Tuhan personal: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
←Membuat halaman berisi ''''Tuhan pribadi''', atau '''dewa-dewi pribadi''', adalah Tuhan yang dapat dikaitkan sebagai sebuah pribadi,<ref>{{cite web|url=http://plato.stanford.edu/entries/concepts-god/ |title=Stanford Encyclopedia of Philosophy's concepts of God |publisher=Plato.stanford.edu |access-date=2018-04-16}}</ref> alih-alih sebagai kekuatan impersonal, seperti "Yang Mutlak", "Segalanya", atau "Dasar Keberadaan". Dalam kitab suci agama-agama Abrahamik, Tu...' |
|||
(47 revisi perantara oleh 8 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Tuhan|representations}}'''Tuhan personal''', '''Tuhan pribadi''', atau '''dewa-dewi
Dalam kitab suci [[agama Abrahamik|agama-agama Abrahamik]], Tuhan digambarkan sebagai pencipta pribadi, berbicara
Sebuah survei pada tahun 2019 oleh [[Pew Research Center]] melaporkan bahwa
==Dalam agama Abrahamik==
▲Sebuah survei pada tahun 2019 oleh Pew Research Center melaporkan bahwa, dari orang dewasa AS, 70% memandang bahwa "Tuhan adalah pribadi yang dengannya manusia dapat menjalin hubungan", sementara 15% percaya bahwa "Tuhan adalah kekuatan impersonal."<ref>{{cite web |url=http://www.pewforum.org/2008/06/01/chapter-1-religious-beliefs-and-practices/#ii-religious-beliefs |title=Chapter 1: Religious Beliefs and Practices |at=II. Religious Beliefs: God |work=U.S. Religious Landscape Survey: Religious Beliefs and Practices |publisher=[[Pew Research Center]]'s Religion & Public Life Project |date=1 June 2008 }}</ref> Sementara survei tahun 2019 oleh National Opinion Research Center melaporkan bahwa 77,5% orang dewasa AS percaya pada Tuhan pribadi.<ref>{{cite web |url=http://www.norc.org/PDFs/Beliefs_about_God_Report.pdf |title=Beliefs about God across Time and Countries |at=Table 3: Believing in a Personal God (2019) |last=Smith |first=Tom W. |publisher=[[National Opinion Research Center|NORC at the University of Chicago]] |date=18 April 2012 }}</ref> Survei Lanskap Agama 2014 yang dilakukan oleh Pew melaporkan bahwa 77% orang dewasa AS percaya pada Tuhan pribadi.<ref>{{cite web |url=http://www.pewforum.org/2015/11/03/u-s-public-becoming-less-religious/pf-2015-11-03_rls_ii-27/ |title=Most Christians Believe in a Personal God, Others Tend to See God as Impersonal Force |work=U.S. Public Becoming Less Religious |publisher=[[Pew Research Center]]'s Religion & Public Life Project |date=29 October 2015 }}</ref>
==
Teologi Yahudi menyatakan bahwa Tuhan bukanlah suatu pribadi manusia. Pandangan ini juga ditentukan beberapa kali dalam [[Perjanjian Lama]], yang dianggap oleh orang Yahudi sebagai otoritas yang tak terbantahkan untuk iman mereka (Hosea 11 9: "Akulah Tuhan, dan bukan manusia". Bilangan 23 19: "Tuhan bukan manusia.", bahwa Ia harus berdusta". 1 Samuel 15 29: "
