'''Psikologi korupsi''' (''psychology of corruption'') merupakan sebuah bidang studi [[psikologi]] yang berfokus pada faktor-faktor, proses, akibat, dan dampak dari tingkah laku korupsi. Sejumlah faktor dan proses terjadinya tingkah laku ini berada pada tingkat perorangan, sosial, kultural, maupun struktural.<ref>{{Cite web|title=Psychological Mechanism of Corruption: A Comprehensive Review|url=https://scialert.net/fulltext/?doi=ajsr.2018.587.604|website=Science Alert|language=en-gb|access-date=2021-09-10}}</ref>.
Pada tingkat perorangan, sejumlah mazhab pemikiran dalam psikologi, seperti [[psikoanalisis]] dan kognitivisme mencoba untuk menjelaskan tingkah laku korupsi. Sebagai contoh, psikoanalisis, atau dikenal juga sebagai psikodinamika, menjelaskan kemunculan tingkah laku korupsi dengan meninjau rasa iri dan cemburu seseorang yang terkait dengan otoritas atau kekuasaan, konflik oedipal pada masa lalu, serta mekanisme pertahanan diri.<ref>{{Cite book|url=https://www.taylorfrancis.com/chapters/edit/10.4324/9781003196082-10/corruption-oedipal-configuration-social-mechanism-carlos-sapochnik-karen-izod|title=Corruption: oedipal configuration as social mechanism|publisher=Routledge|isbn=978-1-003-19608-2|language=en|doi=10.4324/9781003196082-10/corruption-oedipal-configuration-social-mechanism-carlos-sapochnik-karen-izod}}</ref>. [[:en:Cognitivism_(psychology)|Kognitivisme]] menjelaskan korupsi sebagai hasil dari keputusan rasional seseorang berdasarkan pemrosesan informasi dan perhitungan subjektifnya mengenai keuntungan dan kerugian serta peluang kesuksesan dan kegagalan<ref>{{Cite journal|date=2014-10-16|title=Corruptive Tendencies, Conscientiousness, and Collectivism|url=https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1877042814054901|journal=Procedia - Social and Behavioral Sciences|language=en|volume=153|pages=132–147|doi=10.1016/j.sbspro.2014.10.048|issn=1877-0428}}</ref> dari melakukan korupsi. Penjelasan pada tingkat perorangan umumnya tidak menyangkal adanya pengaruh sosial dalam terbentuknya sifat, sikap, dan dinamika tingkah laku individual. Rasa malu, misalnya, merupakan emosi moral individu yang bersifat sosial dan dapat mempengaruhi kerentanan seseorang untuk melakukan tindakan koruptif.<ref>{{Cite journal|last=Abraham|first=Juneman|last2=Pea|first2=Amanda Giovani|date=2020|title=Can proneness to moral emotions detect corruption? The mediating role of ethical judgment based on unified ethics|url=https://so04.tci-thaijo.org/index.php/kjss/article/view/231608|journal=Kasetsart Journal of Social Sciences|language=en|volume=41|issue=1|pages=152–159–152–159|issn=2452-3151}}</ref>. Contoh lain, [https://www.bernas.id/52619-korupsi-dipandang-dari-sisi-psikologi-sosial rasa takut terhadap kematian], [https://psikologi.ui.ac.id/2017/12/21/efek-diri-yang-palsu-dalam-mempengaruhi-tingkah-laku-korupsi/ diri yang palsu, pembungkaman moralitas dari internal diri], serta pola pikir seseorang, baik [[:en:Mindset#Fixed_and_growth_mindset|''mindset''pola pikir tumbuh (''growth mindset'') maupun ''mindset''pola pikir tetap (''fixed mindset'')]] mempengaruhi terjadinya tingkah laku korupsi.<ref>{{Cite journal|last=Abraham|first=Juneman|last2=Suleeman|first2=Julia|last3=Takwin|first3=Bagus|date=2018-12-01|title=The Psychology of Corruption: The Role of the Counterfeit Self, Entity Self-Theory, and Outcome-Based Ethical Mindset|url=https://papers.ssrn.com/abstract=3314532|language=en|location=Rochester, NY}}</ref>. Hal-hal ini tidak terlepas dari gejala [[Sosialisasi|sosialiasi]], interaksi sosial, sejarah perilaku dalam lingkungan, serta perbandingan sosial yang dilakukan seseorang.
