Tambo Minangkabau: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tambo Alam Minangkabau: Melengjapi konten
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
k Mengembalikan suntingan oleh Orangpadaeng (bicara) ke revisi terakhir oleh Amaikpiliang
Tag: Pengembalian
 
(42 revisi perantara oleh 26 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Tambo Minangkabauatau Tombo atau Tarambo atau Tarombo''' adalah karya sastra sejarah yang merekam kisah-kisah legenda-legenda yang berkaitan dengan asal usul suku bangsa, negeri dan tradisi dan alam [[Minangkabau]]. Tambo Minangkabau ditulis dalam [[bahasa Melayu]] yang berbentuk [[prosa]].
 
''Tambo'' berasal dari [[bahasa Sanskerta]], ''tambay'' yang artinya ''bermula'', kata ini berkerabat dengan ''tembey'' dalam [[bahasa Sunda]]. Dalam tradisi masyarakat Minangkabau, tambo merupakan suatu warisan turun-temurun yang disampaikan secara lisan.<ref>Sangguno Diradjo, Dt. (1954), ''Tambo Alam Minangkabau'', Balai Pustaka.</ref> Kata ''tambo'' atau ''tarambo'' dapat juga bermaksud sejarah, hikayat atau riwayat. Maknanya sama dengan kata [[babad]] dalam [[bahasa Jawa]] atau [[bahasa Sunda]].
 
== Edisi ==
Penulisan tambo MinangkabauTambo, pertama kali dijumpai dalam bentuk [[aksara Arab]] dan berbahasa Melayu. Sedangkan penulisan dalam bentuk latin baru dikenal pada awal abad ke-20, yang isinya sudah membandingkan dengan beberapa bukti sejarah yang berkaitan.<ref>Batuah A. Dt., Madjoindo A, Dt., (1957), ''Tambo Minangkabau'', Jakarta: Balai Pustaka.</ref> Naskah tambo MinangkabauMinang sebagian besar ditulis dengan huruf Arab-Melayu ([[huruf Jawi]]), dan sebagian kecil ditulis dengan [[huruf Latin]]. Jumlah naskah yang sudah ditemukan adalah 83 naskah. Judulnya bervariasi, antara lain ''Undang-Undang MinangkabauMinang'', ''Tambo Adat'', ''Adat Istiadat MinangkabauMinang'', ''Kitab Kesimpanan Adat dan Undang-Undang'', ''Undang-Undang Luhak Tiga Laras'', dan ''Undang-Undang Adat''.
 
Tambo di MinangkabauMinang secara garis besar dibagi dua bagian utama:<ref name="Navis">[[A.A. Navis]], (1984), ''Alam Terkembang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau'', Jakarta: PT. Grafiti Pers.</ref>
* Tambo alam, yang mengisahkan asal usul nenek moyang serta tentang [[Kerajaan Pagaruyung|kerajaan di Minangkabau]].
* Tambo adat, yang mengisahkan adat, sistem pemerintahan, dan undang-undang tentang pemerintahan MinangkabauMinang pada masa lalu.
 
Penyampaian kisah pada tambo umumnya tidak tersistematis, sementara kisahnya kadang kala disesuaikan dengan keperluan dan keadaan, sehingga isinya dapat berubah-ubah menurut kesenangan pendengarnya.<ref name="Navis"/>
Namun demikian pada umumnya Tambo MinangkabauMinang adalah karangan saduran, oleh sipenyadur tidak menyebutkan sumbernya sehingga seolah-olah merupakan hasil karyanya. Ada 47 buah tambo asli MinangkabauMinang yang tersimpan di berbagai perpustakaan di luar negeri, 10 diaantaranya ada di Perpustakaan Negara Jakarta, satu sama lainnya merupakan karya saduran tanpa di ketahui nama asli pengarangnya.
 
== Tambo Alam MinangkabauMinang ==
Diceritakan pada zaman dahulu kala ada seorang raja bernama ''Iskandar Zulkarnain'' ([[Aleksander Agung]]) yang berasal dari Makadunia, di benua Ruhum ([[Eropa]]). Raja Iskandar telah menaklukkan banyak daerah hingga ia tiba di Tanah Basa ([[India]]) kemudian tiba di suatu Negeri yang damai. Disana ia menikah dengan putri India dan memiliki tiga orang putra di perkirakan pada abad ke-7 Masehi masa kekuasaan zaman itu.
 
''"Manuruik Warih nan bajawek, pusako nan ditolong, ado usuanyo kalu dikaji, iyo di dalam tambo lamo, sapiah balahan tigo jurai"''
 
Iskandar Zulkarnain wafat, dalam wasiatnya ia menyuruh ketiga anaknya untuk berlayar ke timur menuju Pulau [[Alamat Langkapuri|Langkapuri]] Negeri Sembilan. Namun setengah pelayaran di dekat Pulau Sailan, timbul niat jahat anak pertama dan kedua, mereka memaksa untuk memiliki mahkota sanggahana, mahkota emas simbol pemersatu kerajaan. Akibat berebut, mahkota itu jatuh ke dasar laut dimana mahkota itu langsung dibalut oleh [[Bukit Sulang|Ular Bidai (Luday)]].
 
