati|date=April 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}.</ref>