Penyebaran Islam di Nusantara: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Perbaikan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Keenandiant (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
(33 revisi perantara oleh 17 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Sejarah Indonesia|Kerajaan Islam}}
'''Penyebaran Islam di Nusantara''' adalah proses menyebarnya agama [[Islam]] di [[Nusantara]] (sekarang [[Indonesia]]). Islam tiba di Nusantara/Indonesia pertama kali abad ke-7 pada tahun 31 H/651 M. Ketika itu, Khalifah [[Utsman bin 'Affan]] mengirimkan utusan ke Tiongkok untuk memperkenalkan Dinasti Islam yang baru saja berdiri. Dalam kurun waktu 451 H–492 H/1082 M–1102 M, di Jawa ditemukan sejumlah makam muslim, antara lain makam [[Fatimah binti Maimun]].
Dalam kesempatan tersebut, utusan Arab beberapa kali mampir ke daratan Nusantara hingga mampu membangun relasi perdagangan di pantai [[Sumatra]] bagian barat [[Padang]] dan [[Aceh]] pada tahun 674 M melalui pedagang dari Arab selama abad ke 6 M–11 M, kemudian dalam kurun abad ke-13 M–16 M, pemeluk Islam telah melampaui jumlah penganut [[Hindu]] & [[Buddha]] sebagai agama dominan bangsa [[Suku Jawa|Jawa]] dan [[Sumatra]]. [[Bali]] mempertahankan mayoritas Hindu, sedangkan pulau-pulau timur sebagian besar tetap menganut [[animisme]] sampai abad 17 M–18 M ketika agama [[Kristen]] menjadi dominan di daerah tersebut.
Penyebaran Islam di Nusantara pada awalnya didorong oleh meningkatnya [[jalur perdagangan|jaringan perdagangan]] di luar kepulauan Nusantara. Pedagang dan bangsawan dari kerajaan besar Nusantara biasanya adalah yang pertama mengadopsi Islam. Kerajaan yang dominan, termasuk [[Kesultanan Mataram]] (di [[Jawa Tengah]] sekarang), dan [[Kesultanan Ternate]] dan [[Kesultanan Tidore|Tidore]] di [[Kepulauan Maluku]] di timur. Pada akhir abad ke-13, Islam telah berdiri di [[ Meskipun menjadi salah satu perkembangan yang paling signifikan dalam sejarah Indonesia, bukti sejarah babak ini terkeping-keping dan umumnya tidak informatif sehingga pemahaman tentang kedatangan Islam ke Indonesia sangat terbatas. Ada perdebatan di antara peneliti tentang apa kesimpulan yang bisa ditarik tentang konversi masyarakat Nusantara kala itu.<ref name=RICKLEFS/>{{rp|3}} Bukti utama, setidaknya dari tahap-tahap awal proses konversi ini, adalah [[batu nisan]] dan beberapa kesaksian peziarah, tetapi bukti ini hanya dapat menunjukkan bahwa umat Islam pribumi ada di tempat tertentu pada waktu tertentu. Bukti ini tidak bisa menjelaskan hal-hal yang lebih rumit seperti bagaimana gaya hidup dipengaruhi oleh agama baru ini, atau seberapa dalam Islam mempengaruhi masyarakat. Dari bukti ini tidak bisa [[Cuius regio, eius religio|diasumsikan]], bahwa karena penguasa saat itu dikenal sebagai seorang Muslim, maka proses Islamisasi daerah itu telah lengkap dan mayoritas penduduknya telah memeluk Islam; namun proses konversi ini adalah suatu proses yang berkesinambungan dan terus berlangsung di Nusantara, bahkan tetap berlangsung sampai hari ini di [[Indonesia]] modern. Namun demikian, titik balik yang jelas terjadi adalah ketika Kerajaan [[Hindu]] [[Majapahit]] di Jawa dihancurkan oleh Kerajaan Islam [[Kesultanan Demak|Demak]]. Pada 1527, pemimpin perang Muslim [[Fatahillah]] mengganti nama [[Sunda Kelapa]] yang baru ditaklukkannya sebagai "Jayakarta" (berarti "kota kemenangan") yang akhirnya seiring waktu menjadi "[[Jakarta]]". [[Asimilasi budaya]] Nusantara menjadi Islam kemudian meningkat dengan cepat setelah penaklukan ini.