Semua handai taulan telah dikerahkan untuk membawa kembali mahkota tersebut, namun semuanya gagal karena tewas termakan Ular Bidai. Penasihat raja yang bernama ''Cati Bilang Pandai'' memiliki akal, ia memerintahkan para pelayan untuk membawa Camin Taruih, cermin ajaib yang dapat menangkap bayangan mahkota di dasar laut. Kemudian ia menyuruh pandai besi terhebat untuk membuat tiruan mahkota itu. Setelah selesai lalu pandai besi itu kemudian dibunuh.
Baris 24:
Mahkota tiruan itu lalu diberikan kepada putra ketiga. Saat dua kakaknya terbangun, betapa terkejutnya mereka mendapati adik bungsunya mengenakan mahkota itu. Terjadi pertengkaran hebat yang akhirnya membuat ketiga saudara itu berpisah. Anak yang pertama kembali ke Ruhum dan menjadi raja disana bergelar ''Sri Maharaja Alif''. Anak kedua pergi ke Cina dan menjadi raja bergelar ''Sri Maharaja Dipang''. Anak ketiga bergelar ''Sri Maharaja Diraja'' dan ia meneruskan perjalanan ke tenggara menuju pulau Jawa Alkibri.
 
Sayangnya kapalnya dihempaskan oleh badai dan terombang-ambing berminggu-minggu di samudra luas. Para penumpang kapal sudah sangat putus asa dan persediaan makanan hampir habis. Untungnya terlihat sebuah daratan sebesar telur itik di kejauhan yakni pulau percha yang dikenal dengan nama lain adalah [[Sumatra]]. Sri Maharaja Diraja atau ''Saimaharaja Diraja'' memerintahkan bawahannya untuk mendayung ke pulau itu. Tempat mereka berlabuh dinamakan ''Labuhan Si Tembaga'', dan pulau itu diberi nama ''Sirangkak Nan Badangkang'' karena bentuknya yang mirip kepiting. Darah yang menetes dari Maharaja Diraja yang tertua yaitu Raja Nusirwan, Raja Maghrib, Baruna Wangsa, Punku Saiharidewa, Bacitram Syah, Ampu Ratu Mamelar Paksi, Umpu Ngegalang Paksi.
 
Sesampai di pulau, kapal mengalami kerusakan. Sang raja memerintahkan siapa yang dapat memperbaiki kapal maka akan dinikahkan dengan putri-putrinya. 4 orang pengawal menyanggupi tugas itu mereka ialah ''Harimau Campo, Anjing Mualim, Kambing Hutan, dan Kucing Siam''. Di pulau itu lalu dibuat pemukiman ''Lagundi nan Baselo''.
 
Rupanya pulau tersebut adalah puncak sebuah gunung, yaitu [[Gunung Marapi]] yang saat itu masih terendam oleh banjir bandang zaman dahulu. Berkat kekuasaan tuhan air laut berangsur-angsur surut, daerah baru yang luas pun terbuka. Dibuatlah ekspedisi untuk membuat pemukiman baru dengan cara meneroka (menebang dan membakar hutan). Di pemukiman yang baru, adat mulai ditulis dan raja memerintah dengan adil sehingga rakyat senang dan kebudayaan serta permainan anak negeri pun berkembang. Desa yang rakyatnya beriang-riang itu kemudian dinamakan Nagari [[Pariangan, Pariangan, Tanah Datar|Pariangan]].
 
Lambat laun desa Pariangan mengalami pertambahan penduduk dan menjadi semakin sempit. Seorang hulubalang bernama Datuak Bandaro Kayo pergi mencari daerah baru untuk ditinggali. Ia menebas hutan dengan pedang panjang, sehingga daerah baru itupun dinamai Nagari [[Padang Panjang]].
Baris 36:
''dibaliak telong nan batali,''
''dari mano turun niniak moyang kito,''
''dari lereng gunuang marapi bukik seguntang-guntang"''
 
YangHyang dipertuanDipatuan Sri Maharaja Diraja menikah dengan Puti Indo Jelito, mereka dikaruniai anak laki-laki yang bernama DatuakDatu' KatumangguanganKatumanggungan. Setelah Sri Maharaja Diraja meninggal, Puti Indo Jelito menikah lagi dengan penasihat raja, Cati Bilang Pandai. Pernikahan ini dikaruniai 6 orang anak: DatuakDatu' Parpatiah Nan Sabatang, DatuakDatu' SuriSiri Dirajo, Puti Reno Gadis, Puti Reno Judah, Puti Ambun Suri, dan Puti Jamilan.
 
