A.A. Navis: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
ce
Tag: halaman dengan galat kutipan Suntingan visualeditor-wikitext
k koreksi tanda baca
 
(46 revisi perantara oleh 17 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox persontokoh}}
[[Haji]] ''' Ali Akbar Navis''' ({{lahirmati|[[Padang Panjang]], [[Pantai Barat Sumatra|Sumatra's Westkust]]|17|11|1924|[[Padang]], [[Sumatera Barat]]|22|3|2003}}; dikenal dengan nama '''A.A. Navis''') adalah seorang [[sastrawan]], kritikus budaya, dan politikus Indonesia asal [[Sumatera Barat]]. Ia terkenal karena cerita pendeknya ''[[Robohnya Surau Kami]]'' (1956). Novelnya yang berjudul "Saraswati" diterbitkan kembali oleh Gramedia Pustaka Utama pada 2002.
|name = Ali Akbar Navis
|image = Aa navis.jpg|thumb|A.A. Navis
|alt =
|caption =
|birth_name =
|birth_date = {{Birth date|1924|11|17}}
|birth_place = {{negara|Hindia Belanda}} Kampuang Jao, [[Padangpanjang]], [[Pantai Barat Sumatra|Sumatra's Westkust]], [[Hindia Belanda]]
|death_date = {{Death date and age|2003|3|22|1924|11|17}}
|death_place = {{negara|Indonesia}} [[Padang]], [[Sumatra Barat]]
|nationality = {{negara|Indonesia}} [[Indonesia]]
|other_names =
|alma_mater = [[INS Kayutanam]]
|occupation = [[Sastrawan]], [[budayawan]]
|known_for =
|religion = [[Islam]]
|spouse =
|children =
|parents =
}}
[[Haji]] ''' Ali Akbar Navis''' ({{lahirmati|[[Padang Panjang]], [[Pantai Barat Sumatra|Sumatra's Westkust]]|17|11|1924|[[Padang]], [[Sumatra Barat]]|22|3|2003}}; dikenal dengan nama '''A.A. Navis''') adalah seorang [[sastrawan]], [[budayawan]], [[pelukis]], dan [[politisi]] [[Indonesia]] asal [[Sumatra Barat]]. Ia terkenal karena cerita pendek ''[[Robohnya Surau Kami]]'' (1956). Ia juga pernah menjadi anggota |DPRD Sumatra Barat]] dua periode (1972–1982).
 
== Kehidupan awalBiografi ==
Ali Akbar Navis lahir di Kampung Jawa, [[Padangpanjang]] pada 17 November 1924. Ayahnya bernama Nafis Sutan Marajo, mandor kepala ''[[Staatsspoorwegen]]''. Ibunya bernama Sawiyah. Ia menyelesaikan studi di [[INS Kayutanam|Ruang Pendidik Institut Nasional Syafei]] (INS) di [[Kayu Tanam, 2x11 Kayu Tanam, Padang Pariaman|Kayutanam]] pada tahun 1946.<ref name=Profil200/>
[[Berkas:A.A Navis Makam.jpg|right|thumb|256|Makam Navis di TPU Tunggul Hitam, Padang]]
Ali Akbar Navis lahir di Kampung Jawa, [[Padangpanjang]] pada 17 November 1924. Ia menyelesaikan studi di [[INS Kayutanam|Institut Nasional Syafei]] (INS) di [[Kayu Tanam, 2x11 Kayu Tanam, Padang Pariaman|Kayutanam]] pada tahun 1946. Selepas sekolah, ia pernah bekerja sebagai seorang pegawai pada sebuah pabrik [[porselen]] di Padang Panjang, kota kelahirannya, dan kemudian menjadi seorang pegawai negeri. Dari tahun 1955 hingga 1957, ia merupakan Kepala Bagian Kesenian pada Jawatan Kebudayaan Sumatra Barat, berkedudukan di [[Bukittinggi]]. Ia juga pernah memimpin harian ''Semangat'' sebagai pemimpin redaksi dari tahun 1971 hingga 1972.<ref name=Kemdikbud>[http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/A_A_Navis "A. A. Navis (1924—2003)"] pada Ensiklopedia Sastra Indonesia, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.</ref>
 