▲Teologi Yahudi menyatakan bahwa Tuhan bukanlah suatu pribadi. Pandangan ini juga ditentukan beberapa kali dalam Perjanjian Lama, yang dianggap oleh orang Yahudi sebagai otoritas yang tak terbantahkan untuk iman mereka (Hosea 11 9: "Akulah Tuhan, dan bukan manusia". Bilangan 23 19: "Tuhan bukan manusia.", bahwa Ia harus berdusta". 1 Samuel 15 29: "Ia bukanlah manusia, sehingga Ia harus bertobat"). Namun, sering ada referensi tentang karakteristik antropomorfik Tuhan dalam Alkitab Ibrani seperti "Tangan Tuhan." Yudaisme berpendapat bahwa hal ini harus dianggap hanya sebagai kiasan. Tujuan mereka adalah untuk membuat Tuhan lebih dapat dipahami oleh pembaca manusia. Karena Tuhan berada di luar pemahaman manusia, ada berbagai cara untuk menggambarkannya. Dia dikatakan sebagai pribadi (dalam arti kemampuan orang untuk berdoa kepada Tuhan) dan impersonal (dalam arti ketidakmampuan orang untuk mencapai Tuhan): Dia memiliki hubungan dengan ciptaannya tetapi melampaui semua hubungan.<ref>{{cite web|url=http://www.jewfaq.org/g-d.htm |title=Judaism 101: The Nature of G-d |publisher=Jewfaq.org |access-date=2018-04-16}}</ref>
===
Dalam kasus kepercayaan Kristen pada Trinitas, apakah Roh Kudus itu impersonal atau pribadi,<ref>{{cite web |last=Fairchild |first=Mary |url=http://christianity.about.com/od/topicalbiblestudies/a/whoisholyspirit.htm |title=Who Is the Holy Spirit? Third Person of the Trinity |publisher=Christianity.about.com |access-date=2018-04-16 |archive-date=2011-07-27 |archive-url=https://web.archive.org/web/20110727132027/http://christianity.about.com/od/topicalbiblestudies/a/whoisholyspirit.htm |dead-url=yes }}</ref> adalah subyek perdebatan,<ref name="spotlightministries.org.uk">{{cite web|url=http://www.spotlightministries.org.uk/personhoodofthespirit.htm |title=Is the Holy Spirit a Person or an Impersonal Force? |publisher=Spotlightministries.org.uk |date=1973-12-08 |access-date=2018-04-16}}</ref> para ahli pneumatologi masih memperdebatkan masalah tersebut. Yesus (atau [[Allah Anak]]) dan [[Allah Bapa]] diyakini sebagai dua pribadi atau aspek dari
===
{{Utama|Allah (Islam)}}
Islam menolak doktrin Inkarnasi dan gagasan tentang tuhan pribadi antropomorfik, karena dianggap merendahkan transendensi Tuhan. Al-Qur'an menetapkan kriteria transendental mendasar dalam ayat berikut: "Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia" [Qur'an 42:11]. Oleh karena itu, Islam dengan tegas menolak semua bentuk antropomorfisme dan antropopatisme dari konsep Tuhan, dan dengan demikian dengan tegas menolak konsep Kristen tentang Trinitas atau pembagian pribadi dalam Ketuhanan.<ref>{{cite book|author=Zulfiqar Ali Shah|title=Anthropomorphic Depictions of God: The Concept of God in Judaic, Christian, and Islamic Traditions: Representing the Unrepresentable|url=https://books.google.com/books?id=164ZDAAAQBAJ|date=2012|publisher=[[International Institute of Islamic Thought]] (IIIT)|isbn=9781565645837|pages=48-56}}</ref><ref>{{cite book|editor1=Zafar Isha Ansari|editor2=Isma'il Ibrahim Nawwab|title=The Different Aspects of Islamic Culture: The Foundations of Islam|url=https://books.google.com/books?id=Zcd7DQAAQBAJ|date=2016|volume=1|publisher=[[UNESCO Publishing]]|isbn=9789231042584|pages=86-87}}</ref><ref name="Ali Ünal">{{cite web|author=[[Ali Ünal]]|url=http://mquran.org/content/view/6225/4/|title=The Qur'an with Annotated Interpretation in Modern English [Qur'an 112:4]|publisher=Tughra Books|website=mquran.org|archive-url=https://archive.today/4Qwoa|archive-date=4 Jun 2021}}</ref>▼
====
▲Islam menolak doktrin [[Inkarnasi (Kekristenan)|Inkarnasi]] dan gagasan tentang
