Kesultanan Bulungan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k -no blog-
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(25 revisi perantara oleh 17 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox Former Country
| native_name = كسولتانن بولوڠن
| conventional_long_name = Kesultanan Bulungan
| common_name = Kesultanan Bulungan
| continent = Asia
| region = Asia Tenggara
|status status =
| government_type = Monarki
| image_flag = Bulungan Sultanate Flag.jpg
| image_coat = Lambang Kesultanan Bulungan.png=
| year_start = 1731
|event1 event1 = Masuk wilayah [[Indonesia]]
| year_event1 = 1949
| event_end = Peristiwa Bultiken
| year_end = 1964|
| p1 = Kesultanan Berau
|
|p1 flag_p1 = East Borneo Sultanate = Kesultanan BerauFlags.png
|flag_p1 p2 = Kesultanan Sulu
|p2 flag_p2 = Late 19th Century =Flag Kesultananof Sulu.svg
|flag_p2 s1 = Late 19th Century Flag of Sulu.svgIndonesia
|s1 flag_s1 = Flag =of Indonesia.svg
|flag_s1 flag_s2 = Flag of IndonesiaMalaysia.svg
| image_map =
| image_map_caption = |
| capital = [[Tanjung Palas, Bulungan|Tanjung Palas]]
|
|capital common_languages = [[TanjungBahasa Palas, Bulungan|Tanjung PalasMelayu]] (dialek Bulungan)
| religion = [[Islam]] (resmi){{br}}[[Bungan]]{{br}}[[Animisme]]
|common_languages = [[Bahasa Melayu]] (dialek Bulungan)
|religion currency = [[Islam]] (resmi){{br}}[[Kaharingan]]{{br}}[[Animisme]]= |
|currency title_leader =
| leader1 =
|
|title_leader year_leader1 =
|leader1 leader2 =
|year_leader1 year_leader2 =
|leader2 leader3 =
|year_leader2 year_leader3 = |
|leader3 stat_year1 =
|year_leader3 stat_area1 =
| stat_pop1 =
|
|stat_year1 today = {{flag|Indonesia}}
|stat_area1 image_flag2 = East Borneo Sultanate Flags.png
|stat_pop1 flag_caption = '''Kanan''': Bendera kesultanan pada abad ke-19
}}
|today = {{flag|Indonesia}} {{flagicon|malaysia}} [[Malaysia]]
|flag_s2=Flag of Malaysia.svg}}
 
'''Kesultanan Bulungan''' atau '''Bulongan'''<ref>{{nl}} {{cite book|pages=2|url=http://books.google.co.id/books?id=JRQ5AQAAIAAJ&dq=Sulthan%20Soerian%20Sjach&hl=id&pg=PA9#v=onepage&q=Sulthan%20Soerian%20Sjach&f=false|title=De bandjermasinsche krijg van 1859-1863|first=[[Willem Adriaan van Rees|Willem Adriaan]]|last=Rees|publisher=D. A. Thieme|year=1865}}</ref> adalah [[kesultanan]] yang pernah menguasai wilayah pesisir [[Kabupaten Bulungan]], [[Kabupaten Tana Tidung]], [[Kabupaten Malinau]], [[Kabupaten Nunukan]], [[Kota Tarakan]] dan, [[Tawau]], [[Kalabakan]], dan sebagian [[Semporna]] [[Sabah]] sekarang. Kesultanan ini berdiri pada tahun [[1731]], dengan raja pertama bernama [[Wira Amir]] gelarbergelar ''Amiril Mukminin'' ([[1731]]–[[1777]]), dan Raja Kesultanan Bulungan yang terakhir atau ke-13 adalah Datuk Tiras gelarbergelar [[Sultan Maulana Muhammad Djalalluddin]] ([[1931]]-[[1958]]).<ref>{{id}}[http://www.bulungan.go.id/v01/bulungan/sejarah-bulungan/hari-jadi-dan-sejarah.html Sejarah Bulungan di situs Kabupaten Bulungan] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070927235922/http://www.bulungan.go.id/v01/bulungan/sejarah-bulungan/hari-jadi-dan-sejarah.html |date=2007-09-27 }}</ref>

