Ahmad bin Syuaib An-Nasa'i: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
NobelBot (bicara | kontrib)
k bot Menambah: tr:Nesâî
Wadaihangit (bicara | kontrib)
k Menambahkan foto ke infobox" #WPWP
 
(54 revisi perantara oleh 35 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Refimprove-bio-tokohmuslim}}
{{rapikan}}
{{Infobox orang}}
'''Imam Nasa`i''' dengan nama lengkapnya '''Ahmad bin Syu'aib Al Khurasany''', Beliau terkenal dengan nama '''An Nasa`i''' karena dinisbahkan dengan kota [[Nasa'i]] salah satu kota di [[Khurasan]]. Beliau dilahirkan pada tahun 215 Hijriah demikian menurut [[Adz Dzahabi]]. Dan beliau meninggal dunia pada hari Senin tanggal 13 Shafar 303 Hijriah di [[Palestina]] dan beliau dikuburkan di [[Baitul Maqdis]].
 
'''Imam An-Nasa`'i''' dengan nama lengkapnya '''Abu Abdirrahman Ahmad bin Syu'aibSyuaib bin Ali bin Sinan bin Bahr Al Khurasany''', Beliau terkenal dengan nama '''An -Nasa`'i''' karena dinisbahkandinisbatkan dengan kota [[Nasa'i]] salah satu kota di [[Khurasan]]. BeliauIa dilahirkan pada tahun 215 Hijriah demikian menurut [[Adz Dzahabi]]. Dan beliaudan meninggal dunia pada hari Senin tanggal 13 Shafar 303 Hijriah di [[Palestina]] dan beliaulalu dikuburkan di [[Baitul Maqdis]].
Beliau menerima Hadits dari [[Sa'id]], [[Ishaq bin Rawahih]] dan ulama-ulama lainnya selain itu dari kalangan tokoh ulama ahli [[hadits]] yang berada di [[Khurasanb]], [[Hijaz]], [[Irak]], [[Mesir]], [[Syam]], dan Jazirah Arab. Beliau termask diantara [[ulama]] yang ahli di bidang ini dan karena ketinggian sanad hadtsnya. Beliau lebih kuat hafalannya menurut para ulama ahli hadits dari [[Imam Muslim]] dan kitab '''Sunan An Nasa`i''' lebih sedikit hadits dhaifnya (lemah) setelah Hadits Sahih Bukhari dan Sahih Muslim. Beliau pernah menetap di [[Mesir]]
 
BeliauDia menerima Hadits dari [[Sa'id]], [[Ishaq bin Rawahih]] dan ulama-ulama lainnya selain itu dari kalangan tokoh ulama ahli [[hadits]] yang berada di [[Khurasanb]], [[Hijaz]], [[Irak]], [[Mesir]], [[Syam]], dan Jazirah Arab. BeliauIa termasktermasuk diantaradi antara [[ulama]] yang ahli di bidang ini dan karena ketinggian sanad hadtsnya. BeliauIa lebih kuat hafalannya menurut para ulama ahli hadits dari [[Imam Muslim]] dan kitab '''Sunan An Nasa`i''' lebih sedikit hadits dhaifnya (lemah) setelah Hadits Sahih Bukhari dan Sahih Muslim. BeliauIa pernah menetap di [[Mesir]]
Para guru beliau yang nama harumnya tercatat oleh pena sejarah antara lain; [[Qutaibah bin Sa`id]], [[Ishaq bin Ibrahim]], [[Ishaq bin Rahawaih]], [[al-Harits bin Miskin]], [[Ali bin Kasyram]], Imam [[Abu Dawud]] (penyusun Sunan Abi Dawud), serta Imam [[Abu Isa al-Tirmidzi]] (penyusun al-Jami`/Sunan al-Tirmidzi).
 
SementaraPara murid-muridguru dia yang setianama mendengarkanharumnya fatwa-fatwatercatat danoleh ceramah-ceramahpena beliau,sejarah antara lain; [[AbuQutaibah al-Qasimbin al-ThabaraniSa`id]] (pengarang tiga buku kitab Mu`jam), [[AbuIshaq Ja`farbin al-ThahawiIbrahim]], [[al-HasanIshaq bin al-Khadir al-SuyutiRahawaih]], [[Muhammadal-Harits bin Muawiyah bin al-Ahmar al-AndalusiMiskin]], [[AbuAli Nashrbin al-DalabyKasyram]], danImam [[Abu Bakr bin Ahmad al-SunniDawud]]. Nama(penyusun yangSunan disebutAbi terakhirDawud), disampingserta sebagaiImam murid[[Abu jugaIsa tercatatal-Tirmidzi]] sebagai “penyambung lidah” Imam(penyusun al-NasaJami`i dalam meriwayatkan kitab [[/Sunan al-Nasa`i]]Tirmidzi).
 