Dalam Iman Baháʼí, Tuhan digambarkan sebagai "Tuhan yang berpribadi, tidak dapat diketahui, tidak dapat diakses, sumber dari semua Wahyu, abadi, mahatahu, mahahadir dan mahakuasa".<ref name="Psmith106">{{cite book |last=Smith |first=Peter |year=2008 |title=An Introduction to the Baháʼí Faith |publisher=Cambridge University Press |place=Cambridge |isbn=978-0-521-86251-6 |page=106}}</ref><ref>{{cite book|first=Shoghi |last=Effendi |author-link=Shoghi Effendi |year=1944 |title=God Passes By |publisher=Baháʼí Publishing Trust |location=Wilmette, Illinois, USA |isbn=0-87743-020-9 |url=http://reference.bahai.org/en/t/se/GPB/gpb-9.html#gr26 |page=139}}</ref> Meskipun transenden dan tidak dapat diakses secara langsung, citranya tercermin dalam ciptaannya. Tujuan penciptaan adalah agar ciptaan memiliki kemampuan untuk mengenal dan mencintai penciptanya.<ref name="Psmith111">{{cite book |last=Smith |first=Peter |year=2008 |title=An Introduction to the Baháʼí Faith | publisher = Cambridge University Press |place=Cambridge |isbn=978-0-521-86251-6 |page=111}}</ref> Tuhan mengkomunikasikan kehendak dan tujuan-Nya kepada umat manusia melalui perantara, yang dikenal sebagai Manifestasi Tuhan, yang merupakan para nabi dan rasul yang telah mendirikan agama-agama dari zaman prasejarah hingga saat ini.<ref>{{cite book|first=Shoghi |last=Effendi |author-link=Shoghi Effendi |year=1991 |title=The World Order of Bahá'u'lláh|publisher=Baháʼí Publishing Trust |location=Wilmette, Illinois, USA |isbn=0-87743-231-7 |url=http://reference.bahai.org/en/t/se/WOB/| pages= 113–114}}</ref>▼
==== Wujud dan keberadaan ====
Para [[Salaf|salafush sholeh]] atau tiga generasi Muslim awal dan terbaik, meyakini bahwa Allah memiliki [[wajah]],<ref>“…dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari wajah Allah.” (Al-Baqarah 2:272)</ref> [[mata]],<ref name="Al-Qur'an Surah Asy-Syuura: 11">“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy-Syuura: 11)</ref> [[tangan]],<ref>Ibnu ‘Umar yang padanya terdapat perkataan: “Sesungguhnya Allah akan menggenggam bumi pada hari kiamat dan langit-langit berada di tangan kanan-Nya, lalu berfirman: ‘Aku adalah Raja”. Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy (13/404) no. 7411 dalam Kitaab At-Tauhiid, Bab: Firman Allah ta’ala: ‘Kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku’; dari hadits Naafi’, dari Ibnu ‘Umar secara marfu’.</ref><ref>Abu Hurairah, yang di dalamnya terdapat sabda Rasulullah {{saw}}: “Tangan Allah selalu penuh, tidak kurang karena memberi nafkah, dan selalu dermawan baik malam maupun siang". Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy (13/404) no. 7412 dalam Kitaab At-Tauhiid, Bab: Firman Allah ta’ala: ‘Kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku’; dari hadits Al-A’raj, dari Abu Hurairah secara marfu’.</ref> [[jari]],<ref>Seorang ulama Yahudi datang kepada rasûlullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia berkata, ‘Wahai Muhammad atau wahai Abul Qâsim, kami mendapati (dalam [[Taurat]]) bahwa Allâh meletakkan langit-langit di atas satu jari, bumi-bumi di atas satu jari, pohon-pohon di atas satu jari, air di atas satu jari, tanah di atas satu jari, dan seluruh makhluk di atas satu jari, kemudian Dia berfirman, ‘Aku-lah Raja. Aku-lah Raja.’ Maka nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa (sehingga gigi gerahamnya terlihat) karena senang mengakui kebenaran ucapan ulama Yahudi tersebut. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allâh Azza wa Jalla, “...dan mereka tidak mengagungkan Allâh dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari Kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Dia dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” [az-Zumar/39:67]. Hadits shahih Imam Al-Bukhari dalam Shahîh-nya (no. 4811, 7414, 7415, 7451, 7513), dan masih banyak penjelasan dari beberapa kitab-kitab berikut ini; Muslim dalam Shahîh-nya (no. 2786), Ahmad (1/429, 457), An-Nasâ-i dalam Kitab at-Tafsîr (no. 470, 471, 472) dan as-Sunan al-Kubra (no. 11386-11388), At-Tirmidzi dalam Sunannya (no. 3238, 3239), Ibnu Khuzaimah dalam at-Tauhîd (1/180-181 no. 123, 124, 128), Ibnu Abi ‘Ashim dalam Kitab as-Sunnah (no. 541-544), Al-Âjurri dalam asy-Syari’ah (no. 736, 737, 738), Al-Lâlikâ-i dalam Syarh Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah wal Jamâ’ah (no. 706), Abdullah bin Imam Ahmad dalam Kitâbus Sunnah (no. 490), Al-Baihaqi dalam al-Asmâ’ was Shifât (II/68-69), Ibnu Mandah dalam ar-Radddu ‘alal Jahmiyyah (no. 64), At-Thabari dalam tafsirnya (no. 30217-30219)</ref> dan [[kaki]],<ref>Dalil hal tersebut adalah apa yang diriwayatkan oleh Bukhari, no. 6661 dan Muslim, no. 2848, dari Anas bin Malik dari nabi {{saw}}, "(Neraka) jahanam masih saja berkata, 'apakah ada tambahan' hingga akhirnya Tuhan Pemiliki Kemuliaan meletakkan kaki-Nya. Kemudian dia berkata, cukup, cukup, demi kemuliaan-Mu, lalu. Lalu neraka satu sama lain saling terlipat." Imam Bukhari, no. 4850 dan Muslim, no. 2847, dari Abu Hurairah, dia berkata, "Nabi {{saw}} bersabda, 'Surga dan neraka saling berdebat. Neraka berkata, 'Aku mendapatkan orang-orang yang sombong dan bengis.' Lalu surga berkata, 'Mengapa saya hanya dimasuki oleh orang-orang yang lemah dan rendah.' Allah Tabaraka wa ta'ala berkata kepada surga, 'Engkau adalah rahmat-Ku, denganmu aku rahmati hamba-Ku yang aku suka.' Lalu Dia berkata kepada neraka, 'Engkau adalah azab-Ku, denganmu aku mengazab hamba-Ku yang aku suka. Setiap dari keduanya akan penuh. Adapun neraka tidak akan penuh kecuali setelah Allah meletakkan kaki-Nya, baru dia berkata, 'cukup', 'cukup' maka ketika itu neraka akan penuh dan neraka satu sama lain akan terlipat, dan Allah tidak akan menzalimi makhluknya satupun. Adapun surga Allah akan ciptakan makhluk untuknya."</ref> hanya saja hal-hal tersebut sangatlah berbeda dengan makhluk ciptaan-Nya.<ref name="Al-Qur'an Surah Asy-Syuura: 11" />
Syaikh [[Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin]] menjelaskan: “Wajah (Allah) merupakan sifat yang terbukti keberadaannya berdasarkan dalil al-kitab, as-sunnah dan kesepakatan ulama salaf.” Ia menyebutkan ayat ke-27 dalam [[surah Ar-Rahman]].<ref>Lihat Syarh Lum’atul I’tiqad, hal. 48.</ref> Ia menjelaskan di dalam kitabnya yang lain: “Nash-nash yang menetapkan wajah dari al-kitab dan as-sunnah tidak terhitung banyaknya, semuanya menolak ta’wil kaum [[Mu'tazilah]] yang menafsirkan wajah dengan arah, pahala atau dzat.
