Penghapusan hukuman mati: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Perbaikan dan penambahan ringkasan. Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(31 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
[[File:Capital punishment in the world.svg|jmpl|'''Perkembangan penghapusan hukuman mati pada negara-negara di dunia:'''<br>{{color box|Red}} = Memberlakukan [[hukuman mati]] untuk jenis kejahatan tertentu.<br>{{color box|Goldenrod}} = Memberlakukan hukuman mati, tetapi belum mengadakan eksekusi dalam [[dasawarsa]] terakhir. Diyakini memberlakukan [[moratorium]] hukuman mati secara de facto atau de jure.<br>{{color box|GreenYellow}} = Menghapuskan hukuman mati kecuali untuk kejahatan luar biasa (seperti [[kejahatan perang]])<br>{{color box|CadetBlue}} = Menghapuskan hukuman mati untuk semua jenis kejahatan]]
'''Penghapusan hukuman mati''' dilandasi oleh adanya
Sejak tahun 1971, penghapusan hukuman mati secara [[universal]] juga dijadikan sebagai salah satu tujuan yang akan dicapai oleh [[Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa]].{{Sfn|Hoyle|2021|p=7}} [[Dokumen]]-dokumen [[Perserikatan Bangsa-Bangsa]] juga merekomendasikan tahap-tahap penghapusan hukuman mati selama pengadilan berlangsung. Rekomendasi ini berupa pemberian [[grasi]], [[amnesti]] dan keringanan hukuman lainnya bagi [[narapidana]].{{Sfn|Abidin, Z., dkk.|2019|p=19}} Beberapa [[gerakan sosial]] berusaha mempercepat penetapan penghapusan hukuman mati untuk semua jenis tindak [[pidana]]. Dukungan atas penghapusan hukuman mati secara jelas dilakukan melalui [[Protokol Opsional Kedua Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik]]. Dalam [[protokol]] ini, tiap negara pesertanya diwajibkan untuk menghentikan hukuman mati dan mengambil semua [[prosedur]] yang layak untuk menghapuskannya. [[Dewan Eropa]] dan [[Organisasi Negara-Negara Amerika]] turut mendukung penghapusan atau pemberhentian hukuman mati melalui persetujuan terhadap [[protokol]]-protokol yang serupa.{{Sfn|Smith, R.K.M., dkk.|2008|p=99}}
== Sejarah ==
[[Berkas:D._Luís_I_fotografado_por_Augusto_Bobone_em_1885.png|jmpl|370x370px|[[Luís I dari Portugal|Luís I]] dari [[Kerajaan Portugal|Portugal]] (1885), salah satu
Pemikiran mengenai penghapusan hukuman mati mulai muncul sejak masa [[puncak Abad Pertengahan]]. Pada tahun 1066
Penghapusan hukuman mati mulai kembali diusulkan oleh para
Kebijakan penghapusan hukuman mati kembali muncul dari beberapa raja yang berkuasa di wilayah [[Eropa Utara]] dan [[Eropa Barat]] pada abad ke-19 Masehi. Beberapa di antaranya ialah
[[Berkas:Jean-Paul_Marat_portre.jpg|jmpl|[[Jean-Paul Marat]], salah satu tokoh [[Revolusi Prancis]] yang mengembangkan [[gagasan]] penghapusan hukuman mati.]]
