Sejarah Palembang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
OrophinBot (bicara | kontrib) |
||
(7 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
'''[[Palembang]]''' adalah ibu kota Provinsi [[
== Zaman Sriwijaya ==
Baris 5:
[[Prasasti Kedukan Bukit]], yang bertarikh 682 M, adalah prasasti tertua yang ditemukan di Palembang. Prasasti ini menceritakan seorang raja yang memperoleh kekuatan magis dan memimpin pasukan militer besar di atas air dan tanah, berangkat dari delta Tamvan, tiba di suatu tempat bernama "Matajap", dan (dalam interpretasi beberapa sarjana) mendirikan pemerintahan Sriwijaya. "Matajap" dai prasasti diyakini sebagai Mukha Upang, sebuah kabupaten di Palembang.<ref>{{citation|author= George Coedès | title=Les inscriptions malaises de Çrivijaya |publisher=BEFEO 1930}}</ref>
Menurut [[George Coedes]], "pada paruh kedua abad ke-9, Jawa dan Sumatra disatukan di bawah kekuasaan [[Sailendra]] yang
Sebagai ibu kota kerajaan Sriwijaya, kota tertua kedua di Asia Tenggara ini telah menjadi pusat perdagangan penting di Asia Tenggara maritim selama lebih dari satu milenium. Kerajaan ini berkembang dengan mengendalikan perdagangan internasional melalui [[Selat Malaka]] dari abad ke-7 hingga abad ke-13, mengukuhkan hegemoni atas negara-negara di Sumatra dan Semenanjung Malaya. Prasasti Sanskerta dan catatan perjalanan Tiongkok melaporkan bahwa kerajaan ini menjadi makmur karena merupakan perantara dalam perdagangan internasional antara Tiongkok dan India. Dikarenakan [[Muson]], atau angin musiman yang terjadi dua kali setahun, setelah sampai di Sriwijaya, para pedagang dari [[Tiongkok]] atau [[India]] harus tinggal di sana selama beberapa bulan menunggu perubahan arah angin, atau harus kembali ke Tiongkok atau India. Oleh karena itu, Sriwijaya
[[Berkas:Buddha Seguntang Palembang.jpg|jmpl|lurus|Sebuah rupaka Buddha, ditemukan di situs arkeologi Bukit Seguntang, kini dipajang di [[Museum Sultan Mahmud Badaruddin II]] Palembang.]]
Pada tahun 990, pasukan tentara dari [[Kerajaan Medang]] di Jawa menyerang Sriwijaya. Palembang porak-poranda dan istananya dijarah. Namun, [[Cudamani Warmadewa]] meminta perlindungan dari Tiongkok. Pada tahun 1006, invasi itu akhirnya dipukul mundur. Sebagai pembalasan, raja Sriwijaya mengirim pasukannya untuk membantu Raja Wurawari dari
Pada tahun 1068, Raja [[Virarajendra Chola]] dari [[Dinasti Chola]] di India menaklukkan wilayah yang sekarang disebut Kedah dari Sriwijaya.<ref>The Cambridge Economic History of India: c.1200-c.1750 herausgegeben by [[Tapan Raychaudhuri]], Irfan Habib, Dharma Kumar p.40</ref> Setelah kehilangan banyak tentara dalam perang dan dengan pundi-pundinya hampir kosong karena gangguan perdagangan selama dua puluh tahun, jangkauan Sriwijaya berkurang. Wilayahnya mulai memerdekakan diri dari kedaulatan Palembang dan mendirikan banyak kerajaan kecil di seluruh bekas imperium.<ref>{{cite book |last=Munoz|title=Early Kingdoms |page=166}}</ref> Sriwijaya akhirnya mengalami kemerosotan karena [[Ekspedisi Pamalayu|ekspedisi militer]] oleh [[Kerajaan Singasari|kerajaan-kerajaan Jawa]] pada abad ke-13.<ref name=":0"/>
Baris 30:
== Periode kolonial ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM De rivier de Musi bij Palembang TMnr 5426-8.jpg|jmpl|283x283px|Lukisan Palembang pada masa pemerintahan Belanda.]]