Negeri Bulungan (Negeri Merancang) bekas daerah milik "negara[[Kesultanan Berau"]] yang telah memisahkan diri<ref>[http://bumibatiwakkal.blogspot.com/2009/01/historis-asal-usul-berau.html Historis asal usul berau ]</ref> sehingga dalam perjanjian [[Kesultanan Banjar]] dengan VOC-Belanda dianggap sebagai bagian dari "[[Kesultanan Berau|negara (Berau]]" (Berauadalah bekas [[vazal]] Banjar yang diserahkan kepada VOC-Belanda).<ref>{{en}} (1848){{cite journal|pages=438 |url=http://books.google.co.id/books?id=sJAaAQAAIAAJ&dq=Fran%C3%A7ois%20Wittert.&pg=PA438#v=onepage&q&f=false|title=The Journal of the Indian archipelago and eastern Asia|volume=2}}</ref><ref>http://bunyoro-kitara.org/73.html</ref> Pada kenyataannya sampaisebelum tahun 1850, [[Bulungan]] beradamerupakan dibagian bawah dominasidari [[Kesultanan Sulu]].<ref name="indonesianhistory.info">{{en}} (2007){{cite web|url=http://www.indonesianhistory.info/map/borneo1850.html?zoomview=1|title=Borneo in 1850|publisher=Robert Cribb|date=|work=Digital Atlas of Indonesian History|accessdate=1 August 2011|archive-date=2012-06-10|archive-url=https://web.archive.org/web/20120610194305/http://www.indonesianhistory.info/map/borneo1850.html?zoomview=1|dead-url=yes}}</ref>
 
== Sejarah Kerajaan Bulungan ==
Baris 49 ⟶ 50:
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM De sultan van Bulungan en zijn echtgenote Borneo TMnr 10001599.jpg|210px|ka|jmpl|[[Muhammad Maulana Jalaluddin|Sultan Jalaluddin]] bersama permaisuri (tahun [[1940]]).]]
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Roeiwedstrijden met prauwen op de rivier bij het schip waarmee bestuursambtenaren zijn gearriveerd voor een bezoek aan de Sultan van Boeloengan TMnr 60041533.jpg|jmpl|ka|210px|Atraksi ''Mendayung'' saat kedatangan pejabat kolonial ke Kesultanan Bulungan (hingga 1930).]]
Berdirinya Kerajaan Bulungan tidak dapat dipisahkan dengan mitos ataupun legenda yang hidup secara turun-temurun dalam masyarakat. LegendaMenurut bersifat lisan dan merupakan cerita rakyat yang dianggap oleh yang empunya cerita sebagai suatu kejadian yang benar-benar terjadi. Karena sifatnya yang tidak tertulis dan sering kali mengalami distorsi maka sering kali pula dapat jauh berbeda dengan kisah aslinya. Yang demkian itulah disebut dengan ''folk history'' (sejarah kolektif). '''Kuwanyi'''legenda, adalah nama seorangKuwanyi―seorang pemimpin suku bangsa [[Dayak Hupan]] (Dayak Kayan) karena tinggal di hilir [[Sungai Kayan|Sungai Kayan—]], <nowiki/>mula-mula mendiami sebuah perkampungan kecil yang penghuninya hanya terdiri atas kurang lebih 80 jiwa di tepi [[Sungai Payang]], cabang [[Sungai Pujungan]]. Karena kehidupan penduduk sehari-hari kurang baik, maka mereka pindah ke hilir sebuah sungai besar yang bernama [[Sungai Kayan]].
 
