Jepang pascapendudukan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tegarrifqi (bicara | kontrib) |
k Perbaikan untuk PW:CW (Fokus: Minor/komestika; 1, 48, 64) + genfixes |
||
(3 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 16:
Perpecahan politik LDP menghalangi konsensus dalam Diet pada akhir 1970-an. Kematian mendadak Perdana Menteri [[Masayoshi Ōhira|Masayoshi Ohira]] tepat sebelum pemilihan Juni 1980, bagaimanapun, menimbulkan suara simpati untuk partai dan memberi perdana menteri baru, [[Zenkō Suzuki|Zenko Suzuki]], sebuah mayoritas bekerja. Suzuki segera tersapu dalam [[Kontroversi buku pelajaran sejarah Jepang|kontroversi atas penerbitan buku teks]] yang bagi banyak orang tampak sebagai penutup agresi Jepang dalam Perang Dunia II. Insiden ini, dan masalah fiskal yang serius, menyebabkan kabinet Suzuki, yang terdiri dari banyak faksi LDP, jatuh.
[[Yasuhiro Nakasone]], seorang konservatif yang didukung oleh faksi Tanaka dan Suzuki yang masih kuat yang pernah menjabat sebagai direktur jenderal [[Kementerian Pertahanan (Jepang)|Badan Pertahanan]], menjadi perdana menteri pada November 1982. Pada November 1984, Nakasone dipilih untuk masa jabatan kedua sebagai presiden LDP. Kabinetnya menerima peringkat yang luar biasa tinggi, respons positif 50% dalam jajak pendapat selama masa jabatan pertamanya, sementara partai-partai oposisi mencapai titik terendah baru dalam dukungan rakyat. Saat ia pindah ke masa jabatan keduanya, Nakasone dengan demikian memegang posisi yang kuat di Diet dan bangsa.<ref>Kenneth B. Pyle, "In pursuit of a grand design: Nakasone betwixt the past and the future". ''Journal of Japanese Studies'' 13.2 (1987): 243–270. {{jstor|132470}}
Meskipun dinyatakan bersalah atas penyuapan pada tahun 1983, Tanaka pada awal hingga pertengahan 1980-an tetap menjadi kekuatan di belakang layar melalui kendalinya atas aparat informal partai, dan ia melanjutkan sebagai penasihat berpengaruh bagi Nakasone yang lebih berpikiran internasional. Berakhirnya masa jabatan Nakasone sebagai perdana menteri pada Oktober 1987 (masa jabatan dua tahun keduanya telah diperpanjang selama satu tahun) merupakan titik penting dalam sejarah Jepang modern. Hanya lima belas bulan sebelum pensiunnya Nakasone, LDP secara tak terduga telah memenangkan mayoritas terbesarnya di DPR dengan mengamankan 304 dari 512 kursi. Pemerintah dihadapkan pada krisis yang semakin meningkat. Harga tanah meningkat pesat karena [[penggelembungan harga aset di Jepang]], inflasi meningkat pada tingkat tertinggi sejak 1975, pengangguran mencapai rekor tertinggi 3,2%, kebangkrutan merajalela, dan ada dendam politik atas reformasi pajak yang diusulkan LDP. Pada musim panas 1987, indikator ekonomi menunjukkan tanda-tanda pemulihan, tetapi pada 20 Oktober 1987, pada hari yang sama Nakasone secara resmi menunjuk penggantinya, [[Noboru Takeshita]], [[Bursa Saham Tokyo|Pasar Saham Tokyo]] jatuh. Ekonomi Jepang dan sistem politiknya telah mencapai titik balik dalam perkembangan pascaperang mereka yang akan terus berlanjut hingga tahun 1990-an.
==
{{Main|Sejarah ekonomi Jepang}}
Baris 29:
Pertengahan 1960-an mengantarkan jenis baru perkembangan industri ketika ekonomi membuka diri terhadap persaingan internasional di beberapa industri dan mengembangkan manufaktur berat dan kimia. Sedangkan tekstil dan manufaktur ringan mempertahankan profitabilitas mereka secara internasional, produk lain, seperti mobil, elektronik, kapal, dan peralatan mesin diasumsikan penting baru. Nilai tambah untuk manufaktur dan pertambangan tumbuh pada tingkat 17% per tahun antara tahun 1965 dan 1970. Tingkat pertumbuhan moderat menjadi sekitar 8% dan merata antara sektor industri dan jasa antara tahun 1970 dan 1973, seperti perdagangan ritel, keuangan, real estate , teknologi informasi, dan industri jasa lainnya merampingkan operasi mereka.