Sejak dihapuskannya Kesultanan Palembang pada tahun 1825 oleh Belanda, Palembang menjadi ibu kota Keresidenan Palembang, meliputi seluruh wilayah yang kelak menjadi Provinsi
Dari akhir abad kesembilan belas, dengan diperkenalkannya tanaman ekspor baru oleh perusahaan-perusahaan Belanda, Palembang bangkit kembali sebagai pusat ekonomi. Pada tahun 1900-an, perkembangan industri minyak dan karet menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang membawa masuknya para migran, meningkatnya [[urbanisasi]], dan perkembangan infrastruktur sosial ekonomi.<ref name=":2">{{Cite book|title = Palembang in the 1950s: The Making and Unmaking of a Region|last = Yeo|first = Woonkyung|publisher = University of Washington|year = 2012|isbn = |location = |pages = }}</ref>
Munculnya [[Karet alam|penanaman karet]] di
Terdapat tiga perusahaan perminyakan pada tahun 1900: Perusahaan Minyak Sumatra-Palembang (Sumpal); Perusahaan Minyak Muara Enim milik Prancis; dan Perusahaan Minyak Musi Ilir. Sumpal segera melebur ke dalam Royal Dutch, dan Muara Enim Co dan Musi Ilir Co juga melebur ke dalam Royal Dutch, masing-masing pada tahun 1904 dan 1906. Berdasarkan peleburan ini, Royal Dutch dan Shell mendirikan BPM, perusahaan yang mengoperasikan [[Royal Dutch Shell]], dan membuka sebuah kilang minyak di Plaju, di tepi Sungai Musi di Palembang, pada tahun 1907. Sementara BPM adalah satu-satunya perusahaan yang beroperasi di daerah ini sampai 1910-an, perusahaan-perusahaan minyak Amerika meluncurkan bisnis mereka di wilayah Palembang dari tahun 1920-an. [[Standard Oil of New Jersey]] mendirikan anak perusahaan, American Petroleum Company, dan, untuk mencegah undang-undang Belanda yang membatasi kegiatan perusahaan asing, American Petroleum Company mendirikan anak perusahaannya sendiri, Netherlands Colonial Oil Company (Nederlandche Koloniale Petroleum Maatschapij, NKPM). NKPM mulai membangun sendiri di daerah Sungai Gerong pada awal tahun 1920, dan menyelesaikan pembangunan jaringan pipa untuk mengirim 3.500 barel per hari dari ladang minyak mereka ke kilang di Sungai Gerong.
Baris 46:
== Periode pendudukan Jepang ==
[[Berkas:
Palembang merupakan sasaran prioritas tinggi bagi pasukan Jepang, karena merupakan lokasi dari beberapa kilang minyak terbaik di Asia Tenggara. Embargo minyak telah diberlakukan terhadap Jepang oleh Amerika Serikat, Belanda, dan Britania Raya. Dengan pasokan bahan bakar melimpah dan lapangan terbang di daerah itu, Palembang menawarkan potensi signifikan sebagai daerah pangkalan militer, baik bagi Sekutu maupun Jepang.<ref name=":3">{{cite web|title = The Battle for Palembang|url = http://www.dutcheastindies.webs.com/palembang.html|website = www.dutcheastindies.webs.com|accessdate = 2 January 2016|archive-date = 2015-07-09|archive-url = https://web.archive.org/web/20150709152300/http://www.dutcheastindies.webs.com/palembang.html|dead-url = yes}}</ref><ref name=":4">{{cite web|title = The Japanese Invasion of Sumatra Island|url = http://www.dutcheastindies.webs.com/fall_sumatra.html|website = www.dutcheastindies.webs.com|accessdate = 2 January 2016|deadurl = yes|archiveurl = https://web.archive.org/web/20121203032143/http://www.dutcheastindies.webs.com/fall_sumatra.html|archivedate = 3 December 2012|df = dmy-all}}</ref>