Pada tingkat sosial dan kultural, korupsi dijelaskan sebagai gejala kelompok dan kebudayaan. Orientasi nilai, seperti kolektivisme, norma sosial, dan budaya organisasi mempengaruhi bagaimana pribadi yang baik dapat bertingkah laku koruptif dalam lingkungan yang koruptif.<ref>{{Cite journal|date=2014-10-16|title=Corruptive Tendencies, Conscientiousness, and Collectivism|url=https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1877042814054901|journal=Procedia - Social and Behavioral Sciences|language=en|volume=153|pages=132–147|doi=10.1016/j.sbspro.2014.10.048|issn=1877-0428}}</ref>. Di samping berpengaruh negatif, kebudayaan juga dapat berpengaruh positif. Sebagai contoh, terdapat sejumlah budaya lokal di Indonesia, seperti ''alus'' di Jawa dan ''siri’na pacce'' di Sulawesi Selatan, yang mampu menumbuhkan kepekaan dan empati kultural pada anggota budaya-budaya ini bahwa korupsi dapat merusak kebahagiaan orang lain dan karenanya tidak patut dilakukan.<ref>{{Cite web|title=Psychological Mechanism of Corruption: A Comprehensive Review|url=https://scialert.net/fulltext/?doi=ajsr.2018.587.604|website=Science Alert|language=en-gb|access-date=2021-09-10}}</ref>. Hal ini terkait juga dengan temuan penelitian di Indonesia tentang makna-makna korupsi. Salah satu makna yang menonjol dalam psike orang Indonesia adalah bahwa korupsi terkait dengan orang lain, seperti mengambil hak orang lain, merugikan orang lain. Makna ini berada di posisi paling atas dalam penghayatan orang Indonesia ketika memaknai korupsi.<ref>{{Cite journal|last=Abraham|first=Juneman|last2=Pradipto|first2=Yosef|date=2016-06-10|title=Corruption: Its Representations and Psychology in Indonesia|url=https://papers.ssrn.com/abstract=2793686|language=en|location=Rochester, NY}}</ref>. Korupsi bukan hanya dimaknai sebagai masalah penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan, tindakan pencurian yang tak bermoral, ataupun penguatamaan kepentingan pribadi. Lebih daripada itu, korupsi itu destruktif atau menghancurkan sesama, dan karenanya pencegahan korupsi perlu menekankan pesan-pesan yang tidak hanya menekankan niat perorangan, seperti "[https://perpustakaan.kpk.go.id/index.php?h=cari_lokal&kata=%E2%80%9CBerani%20Jujur,%20Hebat!%E2%80%9D Berani Jujur itu Hebat]". Yang perlu ditonjolkan, menurut hasil penelitian ini, adalah pesan bahwa jika seseorang bertingkah laku korupsi, maka [https://www.kompasiana.com/juneman/5c57ce6abde57573904b8c15/hoaks-korupsi-kata-kata-semua-membayarnya?page=all semua orang harus membayar akibat dari korupsi itu].
Pada tingkat struktural, tingkah laku korupsi dijelaskan sebagai produk dari situasi kebijakan publik yang dialami oleh masyarakat warga. Sebagai contoh, kebijakan publik yang tidak berkeadilan sosial dan cara pandang yang beredar bahwa korupsi merupakan "pelicin pembangunan"<ref>{{Cite web|date=2020-04-08|title=Korupsi Dipandang dari Sisi Psikologi Sosial|url=https://bunghattaaward.org/korupsi-dipandang-dari-sisi-psikologi-sosial/|website=Bung Hatta Anti-Corruption Award|language=en-US|access-date=2021-09-10}}</ref> dapat memicu, mendorong, dan memperparah tingkah laku korupsi. Di samping itu, hukum atau kebijakan yang secara behavioristik memberikan penguatan (''rewarding, reinforcing'') pada tingkah laku korupsi, seperti yang terjadi pada kasus [https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210728234509-12-673560/4-hakim-yang-sama-terlibat-di-sunat-vonis-djoktjan-pinangki pemotongan signifikan dalam vonis lama hukuman penjara yang harus dialami koruptor], dapat menjadi faktor struktural yang potensial menggandakan tingkah laku korupsi dalam masyarakat.
== Kontribusi Cabang Psikologi ==
Pada umumnya, cabang psikologi yang berkontribusi besar dalam mengkaji tingkah laku korupsi adalah psikologi sosial.<ref>{{Cite journal|last=Zaloznaya|first=Marina|date=2014|title=The Social Psychology of Corruption: Why It Does Not Exist and Why It Should|url=https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/soc4.12120|journal=Sociology Compass|language=en|volume=8|issue=2|pages=187–202|doi=10.1111/soc4.12120|issn=1751-9020}}</ref>. Sebagai bagian dari psikologi sosial, psikologi forensik juga berperan, misalnya dengan melakukan pemrofilan terhadap pelaku tindak pidana korupsi.<ref>{{Cite journal|last=Nee|first=Claire|last2=Button|first2=Mark|last3=Shepherd|first3=David|last4=Blackbourn|first4=Dean|last5=Leal|first5=Sharon|date=2019-01-01|title=The psychology of the corrupt: some preliminary findings|url=https://doi.org/10.1108/JFC-03-2018-0032|journal=Journal of Financial Crime|volume=26|issue=2|pages=488–495|doi=10.1108/JFC-03-2018-0032|issn=1359-0790}}</ref>. Psikologi kesehatan dan psikologi ekonomi turut berkontribusi dengan memetakan hubungan antara korupsi dan masalah kehidupan mental serta ongkos atau beban finansial yang ditimbulkannya.<ref>{{Cite journal|date=2021-05-01|title=Corruption and mental health: Evidence from Vietnam|url=https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0167268121000639|journal=Journal of Economic Behavior & Organization|language=en|volume=185|pages=125–137|doi=10.1016/j.jebo.2021.02.008|issn=0167-2681}}</ref>.
== Referensi ==
{{Reflist|2}}
[[Kategori:Budaya]]
[[Kategori:Korupsi]]
|