Sementara murid-murid yang setia mendengarkan fatwa-fatwa dan ceramah-ceramah dia, antara lain; [[Abu al-Qasim al-Thabarani]] (pengarang tiga buku kitab Mu`jam), [[Abu Ja`far al-Thahawi]], [[al-Hasan bin al-Khadir al-Suyuti]], [[Muhammad bin Muawiyah bin al-Ahmar al-Andalusi]], [[Abu Nashr al-Dalaby]], dan [[Abu Bakr bin Ahmad al-Sunni]]. Nama yang disebut terakhir, disamping sebagai murid juga tercatat sebagai “penyambung lidah” Imam al-Nasa`i dalam meriwayatkan kitab [[Sunan al-Nasa`i]].
Sudah mafhum dikalangan peminat kajian hadis dan ilmu hadis, para imam hadis merupakan sosok yang memiliki ketekunan dan keuletan yang patut diteladani. Dalam masa ketekunannya inilah, para imam hadis kerap kali menghasilkan karya tulis yang tak terhingga nilainya.
 
Sudah mafhum dikalangan peminat kajian hadis dan ilmu hadis, para imam hadis merupakan sosok yang memiliki ketekunan dan keuletan yang patut diteladani. Dalam masa ketekunannya inilah, para imam hadis kerap kali menghasilkan karya tulis yang tak terhingga nilainya.
Tidak ketinggalan pula Imam al-Nasa`i. Karangan-karangan beliau yang sampai kepada kita dan telah diabadikan oleh pena sejarah antara lain; al-Sunan al-Kubra, al-Sunan al-Sughra (kitab ini merupakan bentuk perampingan dari kitab al-Sunan al-Kubra), al-Khashais, Fadhail al-Shahabah, dan al-Manasik. Menurut sebuah keterangan yang diberikan oleh Imam Ibn al-Atsir al-Jazairi dalam kitabnya Jami al-Ushul, kitab ini disusun berdasarkan pandangan-pandangan fiqh mazhab [[Syafi`i]].
 
Tidak ketinggalan pula Imam al-Nasa`i. Karangan-karangan beliaudia yang sampai kepada kita dan telah diabadikan oleh pena sejarah antara lain; al-Sunan al-Kubra, al-Sunan al-Sughra (kitab ini merupakan bentuk perampingan dari kitab al-Sunan al-Kubra), al-Khashais, Fadhail al-Shahabah, dan al-Manasik. Menurut sebuah keterangan yang diberikan oleh Imam Ibn al-Atsir al-Jazairi dalam kitabnya Jami al-Ushul, kitab ini disusun berdasarkan pandangan-pandangan fiqh mazhab [[Syafi`i]].
Untuk pertama kali, sebelum disebut dengan Sunan al-Nasa`i, kitab ini dikenal dengan al-Sunan al-Kubra. Setelah tuntas menulis kitab ini, beliau kemudian menghadiahkan kitab ini kepada Amir Ramlah (Walikota Ramlah) sebagai tanda penghormatan. Amir kemudian bertanya kepada al-Nasa`i, “Apakah kitab ini seluruhnya berisi hadis shahih?” Beliau menjawab dengan kejujuran, “Ada yang shahih, hasan, dan adapula yang hampir serupa dengannya”.
 
Untuk pertama kali, sebelum disebut dengan Sunan al-Nasa`i, kitab ini dikenal dengan al-Sunan al-Kubra. Setelah tuntas menulis kitab ini, beliaudia kemudian menghadiahkan kitab ini kepada Amir Ramlah (WalikotaWali kota Ramlah) sebagai tanda penghormatan. Amir kemudian bertanya kepada al-Nasa`i, “Apakah kitab ini seluruhnya berisi hadis shahih?” BeliauDia menjawab dengan kejujuran, “Ada yang shahih, hasan, dan adapula yang hampir serupa dengannya”.
Kemudian Amir berkata kembali, “Kalau demikian halnya, maka pisahkanlah hadis yang shahih-shahih saja”. Atas permintaan Amir ini, beliau kemudian menyeleksi dengan ketat semua hadis yang telah tertuang dalam kitab al-Sunan al-Kubra. Dan akhirnya beliau berhasil melakukan perampingan terhadap al-Sunan al-Kubra, sehingga menjadi al-Sunan al-Sughra. Dari segi penamaan saja, sudah bisa dinilai bahwa kitab yang kedua merupakan bentuk perampingan dari kitab yang pertama.
 