Suatu hari '''Kuwanyi''' pergi berburu ke hutan, tetapi tidak seekorpunseekor binatang pun yang diperolehnya, kecuali seruas bambu besar yang disebut bambu betung dan sebutir telur yang terletak di atas tunggul kayu Jemlay. Bambu dan telur itu dibawanya pulang ke rumah. Dari bambu itu keluar seorang anak laki-laki dan ketika telur itu dipecah ke luar pula seorang anak perempuan. Kedua anak ini dianggap sebagai kurniakarunia para Dewadewa. Kuwanyi dan istrinya memelihara anak itu baik-baik sampai dewasa. Ketika keduanya dewasa, maka masing-masing diberi nama '''Jauwiru''' untuk yang laki-laki dan yang perempuan bernama '''Lemlai Suri'''. Keduanya dikawinkan oleh Kuwanyi.
 
Kisah ''Jauwiru'' dan ''Lemlai Suri'' kini diabadikan dengan didirikannya sebuah ''Monumen Telor Pecah''. Monumen tersebut terletak di antara Jl. sengkawitSengkawit dan Jl. Jelarai, [[Tanjung Selor, Bulungan|Kota Tanjung Selor]], yang mengingatkan kita tentang cikal bakal berdirinya kesultanan Bulungan.
 
'''Bulungan''', berasal dari perkataan ''Bulu Tengon'' ([[Bahasa Bulungan]]), yang artinya bambu betulan. Karena adanya perubahan dialek bahasa Melayu maka berubah menjadi “Bulungan”. Dari sebuah bambu itulah terlahir seorang calon pemimpin yang diberi nama ''Jauwiru''. DanDari dalamanak perjalananketurunan sejarah keturunanJauwiru, lahirlah kesultanan Bulungan. Setelah Kuwanyi wafat maka Jauwiru menggantikan kedudukan sebagai ketua suku bangsa Dayak (Hupan). Kemudian Jauwiru mempunyai seorang putera bernama '''Paran Anyi'''.
 
Paran Anyi tidak mempunyai seorang putera, tetapi mempunyai seorang puteri yang bernama ''Lahai Bara'' yang kemudian kawin dengan seorang laki-laki bernama ''Wan Paren'', yang menggantikan kedudukannya. Dari perkawinan ''Lahai Bara'' dan ''Wan Paren'' lahir seorang putera bernama '''Si Barau''' dan seorang puteri bernama '''Simun Luwan'''. Pada masa akhir hidupnya, ''Lahai Bara'' mengamanatkan kepada anak-anaknya supaya “''Lungunlungun''” yaituatau peti matinya diletakkan di sebelah hilir [[sungai Kipah]]. Lahai Bara mewariskan tiga macam benda pusaka, yaitu [[ani-ani]] (''kerkapan'')., ''Kedabangkedabang'', sejenis tutup kepala dan sebuah dayung (''bersairuk''). Tiga jenis barang warisan ini menimbulkan perselisihan antara Si Barau dan saudaranya, '''Simun Luwan'''. Akhirnya Simun Luwan berhasil mengambil dayung dan pergi membawa serta peti mati Lahai Bara.
 
Karena kesaktian yang dimiliki oleh Simun Luwan, hanya dengan menggoreskan ujung dayung pada sebuah tanjung dari sungai Payang, maka tanjung itu terputus dan hanyut ke hilir sampai ke tepi Sungai Kayan, yang sekarang terletak di kampung Long Pelban. Di Huluhulu kampung Long PelbanPeleban inilah peti mati Lahai Bara dikuburkan. Menurut kepercayaan, seluruh keturunan Lahai Bara, terutama keturunan raja-raja Bulungan, dahulu tidak ada seorangpun yang berani melintasi kuburan Lahai Bara ini, karena takut kutukan Si Barau ketika bertengkar dengan Simun Luwan. Bahwa siapa saja dari keturunan Lahai Bara bilayang melewati peti matinya niscaya tidak akan selamat. ''Tanjung hanyut itu'' sampai sekarang oleh suku-suku bangsa Dayak Kayan dinamakan ''Busang Mayun'', artinya ''Pulau Hanyut''.
 