Saat Nagari Pariangan dan Padang Panjang mulai penuh, dilakukanlah ekspedisi perluasan wilayah kembali. DatuakDatu' KatumangguanganKatumanggungan memimpin rombongan yang nantinya mendirikan Luhak Tanah Datar. DatuakDatu' Parpatiah Nan Sabatang dan rombongannya mendirikan Luhak Agam. Sedangkan luhak ketiga, Luhak Limo Puluah Koto, didirikan oleh DatuakDatu' Sri Maharajo Nan Banego-nego. Ketiga daerah ini disebut Luhak Nan Tigo.<ref>{{Cite web |url=http://repo.unand.ac.id/4763/4/0%2005%2006%202015%20Isi%20Buku%20Kecil%20Sejarah%20Situs2%20Budaya%20%20%20Minangkabau%20di%20Jorong%20Batur.pdf |title=Salinan arsip |access-date=2021-09-20 |archive-date=2021-03-28 |archive-url=https://web.archive.org/web/20210328133854/http://repo.unand.ac.id/4763/4/0%2005%2006%202015%20Isi%20Buku%20Kecil%20Sejarah%20Situs2%20Budaya%20%20%20Minangkabau%20di%20Jorong%20Batur.pdf |dead-url=yes }}</ref><ref>{{Cite web |url=https://www.perpusbunghatta.com/geografi |title=Salinan arsip |access-date=2021-09-20 |archive-date=2021-09-20 |archive-url=https://web.archive.org/web/20210920213113/https://www.perpusbunghatta.com/geografi |dead-url=yes }}</ref>
 
== Tambo Adat ==
Adat MinangkabauMinang terdapat 4 bagian:
#Adaik Nan Sabana Adaik. Adat asli yang tidak lapuk oleh panas, tidak lekang oleh hujan. AdatContohnya iniaturan berisisyariat ketentuanagama adatIslam yangdalam bersifatkehidupan. intiAdat danini mencerminkan identitas Minangkabau seperti hukum pewarisan, pembagian tanahbersifat ulayat,"babuhua pengangkatanmati" kepala(tidak suku,bisa dlldiubah).
#
#Adat Istiadaik. Berisikan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di tengah masyarakat.
#Adaik Nan Diadaikkan. Contohnya adat Matrilineal sehingga suku/klan diturunkan dari Ibu ke anak-anaknya, kepemimpinan adat diturunkan dari Mamak ke Kamanakan laki-laki dan Pusako Tinggi diturunkan dari Ibu ke Anak perempuan. Adat ini bersifat "babuhua mati" (tidak bisa diubah).
#Adaik Nan Diadaikkan. Berisikan undang-undang beserta hukum yang berlaku.
#Adaik Nan Taradaik. Contoh ragam adat dalam prosesi pengangkatan Penghulu, Pernikahan, dan sebagainya. Adat ini bersifat "babuhua sentak" (bisa berubah sesuai perkembangan zaman atau kebutuhan).
#Adaik Nan Taradaik. Merupakan konsensus atau mufakat bersama dari masyarakat.
#Adat Istiadaik. Berisikan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di tengah masyarakat baik dibidang Kesenian, Olah Raga, dan sebagainya. Adat ini bersifat "babuhua sentak" (bisa berubah sesuai perkembangan zaman atau kebutuhan).
 
== Tambo lain dalam budaya MinangkabauMinang ==
Selain Tambo Minangkabau, jugaJuga dikenal tambo lain dalam tradisi MinangkabauMinang. Contohnya [[Tambo Adat Alam Naning]] di [[Negeri Sembilan]], [[Malaysia]], dan Tambo Adat Bayang Nan Tujuh Koto. {{fact}}
 
== Referensi ==
Baris 56 ⟶ 57:
 
== Bacaan lainnya ==
* Djamaris, Edwar (1991). ''Tambo MinangkabauMinang''. Jakarta: Balai Pustaka
* Zuriati (2007). ''Undang-Undang MinangkabauMinang dalam Perspektif Ulama Sufi''. Padang: Fakultas Sastra Universitas Andalas.
 
== Pranala luar ==
* [http://www.cimbuak.net/content/view/1253/7/ Parole Tambo, da Matetika Alam MinangkabauMinang] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20081011055840/http://www.cimbuak.net/content/view/1253/7/ |date=2008-10-11 }}
* [http://www.jannaton.net/salasilah/RanjiTamboMinangkabau.pdf Ranji Tambo MinangkabauMinang] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20090420010220/http://www.jannaton.net/salasilah/RanjiTamboMinangkabau.pdf |date=2009-04-20 }}
* Dra. Kencana S. Pelawi, et al. (1993) "[http://repositori.kemdikbud.go.id/13488/ Tambo Minang]" Jakarta : Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara - Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
{{indo-stub}}
 
[[Kategori:Sastra Minangkabau]]