Baris 15 ⟶ 17:
Kesaksian awal tentang kepulauan Nusantara terlacak dari [[Kekhalifahan Abbasiyah]], menurut kesaksian awal tersebut, kepulauan Nusantara adalah terkenal di antara [[pelaut]] [[Muslim]] terutama karena kelimpahan komoditas [[perdagangan rempah-rempah]] berharga seperti [[Pala]], [[Cengkih]], [[Lengkuas]] dan banyak lainnya.<ref>http://gernot-katzers-spice-pages.com/engl/spice_geo.html#asia_southeast</ref>
Kehadiran Muslim asing di Nusantara bagaimanapun tidak menunjukkan tingkat konversi pribumi Nusantara ke Islam yang besar atau pembentukan negara Islam pribumi di Nusantara.<ref name="RICKLEFS">{{cite book | last =Ricklefs | first =M.C. | authorlink = | coauthors = | title =A History of Modern Indonesia since c.1300, 2nd Edition | publisher =MacMillan | year=1991 | location =London | url = | doi = | isbn = 0-333-57689-6}}</ref>{{rp|3}} Bukti yang paling dapat diandalkan tentang penyebaran awal Islam di Nusantara berasal dari tulisan di batu nisan dan sejumlah kesaksian peziarah. Nisan paling awal yang terbaca tertulis tahun 475 [[Tahun Hijriyah|H]] ([[1082]] [[Masehi|M]]), meskipun milik seorang Muslim asing, ada keraguan apakah nisan tersebut tidak diangkut ke Jawa di masa setelah tahun tersebut. Bukti pertama Muslim pribumi Nusantara berasal dari [[
<!-- Dikembalikan ke versi awal sampai ada referensi yang valid dan bisa diverifikasi kebenarannya. Silahkan diskusi di halaman [[Pembicaraan:Penyebaran Islam di Nusantara]].
Agar lebih jelas di sini kita kemukakan pendapat para ahli
=== - Zainal Arifin Abbas, ===
Beliau berpendapat bahwa agama Islam telah masuk di
=== - Dr. Hamka ===
Baris 25 ⟶ 27:
=== - Drs. Juned Pariduri ===
Berdasarkan penyelidikannya mengenai sebuah makan seorang [[Syekh Mukaiddin]] di Barus ([[Tapanuli]]) Makan tersebut berangkaat tahun [[Ha-Mim]] yang berarti 48 H=60 M. Kesimpulan pendapat itu, bahwa agama Islam sudah masuk di
=== - Berita Jepang ( 784 M ) ===
Baris 31 ⟶ 33:
=== - Berita Chou Ku Fei ( 1178 M ) ===
Menurut berita ini daerh di Indonesia sat itu terdpat dua tempat yang menjadi komunitas orng Ta-Shih, yaitu Fo-lo-an dan
=== - Catatan Perjalanan Marcopolo ( 1292 M ) ===
Baris 78 ⟶ 80:
=== Bagian utara Sumatra ===
[[Berkas:Minangkabaumosque.jpg|jmpl|200px| Masjid di [[
Bukti yang lebih kuat mendokumentasikan transisi budaya yang berlanjut berasal dari dua batu nisan akhir abad ke-14 dari [[Minye Tujoh]] di [[
Di [[Kampong Pande]], [[Banda Aceh]] terdapat batu nisan Sultan [[Firman Syah]], cucu dari Sultan [[Johan Syah]], yang memiliki sebuah prasasti yang menyatakan bahwa Banda Aceh adalah ibu kota [[Kesultanan Aceh Darussalam]] dan bahwa kota itu didirikan pada hari Jumat, 1 Ramadhan ([[22 April]] [[1205]]) oleh Sultan Johan Syah setelah ia menaklukkan Kerajaan Hindu-Buddha [[Indra Purba]] yang beribu kota di [[Bandar Lamuri]].
Pembentukan kerajaan-kerajaan Islam lebih lanjut di bagian Utara pulau Sumatra didokumentasikan oleh kuburan-kuburan akhir abad ke-
Pada 1520, Ali Mughayat Syah memulai kampanye militer untuk mendominasi bagian utara Sumatra. Dia menaklukkan Daya, dan mengkonversi orang-orangnya ke Islam.<ref>{{Cite web |url=http://www.kitlv.nl/pdf_documents/asia.acehnese.pdf |title=Salinan arsip |access-date=2014-07-17 |archive-date=2013-06-25 |archive-url=https://web.archive.org/web/20130625201347/http://www.kitlv.nl/pdf_documents/asia.acehnese.pdf |dead-url=yes }}</ref> Penaklukannya berlanjut ke bawah pantai timur, seperti [[Pidie]] dan [[Pasai]] menggabungkan beberapa daerah penghasil [[emas]] dan [[lada]]. Penambahan daerah-daerah tersebut akhirnya menyebabkan ketegangan internal dalam Kesultanan Aceh, karena kekuatan Aceh adalah sebagai bandar perdagangan, yang kepentingan ekonominya berbeda dari wilayah-wilayah bandar produksi.