Kepergian '''Simun Luwan''' disebabkan oleh perselisihan dengan saudaranya sendiri, saat itu merupakan permulaan perpindahan suku-suku bangsa Kayan, meninggalkan tempat asal nenek moyang mereka di sungai Payang menuju sungai Kayan, dan menetap tidak jauh dari [[Kota Tanjung Selor]], ibu kota [[Kabupaten Bulungan]] sekarang. Suku bangsa Kayan hingga sekarang masih terdapat di beberapa perkampungan di sepanjang sungai Kayan, di hulu Tanjung Selor, di Kampung [[Tanjung Palas Barat, Bulungan|Long Mara]], [[Antutan, Tanjung Palas, Bulungan|Antutan]] dan [[Pimping, Tanjung Palas Utara, Bulungan|Pimping]]. ''Simun Luwan'' mempunyai suami bernama ''Sadang'', dan dari perkawinan mereka lahir seorang anak perempuan bernama ''Asung Luwan''. Asung Luwan kawin dengan seorang bangsawan dari [[Brunei]], yaitu '''Datuk Mencang'''.
 
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Groepsportret met Maulana Mohamad Djalaloeddin Sultan van Boeloengan op zijn troon TMnr 60041528.jpg|jmpl|ka|210px|Para kerabat Kesultanan Bulungan]]
Sejak pemerintahan Datuk Mencang inilah timbulnuyaberdirinya '''kerajaanKerajaan Bulungan'''. Datuk Mencang adalah salah seorang putera Raja Brunei di [[Kalimantan Utara]] yang telah mempunyai bentuk pemerintahan teratur. Datuk Mencang berlabuh di muara sungai Kayan Karenakarena kehabisan persediaan air minum. Dengan sebuah perahu kecil Datuk Mencang dan ''Datuk Tantalani'' menyusuri sungai Kayan mencari air tawar, tetapi suku bangsa Kayan sudah siap menghadang kedatangan mereka. Mujur pihakPihak Datuk Mencang dan Datuk Tantalani cukup bijaksana dapat mengatasi keadaan dan berhasil mengadakan perdamaian dengan penduduk asli sungai Kayan. Dari hasil perdamaian ini akhirnya Datuk Mencang kawin dengan Asung Luwan, salah seorang puteri keturunan Jauwiru.
 
Menurut legenda, lamaran Datuk Mencang atas Asung Luwan ditolak, kecuali Pangeranpangeran dari Brunei itu sanggup mempersembahkan maskawin berupa kepala ''Sumbang Lawing'', pembunuh '''Sadang''', kakaknya. Melalui perjuangan, ketangkasan dan kecerdasan, akhirnya Datuk Mencang dapat mengalahkan Sumbang Lawing. Perang tanding dilakukan dengan uji ketangkasan membelah jeruk yang bergerak dengan senjata. Datuk Mencang lebih unggul dan meme-nangkanmemenangkan uji ketangkasan tersebut.
 
Setelah ''Asung Luwan'' menikah dengan ''datukDatuk Mencang'' ([[1555]]-[[1594]]), berakhirlah masa pemerintahan di daerah Bulungan yang dipimpin oleh Kepalakepala Adatadat/Suku,suku karena sejak ''Datuk Mencang'' memimpin daerah [[Bulungan]], pemimpinnya disebut sebagai ''Kesatria/Wira''.
 