Pada [[dasawarsa]] terakhir abad ke-20 Masehi, perkembangan [[hukum hak asasi manusia internasional]] mempercepat proses penghapusan hukuman mati dalam
== Landasan pemikiran ==
[[Berkas:Cesare_Beccaria.jpg|jmpl|[[Cesare Beccaria]], [[cendekiawan]] berkebangsaaan [[Italia]] yang menulis [[esai]] berjudul ''[[
Dalam [[sejarah dunia|sejarah]], hampir seluruh negara di dunia pernah menerapkan hukuman mati bagi [[narapidana]]. Perubahan [[politik hukum]] di beberapa negara menyebabkan timbulnya pemikiran mengenai penghapusan hukuman mati
Pada permulaan abad ke-17 Masehi mulai ada usaha untuk menghapuskan hukuman mati. Pemikiran awalnya ialah ketidakmampuan hukuman mati dalam mengurangi jumlah kasus kejahatan. Pemikiran lain yang turut mendukung penghapus hukuman mati pada masa ini ialah gerakan sosial yang menganggap hukuman mati bersifat kuno, kejam, dan bengis.{{Sfn|Hasani|2013|p=322}} Pemikiran mengenai penghapusan hukuman mati diawali oleh gerakan penghapusan hukuman mati yang dimulai pada tahun 1767. Gagasan pembentukan gerakan penghapusan hukuman mati diperoleh dari sebuah [[esai]] berjudul ''
Pemikiran-pemikiran awal dari gerakan abolisionis berasal dari karya tulis cendekiawan [[Eropa]] antara lain [[Montesquieu]], [[Voltaire]], [[Jeremy Bentham]], [[John Bellers]], dan [[John Howard (cendekiawan Inggris)|John Howard]]. Perhatian khusus dalam gerakan abolisionis ialah penentangan terhadap praktik hukuman mati yang kejam. Secara tidak langsung, gerakan ini
Pemikiran mengenai penghapusan hukuman mati oleh gerakan abolisionis juga mempengaruhi negara-negara yang terletak di [[Amerika Selatan]]. Pada tahun 1863, [[Venezuela]] menjadi negara pertama yang menghapuskan hukuman mati untuk semua jenis kejahatan
===
[[Hak untuk hidup]] merupakan hak yang paling mendasar dibandingkan dengan hak asasi manusia yang lainnya. Hukuman mati dianggap sebagai bentuk pelanggaran hak untuk hidup. Beberapa instrumen hukum internasional yang berkaitan dengan penegakan hak asasi manusia telah mengaitkan antara hak untuk hidup dengan penghapusan hukuman mati.{{Sfn|Baso, A., dkk.|2012|p=20}} Salah satunya adalah Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (KIHSP) dan protokol-protokolnya.''{{Sfn|Hasani|2013|p=322}}'' Dua protokol yang membahas hak untuk hidup ialah Protokol Opsional Kedua Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (Protokol Opsional II KIHSP), dan Protokol Nomor 13 Konvensi Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Mendasar tentang Penghapusan Hukuman Mati dalam Segala Keadaan.{{Sfn|Baso, A., dkk.|2012|p=20-21}} Pasal 6 ayat (5) dalam KIHSP menegaskan perlindungan hak untuk hidup terhadap anak yang belum [[Kelahiran (disambiguasi)|lahir]] dengan memberikan larangan untuk melaksanakan hukuman mati terhadap [[wanita]] yang sedang dalam masa [[kehamilan]].{{Sfn|Smith, R.K.M., dkk.|2008|p=97-98}} Komite Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (Komite HAM PBB) sebagai [[badan traktat]] KIHSP juga telah mengeluarkan Komentar Umum Nomor 6 yang diadopsi pada 27 Juli 1982. Di dalam komentar ini, Komite HAM PBB menjelaskan pandangannya mengenai pemberlakuan dan pembatasan hukuman mati untuk kejahatan yang paling serius.{{Sfn|Hasani|2013|p=326}} Di tingkat regional, landasan-landasan hukum untuk penghapusan hukuman mati meliputi putusan-putusan [[Mahkamah Eropa untuk Hak Asasi Manusia]] yang mengawasi penegakkan [[Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia]] (KEHAM), serta salah satu protokol [[Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia]] (KAHAM), yaitu Protokol Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia.{{Sfn|Baso, A., dkk.|2012|p=3}}