Kemudian Amir berkata kembali, “Kalau demikian halnya, maka pisahkanlah hadis yang shahih-shahih saja”. Atas permintaan Amir ini, beliaudia kemudian menyeleksi dengan ketat semua hadis yang telah tertuang dalam kitab al-Sunan al-Kubra. Dan akhirnya beliaudia berhasil melakukan perampingan terhadap al-Sunan al-Kubra, sehingga menjadi al-Sunan al-Sughra. Dari segi penamaan saja, sudah bisa dinilai bahwa kitab yang kedua merupakan bentuk perampingan dari kitab yang pertama.
Imam al-Nasa`i sangat teliti dalam menyeleksi hadis-hadis yang termuat dalam kitab pertama. Oleh karenanya, banyak ulama berkomentar “Kedudukan kitab al-Sunan al-Sughra dibawah derajat Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim. Di dua kitab terakhir, sedikit sekali hadis dhaif yang terdapat di dalamnya”. Nah, karena hadis-hadis yang termuat di dalam kitab kedua (al-Sunan al-Sughra) merupakan hadis-hadis pilihan yang telah diseleksi dengan super ketat, maka kitab ini juga dinamakan al-Mujtaba. Pengertian al-Mujtaba bersinonim dengan al-Maukhtar (yang terpilih), karena memang kitab ini berisi hadis-hadis pilihan, hadis-hadis hasil seleksi dari kitab al-Sunan al-Kubra.
 
Imam al-Nasa`i sangat teliti dalam menyeleksi hadis-hadis yang termuat dalam kitab pertama. Oleh karenanya, banyak ulama berkomentar “Kedudukan kitab al-Sunan al-Sughra dibawah derajat Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim. Di dua kitab terakhir, sedikit sekali hadis dhaif yang terdapat di dalamnya”. Nah, karena hadis-hadis yang termuat di dalam kitab kedua (al-Sunan al-Sughra) merupakan hadis-hadis pilihan yang telah diseleksi dengan super ketat, maka kitab ini juga dinamakan al-Mujtaba. Pengertian al-Mujtaba bersinonim dengan al-Maukhtar (yang terpilih), karena memang kitab ini berisi hadis-hadis pilihan, hadis-hadis hasil seleksi dari kitab al-Sunan al-Kubra.
Disamping al-Mujtaba, dalam salah satu riwayat, kitab ini juga dinamakan dengan al-Mujtana. Pada masanya, kitab ini terkenal dengan sebutan al-Mujtaba, sehingga nama al-Sunan al-Sughra seperti tenggelam ditelan keharuman nama al-Mujtaba. Dari al-Mujtaba inilah kemudian kitab ini kondang dengan sebutan Sunan al-Nasa`i, sebagaimana kita kenal sekarang. Dan nampaknya untuk selanjutnya, kitab ini tidak akan mengalami perubahan nama seperti yang terjadi sebelumnya.
 
Disamping al-Mujtaba, dalam salah satu riwayat, kitab ini juga dinamakan dengan al-Mujtana. Pada masanya, kitab ini terkenal dengan sebutan al-Mujtaba, sehingga nama al-Sunan al-Sughra seperti tenggelam ditelan keharuman nama al-Mujtaba. Dari al-Mujtaba inilah kemudian kitab ini kondang dengan sebutan Sunan al-Nasa`i, sebagaimana kita kenal sekarang. Dan nampaknyatampaknya untuk selanjutnya, kitab ini tidak akan mengalami perubahan nama seperti yang terjadi sebelumnya.
== Kritik [[Ibnu al-Jauzy]] ==
Kita perlu menilai jawaban Imam al-Nasa`i terhadap pertanyaan Amir Ramlah secara kritis, dimana beliau mengatakan dengan sejujurnya bahwa hadis-hadis yang tertuang dalam kitabnya tidak semuanya [[shahih]], tapi adapula yang [[hasan]], dan ada pula yang menyerupainya. Beliau tidak mengatakan bahwa didalamnya terdapat hadis [[dhaif]] (lemah) atau [[maudhu]] (palsu). Ini artinya beliau tidak pernah memasukkan sebuah hadispun yang dinilai sebagai hadis dhaif atau maudhu`, minimal menurut pandangan beliau.
 
