Sunan Ampel: Perbedaan antara revisi

[revisi tidak terperiksa][revisi terperiksa]
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
k Mengembalikan suntingan oleh Daeng Hanif (bicara) ke revisi terakhir oleh Raden Salman
Tag: Pengembalian Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(160 revisi perantara oleh 60 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox Ulama Muslim|honorific_prefix=As-Syekh Sayyid Ali Rahmatullah|image=Sunan Ampel BW.png|caption=Ilustrasi Sunan Ampel|title=Sunan Ampel|kunya=|name=|nasab=bin Ibrahim Zainuddin|nisbah=As - Samarqandy|parents=[[Maulana Ibrohim Asmoroqondi|Ibrahim As-Samarqandy]] (ayah)<br> Dewi Candrawulan (ibu)|relatives=|spouse={{unbulleted list
{{Refimprove-bio-tokohmuslim}}
| - [[Dewi Candrawati]]
| - [[Dewi Karimah]]
}}|children={{collapsible list|title=Pernikahan dengan Dewi Candrawati :
| - Siti Fatimah <br> ([[Nyai Ageng Manyuro]])
| - Siti Syari’ah <br> ([[Nyai Ageng Maloka]])
| - [[Nyai Ageng Tuban]]
| - [[Nyai Ageng Tandhes]]
| - Makhdum Ibrahim ([[Sunan Bonang]])
| - Syarifuddin <br> ([[Sunan Drajat]])
}}
{{collapsible list|title=Pernikahan dengan Dewi Karimah :
| - Dewi Murtasiyah (Istri [[Sunan Giri]])
| - Dewi Murthasimah (Istri [[Raden Fatah]])
| - Raden Hisamuddin (Sunan Lamongan)
| - Raden Zainal Abidin ([[Sunan Demak]])
| - [[Raden Hamzah]] (Pangeran Tumapel)
}}|birth_name=Ali Rahmatullah|birth_date=|birth_place=1401 [[Kerajaan Champa|Kesultanan Champa]]|death_date=1481|death_place=[[Surabaya]], [[Kerajaan Majapahit]]|death_cause=|resting_place=[[Ampel, Semampir, Surabaya]]|other_names=|nationality=- [[Kerajaan Champa|Kesultanan Champa]] <br>
- [[Kerajaan Majapahit]]|era=|region=|occupation=Mufti [[Walisongo]] Ke-2|denomination=[[Sunni]]|jurisprudence=|creed=|movemet=|main_interests=|notable_ideas=|notable_works=|alma_mater=|disciple_of=[[Maulana Ibrohim Asmoroqondi|Ibrahim As-Samarqandy]],
[[Ali Rahmatullah#Guru-gurunya|Guru-gurunya]]|awards=|influences=|influenced=[[Sunan Giri]], [[Sunan Kalijaga]], [[Sunan Bonang]], [[Sunan Drajat]], [[Raden Fatah]], [[Mbah Sholeh]], [[Mbah Shonhaji]], [[Syekh Khalifah Husein]],
[[Syekh Zain Abdul Qodir]],
[[Syekh Jamhur Alim]],
[[Sunan Ngudung]],
[[Ki Ageng Pandan Arang|Sunan Pandanaran]],
[[Syekh Suta Maharaja]],
[[Ali Rahmatullah#Murid-muridnya|Dan Murid-murid Lainnya]]|module=|signature=}}
 
'''Ali Rahmatullah''' atau yang dikenal dengan '''Sunan Ampel''' adalah salah seorang wali di antara [[Walisongo]] yang menyebarkan ajaran Islam di [[Jawa|PulauTanah Jawa]]. Ia lahir pada tahun [[1401]] di [[Kerajaan Campa|Campa]]. Menurut Encyclopedia Van Nederlandesh Indie diketahui bahwadaerah [[Kerajaan Champa|CampaChampa]] adalah satu kerajaan kuno yang terletak di [[Vietnam]] hingga Laos sekarang.
 
Sunan Ampel adalah putraPutra dari [[Syekh Ibrahim As-Samarqandy]] yangdengan dimakamkanDewi di Palang, Tuban Jawa Timur IndonesiaCandrawulan. Sayyid Ibrahim Asmarakandi merupakan putra Sayyid Asyaikh Jamaluddin al- Kubro (terkenal Syaih Jumadil Kubro, dimakamkan di Pemakaman Troloyo Mojokerto).Sunan Ampel, Radenjuga Rahmat adalah cucu Sultan Champa T danmerupakan keponakan [[Dyah Dwarawati]], istri Brawijaya[[Bhre V,Kertabhumi]] Breraja Kertabumi)[[Majapahit]].
 