▲Ada 3 instrumen hak aasasi internasional bukan [[perjanjian]] yang membahas tentang hak untuk hidup dan penghapusan hukuman mati. Instrumen-instrumen ini ialah [[Resolusi Komisi HAM PBB 2005/59 tentang Hak Asasi Manusia]], [[Resolusi Dewan Umum PBB tentang Moratorium Pelaksanaan Hukuman Mati,]] dan Komentar Umum Nomor 6 ayat (16) KIHSP. Resolusi Komisi HAM PBB 2005/59 membahas tentang adanya proses hukum yang tidak adil dan tidak sesuai dengan standar internasional dalam hal pemberlakuan hukuman mati di beberapa negara. Selain itu, resolusi ini juga meminta penghentian penerapan hukuman mati kepada negara-negara yang masih memberlakukannya. Resolusi Dewan Umum PBB tentang Moratorium Penggunaan hukuman mati terbagi menjadi 3 yaitu Resolusi A/RES/62/149 (18 Desember 2007), resolusi A/RES/63/168 (18 Desember 2008) dan resolusi A/RES/65/206 (21 Desember 2010). Sedangkan Komentar Umum Number 6 (16) KIHSP merupakan hasil adopsi dari pertemuan Komite HAM PBB yang membahas tentang hak hidup pada tanggal 27 Juli 1982. [[Topik]] utamanya ialah pengurangan angka [[kematian bayi]], peningkatan [[harapan hidup]], serta peninjauan pemberlakuan dan pembatasan hukuman mati untuk kejahatan yang paling serius.{{Sfn|Hasani|2013|p=326}}
== Instrumen hak asasi manusia internasional ==
=== Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia ===
[[Berkas:Eleanor_Roosevelt_UDHR.jpg|jmpl|[[Eleanor Roosevelt]] sedang memegang [[poster]] [[Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia]] atau disebut pula Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (DUHAM). DUHAM merupakan instrumen [[hak asasi manusia]] internasional yang
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) merupakan pernyataan internasional yang menyatakan bahwa hak asasi manusia harus dilindungi dalam skala internasional. [[Negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa|Negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa]] (Negara-negara anggota PBB) menyepakati bersama tentang
=== Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik ===
Baris 51 ⟶ 42:
[[Berkas:ICCPR-members2.PNG|jmpl|'''Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik:'''{{legend|#008000|Negara anggota}}{{legend|#00ff00|Penandatangan yang belum meratifikasi}}{{legend|#FF7F27|Negara anggota yang mencoba keluar
{{legend|#b9b9b9|Negara yang belum menandatangani dan belum meratifikasi}}</div>}}]]
Perkembangan instrumen hukum internasional mengenai hukuman mati berlanjut
Peluang penghapusan hukuman mati juga terdapat dalam Pasal 6 ayat (4). Pasal ini memberikan hak kepada narapidana untuk memohon [[amnesti]] atau penggantian hukuman. Hak ini berlaku dalam semua kasus yang berakhir dengan putusan hukuman mati.
KIHSP merupakan perjanjian [[Multilateralisme|multilateral]]. Isi KIHSP merupakan hasil [[Adopsi (hukum)|adopsi]] dari DUHAM.''{{Sfn|Abidin, Z., dkk.|2019|p=36}}'' Proses adopsi KIHSP telah dimulai sejak tahun 1966, tetapi baru diberlakukan pada tahun 1976. Peserta kovenan berjumlah 154 negara pada tanggal 24 November 2004 dengan 7 negara [[Tanda tangan|penandatangan]]. Di dalam KIHSP juga terdapat dua protokol opsional. [[Protokol Opsional Pertama Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik]] (Protokol Opsional I KIHSP) berisi penjelasan tentang ketentuan-ketentuan pengaduan perorangan. Hingga 9 Juni 2004, sebanyak 104 negara menerima protokol pertama dengan 5 negara penandatangan. Sedangkan [[Protokol Opsional Kedua Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik]] (Protokol Opsional II KIHSP) dibuat dengan tujuan untuk menghapus hukuman mati. Protokol kedua diikuti oleh 50 Negara dengan 7 negara penandatangan.{{Sfn|Equitas|2006|p=82}}