Selepas sekolah, Navis pernah bekerja sebagai seorang pegawai pada sebuah pabrik [[porselen]] di Padang Panjang, kota kelahirannya. Ia kemudian menjadi seorang pegawai negeri. Dari tahun 1952 hingga 1955, ia merupakan Kepala Bagian Kesenian pada Jawatan Kebudayaan [[Sumatra Tengah]], berkedudukan di [[Bukittinggi]].<ref name=Profil200/>
Dari tahun 1972 hingga 1982, Navis duduk di [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatra Barat]] sebagai wakil dari [[Golkar]].<ref name=200>[https://books.google.co.id/books?id=5IhwAAAAMAAJ&pg=PA30&lpg=PA30&dq=ali+akbar+navis+golkar&source=bl&ots=YPHufaPIhf&sig=ACfU3U3oRgyaqfDq_ri3kF1K1AZpgXBC1g&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiF6IOkirn0AhWC63MBHTJ1DaAQ6AF6BAgMEAM#v=onepage&q=ali%20akbar%20navis%20golkar&f=false "Profil 200 tokoh aktivis & pemuka masyarakat Minang"], hlm 30-32.</ref>
 
Pada awal karirnya, Navis aktif di dunia jurnalistik. Ia juga pernah memimpin harian ''Semangat'' sebagai pemimpin redaksi dari tahun 1971 hingga 1972.<ref name=Kemdikbud>[http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/A_A_Navis "A. A. Navis (1924–2003)"] pada Ensiklopedia Sastra Indonesia, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.</ref> Dari tahun 1950 hingga 1958, ia juga pernah berperan sebagai penasihat ahli untuk [[RRI]] Studio Bukittinggi. Terakhir, ia bekerja sebagai manajer umum bagi percetakan ''Singgalang'' dari tahun 1982 hingga 1984.<ref name=Profil200/>
== Kepenulisan ==
Ia yang mengaku mulai menulis sejak tahun [[1950]], namun hasil karyanya baru mendapat perhatian dari media cetak sekitar [[1955]], itu telah menghasilkan sebanyak 65 karya sastra dalam berbagai bentuk. Ia telah menulis 22 buku, ditambah lima [[antologi]] bersama sastrawan lainnya, dan delapan antologi luar negeri, serta 106 makalah yang ditulisnya untuk berbagai kegiatan akademis di dalam maupun di luar negeri dan dihimpun dalam buku ''Yang Berjalan Sepanjang Jalan''. Novel terbarunya, ''Saraswati'', diterbitkan oleh [[Gramedia]] [[Pustaka]] Utama pada [[2002]].
 
Selain itu, Navis aktif pula sebagai seorang pengajar dan akademisi. Ia tercatat pernah mengajar sebagai guru gambar di Sekolah Kepanduan Putri Bukittinggi (1955-58)<ref name=Profil200/> dan dosen luar biasa pada Akademi Seni Karawitan Indonesia (kini [[Institut Seni Indonesia Padang Panjang|Institut Seni Indonesia]]) Padang Panjang dan Fakultas Sastra (kini Fakultas Ilmu Budaya) [[Universitas Andalas]].<ref name=Profil200/><ref name=Kemdikbud/>
Beberapa karyanya yang amat terkenal adalah:
* Robohnya Surau Kami (1955)
* Bianglala (1963)
* Hujan Panas (1964)
* Kemarau (1967)
* Saraswati
* Si Gadis dalam Sunyi (1970)
* Dermaga dengan Empat Sekoci (1975)
* Di Lintasan Mendung (1983)
* Dialektika Minangkabau (editor, 1983)
* Alam Terkembang Jadi Guru (1984)
* Hujan Panas dan Kabut Musim (1990)
* Cerita Rakyat Sumbar (1994)
* Jodoh (1998)
 
Dari tahun 1972 hingga 1982, Navis duduk di [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Barat]] sebagai wakil dari [[Golkar]]. Di partai ini, ia pernah duduk sebagai anggota Dewan Pertimbangan DPD Golkar Sumbar periode 1994 hingga 1999.<ref name=Profil200>{{Cite book|date=1995|url=https://books.google.com/books?id=5IhwAAAAMAAJ&pg=PA30|title=Profil Tokoh, Aktivis, dan Pemuka Masyarakat Minang|publisher=Permo Promotion|isbn=978-979-8931-00-0|pages=30–32|language=id|access-date=11 Januari 2024|url-status=live|dead-url=no}}</ref>
Sebagai seorang penulis, ia tak pernah merasa tua. Pada usia gaek ia masih saja menulis. Buku terakhirnya, berjudul ''Jodoh'', diterbitkan oleh Grasindo, [[Jakarta]] atas kerjasama [[Yayasan]] Adikarya Ikapi dan The Ford Foundation, sebagai kado ulang tahun pada saat usianya genap 75 tahun. ''Jodoh'' berisi sepuluh buah cerpen yang ditulisnya sendiri, yakni ''Jodoh'' (cerpen pemenang pertama sayembara Kincir Emas Radio Nederland Wereldemroep, [[1975]]), ''Cerita 3 Malam'', ''Kisah Seorang Hero'', ''Cina Buta'', ''Perebutan'', ''Kawin'' (cerpen pemenang majalah Femina, [[1979]]), ''Kisah Seorang Pengantin'', ''Maria'', ''Nora'', dan ''Ibu''. Ada yang ditulis tahun 1990-an, dan ada yang ditulis tahun 1950-an.
 