== Riwayat ==
Dalam catatan [[Berita Tiongkok|Kronik Tiongkok]] dari [[Klenteng Sam Po Kong]], Sunan Ampel dikenal sebagai Bong Swi Hoo, cucu dari Haji Bong Tak Keng - seorang Tionghoa (suku [[Hui]] beragama Islam [[mazhab Hanafi]]) yang ditugaskan sebagai Pimpinan Komunitas Tionghoa di Champa oleh [[Ceng Ho|Sam Po Bo]]. Sedangkan Yang Mulia Ma Hong Fu - menantu Haji Bong Tak Keng ditempatkan sebagai duta besar Tiongkok di pusat kerajaan Majapahit, sedangkan Haji Gan En Cu juga telah ditugaskan sebagai kapten Tionghoa di Tuban. Haji Gan En Cu kemudian menempatkan menantunya Bong Swi Hoo sebagai kapten Tionghoa di Jiaotung (Bangil).<ref name="Muljana">{{id}} {{cite book|last=Muljana|first=Slamet|year=2005|url=http://books.google.co.id/books?id=j9ZOKjMxVdIC&lpg=PA78&dq=suma%20oriental&pg=PA63#v=onepage&q=suma%20oriental&f=false|title=Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara|publisher=PT LKiS Pelangi Aksara|isbn=9798451163|pages=63}}ISBN 978-979-8451-16-4</ref><ref>Bong (Wong) marga Tionghoa muslim bermazhab Hanafi dari [[Yunnan]]</ref> '''Namun, catatan Kronik Tiongkok dari Klenteng Sam Po Kong ini tidak benar dan tidak ditemukan bukti fisiknya karena merupakan propaganda Belanda untuk mengaburkan sejarah Indonesia.'''<ref>Suryanegara, Ahmad Mansur. "Api Sejarah, jilid 1." Bandung, Salamadani (2012).</ref>
'''Sayyid Ali Rahmatullah''' datang ke Jawa bersama ayahnya bernama Syekh Ibrahim Asmaraqandi untuk menyebarkan agama Islam. Sekaligus silaturahmi ke bibinya, Dewi Dwarawati yang menjadi istri Prabu [[Kertabhumi]].
Dalam [[Serat Darmo Gandhul]], Sunan Ampel disebut Sayyid Rahmad merupakan keponakan dari Putri Champa permaisuri Prabu [[Brawijaya]] yang merupakan seorang muslimah.
 
Kapal Raden Santri beserta rombongan tiba di sebelah timur [[Bandar Tuban]], yang disebut [[Gisik]] (sekarang bernama Gesikharjo).
Raden Rahmat dan Raden Santri adalah anak Maulana Malik Ibrahim, keturunan suku [[Hui]] dari [[Yunnan]] yang merupakan percampuran bangsa Han/Tionghoa dengan bangsa Arab dan Asia Tengah (Samarkand/Asmarakandi). Raden Rahmat, Raden Santri dan Raden Burereh/Abu Hurairah (cucu raja Champa) pergi ke Majapahit mengunjungi bibi mereka bernama Dwarawati puteri raja Champa yang menjadi permaisuri raja Brawijaya. Raja Champa saat itu merupakan seorang muallaf. Raden Rahmat, Raden Santri dan Raden Burereh akhirnya tidak kembali ke negerinya karena Kerajaan Champa dihancurkan oleh Kerajaan Viet Nam.
 