Pertempuran utama terjadi selama 13–16 Februari 1942. Sementara pesawat Sekutu menyerang perkapalan Jepang pada 13 Februari, pesawat angkut Kawasaki Ki-56 dari ''Chutai'' 1, 2, dan 3, Pasukan Udara Angkatan Darat Kekaisaran Jepang (IJAAF), menerjunkan pasukan parasut [[Teishin Shudan]] (Kelompok Penyergapan) di atas lapangan terbang Pangkalan Benteng. Pada saat yang sama, pesawat pengebom Mitsubishi Ki-21 dari ''Sentai'' ke-98 menjatuhkan pasokan untuk pasukan parasut. Formasi ini dikawal oleh pasukan besar pesawat pejuang Nakajima Ki-43 dari ''Sentai'' ke-59 dan 64. Sebanyak 180 orang dari Resimen Parasut Kedua Jepang, di bawah Kolonel Seiichi Kume, melakukan penerjunan di antara Palembang dan Pangkalan Benteng, dan lebih dari 90 orang melakukan penerjunan di barat kilang minyak di Plaju. Meskipun pasukan parasut Jepang gagal merebut lapangan terbang Pangkalan Benteng, di kilang minyak Plaju mereka berhasil menguasai seluruh kompleks, dalam kondisi tidak rusak. Namun, kilang minyak kedua di Sungai Gerong berhasil dihancurkan oleh Sekutu. Serangan balik darurat oleh pasukan Landstorm dan pasukan senjata antipesawat dari Prabumulih berhasil merebut kembali kompleks namun mengalami kerugian besar. Penghancuran yang direncanakan gagal untuk membuat kerusakan serius pada kilang, tetapi gudang-gudang minyak dibakar. Dua jam setelah penerjunan pertama, 60 prajurit parasut Jepang lainnya diterjunkan di dekat lapangan terbang Pangkalan Benteng.<ref name=":3"/><ref name=":4"/>
Baris 60:
== Periode revolusi kemerdekaan ==
Pada 8 Oktober 1945, Residen
Palembang diduduki oleh Belanda setelah sebuah pertempuran kota antara pasukan Republik dan Belanda pada 1–5 Januari 1947, yang dijuluki Pertempuran Lima Hari Lima Malam. Terdapat tiga front selama pertempuran yakni front Ilir Timur, front Ilir Barat, dan front Ulu. Pertempuran berakhir dengan gencatan senjata dan pasukan Republik dipaksa mundur sejauh {{convert|20|km|abbr=off}} dari Palembang.<ref>{{Cite book|title = Sejarah Indonesia V|last = Notosusanto|first = Nugroho|publisher = Balai Pustaka|year = 1987|isbn = |location = |pages = |last2 = Poesponegoro|first2 = Marwatidjoened}}</ref><ref>{{Cite book|title = Sedjarah Perdjuangan Indonesia|last = Dimjati|first = M|publisher = Widjaja|year = 1951|isbn = |location = Djakarta|pages = }}</ref>
Selama pendudukan, Belanda membentuk negara bagian federal
== Periode Orde Lama dan Orde Baru ==
Semasa pemberontakan [[Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia|PRRI]]/[[Permesta]], faksi pemberontak mendirikan Dewan Garuda di
Pada April 1962, pemerintah Indonesia memulai pembangunan [[Jembatan Ampera]] yang selesai dan secara resmi dibuka untuk umum pada 30 September 1965 oleh Menteri/Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal [[Ahmad Yani]], hanya beberapa jam sebelum dia dibunuh oleh pasukan [[Gerakan 30 September]]. Awalnya, jembatan itu dikenal sebagai Jembatan Bung Karno, sesuai nama presiden saat itu, tetapi setelah kejatuhannya, jembatan itu diganti namanya menjadi Jembatan Ampera.<ref>{{Cite book|title = Wiratman: Momentum & Innovation 1960–2010|last = Imelda Akmal (Ed)|first = |publisher = Mitrawira Aneka Guna|year = 2010|isbn = 978-602-97997-0-5|location = Jakarta|pages = }}</ref> Jembatan kedua di Palembang yang melintasi Sungai Musi, Jembatan Musi II dibangun pada 4 Agustus 1992.<ref name=":5">{{Cite journal|url = |title = Kerusuhan Di Kota Palembang Pada Bulan Mei Tahun 1998 dan Dampaknya Terhadap Masyarakat Kota Palembang di Bidang Politik, Ekonomi dan Sosial (1998–2003)|last = Winda|first = Heny|date = 23 October 2012|journal = UNSRI|doi = |pmid = |access-date = }}</ref>
