Tan Jin Sing: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
Wagino Bot (bicara | kontrib)
 
(15 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 39:
|party =
|spouse = [[U Li]]
|parents = [[Demang Beber]] (ayah) <br> Raden Ajeng Patrawijaya (putri dari [[AmangkuratPatih IVDanuredjo I|SunanRT AmangkuratYudhonegoro IVIII]] )(ibu) <br> Oei The Long, kapitan China di Wonosobo (ayah angkat)
|children =
|alma_mater =
Baris 49:
|footnotes =
|relations = [[Yap Sa Ting Ho]] (mertua) }}
'''Tan Jin Sing''' (1760-1831) adalah seorang kapiten Tionghoa di [[Karesidenan Kedu|Kedu]] (1793-1803) dan [[Yogyakarta]] (1803-1813).
'''Tan Jin Sing''' (1760-1831) adalah seorang kapiten Tionghoa di [[Karesidenan Kedu|Kedu]] (1793-1803) dan [[Yogyakarta]] (1803-1813). Atas jasanya dalam membantu Inggris menggulingkan [[Sultan Hamengkubuwana II|Sultan Sepuh]] dan mengangkat [[Hamengkubuwana III|Sultan Hamengkubuwana III]] (ayah [[Pangeran Diponegoro]]) ke tahta, ia diangkat sebagai bupati (''Bupati Nayoko'') pada tanggal 18 September 1813 oleh [[Thomas Stamford Bingley Raffles]] dengan gelar '''Kanjeng Raden Tumenggung Secadiningrat'''.<ref name="budi">Budi Susanto (editor). 2003. ''Identitas dan Postkolonialitas di Indonesia''. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. ISBN 979-21-0851-3.</ref> Dengan demikian, ia menjadi cikal bakal salah satu dari tiga keturunan Tionghoa di dalam lingkungan Keraton Yogyakarta, yaitu ''Trah Secodiningrat'', sementara dua keturunan lain adalah ''Trah Honggodrono'' dan ''Trah Kartodirjo''.<ref name=eka>Sutirman Eka Ardhana. 21 November 2013. [http://tirmankalis.blogspot.co.id/2013/11/lurahing-pacino-kapitan-tan-jin-sing.html Lurahing Pacino Kapitan Tan Jin Sing].</ref>
 
==Biografi==
Tan Jin Sing lahirterlahir dengan nama Raden Luwar dari pasangan Demang Beber dari Wonosobo dan Raden Ajeng Patrawijaya,putri dari SunanPatih AmangkuratDanuredjo IV.I/RT Yudhonegoro III.
Tan Jin Sing lantas diangkat oleh Oei The Long, seorang kapitan ChinaCina dari Wonosobo setelah bapaknya meninggal dan ibunya tidak mampu merawat. Pada usia 11 tahun, Tan Jin Sing sudah menguasai lima bahasa, yaitu [[Bahasa Belanda|Belanda]], [[Bahasa Inggris|Inggris]], [[Bahasa Jawa|Jawa]], [[Bahasa Hokkian|Hokkian]], [[Bahasa Mandarin|Mandarin]]. Tan Jin Sing sendiri diketahui memang memiliki dua istri, satu dari kalangan Keraton sementara satunya adalah keturunan Tionghoa bermarga Yap.{{Butuh rujukan}}
 