Pendaratan di Gisik dilakukan sebagai salah satu bentuk kehati-hatian, dikarenakan [[Tuban]] pada saat itu menjadi [[Pelabuhan Internasional Majapahit]].<ref>{{cite web|first=Rijal|last=Mumazziq Z|url=https://ejournal.inaifas.ac.id/index.php/falasifa/article/download/157/139?|title=Jejak Ulama Uzbekistan Di Nusantara|language=id|access date=3 September 2021}}</ref> Dengan cara mendarat di tempat yang tidak terlalu ramai ini, Syekh Ibrahim As-Samarqandi memulai dakwahnya.
Menurut [[Hikayat Banjar dan Kotawaringin]] (= Hikayat Banjar resensi I), nama asli Sunan Ampel adalah Raja Bungsu, anak Sultan [[Kesultanan Pasai|Pasai]]. Dia datang ke Majapahit menyusul/menengok kakaknya yang diambil istri oleh Raja Mapajahit. Raja Majapahit saat itu bernama Dipati Hangrok dengan mangkubuminya [[Patih Udara|Patih Maudara]] (kelak [[Brawijaya VII]]) . Dipati Hangrok (alias [[Girindrawardhana]] alias [[Brawijaya VI]]) telah memerintahkan menterinya Gagak Baning melamar Putri Pasai dengan membawa sepuluh buah perahu ke Pasai. Sebagai kerajaan Islam, mulanya Sultan Pasai keberatan jika Putrinya dijadikan istri Raja Majapahit, tetapi karena takut binasa kerajaannya akhirnya Putri tersebut diberikan juga. Putri Pasai dengan Raja Majapahit memperoleh anak laki-laki. Karena rasa sayangnya Putri Pasai melarang Raja Bungsu pulang ke Pasai. Sebagai ipar Raja Majapahit, Raja Bungsu kemudian meminta tanah untuk menetap di wilayah pesisir yang dinamakan Ampelgading. Anak laki-laki dari Putri Pasai dengan raja Majapahit tersebut kemudian dinikahkan dengan puteri raja Bali. Putra dari Putri Pasai tersebut wafat ketika istrinya Putri dari raja Bali mengandung tiga bulan. Karena dianggap akan membawa celaka bagi negeri tersebut, maka ketika lahir bayi ini (cucu Putri Pasai dan Brawijaya VI) dihanyutkan ke laut, tetapi kemudian dapat dipungut dan dipelihara oleh Nyai Suta-Pinatih, kelak disebut [[Pangeran Giri]]. Kelak ketika terjadi huru-hara di ibu kota Majapahit, Putri Pasai pergi ke tempat adiknya Raja Bungsu di Ampelgading. Penduduk desa-desa sekitar memohon untuk dapat masuk Islam kepada Raja Bungsu, tetapi Raja Bungsu sendiri merasa perlu meminta izin terlebih dahulu kepada Raja Majapahit tentang proses islamisasi tersebut. Akhirnya Raja Majapahit berkenan memperbolehkan penduduk untuk beralih kepada agama Islam. Petinggi daerah Jipang menurut aturan dari Raja Majapahit secara rutin menyerahkan hasil bumi kepada Raja Bungsu. Petinggi Jipang dan keluarga masuk Islam. Raja Bungsu beristrikan puteri dari petinggi daerah Jipang tersebut, kemudian memperoleh dua orang anak, yang tertua seorang perempuan diambil sebagai istri oleh [[Sunan Kudus]] (tepatnya Sunan Kudus senior/Undung/Ngudung), sedang yang laki-laki digelari sebagai [[Pangeran Bonang]]. Raja Bungsu sendiri disebut sebagai [[Pangeran Makhdum]].
 
Tidak lama setelah sampai di [[Tuban]] ayahanda Raden Santri menderita sakit kemudian meninggal dunia dan dimakamkan di daerah pesisir [[Gesikharjo]], [[Palang]], [[Tuban]]. Setelah kematian ayahandanya Raden Santri dan Sunan Ampel didampingi oleh [[Abu Hurairah]] (Raden Burereh) menuju ke Ibukota Majapahit.
== Silsilah ==
 
Selama setahun di Majapahit, beliau hendak balik ke Champa tapi negeri tesebut sudah hancur dan dikuasai raja Pelbegu dari kerajaan Koci. Berkat saran raja Kertabhumi, Raden Santri disuruh menetap di Gresik.<ref>{{cite web|last=Budi|url=https://www.laduni.id/post/read/65122/wisata-religi-dan-bertawassul-di-makam-raden-santri-gresik|title=Wisata Religi dan Bertawassul di Makam Raden Santri Gresik|date=16 September 2019|language=id|access date=3 September 2021}}</ref><ref>{{Cite book|last=Sunyoto|first=Agus|date=Juni 2016|title=Atlas Wali Songo|location=Tangerang Selatan|publisher=Pustaka IIMaN dan Lesbumi PBNU|isbn=978-602-8648-18-9|pages=191-205|url-status=live}}</ref>
* Sunan Ampel / Raden Rahmat / Sayyid Ali Rahmatullah bin
* [[Maulana Malik Ibrahim]] / Syekh Ibrahim As-Samarqandy bin
* [[Syaikh Jumadil Qubro]] / [[Jamaluddin Akbar al-Husaini]] bin
* Ahmad Jalaluddin Syah bin
* Abdullah Khan bin
* Abdul Malik Al-Muhajir (Nasrabad,India) bin
* Alawi Ammil Faqih (Hadhramaut) bin
* [[Muhammad Sohib Mirbath]] (Hadhramaut)
* Ali Kholi' Qosam bin
* Alawi Ats-Tsani bin
* Muhammad Sohibus Saumi'ah bin
* Alawi Awwal bin
* Ubaidullah bin
* [[Ahmad al-Muhajir]] bin
* Isa Ar-Rumi bin
* Muhammad An-Naqib bin
* [[Ali Uraidhi]] bin
* [[Ja'far ash-Shadiq]] bin
* [[Muhammad al-Baqir]] bin
* [[Ali Zainal Abidin]] bin
* [[Husain bin Ali|Husain]] bin
* [[Ali bin Abi Thalib]] dan [[Fatimah az-Zahra]] binti [[Muhammad]]
 