== Sultan Bulungan ==
Berikut adalah daftar Sultan Bulungan, daftar berikut masih belum sempurna, karena ada tahun yang hilang serta nama yang tidak diketahui.<ref>{{en}}[http://www.rulers.org/indotrad.html Indonesian traditional polities]</ref>
=== Masa Pemerintahan Yangyang Dipimpin Oleholeh Seorang Kesatria/Wira ===
Seorang [[bangsawan]] dari [[Brunei Darussalam|Kesultanan Brunei]] bernama Datuk Mencang menjadi pendiri Kerajaan Bulungan. Ia menikah dengan Asung Luwan.<ref>{{Cite journal|last=Koestoer|first=Raldi Hendro|date=2017|title=Geo-Ekonomi Politik Nunukan dalam Konstelasi Perbatasan: Studi Kasus Pembangunan Nunukan, Kalimanta Utara dan Implikasinya pada Kemampuan Bela Negara|url=https://www.kemhan.go.id/wp-content/uploads/2018/01/wiraindowebnovdeskomplit.pdf|journal=Wira|publisher=Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan|volume=69|issue=53|pages=29|issn=1693-0231}}</ref> Masa kekuasaan Datuk Mencang dimulai pada tahun 1555 M dan berakhir pada tahun 1594 M.
* [[Datuk Mencang]] (Seorang bangsawan dari Brunei), beristrikan Asung Luwan(1555-1594)
* [[Singa Laut]], Menantu dari Datuk Mencang (1594-1618)
* Wira Kelana, Putera Singa Laut (1618-1640)
* Wira Keranda, Putera Wira Kelana (1640-1695)
* Wira Digendung, putraPutera Wira Keranda (1695-1731)
* Wira Amir, Putera Wira Digendung Gelar Sultan Amiril Mukminin (1731-1777)
 
=== Masa Pemerintahan Yangyang Dipimpin Oleholeh Seorang Sultan ===
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Datoe Mansoei eerste rijksgrote van Boeloengan Borneo TMnr 10001681.jpg|jmpl|ka|Datu Mansyur (1925-1930)]]
* Aji Muhammad/Sultan Alimuddin bin Muhammad Zainul Abidin/Sultan Amiril Mukminin/Wira Amir (1777-1817)
Baris 92 ⟶ 93:
* Sultan Kasimuddin
* Datu Mansyur (1925-[[1930]]), Pemangku jabatan sultan
* Maulana Ahmad Sulaimanuddin (1930-[[1931]]) menikah dengan Tengku Lailan Syafinah binti alm. Tuanku Sultan Abdul Aziz Abdul Jalil Rakhmat Shah (Sultan [[Kabupaten Langkat|Langkat]])<ref>[http://www.lenteratimur.com/malam-jahanam-di-bulungan/ Malam Jahanam di Bulungan ]</ref>
* Maulana Muhammad Jalaluddin ([[1931]]-1958)
 
Penjajah Belanda menaklukkan [[Kesultanan Berau]] pada tahun 1834.<ref>{{Cite book|last=FInandar, disusulF.,dkk.|date=1983|url=https://repositori.kemdikbud.go.id/14101/1/Sejarah%20perlawanan%20terhadap%20imperialisme%20dan%20kolonialisme%20di%20kalimantan%20timur.PDF|title=Sejarah Perlawanan terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Kalimantan Timur|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|editor-last=Leirissa, R. Z., Kutoyo, S., dan Kartadarmadja, M. S.|pages=81|url-status=live}}</ref> Penaklukkan kemudian berlanjut hingga penaklukan[[Kesultanan Kutai Kertanegara ing Martapura|Kesultanan Kutai]] takluk pada tahun 1848, dan kemudian terhadapKesultanan Bulungan yangpada ditandaitahun dengan1850 datanganinyamenandatangani kontrak politik antara Sultan Bulungan dengan Belanda pada tahun 1850. Bersemangat untuk memerangi pembajakan dan perdagangan budak, dan bersedia untuk melawan pembajakan dan perdagangan budak, Belanda mulai untuk campur tangan di wilayah Bulungan.
 