== Kritik [[Ibnu al-Jauzy]] ==
Apabila setelah hadis-hadis yang ada di dalam kitab pertama diseleksi dengan teliti, sesuai permintaan Amir Ramlah supaya beliau hanya menuliskan hadis yang berkualitas shahih semata. Dari sini bisa diambil kesimpulan, apabila hadis hasan saja tidak dimasukkan kedalam kitabnya, hadis yang berkualitas dhaif dan maudhu` tentu lebih tidak berhak untuk disandingkan dengan hadis-hadis shahih.
Kita perlu menilai jawaban Imam al-Nasa`i terhadap pertanyaan Amir Ramlah secara kritis, dimana beliaudia mengatakan dengan sejujurnya bahwa hadis-hadis yang tertuang dalam kitabnya tidak semuanya [[shahih]], tapitetapi adapula yang [[hasan]], dan ada pula yang menyerupainya. BeliauIa tidak mengatakan bahwa didalamnya terdapat hadis [[dhaif]] (lemah) atau [[maudhu]] (palsu). Ini artinya beliaudia tidak pernah memasukkan sebuah hadispun yang dinilai sebagai hadis dhaif atau maudhu`, minimal menurut pandangan beliaudia.
 
Apabila setelah hadis-hadis yang ada di dalam kitab pertama diseleksi dengan teliti, sesuai permintaan Amir Ramlah supaya beliaudia hanya menuliskan hadis yang berkualitas shahih semata. Dari sini bisa diambil kesimpulan, apabila hadis hasan saja tidak dimasukkan kedalam kitabnya, hadis yang berkualitas dhaif dan maudhu` tentu lebih tidak berhak untuk disandingkan dengan hadis-hadis shahih.
Namun demikian, Ibn al-Jauzy pengarang kitab al Maudhuat (hadis-hadis palsu), mengatakan bahwa hadis-hadis yang ada di dalam kitab al-Sunan al-Sughra tidak semuanya berkualitas shahih, namun ada yang maudhu` (palsu). Ibn al-Jauzy menemukan sepuluh hadis maudhu` di dalamnya, sehingga memunculkan kritik tajam terhadap kredibilitas al-Sunan al-Sughra. Seperti yang telah disinggung dimuka, hadis itu semua shahih menurut Imam al-Nasa`i. Adapun orang belakangan menilai hadis tersebut ada yang maudhu`, itu merupakan pandangan subyektivitas penilai. Dan masing-masing orang mempunyai kaidah-kaidah mandiri dalam menilai kualitas sebuah hadis. Demikian pula kaidah yang ditawarkan Imam al-Nasa`i dalam menilai keshahihan sebuah hadis, nampaknya berbeda dengan kaidah yang diterapkan oleh Ibn al-Jauzy. Sehingga dari sini akan memunculkan pandangan yang berbeda, dan itu sesuatu yang wajar terjadi. Sudut pandang yang berbeda akan menimbulkan kesimpulan yang berbeda pula.
 
Namun demikian, Ibn al-Jauzy pengarang kitab al Maudhuat (hadis-hadis palsu), mengatakan bahwa hadis-hadis yang ada di dalam kitab al-Sunan al-Sughra tidak semuanya berkualitas shahih, namun ada yang maudhu` (palsu). Ibn al-Jauzy menemukan sepuluh hadis maudhu` di dalamnya, sehingga memunculkan kritik tajam terhadap kredibilitas al-Sunan al-Sughra. Seperti yang telah disinggung dimuka, hadis itu semua shahih menurut Imam al-Nasa`i. Adapun orang belakangan menilai hadis tersebut ada yang maudhu`, itu merupakan pandangan subyektivitas penilai. Dan masing-masing orang mempunyai kaidah-kaidah mandiri dalam menilai kualitas sebuah hadis. Demikian pula kaidah yang ditawarkan Imam al-Nasa`i dalam menilai keshahihan sebuah hadis, nampaknyatampaknya berbeda dengan kaidah yang diterapkan oleh Ibn al-Jauzy. Sehingga dari sini akan memunculkan pandangan yang berbeda, dan itu sesuatu yang wajar terjadi. Sudut pandang yang berbeda akan menimbulkan kesimpulan yang berbeda pula.
Kritikan pedas Ibn al-Jauzy terhadap keautentikan karya monumental Imam al-Nasa`i ini, nampaknya mendapatkan bantahan yang cukup keras pula dari pakar hadis abad ke-9, yakni Imam Jalal al-Din al-Suyuti, dalam Sunan al-Nasa`i, memang terdapat hadis yang shahih, hasan, dan dhaif. Hanya saja jumlahnya relatif sedikit. Imam al-Suyuti tidak sampai menghasilkan kesimpulan bahwa ada hadis maudhu` yang termuat dalam Sunan al-Nasa`i, sebagaimana kesimpulan yang dimunculkan oleh Imam Ibn al-Jauzy. Adapun pendapat ulama yang mengatakan bahwah hadis yang ada di dalam kitab Sunan al-Nasa`i semuanya berkualitas shahih, ini merupakan pandangan yang menurut Muhammad Abu Syahbah_tidak didukung oleh penelitian mendalam dan jeli. Kecuali maksud pernyataan itu bahwa mayoritas (sebagian besar) isi kitab Sunan al-Nasa`i berkualitas shahih.
 
