Tan Jin Sing: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android |
Wagino Bot (bicara | kontrib) |
||
(22 revisi perantara oleh 8 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 10:
|term_start = 1813
|term_end = 1831
|monarch = '''Sultan:'''<br>[[Hamengkubuwana II]]<br>[[Hamengkubuwana III]]<br>[[Hamengkubuwana IV]]<br>[[Hamengkubuwana V]]<br>'''Gubernur-Jenderal pada masa kekuasaan [[Britania]]:'''<br>[[Thomas Stamford Bingley Raffles]]<br>[[John Fendall]]<br>'''Gubernur-Jenderal pada masa kekuasaan [[Belanda]] Kedua:'''<br>[[Godert van der Capellen]]<br>[[Hendrik Merkus de Kock]]<br>[[Johannes van den Bosch]]
|office2 = [[Wali Kota Yogyakarta|Kadipaten Yogyakarta]]
|order2 =
Baris 39:
|party =
|spouse = [[U Li]]
|parents = [[Demang Beber]] (ayah) <br> Raden Ajeng Patrawijaya (putri dari [[
|children =
|alma_mater =
Baris 49:
|footnotes =
|relations = [[Yap Sa Ting Ho]] (mertua) }}
'''Tan Jin Sing''' (1760-1831) adalah seorang kapiten Tionghoa di [[Karesidenan Kedu|Kedu]] (1793-1803) dan [[Yogyakarta]] (1803-1813).
'''Tan Jin Sing''' (1760-1831) adalah seorang kapiten Tionghoa di [[Karesidenan Kedu|Kedu]] (1793-1803) dan [[Yogyakarta]] (1803-1813). Atas jasanya dalam membantu Inggris menggulingkan [[Sultan Hamengkubuwana II|Sultan Sepuh]] dan mengangkat [[Hamengkubuwana III|Sultan Hamengkubuwana III]] (ayah [[Pangeran Diponegoro]]) ke tahta, ia diangkat sebagai bupati (''Bupati Nayoko'') pada tanggal 18 September 1813 oleh [[Thomas Stamford Bingley Raffles]] dengan gelar '''Kanjeng Raden Tumenggung Secadiningrat'''.<ref name="budi">Budi Susanto (editor). 2003. ''Identitas dan Postkolonialitas di Indonesia''. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. ISBN 979-21-0851-3.</ref> Dengan demikian, ia menjadi cikal bakal salah satu dari tiga keturunan Tionghoa di dalam lingkungan Keraton Yogyakarta, yaitu ''Trah Secodiningrat'', sementara dua keturunan lain adalah ''Trah Honggodrono'' dan ''Trah Kartodirjo''.<ref name=eka>Sutirman Eka Ardhana. 21 November 2013. [http://tirmankalis.blogspot.co.id/2013/11/lurahing-pacino-kapitan-tan-jin-sing.html Lurahing Pacino Kapitan Tan Jin Sing].</ref>▼
==
Tan Jin Sing
Tan Jin Sing lantas diangkat oleh Oei The Long, seorang kapitan
== Pengangkatan sebagai bupati ==
▲
Meskipun memiliki jasa besar terhadap Hamengkubuwana III, pengangkat Tan Jin Sing sebagai bupati memicu kontroversi karena perannya dalam peristiwa [[Geger Sepehi]] telah membuatnya dibenci oleh pihak keraton yang membela Sultan Sepuh. Ia juga dibenci oleh kalangan etnis Tionghoa karena dianggap bertanggung jawab dalam peristiwa pembantaian etnis Tionghoa dalam peristiwa [[Perang Diponegoro]].<ref name=budi/><ref name="carey">Peter Carey. 2014. ''Takdir: Riwayat Pangeran Diponegoro (1785-1855)''. Penerjemah: Bambang Murtianto. Editor: Mulyawan Karim. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. ISBN 978-979-709-799-8.</ref>▼
Namun hal ini adalah pemberian jabatan yang dilakukan di bawah tekanan. Pemberian sebuah jabatan kepada seseorang yang merupakan keturunan Tionghoa seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya di Keraton Yogyakarta. Walaupun sebelumnya, pada periode pra-[[Perjanjian Giyanti|Giyanti]], hal serupa pernah terjadi, di mana keturunan Tionghoa menjadi pemungut pajak petani di wilayah pesisir utara Jawa. Hal ini sebelumnya malah dilarang oleh [[Hamengkubuwana I]] di mana orang keturunan Tionghoa dilarang memiliki hubungan dekat dengan keluarga kerajaan karena hal ini dapat memicu perselisihan. Pengangkatan Tan Jin Sing sebagai bupati juga menjadi pemicu sentimen anti-Tionghoa selama Perang Diponegoro.<ref name=":0" />