== Ajaran ==
Jadi, Sunan Ampel memiliki darah Uzbekistan dan Champa dari sebelah ibu. Tetapi dari ayah leluhur mereka adalah keturunan langsung dari [[Ahmad al-Muhajir]], Hadhramaut. Bermakna mereka termasuk keluarga besar Saadah BaAlawi.
[[Moh limo]] Mohlimo atau Molimo, Moh (tidak mau), limo (lima), adalah falsafah dakwah Sunan Ampel untuk memperbaiki kerusakan akhlak di tengah masyarakat pada zaman itu yaitu:
 
== Keturunan ==
Isteri Pertama, yaitu: Dewi Condrowati alias Nyai Ageng Manila binti Aryo Tejo Al-Abbasyi, berputera:
# Maulana Mahdum Ibrahim/Raden Mahdum Ibrahim/ [[Sunan Bonang]]/Bong Ang
# Syarifuddin/Raden Qasim/ [[Sunan Drajat]]
# Siti Syari’ah/ Nyai Ageng Maloka/ Nyai Ageng Manyuran
# Siti Muthmainnah
# Siti Hafsah
 
Isteri Kedua adalah Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning, berputera:
# Dewi Murtasiyah/ Istri [[Sunan Giri]]
# Dewi Asyiqah/ Istri [[Sunan Kalijaga]]
# Raden Husamuddin ([[Sunan Lamongan]])
# Raden Zainal Abidin ([[Sunan Demak]])
# [[Pangeran Tumapel]]
# Raden Faqih ([[Sunan Ampel 2]])
 
== Sejarah dakwah (kisah para wali di tanah Jawa) ==
Syekh Jumadil Qubro, dan kedua anaknya, Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishak bersama sama datang ke pulau Jawa. Setelah itu mereka berpisah, Syekh Jumadil Qubro tetap di pulau Jawa, Maulana Malik Ibrahim ke [[Champa]], Vietnam Selatan, dan adiknya Maulana Ishak mengislamkan Samudra Pasai.
 
Di Kerajaan [[Champa]], Maulana Malik Ibrahim berhasil mengislamkan Raja Champa, yang akhirnya mengubah Kerajaan Champa menjadi Kerajaan Islam. Akhirnya dia dijodohkan dengan putri raja Champa (adik Dwarawati), dan lahirlah Raden Rahmat. Di kemudian hari Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa tanpa diikuti keluarganya.
 
Sunan Ampel (Raden Rahmat) datang ke [[pulau Jawa]] pada tahun [[1443]], untuk menemui bibinya, Dwarawati. Dwarawati adalah seorang putri Champa yang menikah dengan raja [[Majapahit]] yang bernama [[Prabu Kertawijaya]].
 
Sunan Ampel menikah dengan Nyai Ageng Manila, putri seorang adipati di [[Tuban]] yang bernama Arya Teja.
Mereka dikaruniai 4 orang anak, yaitu:
# Putri Nyai Ageng Maloka,
# Maulana Makdum Ibrahim ([[Sunan Bonang]]),
# Syarifuddin ([[Sunan Drajat]])
# Syarifah, yang merupakan istri dari [[Sunan Kudus]].
 
[[Moh limo]]<ref>[http://www.mohlimo.com/ Mohlimo]</ref> atau Molimo, Moh (tidak mau), limo (lima), adalah falsafah dakwah Sunan Ampel untuk memperbaiki kerusakan akhlak di tengah masyarakat pada zaman itu yaitu:
# Moh Mabok: tidak mau minum minuman keras, khamr dan sejenisnya.
# Moh Main: tidak mau main judi, togel, taruhan dan sejenisnya.
Baris 76 ⟶ 49:
# Moh Maling: tidak mau mencuri, korupsi, merampok dan sejenisnya.
 
