Puisi Gelap: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
MA. Fauzan (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
MA. Fauzan (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
 
(11 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Puisi Gelap''' adalah salah satu aliran puisi yang memiliki arti yang bersifat personal sehingga maknanya sulit dipahami. [[Puisi]] ini juga mengandung kias, [[lambang]] dan [[majas]] yang juga mempunyai kesamaan dengan puisi pada umumnya, namun puisi gelap memiliki sifat yang sangat pribadi yang berakibat pembaca kesulitan menafsirkan makna dengan jelas. Makna tersebut seringkalisering kali tersembunyi dan bertingkat serta memiliki kesukaran pikiran dan kenihilan makna.<ref name=":0">{{Cite web|title=Artikel "Puisi Gelap" - Ensiklopedia Sastra Indonesia|url=http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Puisi_Gelap|website=ensiklopedia.kemdikbud.go.id|access-date=2021-10-21}}</ref>
 
== Ciri Ciri ==
[[Penyair]] yang sering menulis jenis puisi gelap seringkalisering kali dengan sengaja menyampaikan suatu maksud atau pandangan dengan menggunakan [[kiasan]], lambang, bentuk [[Tipografi|tipografis]] serta menyampaikan kalimat implisit secara rumit. Kata yang digunakan adalah kata yang disertai [[konotasi]] dan simbol simbol tertentu. Bentuk tersebut adalah puisi tertutup atau hermetis. Puisi tersebut mencerminkan ekspresi perseorangan dan penyampaikan perasaan.
 
== Awal Muncul Puisi Gelap ==
Kemunculan puisi gelap dimulai pada tahun 1930-an. Istilah puisi gelap pertama kali disebut oleh [[Chairil Anwar]] dalam esainya yang berjudul “Hoppla” (artikel tersebut termuat dalam majalah Pembangoenan I No 1, 10 Desember 1945). Esai tersebut kemudian dibukukan dalam buku [[H.B Jassin]] yang berjudul Chairil Anwar: Pelopor Angkatan 45 (Jakarta: Gunung Agung, 1956, dan 1959.)<ref name=":0" />
 
Sajak-Sajak [[Amir Hamzah]] yang berjudul sajak Nyanyi Sunyi banyak mengutarakan majas yang personal. Hal tersebut membuat Chairil menyebutnya sebagai puisi gelap (duistere poezie). Chairil menjelaskan bahwa dalam puisi tersebut, kita sebagai pembaca tidak dapat memahami Amir Hamzah jika hanya membaca Nyanyi Sunyi Sonder dengan bekal pengetahuan tentang [[sejarah]] dan agama karena kalimat yang disampaikan Amir mengenai misal serta perbandingan dari agama dan sejarah (Jassin, 1959).<ref name=":0" /><ref>{{Cite news|last=Tempo|first=Tempo|date=14 Agustus 2017|title=PUISI GELAP AMIR HAMZAH|url=https://majalah.tempo.co/read/laporan-utama/153806/puisi-gelap-amir-hamzah|work=Tempo|access-date=20 Oktober 2021}}</ref>
 
Puisi gelap pada tahun 1950-1960 tersebut juga sudah marak dan banyak puisi yang susah dmengertidimengerti dan dinikmati. Lalu pada tahun berikutnya yakni pada 70 hingga 80-an juga tetap eksis. Pada tahun 1980-an ditemukan banyak aliran puisi gelap seperti yang ditulis oleh Kriapur dan [[Afrizal Malna]]. Menurut [[Abdul Hadi W.M.|Abdul Hadi W.M]] (1988), sajak Kriapur tidak hanya memakai kata-kata yang [[klise]], melainkan juga tampak aneh dan gila. Frasa “bulan pecah berantakan” dan “kupahat mayatku di dasar air” adalah lambang dan majas yang memiliki arti yang sangat pribadi sehingga makna tersebut gelap.
 
Tulisan Iwan Fridolin yang berjudul “Impian dan Luka Sejarah” menerangkan bahwa secara umum puisi gelap dapat dimaknai sebagai puisi yang mempunyai makna yang tersembunyi, sulit, atau tidak memungkinkan untuk dipahami. Puisi tersebut menghadirkan kenihilan arti sama sekali. Hal tersebut dapat diketahui oleh penggunaan metafor, gaya eliptik, referensi yang pelik, alusi, bentuk tifpografis, bahasa arkhaik, juga simbol simbol personal.
 
== Perkembangan Puisi Gelap di Jawa Timur ==
Perkembangan puisi gelap juga berkembang di kota-kota lain, seperti di [[Kota Surabaya|Surabaya]], [[Jawa Timur|Jawa TImur]]. Dalam tulisan Yoga di Harian [[Kompas (surat kabar)|Kompas]] Edisi 22 Juli tahun 2008, Ia menyebutkan bahwa perkembangan puisi gelap di Surabaya dimulai pada tahun 1995-an ketika penyair menggandrungi aliran [[surealisme]]. Lalu pada tahun 2004, penyair dari Jawa Timur, yakni Indra Tjahyadi dan W. Haryanto mengatakan bahwa penyair jawa timur bekecenderungan apokalipsa, di mana hasrat untuk menunjukkan bahwa zaman kita hidup sekarang ini dipenuhi tanda tanda buruk yang mengisyaratkan hancurnya tatanan kehidupan sosial dan kebudayaan. <ref name=":1">{{Cite news|last=S|first=Yoga|date=22 Juli 2008|title=Taman Puisi Gelap Surabaya|url=http://cabiklunik.blogspot.com/2008/12/taman-puisi-gelap-surabaya.html|work=Kompas|access-date=20 Oktober 2021}}</ref>
 
Puisi gelap yang hadir dari penyair di komunitas Airlangga Surabaya, menurut Yoga (2008), Seolah seperti melakukan pelarian dalam keterasingan terhadap pemikiran pembaca, mengambil jarak serta jauh dari akal sehat dan imajinasi dari pembaca. Puisi-puisi yang hadir tersebut sangatlah subjektif, sehingga mengalienasi diri terhadap dunia sekitar. Penuh, bebas dan metafor adalah kata-kata imajinasi yang sering kali berjarak dan tidak teratur, tidak selaras, dan meretakkan dari bangun imajinasi sebelumnya. Sehingga puisi gelap dipahami sebagai teks yang meretakkan suatu peristiwa yang tercerai berai.<ref name=":1" />
 
== Beberapa Penyair yang Beraliran Puisi Gelap ==
Baris 22 ⟶ 26:
# Indra Tjahyadi
# W. Haryanto<br />
# Antonius Wendy
 
== Referensi ==