== Kepenulisan ==
Padahal menulis bukanlah pekerjaan mudah, tetapi memerlukan energi pemikiran serius dan santai. "Tidak semua gagasan dapat diimplementasikan dalam sebuah tulisan, dan bahkan kadang-kadang memerlukan waktu 20 tahun untuk melahirkan sebuah tulisan. Kendati demikian, ada juga tulisan yang dapat diselesaikan dalam waktu sehari saja. Namun, semua itu harus dilaksanakan dengan tekun tanpa harus putus asa. Saya merasa tidak pernah tua dalam menulis segala sesuatu termasuk cerpen," katanya dalam suatu diskusi di Jakarta.
A.A. Navis telah menghasilkan 65 karya sastra dalam berbagai bentuk sejak mulai menulis pada 1950, meskipun baru mendapat perhatian media cetak sekitar tahun 1955. Karya-karyanya meliputi 22 buku, ditambah lima antologi bersama sastrawan Indonesia lain dan delapan antologi luar negeri, serta 106 makalah akademis yang dihimpun dalam buku ''Yang Berjalan Sepanjang Jalan''.
 
Buku terakhirnya, berjudul ''Jodoh'', diterbitkan oleh Grasindo atas kerjasama Yayasan Adikarya IKAPI dan The [[Ford Foundation]], sebagai kado ulang tahun pada saat usianya genap 75 tahun. ''Jodoh'' berisi sepuluh buah cerpen yang ditulisnya sendiri, yakni ''Jodoh'' (cerpen pemenang pertama sayembara Kincir Emas [[Radio Nederland Wereldomroep|Radio Nederland Wereldemroep]] pada 1975), ''Cerita 3 Malam'', ''Kisah Seorang Hero'', ''Cina Buta'', ''Perebutan'', ''Kawin'' (cerpen pemenang majalah ''[[Femina]]'' pada 1979), ''Kisah Seorang Pengantin'', ''Maria'', ''Nora'', dan ''Ibu''. Ada yang ditulis tahun 1990-an, dan ada yang ditulis tahun 1950-an.
Kiat menulis itu, menurutnya, adalah aktivitas menulis itu terus dilakukan, karena menulis itu sendiri harus dijadikan kebiasaan dan kebutuhan dalam kehidupan. Ia sendiri memang terus menulis, sepanjang hidup, sampai tua. Mengapa? "Soalnya, senjata saya hanya menulis," katanya. Baginya, menulis adalah salah satu alat dalam kehidupannya. "Menulis itu alat, bukan pula alat pokok untuk mencetuskan ideologi saya. Jadi waktu ada mood menulis novel, menulis novel. Ada mood menulis cerpen, ya menulis cerpen," katanya seperti dikutip ''Kompas'', [[Minggu]], [[7 Desember]] [[1997]].
 