Baris 89 ⟶ 91:
Buku ahli pengobatan [[Portugis]] [[Tome Pires]] yang mendokumentasikan pengamatannya atas Jawa dan Sumatra dari kunjungannya tahun 1512-1515, dianggap salah satu sumber yang paling penting tentang penyebaran Islam di Nusantara. Pada saat tersebut, menurut Piers, kebanyakan raja di Sumatra adalah Muslim, dari Aceh dan ke selatan sepanjang pantai timur ke [[Palembang]], para penguasanya adalah Muslim, sementara sisi selatan Palembang dan di sekitar ujung selatan Sumatra dan ke pantai barat, sebagian besar bukan. Di kerajaan lain Sumatra, seperti [[Pasai]] dan [[Suku Minangkabau|Minangkabau]] penguasanya adalah Muslim meskipun pada tahap itu warga mereka dan orang-orang di daerah tetangga bukan. Bagaimanapun, dilaporkan oleh Pires bahwa agama Islam terus memperoleh penganut baru.
Setelah kedatangan rombongan kolonial [[Portugis]] dan ketegangan yang mengikuti tentang kekuasaan atas [[perdagangan rempah-rempah]], Sultan [[Suku Aceh|Aceh]] [[Alauddin al-Kahar]] (1539-1571) mengirimkan dutanya ke Sultan [[Kesultanan Utsmaniyah]], [[Suleiman I]] tahun 1564, meminta dukungan Utsmaniyah melawan [[Kekaisaran Portugis]]. Dinasti Utsmani kemudian dikirim laksamana mereka, [[Kurtoğlu Hızır Reis]]. Dia kemudian berlayar dengan kekuatan 22 [[Xebec|kapal]] membawa tentara, peralatan militer dan perlengkapan lainnya. Menurut laporan yang ditulis oleh Laksamana Portugis [[Fernão Mendes Pinto]], armada Utsmaniyah yang pertama kali tiba di [[Aceh]] terdiri dari beberapa [[orang Turki]] dan kebanyakan [[Muslim]] dari pelabuhan [[
=== Jawa Tengah dan Jawa Timur ===
Baris 103 ⟶ 105:
Sebuah nisan Muslim bertanggal 822 H (1419 M) ditemukan di [[Gresik]], pelabuhan di Jawa Timur dan menandai makam [[Maulana Malik Ibrahim]]. Namun bagaimanapun, dia adalah orang asing non-Jawa, dan batu nisannya tidak memberikan bukti konversi pesisir Jawa. Namun Malik Ibrahim, menurut tradisi Jawa adalah salah satu dari sembilan utusan Islam di Jawa (disebut ''[[Wali Sanga]]'') meskipun tidak ada bukti tertulis ditemukan tentang tradisi ini. Pada abad ke-15-an, [[Kerajaan Majapahit]] yang kuat di Jawa berada di penurunan. Setelah dikalahkan dalam beberapa pertempuran, kerajaan [[Hindu]] terakhir di Jawa jatuh di bawah meningkatnya kekuatan [[Kesultanan Demak]] pada tahun 1520.
=== Jawa Barat dan Banten ===
''[[Suma Oriental]]'' ("Dunia Timur") yang ditulis [[Tome Pires]] melaporkan juga bahwa [[Suku Sunda]] di [[Jawa Barat]] bukanlah Muslim di zamannya, dan memang memusuhi Islam.<ref name="RICKLEFS"/> Sebuah penaklukan oleh Muslim di daerah ini terjadi pada abad ke-16. Dalam studinya tentang [[Kesultanan Banten]], [[Martin van Bruinessen]] berfokus pada hubungan antara mistik dan keluarga kerajaan, mengkontraskan bahwa proses Islamisasi dengan yang berlaku di tempat lain di Pulau Jawa:
"Dalam kasus Banten, sumber-sumber pribumi mengasosiasikan "[[tarekat]]" tidak dengan perdagangan dan pedagang, tetapi dengan raja, kekuatan magis dan legitimasi politik."<ref>{{cite journal|title=Shari`a court, tarekat and pesantren: religious institutions in the sultanate of Banten|author=Martin van Bruinessen|journal=Archipel|volume=50|pages=165–200|url=http://www.let.uu.nl/~martin.vanbruinessen/personal/publications/Banten_religious_institutions.htm|year=1995|doi=10.3406/arch.1995.3069}}</ref> Ia menyajikan bukti bahwa [[Sunan Gunung Jati]] diinisiasi ke dalam aliran "[[Najmuddin Kubra|Kubra]]", "[[Shattari]]", dan "[[Tarekat Naqsyabandiyah|Naqsyabandiyah]]" dari [[sufisme]].
=== Daerah lain ===
Tidak ada bukti dari penerapan Islam oleh orang Nusantara sebelum abad ke-
== Legenda Nusantara dan Melayu ==
Baris 130 ⟶ 132:
Berkas:Flag of the Sultanate of Gowa.svg|Bendera kesultanan Gowa
Berkas:Id-siak1.GIF|Bendera Kesultanan Demak
Berkas:Id-surak.gif||Bendera
</gallery>
|