Kemudian, mereka meyakini pula Allah berada di atas [['Arsy]],<ref>"(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas 'Arsy." (Thaha, 20:5)</ref> letak 'Arsy ada di atas air,<ref>"...dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekah): "Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati", niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata: "Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata". (Hud 11:7)</ref><ref>Abdullah bin Amru ra, bahwasanya rasulullah saw bersabda: “Allah telah menentukan takdir bagi semua makhluk lima puluh tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi. Rasulullah menambahkan: ‘...dan arsy Allah itu berada di atas air.” (HR. Muslim, no: 4797).</ref> dan tidak ada satu pun dari makhluk yang serupa dengan-Nya.<ref name="Al-Qur'an Surah Asy-Syuura: 11" /> Dijelaskan dalam sebuah hadits, telah dijelaskan bahwa Allah diliputi oleh cahaya yang sangat terang.<ref>Dari Abu Dzar, ia berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah: "Apakah paduka melihat Tuhan paduka?". Ia menjawab: "Hanya cahaya. Bagaimana mungkin aku dapat melihat Allah?" Hadits riwayat Muslim (178.1), Kitab al-Iman, Bab Tentang Sabdanya "Bahwasanya aku melihat-Nya sebagai cahaya" dan Tentang Sabdanya "Aku telah melihat cahaya".</ref><ref>Dari Abdullah bin Syaqiq, ia telah bersabda: Aku bertanya kepada Abu Dzar: "Seandainya aku melihat Rasulullah, pasti aku akan menanyainya." Lantas dia berkata: "Tentang sesuatu apa?" Aku akan menanyainya: "Apakah baginda melihat Tuhan baginda?" Abu Dzar berkata: "Aku telah menanyainya, kemudian dia jawab: 'Aku telah melihat cahaya'." Hadits riwayat Muslim (178.2), Kitab al-Iman, Bab Tentang Sabdanya "Bahwasanya aku melihat-Nya sebagai cahaya" dan Tentang Sabdanya "Aku telah melihat cahaya".</ref>
Keagungan dan kebesaran sifat-sifat-Nya jelas terlampau agung untuk bisa ditembus oleh akal pikiran manusia yang paling hebat sekalipun. Oleh karena itu, ada riwayat hadits yang melarang untuk memikirkan Allah, mengingat semua akal dan pikiran pasti tidak akan mampu menjangkaunya.<ref>Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Berpikirlah tentang nikmat-nikmat Allah dan jangan berpikir tentang dzat Allah.” [Diriwayatkan al-Laka’i dalam Syarah al-I’tiqad III/525 dan Abu Syaikh dalam al-‘Azhamah II/210 dari hadits Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu. Isnadnya dhaif sekali. Tetapi ia diperkuat oleh hadits Abu Hurairah, Abdullah bin Salam, Abu Dzar dan ibnu Abbas. Al-Albani menganggapnya sebagai hadits hasan dalam al-Silsilah al-Shahihah no 1788]</ref> Berpikir yang diperintahkan di sini, seperti yang dijelaskan oleh [[Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah|Ibnu Qayyim]], adalah yang bisa menimbulkan dua pengetahuan dalam hati dan berkembang daripadanya pengetahuan ketiga.<ref>Miftah Dar al-Sa’adah hal 181</ref> Hal itu menjadi jelas dengan contoh sebagai berikut. Apabila hati seorang muslim dapat merasakan akan kebesaran makhluk seperti langit, bumi, tahta kursi, ‘Arsy dan sebagainya, kemudian timbul dalam hatinya rasa ketidakmampuan memikirkan dan menjangkau semua itu, maka akan muncul pengetahuan ketiga yakni kebesaran dan keagungan Tuhan yang menciptakan jenis makhluk-makhluk tersebut yang tidak mungkin dapat diliput serta dicerna oleh akal pikiran.