== Pemakaman ==
[[Berkas:Makam Sunan Ampel.jpg|ka|jmpl|200px|Makam Sunan Ampel di Surabaya]]
[[Berkas:Makam Sunan Ampel.jpg|ka|jmpl|200px|Makam Sunan Ampel di [[Kota Surabaya]].]]
Pada tahun [[1479]], Sunan Ampel mendirikan [[Mesjid Agung Demak]]. Dan yang menjadi penerus untuk melanjutkan perjuangan dakwah dia di Kota Demak adalah Raden Zainal Abidin yang dikenal dengan Sunan Demak, dia merupakan putra dia dari istri dewi Karimah.Sehingga Putra Raden Zainal Abidin yang terakhir tercatat menjadi Imam Masjid Agung tersebut yang bernama Raden Zakaria (Pangeran Sotopuro).
Pada tahun [[1479]], Sunan Ampel mendirikan [[Mesjid Agung Demak]]. Dan yang menjadi penerus untuk melanjutkan perjuangan dakwah dia di Kota Demak adalah Raden Zainal Abidin yang dikenal dengan [[Sunan Demak]], dia merupakan putra dia dari istri dewi Karimah.
 
Putra Raden Zainal Abidin yang terakhir, tercatat menjadi Imam Masjid Agung tersebut yang bernama Raden Zakaria (Pangeran Sotopuro).
Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun [[1481]] di Demak dan dimakamkan di sebelah barat [[Masjid Ampel]], [[Surabaya]].
 
Sunan Ampel meninggal pada tahun [[1481]].<ref>{{Cite book|last=Arif|first=Mohammad|date=2017|url=http://repository.iainkediri.ac.id/28/1/Studi%20Islam%20dalam%20Dinamika%20%20Global_ganti%20Ukuran.pdf|title=Studi Islam dalam Dinamika Global|location=Kediri|publisher=STAIN Kediri Press|editor-last=Anam|editor-first=Wahidul|pages=35|url-status=live}}</ref> Ia dimakamkan di [[Kota Surabaya]], [[Jawa Timur]].<ref>{{Cite book|last=Sukandar, dkk.|date=Desember 2016|url=http://bpp.fpik.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/02/PROFIL-DESA-PESISIR-UTARA-JAWA-TIMUR-Vol-1.pdf|title=Profil Desa Pesisir Provinsi Jawa Timur Volume 1 (Utara Jawa Timur)|location=Surabaya|publisher=Bidang Kelautan, Pesisir, dan Pengawasan, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur|pages=2|url-status=live}}</ref> Lokasi makamnya berada di [[Masjid Ampel]].
== Referensi ==
 
== Kutipan ==
{{reflist}}
 
== PustakaReferensi ==
* [[Ahmad Asep Abdul Aziz]], Hikayat Banjar terjemahan dalam [[Bahasa Malaysia]] oleh [[Siti Hawa Salleh]], Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - [[Ampang]]/[[Hulu Kelang]] - [[Selangor]] Darul Ehsan, [[Malaysia]] [[1990]].
 
* [[Sajarah Dalem Pangiwa lan Panengen]], Karya Ki Padmasusastra. Penerbit : Yayasan Sastra Lestari. Semarang-Surabaya: G.C.T van Dorep & Co [[1902]].
* [[Johannes Jacobus Ras]], Hikayat Banjar terjemahan dalam [[Bahasa Malaysia]] oleh [[Siti Hawa Salleh]], Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - [[Ampang]]/[[Hulu Kelang]] - [[Selangor]] Darul Ehsan, [[Malaysia]] [[1990]].
 
{{Walisongo}}
* [[Serat Walisana]] (Babad Para Wali), Karya Sunan Dalem. Diterjemahkan oleh Ki Tarka Sutarahardja. Penyadur R. Tanojo. Editor Naqobah Ansab Awliya’ Tis’ah (NAAT). Cetakan Pertama 2020. ISBN : 978-623-7817-04-8. Penerbit : Yudharta Press [[Pasuruan]] [[2020]].
 
{{Walisongo}}
{{lifetime|1401|1481|}}
 
[[Kategori:Walisongo|AmpelWali Sanga]]
[[Kategori:TokohUlama penyebar Islam di IndonesiaNusantara]]
[[Kategori:Ulama Nusantara|Sunan Ampel]]
[[Kategori:Sunan|Ampel]]