== Pengangkatan sebagai bupati ==
==Jasa-jasanya membantu Inggris dan Belanda==
'''Tan Jin Sing''' (1760-1831) adalah seorang kapiten Tionghoa di [[Karesidenan Kedu|Kedu]] (1793-1803) dan [[Yogyakarta]] (1803-1813). Atas jasanya dalam membantu Inggris menggulingkan [[Sultan Hamengkubuwana II|Sultan Sepuh]] dan mengangkat [[Hamengkubuwana III|Sultan Hamengkubuwana III]] (ayah [[Pangeran Diponegoro]]) ke tahta, ia diangkat sebagai bupati (''Bupati Nayoko'') pada tanggal 18 September 1813 oleh [[Thomas Stamford Bingley Raffles|Thomas Stamford Raffles]] dengan gelar '''Kanjeng Raden Tumenggung Secadiningrat'''.<ref name="budi">Budi Susanto (editor). 2003. ''Identitas dan Postkolonialitas di Indonesia''. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. ISBN 979-21-0851-3.</ref> Dengan demikian, ia menjadi cikal bakal salah satu dari tiga keturunan Tionghoa di dalam lingkungan Keraton Yogyakarta, yaitu ''Trah Secodiningrat'', sementara dua keturunan lain adalah ''Trah Honggodrono'' dan ''Trah Kartodirjo''.<ref name="eka">Sutirman Eka Ardhana. 21 November 2013. [http://tirmankalis.blogspot.co.id/2013/11/lurahing-pacino-kapitan-tan-jin-sing.html Lurahing Pacino Kapitan Tan Jin Sing].</ref> Selain diangkat sebagai bupati bagi [[Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat|Keraton Yogyakarta]], ia juga mendapatkan lahan sebesar 800 cacah yang sebagian besar berada di Loano di bagian timur Bagelen.<ref name=":0">{{Cite book|last=Carey|first=P. B. R.|last2=A. Noor|first2=Farish|date=2022|url=https://www.worldcat.org/oclc/1348391104|title=Ras, kuasa, dan kekerasan kolonial di Hindia Belanda, 1808-1830|location=Jakarta|publisher=Kepustakaan Populer Gramedia|isbn=978-602-481-656-8|edition=|pages=97-98|others=|oclc=1348391104|url-status=live}}</ref>
Meskipun memiliki jasa besar terhadap Hamengkubuwana III, pengangkat Tan Jin Sing sebagai bupati memicu kontroversi karena perannya dalam peristiwa [[Geger Sepehi]] telah membuatnya dibenci oleh pihak keraton yang membela Sultan Sepuh. Ia juga dibenci oleh kalangan etnis Tionghoa karena dianggap bertanggung jawab dalam peristiwa pembantaian etnis Tionghoa dalam peristiwa [[Perang Diponegoro]].<ref name=budi/><ref name="carey">Peter Carey. 2014. ''Takdir: Riwayat Pangeran Diponegoro (1785-1855)''. Penerjemah: Bambang Murtianto. Editor: Mulyawan Karim. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. ISBN 978-979-709-799-8.</ref>
 
Namun hal ini adalah pemberian jabatan yang dilakukan di bawah tekanan. Pemberian sebuah jabatan kepada seseorang yang merupakan keturunan Tionghoa seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya di Keraton Yogyakarta. Walaupun sebelumnya, pada periode pra-[[Perjanjian Giyanti|Giyanti]], hal serupa pernah terjadi, di mana keturunan Tionghoa menjadi pemungut pajak petani di wilayah pesisir utara Jawa. Hal ini sebelumnya malah dilarang oleh [[Hamengkubuwana I]] di mana orang keturunan Tionghoa dilarang memiliki hubungan dekat dengan keluarga kerajaan karena hal ini dapat memicu perselisihan. Pengangkatan Tan Jin Sing sebagai bupati juga menjadi pemicu sentimen anti-Tionghoa selama Perang Diponegoro.<ref name=":0" />
==Jasa-jasanya menemukan Borobudur==
Tan Jin Sing berjasa besar dalam membuat kemegahan Candi Borobudur dikenal dunia. Candi Borobudur awalnya ditemukan oleh anak buah Tan Jin Sing. Setelahnya, Tan Jin Sing sendiri mengeksplor candi tersebut dan meminta Sir Thomas Stamford Raffles untuk melakukan restorasi.
 
==Keterlibatan dalam Geger Sepehi==
==Rumah Tan Jin Sing==
Meskipun memiliki jasa besar terhadap Hamengkubuwana III, pengangkat Tan Jin Sing sebagai bupati memicu kontroversi karena perannya dalam peristiwa [[Geger Sepehi]] telah membuatnya dibenci oleh pihak keraton yang membela Sultan Sepuh. Ia juga dibenci oleh kalangan etnis Tionghoa karena dianggap bertanggung jawab dalam peristiwa pembantaian etnis Tionghoa dalam peristiwa [[Perang Diponegoro]].<ref name="budi" /><ref name="carey">Peter Carey. 2014. ''Takdir: Riwayat Pangeran Diponegoro (1785-1855)''. Penerjemah: Bambang Murtianto. Editor: Mulyawan Karim. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. ISBN 978-979-709-799-8.</ref>
Rumah Tan Jin Sing berlokasi di Kampung Ketandan, [[Yogyakarta]]. Sebagai kapitan yang berpengaruh sekaligus bupati, rumah Tan Jin Sing sebenarnya tergolong mewah.
 