==== Dekat dengan manusia ====
Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan Maha Kuasa, namun juga Tuhan yang personal dalam arti dekat dengan manusia: Menurut Al-Quran, Dia lebih dekat pada manusia daripada [[urat nadi]] manusia. Dia menjawab bagi yang membutuhkan dan memohon pertolongan jika mereka berdoa pada-Nya. Di atas itu semua, Dia memandu manusia pada jalan yang lurus, “jalan yang diridhai-Nya.”<ref name="Britannica p3">Britannica Encyclopedia, ''Islam'', p. 3</ref>
=== Baháʼí ===
▲Dalam Iman Baháʼí, Tuhan digambarkan sebagai "Tuhan yang berpribadi, tidak dapat diketahui, tidak dapat diakses, sumber dari semua Wahyu, abadi,
== Dalam agama darmik ==
=== Buddhisme Theravāda ===
{{Main|0=Ketuhanan dalam Buddhisme}}{{Seealso|0=Niyāma}}
Dalam Titthāyatana Sutta, [[Aṅguttara Nikāya]] 3.61, [[Siddhattha Gotama|Sang Buddha]] menolak [[Tuhan personal]] sebagai [[Kreasionisme|pencipta]] dan pengatur [[alam semesta]] ([[Pāli]]: ''issara;'' [[Sanskerta]]: ''[[Iswara|īśvara]]'').<ref name=":0">Nasiman, Nurwito. 2017 (III). Pendidikan Agama Budha dan Budi Pekerti untuk SMA Kelas X. pp. 175-176. ISBN 978-602-427-074-2. "Dengan memahami bahwa semua hal yang terjadi di dunia ini semata-mata hasil dari proses hukum kosmis, kita diharapkan dapat meninggalkan konsep yang salah tentang penciptaan bahwa dunia ini diciptakan oleh sosok pencipta yang disebut brahma, Tuhan, atau apa pun sebutannya."</ref> [[Buddhisme]] menyatakan bahwa [[alam semesta]] diatur oleh [[Niyāma]], yaitu suatu hukum alam impersonal yang berjalan tanpa pribadi pengatur tertinggi. Kepercayaan terhadap Tuhan personal dianggap sebagai suatu [[Pandangan (Buddhisme)|pandangan salah]] yang harus dihindari. Orang yang menganut pandangan tersebut disebut sebagai seseorang yang tidak memahami sesuatu yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan sehingga berpikiran kacau, tidak menjaga diri mereka sendiri, dan tidak pantas disebut sebagai [[Rahib|petapa]].<ref>{{Cite web|last=Anggara|first=Indra|title=AN 3.61: Titthāyatanasutta|url=https://suttacentral.net/an3.61/id/anggara|website=SuttaCentral|access-date=2022-09-18}}</ref>
=== Buddhisme Mahāyāna ===
{{Main|Adi Buddha}}
Salah satu subaliran Mahāyāna mengembangkan konsep [[Adi Buddha]]. Dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia (1988),<ref>Ensiklopedi Nasional Indonesia (1988). Jakarta: Cipta Adi Pustaka</ref> Adi Buddha dan tradisi yang menggunakan istilah ini dijelaskan sebagai berikut:<blockquote>“Adi‐Buddha adalah salah satu sebutan untuk Tuhan Yang Maha Esa dalam agama Buddha. Sebutan ini berasal dari tradisi Aisvarika dalam aliran Mahayana di Nepal, yang menyebar lewat Benggala, hingga dikenal pula di Jawa. Sedangkan Aisvarika adalah sebutan bagi para penganut paham Ketuhanan dalam agama Buddha. Kata ini berasal dari ‘Isvara’ yang berarti ‘Tuhan’, ‘Maha Buddha’, atau ’Yang Maha Kuasa’; dan ‘ika’ yang berarti ‘penganut’ atau ‘pengikut’.”
“Istilah ini hidup di kalangan agama Buddha aliran Svabhavavak yang ada di Nepal. Aliran ini merupakan salah satu percabangan dari aliran Tantrayana yang tergolong Mahayana. Sebutan bagi Tuhan Yang Maha Esa dalam aliran ini adalah Adi‐Buddha. Paham ini kemudian juga menyebar ke Jawa, sehingga pengertian Adi‐Buddha dikenal pula dalam agama Buddha yang berkembang di Jawa pada zaman Sriwijaya dan Majapahit. Para ahli sekarang mengenal pengertian ini melalui karya tulis B.H. Hodgson. Ia adalah seorang peneliti yang banyak mengkaji hal keagamaan di Nepal.”