Baris 64 ⟶ 55:
Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik memiliki dua protokol opsional. Protokol Opsional I KIHSP berisi pemberian kewenangan kepada [[Komite Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa]] (Komite HAM PBB) untuk menerima pengaduan oleh perorangan yang menyatakan dirinya sebagai korban pelanggaran hak.{{Sfn|Organisasi Perburuhan Internasional|2006|p=65}} Penerimaan ini dilakukan jika pelanggaran yang diadukan tercantum dalam kovenan.{{Sfn|Equitas|2006|p=88}} Sedangkan Protokol Opsional IIKIHSP dibuat khusus untuk pelaksanaan penghapusan hukuman mati.{{Sfn|Organisasi Perburuhan Internasional|2006|p=52}}
Protokol Opsional II KIHSP ditetapkan pada tanggal 15 Desember 1989 oleh Majelis Umum PBB.{{Sfn|Organisasi Perburuhan Internasional|2006|p=45}} Pembentukan protokol ini melalui Resolusi PBB 33/148. Isi Protokol Opsional Kedua KIHSP merupakan hasil adopsi dari KIHSP. Adopsi ini dilakukan karena KIHSP masih memiliki beberapa kekurangan dalam pengaturan mengenai praktik hukuman mati. Perubahan utama di dalam protokol opsional ini ialah norma yang digunakan. Protokol ini melarang pemberlakuan hukuman mati
== Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa ==
Baris 130 ⟶ 121:
=== Resolusi Majelis Umum PBB 71/187 ===
Resolusi Majelis Umum PBB 71/187 diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 19 Desember 2016. Resolusi ini juga membahas moratorium hukuman mati. Unsur tambahan di dalam reesolusi ini ialah penegasan kembali akan hak [[kedaulatan]] dari semua negara untuk mengembangkan sistem hukum mereka sendiri. Negara anggota PBB berhak menentukan hukuman pidana yang sesuai dengan kewajiban-kewajiban hukum internasional mereka. Resolusi ini juga meminta setiap negara anggota PBB untuk memberikan kesempatan amnesti dan kesempatan membicarakan penggantian hukuman mati dengan hukuman lain. Proses [[komunikasi]] harus dilakukan secara terbuka dan adil dengan proses pemberian informasi yang cepat.{{Sfn|Budiman|2017|p=18}} Mayoritas negara anggota PBB menyetujui resolusi ini. Persetujuan diberikan oleh 117 negara dan penolakan sebanyak 40 negara menolak. Sebanyak 31 negara memilih tidak memberikan suara. Beberapa negara mengubah sikapnya dengan kecenderungan kepada penghapusan hukuman mati. Negara ini di antaranya ialah [[Malawi]] dan [[
== Perdebatan ==
Baris 138 ⟶ 129:
Negara-negara yang masih memberlakukan hukuman mati menggunakan [[konsep]] tentang kejahatan-kejahatan yang paling serius untuk mempertahankan dukungannya.''{{Sfn|Budiyono, dkk.|2019|p=48}}'' Pasal 6 KIHSP mengizinkan putusan hukuman mati diberikan pada kasus kejahatan-kejahatan yang paling serius.''{{Sfn|Berrih|2019|p=14}}'' Kondisi ini merupakan akibat dari pernyataan dalam Pasal 6 KIHSP ayat (2) terkait kejahatan yang paling serius. Dalam pasal ini tidak ada pemberian definisi mengenai kejahatan yang paling serius. Hukuman mati dapat diberikan asalkan sesuai dengan hukum yang berlaku pada saat dilakukannya kejahatan tersebut serta tidak bertentangan dengan ketentuan [[Konvensi Genosida]]. Keputusan akhir dari pengadilan yang berwenang juga menjadi penentu pemberlakuan hukuman mati. Kondisi ini membuat konsep kejahatan paling serius ditafsirkan secara berbeda-beda oleh setiap negara. Penafsiran dipengaruhi oleh kondisi budaya, [[agama]], [[tradisi]], serta keadaan [[politik]] dari masing-masing negara.{{Sfn|Tim Institute for Criminal Justice Reform|2017|p=195}}