Dalam tahun 1853, Bulungan sudah dimasukkan dalam wilayah pengaruh Belanda.<ref>[http://books.google.co.id/books?id=j8kZAQAAIAAJ&dq=adji%20mandoera&pg=RA1-PA357#v=onepage&q&f=true {{nl}} Verhandelingen en Berigten Betrekkelijk het Zeewegen, Zeevaartkunde, de Hydrographie, de Koloniën, Volume 13, 1853]</ref>
 
Sampai tahun 1850, [[Bulungan]] berada di bawah [[Kesultanan Sulu]].<ref name="indonesianhistory.info"/> Selama periode ini, kapal Sulu pergi ke [[Tarakan]] dan kemudian di Bulungan untuk perdagangan langsung dengan [[Tidung]]. Pengaruh ini berakhir pada [[1878]] dengan penandatanganan perjanjian antara Inggris dan Spanyol ([[Protokol Madrid 1885]]) yang dirancang untuk menghilangkan pengaruh Kesultanan Sulu.
 
Pada 1881, Perusahaan North Borneo Chartered dibentuk, yang sekarang merupakan wilayah Sabah, di bawah yurisdiksi Inggris, tetapi Belanda mulai menolak. Kesultanan itu akhirnya dimasukkan dalam pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1880-an. Orang Belanda menginstal sebuah pos pemerintah di [[Tanjung Selor]] pada tahun [[1893]]. Pada tahun 1900-an, seperti banyak negara-negara kerajaan lain di kepulauan ini, Sultan terpaksa menandatangani Korte Verklaring, pernyataan "singkat" yang mengharuskan Sultan menjual sebagian besar kekuasaannya atas tanah hulu.
 
Orang Belanda akhirnya mengakui perbatasan antara dua wilayah hukum pada tahun [[1915]]. Kesultanan ini dikenakan status sebagai wilayah Zelfbestuur, "administrasi sendiri", pada tahun 1928, seperti banyak kerajaan-kerajaan lain di Nusantara yang dikuasai Belanda.
 
Penemuan minyak oleh BPM (Bataafse Petroleum Maatschappij) di [[Pulau Bunyu]] dan [[Tarakan]] telah memberikan kontribusi sangat penting bagi perekonomian Bulungan, terutama untuk orang Belanda, menjadikan Tarakan sebagai pusat industri minyak pada saat itu.
 
Dalam tahun 1853, Bulungan sudah dimasukkan dalam wilayah pengaruh Belanda.<ref>[http://books.google.co.id/books?id=j8kZAQAAIAAJ&dq=adji%20mandoera&pg=RA1-PA357#v=onepage&q&f=true {{nl}} Verhandelingen en Berigten Betrekkelijk het Zeewegen, Zeevaartkunde, de Hydrographie, de Koloniën, Volume 13, 1853]</ref> Sampai tahun 1850, [[Bulungan]] berada di bawah [[Kesultanan Sulu]].<ref name="indonesianhistory.info" /> Selama periode ini, kapal Sulu pergi ke [[Tarakan]] dan kemudian di Bulungan untuk perdagangan langsung dengan [[Tidung]]. Pengaruh ini berakhir pada [[1878]] dengan penandatanganan perjanjian antara Inggris dan Spanyol ([[Protokol Madrid 1885]]) yang dirancang untuk menghilangkan pengaruh Kesultanan Sulu.
Setelah pengakuan kemerdekaan Indonesia dari Kerajaan Belanda, wilayah Bulungan menerima status sebagai Wilayah Swapraja Bulungan atau "wilayah otonom" di Republik Indonesia pada tahun 1950, yaitu Daerah Istimewa setingkat kabupaten pada tahun 1955. Sultan terakhir, Jalaluddin, meninggal pada tahun 1958. Kesultanan Bulungan dihapuskan secara sepihak pada tahun 1964 dalam peristiwa berdarah yang dikenal sebagai Tragedi Bultiken (Bulungan, Tidung, dan Kenyah) dan wilayah Kesultanan Bulungan hanya menjadi kabupaten yang sederhana.
 