A.A. Navis menjadikan menulis sebagai kebutuhan dalam hidup. Baginya, menulis adalah alat yang membantu mencetuskan ide dan gagasan. Dalam setiap tulisan, ia menganggap penting untuk mengajukan topik dengan bahasa yang menarik. Namun, demikian, hal yang paling penting bagi seorang penulis adalah apakah karyanya akan awet atau tidak. Meskipun ada banyak karya yang bagus, beberapa hanya sebatas tren sementara dan cepat dilupakan. Ia mengaku menulis dengan satu visi dan bukan mencari popularitas.
Dalam setiap tulisan, menurutnya, permasalahan yang dijadikan topik pembahasan harus diketengahkan dengan bahasa menarik dan pemilihan kata selektif, sehingga pembaca tertarik untuk membacanya. Selain itu, persoalan yang tidak kalah pentingnya bagi seorang penulis adalah bahwa penulis dan pembaca memiliki pengetahuan yang tidak berbeda. Jadi pembaca atau calon pembaca yang menjadi sasaran penulis, bukan kelompok orang yang bodoh.<ref name=":0" />
Cerpen 'Robohnya Surau Kami' mendapatkan banyak respons pro dan kontra masyarakat. Cerpen ini juga menggaet Hadiah Sastra majalah ''Kisah.'' Berkat cerpen Robohnya Surau Kami (RSK) Navis menjadi terkenal di bidang sastra. Navis mulai mengkritik melalui karya sastra. Pernah ia dkucilkan atasan karena sering berselisih dengan atasannya. Namun, ia mengatakan 'Daripada saya ke luar kantor dan membuat bos saya bertambah marah, daripada saya duduk termenung-menung sambil melihat teman sejawat sibuk dan hati sakit sendiri, saya ambil mesin ketik, saya menulis dan menulis terus”.<ref>{{Cite web|url=https://tirto.id/robohnya-surau-kami-dan-aa-navis-yang-dianggap-mengejek-islam-cMUT|title=Robohnya Surau Kami dan A.A. Navis yang Dianggap Mengejek Islam|website=tirto.id|language=id|access-date=2020-02-22}}</ref>
 
== Pandangan ==
A.A Navis pernah menyatakan keprihatannya terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Ia mengatakan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi, siswa hanya diberi pengajaran untuk menerima pengetahuan tanpa diberikan kesempatan untuk berpikir secara kritis. Anak-anak tidak diajarkan untuk menulis dengan baik, padahal menulis dapat membuka pikiran mereka.
Ia menyinggung tentang karya sastra yang baik. Yang terpenting bagi seorang sastrawan, menurutnya, karyanya awet atau tidak? Ada karya yang bagus, tetapi seperti kereta api; lewat saja. Itu banyak dan di mana-mana terjadi. Ia sendiri mengaku menulis dengan satu visi. Ia bukan mencari ketenaran.
 
Sementara itu, membaca karya sastra dapat membantu orang berpikir kritis dan memahami konsep hidup. Ia mencontohkan, banyak karya sastra di Indonesia yang menceritakan tentang orang-orang munafik. Hal itu seharusnya diajarkan kepada anak-anak agar mereka dapat mengerti bahwa di tengah masyarakat banyak orang munafik. Tetapi, "pemerintah tampaknya tidak mengajarkan sastra supaya orang tidak melihat orang-orang yang munafik."
Dalam konteks ini, ia amat merisaukan pendidikan nasional saat ini. Dari SD sampai [[perguruan tinggi]], orang hanya boleh menerima, tidak diajarkan mengemukakan pikiran. Anak-anak tidak diajarkan pandai menulis oleh karena menulis itu membuka pikiran. Anak-anak tidak diajarkan membaca karena membaca itu memberikan anak-anak perbandingan-perbandingan. Di perguruan tinggi orang tidak pandai membaca, orang tidak pandai menulis, jadi terjadi pembodohan terhadap generasi-generasi akibat dari kekuasaan.
 
== Kehidupan pribadi ==
Jadi, menurutnya, model pendidikan sastra atau mengarang di Indonesia sekarang merupakan strategi atau pembodohan, agar orang tidak kritis. Maka, ia berharap, strategi pembodohan ini harus dilawan, harus diperbaiki. "Tapi saya pikir itu kebodohan. Orang Indonesia tidak punya strategi. Strategi ekonomi Indonesia itu apa? Strategi politik orang Indonesia itu apa? Strategi pendidikan orang Indonesia itu apa? Strategi kebudayaan orang Indonesia itu apa? Mau dijadikan apa bangsa kita? Kita tidak punya strategi. Oleh karena itu, kita ajak mereka supaya tidak bodoh lagi," katanya.
Navis menikah dengan istrinya, Aksari Yasin, pada tahun 1957. Pasangan ini dikaruniai tujuh orang anak: Dini Akbari, Lusi Berbasari Dedi Andika, Lenggogini, Gemala Ranti, Rinto Amanda, dan Rika Anggraini.<ref name=Kemdikbud/> Putrinya, Gemala Ranti menjabat sebagai Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Sumatera Barat sejak Januari 2022.<ref>https://fikir.id/budaya/f-5407/silahturahmi-disbud-dan-budayawan-seniman-sumatera-barat/</ref>
 