Ketidakjelasan konsep mengenai kejahatan paling serius juga terjadi dalam Protokol Opsional II KIHSP. Tambahan informasi mengenai kejahatan yang paling serius hanya pada Pasal 2 Ayat (1)
Definisi lain terhadap kejahatan paling serius diberikan oleh Dewan Ekonomi dan Sosial PBB. Kejahatan paling serius diartikan sebagai kejahatan yang disengaja dengan [[konsekuensi logis]] yang bersifat mematikan atau sangat berat.''{{Sfn|Hoyle dan Batchelor|2021|p=12}}'' Definisi ini awalnya diberikan dalam [[Pengamanan untuk Menjamin Perlindungan Hak-hak Mereka yang Menghadapi Hukuman Mati]]. Pada tahun 1984, definisi ini diadopsi oleh Dewan Ekonomi dan Sosial PBB dengan sedikit revisi. Definisi ini tetap tidak membatasi hukuman mati hanya untuk [[pembunuhan berencana]]. Akibatnya, negara-negara tertentu terus memberlakukan hukuman mati untuk [[pasar gelap]] bagi [[narkoba]], tindak pidana politik dan agama serta [[Kegiatan seksual manusia|perilaku seksual]] yang di negara lain tidak termasuk tindak pidana.{{Sfn|Hoyle|2021|p=12}} Negara retensionis menolak pandangan bahwa hukuman mati merupakan bentuk pelanggaran terhadap kemanusiaan, khususnya dalam kasus narkoba. Dalam pandangan negara retensionis, narkoba merupakan salah satu bentuk kejahatan luar biasa yang mengancam hak hidup banyak orang, sehingga hukuman mati bukan juga dianggap tidak menjadi pelanggaran atas konstitusi negara.''{{Sfn|Ahmad|2017|p=176-177}}''
Baris 148 ⟶ 139:
=== Efek jera ===
Salah satu alasan dukungan terhadap pelaksanaan hukuman mati oleh golongan retensionis yaitu anggapan bahwa hukuman mati merupakan satu-satunya [[hukuman]] yang tepat dan adil bagi kejahatan-kejahatan yang berat dan yang sukar diampuni. Efek menakutkan dari hukuman mati secara [[Psikologi|psikologis]] dianggap dapat digunakan untuk melindungi masyarakat. Hukuman mati juga dapat mencegah penjahat mengulangi kejahatan yang sama atau kejahatan lain di [[masa depan]]. Hukuman mati dijadikan sebagai pelajaran agar kejahatan tidak terulang sehingga secara tidak langsung dapat mengurangi jumlah kasus kejahatan.{{Sfn|Ahmad|2021|p=88}} Fakta mengenai anggapan ini ialah pada negara [[Arab Saudi]] yang menerapkan hukuman mati untuk kasus [[pembunuhan]] dan narkoba. Dari [[data]] yang dikumpulkan oleh [[Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Narkoba dan Kejahatan]], tingkat pembunuhan di Arab Saudi hanya 1 per 100 ribu orang pada tahun 2012. Dalam perbandingan yang sama, jumlah ini lebih kecil dibandingkan dengan [[negara maju]] seperti [[Finlandia]] (2,2)
=== Rasionalisasi hukum ===
Hukuman mati merupakan bentuk utama dari rasionalisi hukum dengan sifat pembalasan atas tindak kejahatan. Dalam [[ilmu]] hukum, rasionalisasi merupakan bagian dari [[teori keadilan retributif]]. Masyarakat memberikan pidana atas suatu kejahatan karena kejahatan dianggap sebagai perbuatan yang tidak bermoral dan asusila.{{Sfn|Budiyono, dkk.|2019|p=46}} Perkembangan pemikirannya terbentuk dengan sendirinya di dalam masyarakat. Paham [[demonologi]] menjadi landasan perkembangan pemikiran mengenai hukuman mati.<ref>{{Cite book|last=Widyawati, A., dan Adhari, A.|date=2020|url=http://repository.untar.ac.id/13526/1/buktipenelitian_10216001_2A095716.pdf|title=Hukum Penitensier di Indonesia: Konsep dan Perkembangannya|location=Depok|publisher=Rajawali Pers|isbn=978-623-231-460-3|pages=30|url-status=live|access-date=2021-07-30|archive-date=2021-07-30|archive-url=https://web.archive.org/web/20210730003711/http://repository.untar.ac.id/13526/1/buktipenelitian_10216001_2A095716.pdf|dead-url=yes}}</ref> Pada abad ke-19 Masehi, muncul aliran rasionalisasi hukum modern yang memusatkan rasionalisasi dari [[sudut pandang]] penjahat dan bukan dari kejahatannya. Hukuman pidana ditentukan oleh kondisi pelaku tindak pidana. Pada aliran ini berkembang [[doktrin]] [[determinisme]] yang cenderung menghendaki penghapusan hukuman mati.