“Menurut paham ini, seseorang dapat menyatu (''moksa'') dengan Adi‐Buddha atau Isvara melalui upaya yang dilakukannya dengan jalan bertapa (''tapa'') dan bersemadi (''dhyana'').”</blockquote>
=== Hinduisme ===
{{Main|Iswara}}{{See also|Brahman}}
Dalam teks-teks [[Agama Hindu|Hindu]] era [[Abad Pertengahan|abad pertengahan]], tergantung pada alirannya, Iswara berarti Tuhan, Makhluk Tertinggi, Tuhan pribadi, atau [[Purusa]] Istimewa.<ref name="riepe">Dale Riepe (1961, Reprinted 1996), Naturalistic Tradition in Indian Thought, [[Motilal Banarsidass]], {{ISBN|978-8120812932}}, pages 177–184, 208–215</ref><ref name="ianw">Ian Whicher, The Integrity of the Yoga Darsana, State University of New York press, {{ISBN|978-0791438152}}, pages 82–86</ref><ref name="mirceaelaide73">[[Mircea Eliade]] (2009), Yoga: Immortality and Freedom, Princeton University Press, {{ISBN|978-0691142036}}, pages 73–76</ref> Dalam aliran [[Saiwa]], Iswara adalah julukan dari [[Siwa]].<ref name=":02">{{Cite web|title=Monier-Williams Sanskrit-English Dictionary|url=https://www.sanskrit-lexicon.uni-koeln.de/scans/csl-apidev/servepdf.php?dict=MW&page=171|website=IITS Koeln|page=171|archive-url=https://web.archive.org/web/20230309015920/https://www.sanskrit-lexicon.uni-koeln.de/scans/csl-apidev/servepdf.php?dict=MW&page=171|archive-date=9 March 2023|access-date=13 January 2021|url-status=live}}</ref><ref name=":1">James Lochtefeld, "Ishvara", The Illustrated Encyclopedia of Hinduism, Vol. 1: A–M, Rosen Publishing. {{ISBN|0-8239-2287-1}}, page 306</ref><ref>{{Cite book|year=2014|url=https://www.worldcat.org/oclc/880450730|title=Lord Śiva's Song: the Īśvara Gītā|isbn=978-1-4384-5102-2|others=Andrew J. Nicholson, Laurie Searl|oclc=880450730}}</ref><ref>{{cite book|author=Roshen Dalal|year=2010|url=https://books.google.com/books?id=DH0vmD8ghdMC|title=Hinduism: An Alphabetical Guide|publisher=Penguin Books|isbn=978-0-14-341421-6|pages=235, 379–380}}</ref> Dalam aliran [[Waisnawa]], Iswara sinonim dengan [[Wisnu]], seperti julukannya sebagai [[Wenkateswara]].<ref name="olilea">Oliver Leaman (2000), Eastern Philosophy: Key Readings, Routledge, {{ISBN|978-0415173582}}, page 251</ref> Dalam gerakan [[Bhakti]] tradisional, Iswara merujuk kepada satu atau lebih dewa favorit sesuai pilihan seseorang ([[Istadewata]]) dari kanon dewa-dewi politeistik Hindu. Dalam gerakan sektarian zaman modern seperti [[Arya Samaj]] dan [[Brahmoisme|Brahmoism]], Iswara diwujudkan sebagai Tuhan yang [[Monoteisme|monoteistik]].<ref name="rkpr">RK Pruthi (2004), Arya Samaj and Indian Civilization, {{ISBN|978-8171417803}}, pages 5–6, 48–49</ref> Dalam aliran [[Yoga]], Iswara adalah "dewa pribadi" atau "inspirasi spiritual" apa pun.<ref name="lpfl">Lloyd Pflueger, Person Purity and Power in Yogasutra, in Theory and Practice of Yoga (Editor: Knut Jacobsen), Motilal Banarsidass, {{ISBN|978-8120832329}}, pages 38–39</ref> Dalam aliran [[Adwaita Wedanta|Adwaita Vedanta]], Iswara adalah bentuk manifestasi dari [[Brahman]].<ref>{{Cite book|last=Bahm|first=Archie J.|date=1992|url=https://books.google.com/books?id=1Su-SQNfNqgC&dq=ishvara+saguna+brahman&pg=PA140|title=The World's Living Religions|publisher=Jain Publishing Company|isbn=978-0-87573-000-4|language=en}}</ref>