Baris 73:
Pada 6 Desember 1988, pemerintah Indonesia memperluas wilayah administratif Palembang sejauh 12 kilometer dari pusat kota, dengan 9 desa dari [[Musi Banyuasin]] bergabung menjadi 2 kecamatan baru di Palembang dan 1 desa dari [[Kabupaten Ogan Komering Ilir|Ogan Komering Ilir]] digabungkan ke dalam Kecamatan Seberang Ulu I.<ref name=":5"/>
Semasa [[Kerusuhan Mei 1998]] di Indonesia, Palembang juga dilanda kerusuhan dengan 10 toko yang terbakar, lebih dari selusin mobil terbakar, dan beberapa orang terluka yang ditimbulkan oleh para perusuh ketika para mahasiswa berbaris ke kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
== Periode Reformasi ==
[[Berkas:SEA Games 2011 Opening Ceremony, Palembang, Indonesia 2011-11-11 cropped.jpg|jmpl|Upacara pembukaan Pesta Olahraga Asia Tenggara 2011 di [[Stadion Jakabaring]], Palembang, 11 November 2011.]]
Pada tahun 1998, sebuah kompleks olahraga beserta stadion utamanya, [[Stadion Gelora Sriwijaya]], dibangun di Jakabaring, selesai pada tahun 2004. Stadion ini berfungsi sebagai tempat untuk [[Pekan Olahraga Nasional XVI|Pekan Olahraga Nasional 2004]]. Palembang menjadi tuan rumah [[Pekan Olahraga Nasional]] pada tahun 2004 setelah 47 tahun terakhir diselenggarakan di luar Jawa dan 51 tahun di Sumatra.<ref>{{cite web|title = Dari Senayan ke Jakabaring {{!}} Republika Online|url = http://www.republika.co.id/berita/koran/teraju/15/08/28/ntsboe44-dari-senayan-ke-jakabaring|website = Republika Online|accessdate = 3 January 2016}}</ref> Tujuh tahun kemudian, Palembang menjadi tuan rumah [[Pesta Olahraga Asia Tenggara 2011]] bersama dengan Jakarta. Pada tahun 2013, pemerintah Indonesia memutuskan untuk mengganti tuan rumah [[Islamic Solidarity Games 2013]] dari [[Pekanbaru]] ke Palembang karena beberapa masalah yang terjadi di tuan rumah sebelumnya, termasuk Gubernur [[Riau]], [[Rusli Zainal]] yang tersandung skandal korupsi.<ref>{{
Presiden keenam Indonesia, [[Susilo Bambang Yudhoyono]], mencanangkan Palembang sebagai "Kota Wisata Air" pada 27 September 2005.<ref>{{
Sejak tahun 2015, pemerintah Indonesia mulai meningkatkan kemampuan transportasi Palembang dengan pembangunan [[LRT Palembang|sistem angkutan cepat dengan kereta api ringan]] pertama di Indonesia dari [[Bandar Udara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II]] ke Jakabaring, [[Jalan Tol Trans Sumatra|jalan tol]] kota, dua jembatan Sungai Musi, dan dua jalan layang, semuanya diharapkan akan beroperasi sebelum Asian Games 2018.<ref>{{cite web|url=http://www.antarasumsel.com/berita/299686/pemasangan-tiang-pancang-lrt-palembang-mulai-dikerjakan|title=Pemasangan tiang pancang LRT Palembang mulai dikerjakan|website=www.antarasumsel.com|accessdate=3 January 2016}}</ref><ref>{{
== Lihat juga ==
|