==Jasa-jasanya menemukan Borobudur==▼
Tan Jin Sing berjasa besar dalam membuat kemegahan Candi Borobudur dikenal dunia. Candi Borobudur awalnya ditemukan oleh anak buah Tan Jin Sing. Setelahnya, Tan Jin Sing sendiri mengeksplor candi tersebut dan meminta Sir Thomas Stamford Raffles untuk melakukan restorasi.▼
==Keterlibatan dalam Geger Sepehi==
▲Meskipun memiliki jasa besar terhadap Hamengkubuwana III, pengangkat Tan Jin Sing sebagai bupati memicu kontroversi karena perannya dalam peristiwa [[Geger Sepehi]] telah membuatnya dibenci oleh pihak keraton yang membela Sultan Sepuh. Ia juga dibenci oleh kalangan etnis Tionghoa karena dianggap bertanggung jawab dalam peristiwa pembantaian etnis Tionghoa dalam peristiwa [[Perang Diponegoro]].<ref name="budi" /><ref name="carey">Peter Carey. 2014. ''Takdir: Riwayat Pangeran Diponegoro (1785-1855)''. Penerjemah: Bambang Murtianto. Editor: Mulyawan Karim. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. ISBN 978-979-709-799-8.</ref>
Saat penyerangan [[Inggris]] terhadap keraton, Tan Jin Sing berjasa dalam penyelamatan rombongan purtra mahkota Hamengkubuwana III, termasuk Diponegoro, saat mereka dikepung prajurit sipahi di jalan Ngasem waktu sedang mencari perlindungan di Taman Sari. Setelah HB III menjadi sultan pada 21 Juni 1812, Tan Jing Sing terus berjasa dalam negosiasi dengan Inggris tentang perjanjian baru antara pemerintah Inggris dan keraton-keraton Jawa tengah-selatan. Karena jasanya itulah beliau diangkat sebagai seorang tumenggung Keraton Yogyakarta dan tanah apanase 800 cacah (keluarga petani penggarap), terutama di [[Loano]], Bagelen Utara.<ref name=":1">{{Cite book|last=Carey|first=Peter|date=2022|title=Percakapan Dengan Diponegoro|location=Jakarta|publisher=KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)|isbn=978-602-481-900-2|pages=178-179|url-status=live}}</ref>
▲Tan Jin Sing berjasa besar dalam membuat kemegahan Candi Borobudur dikenal dunia. Candi Borobudur awalnya ditemukan oleh anak buah Tan Jin Sing. Setelahnya, Tan Jin Sing sendiri mengeksplor candi tersebut dan meminta
==Akhir Hayat==
Tan Jin Sing dikucilkan oleh masyarakat Jawa sekaligus masyarakat Tionghoa dalam akhir hayatnya dan meninggal secara relatif miskin pada Mei 1831. Meskipun setelah mendapatkan posisi istimewa setelah tahun 1812 dan mendapatkan koneksi bagus dengan pejabat Eropa (baik Inggris dan Belanda) maupun Keraton selama pemerintahan HB III dan HB IV namun menimbulkan kecemburuan dan dibenci kalangan [[Konservatisme tradisional|konservatif]] Istana karena sudah merebut hak-hak istimewa untuk dirinya sendiri. Sayangnya dia juga dijauhi dan dicurigai oleh komunitas Tionghoa karena posisi politiknya yang unik dan sikapnya yang meninggalkan adat Tionghoa. Posisi aneh ini menggantung tidak nyaman diantara tiga dunia (dunia Cina, Eropa, dan Jawa) disimpulkan dengan bagus dalam [[pantun]] cerdik Yogyakarta: "''Cina wurung, Londo durung, Jawa tanggung''" (bukan lagi Cina, belum jadi Belanda, seorang Jawa setengah matang).<ref name=":1" />
Tan Jin Sing meninggal pada tahun 1831 pada usia 71. Jejak-jejak kehidupan Tan Jin Sing lainnya bisa ditemukan di Kampung Ketandan, Yogyakarta.{{Butuh rujukan}}
== Kultur populer ==
Baris 75 ⟶ 84:
* T.S. Werdoyo. 1990. "''Tan Jin Sing: dari kapiten Cina sampai Bupati Yogyakarta''". Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. ISBN 979-444-101-5.
[[Kategori:Tokoh Yogyakarta]]
|