[[Waisnawa]] dan [[Saiwa]],<ref>{{cite web|last=Satguru Sivaya|first=Subramuniyaswami|title=Dancing with Shiva|url=http://www.himalayanacademy.com/resources/books/dws/dws_mandala-04.html|publisher=Himalayan Academy|access-date=17 June 2011}}</ref> aliran-alliran dari agama Hindu, meyakini sifat pribadi Tuhan yang hakiki. Teks suci [[Wisnu Sahasranama]]<ref>{{cite web|title=Sri Vishnu Sahasaranama - Transliteration and Translation of Chanting|url=http://www.swami-krishnananda.org/vishnu/vishnu_1.html|publisher=Swami-krishnananda.org|access-date=2018-04-16}}</ref> menyatakan pribadi [[Wisnu]] sebagai [[Paramatma]] ([[Atman|Atma]] tertinggi) dan [[Parameswara (Hindu)|Parameswara]] (Iswara atau "Tuhan" tertinggi) sementara Rudram menggambarkan hal yang sama tentang [[Siwa]]. Dalam [[Kresnaisme|teologi yang berpusat pada Kresna]] ([[Kresna]] dipandang sebagai perwujudan Wisnu oleh sebagian besar orang, kecuali gerakan aliran [[Gaudiya Waisnawa]]), gelar [[Swayam Bhagawan]] digunakan secara eksklusif untuk merujuk kepada Kresna dalam fitur pribadinya,<ref name="Gupta2007">{{cite book|author=Gupta, Ravi M.|year=2007|title=Caitanya Vaisnava Vedanta of Jiva Gosvami|publisher=Routledge|isbn=978-0-415-40548-5}}</ref><ref name="Gupta2004">{{cite book|author=Gupta, Ravi M.|year=2004|title=Caitanya Vaisnava Vedanta: Acintyabhedabheda in Jiva Gosvami's Catursutri tika|publisher=University of Oxford}}</ref> istilah tersebut digunakan oleh aliran [[Gaudiya Waisnawa]], [[Nimbarka Sampradaya]], dan pengikut [[Wallabha]], sementara pribadi Wisnu dan [[Narayana]] kadang-kadang disebut sebagai dewa pribadi tertinggi dalam aliran [[Waisnawa]] lainnya.<ref name="Delmonico2004">{{cite journal|author=Delmonico, N.|year=2004|title=The History of Indic Monotheism And Modern Chaitanya Vaishnavism|url=https://books.google.com/books?id=mBMxPdgrBhoC&q=Vaisnava+monotheism&pg=PA31|journal=The Hare Krishna Movement: The Postcharismatic Fate of a Religious Transplant|publisher=Columbia University Press|isbn=978-0-231-12256-6|access-date=2008-04-12}}</ref><ref name="Elkman1986">{{cite book|author=Elkman, S.M.|author2=Gosvami, J.|year=1986|title=Jiva Gosvamin's Tattvasandarbha: A Study on the Philosophical and Sectarian Development of the Gaudiya Vaishnava Movement|publisher=Motilal Banarsidass Pub}}</ref>
==Catatan==
Baris 34 ⟶ 70:
{{Wikiquote}}
* [http://www.askelm.com/doctrine/d910201.htm The Holy Spirit - A Person or Power?]
* [http://christianity.about.com/od/topicalbiblestudies/a/whoisholyspirit_2.htm Who is the Holy Spirit?] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20110727132112/http://christianity.about.com/od/topicalbiblestudies/a/whoisholyspirit_2.htm |date=2011-07-27 }}
[[
|