Pada 1881, Perusahaan ''North Borneo Chartered'' dibentuk, yang sekarang merupakan wilayah Sabah, di bawah yurisdiksi Inggris, tetapi Belanda mulai menolak. Kesultanan itu akhirnya dimasukkan dalam pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1880-an. Orang Belanda menginstalmendirikan sebuah pos pemerintah di [[Tanjung Selor]] pada tahun [[1893]]. Pada tahun 1900-an, seperti banyak negara-negara kerajaan lain di kepulauan ini, Sultan terpaksa menandatangani ''Korte Verklaring'', pernyataan "singkat" yang mengharuskan Sultan menjual sebagian besar kekuasaannya atas tanah hulu.
== Tragedi Bultiken ==
Tragedi Bultiken adalah peristiwa pembantaian yang dilakukan oleh tentara Indonesia yang dipimpin oleh Letnan B.Simatupang, atas perintah Pangdam IX Mulawarman saat itu yaitu Brigadir Jendral Suhario terhadap para petinggi dan keluarga kerajaan Kesultanan Bulungan, serta aksi pembakaran istana Bulungan dan penjarahan serta perampasan harta benda milik Kesultanan Bulungan yang juga dilakukan oleh para tentara tersebut.
 
Orang Belanda akhirnya mengakui perbatasan antara dua wilayah hukum pada tahun [[1915]]. Kesultanan ini dikenakandiberikan status sebagai wilayah Zelfbestuur,''zelfbestuur'' "administrasi sendiri",([[swapraja]]) pada tahun 1928, seperti banyak kerajaan-kerajaan lain di Nusantara yang dikuasai Belanda. Penemuan minyak oleh [[Bataafsche Petroleum Maatschappij]] (BPM) di [[Pulau Bunyu]] dan [[Tarakan]] telah memberikan kontribusi sangat penting bagi perekonomian Bulungan, terutama untuk orang Belanda, yang menjadikan Tarakan sebagai pusat industri minyak pada saat itu.
Tragedi ini bermula pada subuh dinihari, Jumat, 3 Juli 1964, ketika sepasukan tentara dari satuan tempur Brawijaya 517 tiba-tiba mengepung istana Kesultanan Bulungan, dan berakhir setelah istana Bulungan yang bertingkat dua habis dibakar oleh para tentara tersebut selama dua hari dua malam hingga rata dengan tanah pada hari Jumat, 24 Juli 1964.
 
Setelah pengakuan kemerdekaan Indonesia dari Kerajaan Belanda, wilayah Bulungan menerima status sebagai Wilayah [[Swapraja]] Bulungan atau "wilayah otonom" di Republik Indonesia pada tahun 1950, yaitu Daerah Istimewa setingkat kabupaten pada tahun 1955. Sultan terakhir, Jalaluddin, meninggal pada tahun 1958. Kesultanan Bulungan dihapuskan secara sepihak pada tahun 1964 dalam peristiwa berdarah yang dikenal sebagai [[Tragedi Bultiken]] (Bulungan, Tidung, dan Kenyah) dan wilayah Kesultanan Bulungan hanya menjadi kabupaten yang sederhana.
Selama terjadi pengepungan tersebut satu per satu bangsawan Bulungan diculik, ditangkap dan dibunuh. Puncaknya adalah ketika pada Sabtu malam, 18 Juli 1964, istana Raja Muda dibakar, dan Raja Muda Datu Mukemat diculik dan dieksekusi dilaut antara Tarakan dan Pulau Bunyu, dengan cara dia diikat dan diberi beban batu pemberat, selanjutnya ditembak dan dibuang kelaut.
 
== Referensi ==
Baris 129 ⟶ 119:
 
== Pranala luar ==
* {{id}} [http://www.bulungan.go.id/v01/pariwisata/pariwisata/sejarah-dan-ziarah.html Wisata Sejarah di Kabupaten Bulungan] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070616012620/http://www.bulungan.go.id/v01/pariwisata/pariwisata/sejarah-dan-ziarah.html |date=2007-06-16 }}
 
{{Kerajaan di Kalimantan}}