<ref>{{Cite book|last=Wahyuningsih|first=Sri Endah|date=2013|url=http://research.unissula.ac.id/file/publikasi/210390025/2835full_text_dan_HAKI.pdf|title=Perbandingan Hukum Pidana dari perspektif Religious Law System|location=Semarang|publisher=Unissula Press|isbn=978-602-7525-12-2|pages=54|url-status=live}}</ref> Kondisi yang bertentangan masih terdapat pada hukum internasional yang berusaha menghapuskan hukuman mati dari hukum negara yang ada di dunia. Pada beberapa pernyataan masih diberikan peluang pelaksanaan hukuman mati. Kondisi ini merupakan akibat dari penghapusan hukuman mati yang belum menjadi pandangan moral yang universal dari masyarakat internasional. Hukum-hukum internasional ini diantaranya ialah KIHSP, Statuta Roma, dan Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia. Negara-negara anggota [[Organisasi Kerja Sama Islam]] masih banyak yang melaksanakan hukuman mati. Landasan pemikirannya ialah adanya keterkaitan yang kuat antara hukuman mati dalam kasus-kasus hukum khusus dalam [[syariat Islam]]. Dalam [[Deklarasi Kairo tentang Hak Asasi Manusia dalam Islam]] yang ditetapkan di [[Kairo]], Mesir pada tanggal 5 Agustus 1990, ditetapkan bahwa hak untuk hidup adalah pemberian dari [[Tuhan]] yang harus dilindungi kecuali oleh keputusan syariat Islam.{{Sfn|Riwanto|2016|p=146-147}}
== Penerapan ==
Baris 184 ⟶ 175:
Penerapan penghapusan hukuman mati di Eropa mulai banyak dilakukan oleh negara-negara Eropa antara tahun 1950 hingga tahun 1980. Dalam konstitusi masing-masing negara, penghapusan hukuman mati belum terjadi secara ''de facto''. Faktor yang mempercepat penghapusan hukuman mati di Eropa ialah DUHAM. yang disahkan oleh PBB. Faktor lain yang turut mempengaruhi ialah seruan [[Paus Yohanes Paulus II]] bersamaan dengan Resolusi Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia PBB tentang moratorium hukuman mati pada tahun 1999.{{Sfn|Ahmad|2021|p=92}} Penghapusan hukuman mati juga di Eropa juga didukung oleh Pasal 2 dalam Piagam Hak Asasi Uni Eropa yang dibentuk pada tahun 2000. Dalam Pasal ini, negara-negara anggota Uni Eropa dilarang untuk menerapkan hukuman mati.{{Sfn|Ahmad|2021|p=175}}
Pada tahun 1989, [[Kamboja]] menjadi negara di kawasan Asia yang pertama menghapuskan hukuman mati untuk semua kejahatan. Hal yang sama dilakukan oleh negara [[Timor Leste]], [[Nepal]], dan [[Turkmenistan]]. Di kawasan [[Afrika]], [[Tanjung Verde]] menghapuskan hukuman mati pada 1981 disusul oleh [[Mozambik]], [[Namibia]], dan [[
=== Awal abad ke-21 Masehi ===
Baris 203 ⟶ 194:
*{{cite book|last=Baderin|first=Mashood A.|date=2010|year=|url=https://www.komnasham.go.id/files/20161021-hukum-internasional-hak-asasi--$VK9YT4B.pdf|title=Hukum Internasional Hak Asasi Manusia dan Hukum Islam|location=Jakarta|publisher=Komisi Nasional Hak Asasi Manusia|isbn=978-979-26-1433-6|edition=2|ref={{sfnref|Baderin|2010}}|url-status=live|translator-last=Kazhim|translator-first=Musa|orig-year=2003|trans-title=International Human Rights and Islamic Law|translator-last2=Arifin|translator-first2=Edwin}}
*{{cite book|last=Baso, A., dkk.|first=|date=2012|year=|url=https://perpustakaan.komnasham.go.id/dokng/files/laporan/Hukuman_Mati.pdf|title=Pengkajian Proses Peradilan Pidana Mati di Indonesia: Situasi Terpidana Mati dan Upaya Penegak Hukum Pasca Reformasi|location=Jakarta|publisher=Komisi Nasional Hak Asasi Manusia|isbn=|ref={{sfnref|Baso, A., dkk.|2012}}|url-status=live|pages=}}