Kritikan pedas Ibn al-Jauzy terhadap keautentikan karya monumental Imam al-Nasa`i ini, nampaknyatampaknya mendapatkan bantahan yang cukup keras pula dari pakar hadis abad ke-9, yakni Imam Jalal al-Din al-Suyuti, dalam Sunan al-Nasa`i, memang terdapat hadis yang shahih, hasan, dan dhaif. Hanya saja jumlahnya relatif sedikit. Imam al-Suyuti tidak sampai menghasilkan kesimpulan bahwa ada hadis maudhu` yang termuat dalam Sunan al-Nasa`i, sebagaimana kesimpulan yang dimunculkan oleh Imam Ibn al-Jauzy. Adapun pendapat ulama yang mengatakan bahwah hadis yang ada di dalam kitab Sunan al-Nasa`i semuanya berkualitas shahih, ini merupakan pandangan yang menurut Muhammad Abu Syahbah_tidak didukung oleh penelitian mendalam dan jeli. Kecuali maksud pernyataan itu bahwa mayoritas (sebagian besar) isi kitab Sunan al-Nasa`i berkualitas shahih.
 
== Tutup Usia ==
Setahun menjelang kemangkatannya, beliaudia pindah dari Mesir ke Damsyik. Dan tampaknya tidak ada konsensus ulama tentang tempat meninggal beliaudia. Al-Daruqutni mengatakan, beliaudia di Makkah dan dikebumikan diantaradi antara Shafa dan Marwah. Pendapat yang senada dikemukakan oleh Abdullah bin Mandah dari Hamzah al-`Uqbi al-Mishri.
 
Sementara ulama yang lain, seperti Imam al-Dzahabi, menolak pendapat tersebut. Ia mengatakan, Imam al-Nasa`i meninggal di [[Ramlah]], suatu daerah di [[Palestina]]. Pendapat ini didukung oleh Ibn Yunus, Abu Ja`far al-Thahawi (murid al-Nasa`i) dan Abu Bakar al-Naqatah. Menurut pandangan terakhir ini, Imam al-Nasa`i meninggal pada tahun 303 H/915M dan dikebumikan di Bait al-Maqdis, Palestina. Inna lillah wa Inna Ilai Rajiun. Semoga jerih payahnya dalam mengemban wasiat Rasullullah guna menyebarluaskan hadis mendapatkan balasan yang setimpal di sisi Allah.
 
{{Navbox Ulama Ahli Fiqih Mazhab Syafi'i}}
{{islam-bio-stub}}
<!--anda dapat berkontribusi dalam pelacakan artikel biografi tokoh muslim di wikipedia dengan menambahkan templat ini pada halaman tokoh muslim yang belum terhimpun di dalam kategori pelacakan --Kategori:Semua artikel biografi tokoh muslim -- Lihat Templat:Lifetime-Tokoh-Muslim -->
{{Lifetime-Tokoh-Muslim
|sort = Ahmad bin Syuaib An-Nasa&#39;i
|hari_lahir =
|tgl_lahir_h =
|tgl_lahir_m =
|bln_lahir_h =
|bln_lahir_m =
|thn_lahir_h = 215
|thn_lahir_m =
|tempat_lahir =
|status_hidup_wafat = WAFAT
|sebab_wafat =
|tempat_wafat =
|hari_wafat =
|tgl_wafat_h = 13
|tgl_wafat_m =
|bln_wafat_h = Safar
|bln_wafat_m =
|thn_wafat_h = 303
|thn_wafat_m = 915
|tempat_makam =
}}
 
[[Kategori:Cendekiawan Sunni|Nasa'i]]
[[Kategori:Perawi hadits|Nasa'ihadis]]
[[deKategori:An-Ulama|Nasa'i]]
 
[[Kategori:Ulama Syafi'i Abad ke-4 H|Nasa'i]]
[[ar:أحمد بن شعيب النسائي]]
[[de:An-Nasa'i]]
[[en:Al-Nasa'i]]
[[tr:Nesâî]]