Pemerintah LDP, melalui lembaga seperti [[Kementerian Perdagangan dan Perindustrian Internasional]] (MITI), mendorong pengembangan industri Jepang di luar negeri sambil membatasi bisnis perusahaan asing di dalam negeri. Praktek-praktek ini, ditambah dengan ketergantungan pada Amerika Serikat untuk pertahanan, memungkinkan ekonomi Jepang meningkat secara eksponensial selama [[Perang Dingin]]. Pada tahun 1980, banyak produk Jepang, khususnya mobil dan elektronik, diekspor ke seluruh dunia, dan sektor industri Jepang adalah yang terbesar kedua di dunia setelah AS. Pola pertumbuhan ini [[Dekade yang Hilang (Jepang)|stagnasi setelah 1991.]]<ref>Takeo Hoshi, and Anil K. Kashyap. "Will the US and Europe avoid a lost decade? Lessons from Japan’s postcrisis experience." ''IMF Economic Review'' 63.1 (2015): 110-163. [http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.739.4629&rep=rep1&type=pdf online]
[[Olimpiade Musim Panas 1964]] di Tokyo menandai kemunculan kembali Jepang di arena internasional: perkembangan Jepang pascaperang ditunjukkan melalui inovasi seperti jaringan kereta berkecepatan tinggi [[Shinkansen]]. Pada tahun 1968, kantor modern pertama [[pencakar langit]] yang disebut [[Gedung Kasumigaseki]] dibangun di Jepang. Memiliki 36 lantai dan tingginya 156 meter.<ref name=turns30>{{cite web|title=Japan's first skyscraper turns 30|url=http://www.japantimes.co.jp/news/1998/04/17/national/japans-first-skyscraper-turns-30/|website=Japan Times|archive-url=https://web.archive.org/web/20150324102656/http://www.japantimes.co.jp/news/1998/04/17/national/japans-first-skyscraper-turns-30/#.VRE8CuHdVVc|archive-date=2015-03-24|date=1998-04-17}}</ref>
Baris 47:
Jepang telah membangun kembali hubungan dengan [[Republik Tiongkok (1912–1949)|Republik Tiongkok]] setelah Perang Dunia II, dan hubungan baik dipertahankan dengan pemerintah nasionalis ketika diasingkan ke [[Taiwan]], sebuah kebijakan yang memenangkan Jepang dari permusuhan Republik Rakyat Tiongkok, yang didirikan pada tahun 1949. Setelah pemanasan umum hubungan antara Tiongkok dan negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat, yang mengejutkan Jepang dengan pemulihan hubungan yang tiba-tiba dengan Beijing pada tahun 1971 ([[Diplomasi ping-pong]]), Tokyo menjalin hubungan dengan Beijing pada tahun 1972. Kerja sama yang erat di bidang ekonomi menyusul.
[[
Di bawah perdana menteri [[Kakuei Tanaka]] (1972–74), Jepang mengambil sikap yang lebih kuat tetapi tetap rendah hati dengan terus meningkatkan pengeluaran pertahanannya dan mengurangi friksi perdagangan dengan Amerika Serikat. Pemerintahan Tanaka juga ditandai dengan pembicaraan tingkat tinggi dengan Amerika Serikat, [[Uni Soviet|Soviet]], dan para pemimpin Tiongkok, jika hasilnya beragam. Kunjungannya ke [[Indonesia]] dan [[Thailand]] memicu kerusuhan, sebuah manifestasi dari [[sentimen anti-Jepang]] yang sudah berlangsung lama.
Beberapa kunjungan ramah antara Perdana Menteri [[Yasuhiro Nakasone]] dan [[
Masalah lain dalam [[hubungan Amerika Serikat dengan Jepang]] adalah surplus perdagangan Jepang yang meningkat, yang mencapai rekor tertinggi selama masa jabatan pertama Nakasone. Amerika Serikat menekan Jepang untuk memperbaiki ketidakseimbangan, menuntut Tokyo menaikkan nilai yen dan membuka pasarnya lebih jauh untuk memfasilitasi lebih banyak impor dari Amerika Serikat. Karena pemerintah Jepang membantu dan melindungi industri utamanya, hal itu dituduh menciptakan keunggulan kompetitif yang tidak adil. Tokyo setuju untuk mencoba menyelesaikan masalah ini tetapi umumnya mempertahankan kebijakan industrinya dan membuat konsesi pada pembatasan perdagangannya dengan sangat enggan, hanya membuat sangat sedikit kesepakatan dengan AS.
== Budaya ==
Jepang terus mengalami [[Westernisasi]]
Selama periode ini, Jepang juga mulai muncul sebagai pengekspor budaya. Kaum muda di seluruh dunia mulai mengonsumsi film ''[[kaiju]]'' (monster), ''[[anime]]'' (animasi), ''[[manga]]'' (buku komik), dan lainnya budaya Jepang modern. Penulis Jepang seperti [[Yasunari Kawabata]] dan [[Yukio Mishima]] menjadi tokoh sastra populer di Amerika dan Eropa. Tentara Amerika yang kembali dari pendudukan membawa serta cerita dan artefak, dan generasi berikutnya dari pasukan AS di Jepang berkontribusi pada aliran [[seni bela diri]] dan budaya lain dari negara tersebut.
Baris 116:
* Van Sant, John, Peter Mauch, and Yoneyuki Sugita. ''Historical Dictionary of United States-Japan Relations'' (Scarecrow Press, 2007).
===
* Allinson, Gary D. "Politics in Contemporary Japan: Pluralist Scholarship in the Conservative Era--A Review Article." ''Journal of Asian Studies'' (1989): 324-332 [https://www.jstor.org/stable/2057381 online].
* Campbell, John Creighton, and Ethan Scheiner. "Fragmentation and power: Reconceptualizing policy making under Japan's 1955 system." ''Japanese Journal of Political Science'' 9.1 (2008): 89–113.
* Fukui, Haruhiro. "Studies in Policymaking: A Review of the Literature", in T.J. Pempel (ed.), ''Policymaking in Contemporary Japan'' (Cornell UP, 1977), pp.
* Hashimoto, Akiko. ''The long defeat: cultural trauma, memory, and identity in Japan'' (Oxford University Press, 2015).
|