*{{cite book|last=Berrih|first=Carole|date=2019|year=|url=https://www.ecpm.org/wp-content/uploads/rapportindon%C3%A9sie_bahasa.pdf|title=Tidak Manusiawi: Kondisi Lembaga Pemasyarakatan bagi Terpidana Mati di Indonesia|location=Paris|publisher=ECPM|isbn=978-2-49135-401-5|ref={{sfnref|Berrih|2019}}|url-status=live|access-date=2021-06-01|archive-date=2021-06-02|archive-url=https://web.archive.org/web/20210602213818/https://www.ecpm.org/wp-content/uploads/rapportindon%C3%A9sie_bahasa.pdf|dead-url=yes}}
*{{cite book|last=Budiman, A.A., dkk.|first=|date=Oktober 2017|year=|url=http://icjr.or.id/wp-content/uploads/2017/10/Menyiasati-Eksekusi-Mati1.pdf|title=Menyiasati Eksekusi dalam Ketidakpastian: Melihat Kebijakan Hukuman Mati 2017 di Indonesia|location=Jakarta Selatan|publisher=Institute for Criminal Justice Reform|isbn=978-602-6909-68-8|ref={{sfnref|Budiman, A.A., dkk.|2017}}|url-status=live|pages=}}
*{{cite book|last=Budiman|first=Adhigama Andre|date=2017|year=|url=http://icjr.or.id/wp-content/uploads/2017/11/Pidana-Mati-dan-Posisi-Indonesia-terhadap-Resolusi-Majelis-Umum-PBB-dan-Resolusi-Dewan-HAM-PBB.pdf|title=Pidana Mati dan Posisi Indonesia terhadap Resolusi Majelis Umum PBB dan Resolusi Dewan HAM PBB|location=Jakarta|publisher=Institute for Criminal Justice Reform|isbn=978-602-6909-69-5|ref={{sfnref|Budiman|2017}}|url-status=live|pages=}}
Baris 213 ⟶ 204:
*{{cite book|last=Organisasi Perburuhan Internasional|first=|date=2006|year=|url=https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_117195.pdf|title=Hak-hak Pekerja Migran: Buku Pedoman|location=Jakarta|publisher=Organisasi Perburuhan Internasional|isbn=978-92-2-819592-7|ref={{sfnref|Organisasi Perburuhan Internasional|2006}}|url-status=live|pages=}}
*{{cite book|last=Riwanto|first=Agus|date=2016|year=|url=https://layanan.hukum.uns.ac.id/kepeg/buku/agusriwanto/article/view_2/002.pdf|title=Sejarah Hukum: Konsepsi, Teori dan Metodenya dalam Pengembangan Ilmu Hukum|location=Karanganyar|publisher=Oase Pustaka|isbn=978-602-6259-90-5|ref={{sfnref|Riwanto|2016}}|url-status=live|pages=}}
*{{cite journal|last=Samsul|first=Inosentius|date=Januari 2015|url=http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-VII-2-II-P3DI-Januari-2015-6.pdf|title=Politik Hukuman Pidana Mati|6=|journal=Info Singkat|volume=VII|issue=2|issn=|publisher=Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI|ref={{sfnref|Samsul|2015}}|url-status=live|access-date=2021-06-06|archive-date=2021-06-06|archive-url=https://web.archive.org/web/20210606225722/http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-VII-2-II-P3DI-Januari-2015-6.pdf|dead-url=yes}}
*{{cite book|last=Smith, R.K.M., dkk.|first=|year=2008|url=http://e-pushamuii.org/files.php?type=pdf&id=107|title=Hukum Hak Asasi Manusia|location=Yogyakarta|publisher=Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia|isbn=|ref={{sfnref|Smith, R.K.M., dkk.|2008}}|url-status=live|pages=|editor-last=Asplund, K.D., Marzuki, S., dan Riyadi, E.|access-date=2021-06-01|archive-date=2021-06-02|archive-url=https://web.archive.org/web/20210602213455/http://e-pushamuii.org/files.php?type=pdf&id=107|dead-url=yes}}
*{{cite book|last=Tim Institute for Criminal Justice Reform|first=|date=2017|year=|url=http://icjr.or.id/wp-content/uploads/2018/01/Politik-Kebijakan-Hukuman-Mati-Indonesia-Dari-Masa-ke-Masa.pdf|title=Politik Kebijakan Hukuman Mati di Indonesia Dari Masa ke Masa|location=Banda Aceh|publisher=|isbn=|ref={{sfnref|Tim Institute for Criminal Justice Reform|2017}}|url-status=live}}
*
|