Saat penyerangan [[Inggris]] terhadap keraton, Tan Jin Sing berjasa dalam penyelamatan rombongan purtra mahkota Hamengkubuwana III, termasuk Diponegoro, saat mereka dikepung prajurit sipahi di jalan Ngasem waktu sedang mencari perlindungan di Taman Sari. Setelah HB III menjadi sultan pada 21 Juni 1812, Tan Jing Sing terus berjasa dalam negosiasi dengan Inggris tentang perjanjian baru antara pemerintah Inggris dan keraton-keraton Jawa tengah-selatan. Karena jasanya itulah beliau diangkat sebagai seorang tumenggung Keraton Yogyakarta dan tanah apanase 800 cacah (keluarga petani penggarap), terutama di [[Loano]], Bagelen Utara.<ref name=":1">{{Cite book|last=Carey|first=Peter|date=2022|title=Percakapan Dengan Diponegoro|location=Jakarta|publisher=KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)|isbn=978-602-481-900-2|pages=178-179|url-status=live}}</ref>
Kala itu, areal rumahnya membentang dari perempatan Ketandan hingga Jalan Ahmad Yani. Sayangnya, kini bagian rumah yang tersisa hanyalah satu sub bangunan di Jalan Ketandan Lor.
 
==Jasa-jasanyaPenemuan menemukanCandi Borobudur==
Jika dilihat dari bentuk bangunan dan ruang-ruang yang ada, sub bagian rumah yang tersisa tersebut diperkirakan adalah bagian kantor.
Tan Jin Sing berjasa besar dalam membuat kemegahan Candi Borobudur dikenal dunia. Candi Borobudur awalnya ditemukan oleh anak buah Tan Jin Sing. Setelahnya, Tan Jin Sing sendiri mengeksplor candi tersebut dan meminta Sir Thomas Stamford Raffles untuk melakukan restorasi.{{Butuh rujukan}}
 
==Akhir Hayat==
Selain itu, ada pula bagian istal kuda yang masih tersisa. Jika dikira-kira, luas rumah Tan Jin Sing dulu mencapai satu hektare.
Tan Jin Sing dikucilkan oleh masyarakat Jawa sekaligus masyarakat Tionghoa dalam akhir hayatnya dan meninggal secara relatif miskin pada Mei 1831. Meskipun setelah mendapatkan posisi istimewa setelah tahun 1812 dan mendapatkan koneksi bagus dengan pejabat Eropa (baik Inggris dan Belanda) maupun Keraton selama pemerintahan HB III dan HB IV namun menimbulkan kecemburuan dan dibenci kalangan [[Konservatisme tradisional|konservatif]] Istana karena sudah merebut hak-hak istimewa untuk dirinya sendiri. Sayangnya dia juga dijauhi dan dicurigai oleh komunitas Tionghoa karena posisi politiknya yang unik dan sikapnya yang meninggalkan adat Tionghoa. Posisi aneh ini menggantung tidak nyaman diantara tiga dunia (dunia Cina, Eropa, dan Jawa) disimpulkan dengan bagus dalam [[pantun]] cerdik Yogyakarta: "''Cina wurung, Londo durung, Jawa tanggung''" (bukan lagi Cina, belum jadi Belanda, seorang Jawa setengah matang).<ref name=":1" />
 
Tan Jin Sing meninggal pada tahun 1831 pada usia 71. Jejak-jejak kehidupan Tan Jin Sing lainnya bisa ditemukan di Kampung Ketandan, Yogyakarta.{{Butuh rujukan}}
Bagian dalam rumah Tan Jin Sing sendiri didominasi warna putih dengan kusen hijau muda. Dari kejauhan, atap rumah ini terlihat bak joglo khas Jawa.
 
Meski begitu, travelers juga dapat melihat perpaduan gaya arsitektur khas Tionghoa dan Eropa. Salah satu yang menarik adalah bentuk pintu depannya dan juga pilar-pilar besar yang menghiasi.
 
Sementara, bagian lantai rumah Tan Jin Sing memiliki ubin kuno khas bangunan Belanda zaman dulu. Di bagian belakang rumah, ada pula halaman yang cukup besar.
 
Sayangnya, bagian dalam rumah tersebut tampak tak terurus karena proses perbaikan masih berjalan. Ya, rumah Tan Jin Sing kini memang sudah dibeli oleh Pemda Yogyakarta dan tengah direstorasi.
 
Setelah restorasi selesai, rumah ini pun rencananya akan dijadikan sebuah museum yang membahas sejarah peranakan secara makro dan juga kisah Tan Jin Sing selaku pemiliknya dulu.
 
==Meninggal==
Tan Jin Sing meninggal pada tahun 1831 pada usia 71. Jejak-jejak kehidupan Tan Jin Sing lainnya bisa ditemukan di Kampung Ketandan, Yogyakarta.
 
== Kultur populer ==
Baris 94 ⟶ 84:
 
* T.S. Werdoyo. 1990. "''Tan Jin Sing: dari kapiten Cina sampai Bupati Yogyakarta''". Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. ISBN 979-444-101-5.
 
{{indo-bio-stub}}
 
[[Kategori:Tokoh Yogyakarta]]