Navis wafat di Padang pada tanggal 22 Maret 2003, setelah sebelumnya menjalani perawatan di [[Rumah Sakit Jantung Harapan Kita]], Jakarta.<ref name=Kemdikbud/>
Maka, andai ia berkesempatan jadi menteri, ia akan memfungsikan sastra. "Sekarang sastra itu fungsinya apa?" tanyanya lirih. Pelajaran sastra adalah pelajaran orang berpikir kritis. Orang berpikir kritis dan orang memahami konsep-konsep hidup. Kita baca, karya mana saja yang baik, itu berarti menyuruh orang berpikir berbuat betul. Lalu karya-karya itu konsepnya yang jahat lawan yang buruk. Dalam karya sastra bisa terjadi yang jahat itu yang dimenangkan, tetapi bukan artinya sastra memuja yang jahat. Ia melihat, perkembangan sastra di Indonesia sedang macet. Banyak karya-karya sastra di Indonesia menceritakan hal-hal orang-orang munafik. Diajarkan itu ke anak-anak tentang orang munafik di tengah masyarakat kita yang banyak munafik. Anak-anak kan jadi tajam. Oleh karena itu, pemerintah tampaknya tidak mengajarkan sastra supaya orang tidak melihat orang-orang yang munafik, umpamanya.
 
== Karya ==
Hal ini tak terlepas dari mental korup para elit bangsa ini. Maka andai ia diberi pilihan alat kekuasaan, atau menulis dan berbicara, yang dia pilih adalah kekuasaan. Untuk apa? Untuk menyikat semua koruptor. Walaupun ia sadar bahwa mungkin justru ia yang orang pertama kali ditembak. Sebab, "semua orang tidak suka ada orang yang menyikat koruptor," katanya seperti pesimis tentang kekuatan pena untuk memberantas korupsi.
[[Berkas:A.A Navis Makam.jpg|right|thumb|256px|Makam Navis di TPU Tunggul Hitam, Padang]]
=== Novel ===
* ''[[Kemarau (roman)|Kemarau]] (1967)''
* ''[[Saraswati: Si Gadis dalam Sunyi]]'' (1970)
* ''[[Gerhana (novel A.A. Navis)|Gerhana]]'' (2004)
 
=== Cerita pendek ===
Perihal orang [[Minang]], dirinya sendiri, keterlaluan kalau ada yang mengatakan orang Minang itu pelit. Yang benar, penuh perhitungan. Sangat tak tepat mengatakan orang Minang itu licik. Yang benar galia (galir), ibarat pepatah "''[[Terhimpit hendak di atas, terkurung hendak di luar|tahimpik nak di ateh, takuruang nak di lua]]''" (terhimpit maunya di atas, terkurung maunya di luar). Itulah A.A. Navis "Sang Kepala Pencemooh".<ref name=":0" />
* ''[[Robohnya Surau Kami]]'' (1955)
* ''[[Hudjan Panas]]'' (1963)
* ''[[Bianglala (kumpulan cerpen)|Bianglala]]'' (1963)
* ''[[Hujan Panas dan Kabut Musim]]'' (1990)
* ''[[Jodoh (kumpulan cerpen)|Jodoh]]'' (1999)
* ''[[Kabut Negeri si Dali]]'' (2001)
* ''[[Bertanya Kerbau Pada Pedati]]'' (2002)
* ''Antologi Lengkap Cerpen A.A. Navis'' (2005)
 
=== Kehidupan pribadiPuisi ===
* ''Dermaga dengan Empat Sekoci'' (1975)
Navis menikah dengan istrinya, Aksari Yasin, pada tahun 1957. Pasangan ini dikaruniai tujuh orang anak: Dini Akbari, Lusi Berbasari Dedi Andika, Lenggogini, Gemala Ranti, Rinto Amanda, dan Rika Anggraini.<ref name=Kemdikbud> Putrinya, Gemala Ranti menjabat sebagai Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatra Barat sejak bulan Agustus 2018.<ref>https://www.sumbarfokus.com/berita-gemala-ranti-putri-aa-navis-resmi-pimpin-disbud-sumbar.html</ref>
* ''Dermaga Lima Sekoci'' (2000)
 
=== Otobiografi ===
Navis wafat di Padang pada tanggal 22 Maret 2003, setelah sebelumnya menjalani perawatan di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta.<ref name=Kemdikbud>
* ''[[Pasang Surut Pengusaha Pejuang]]'' (otobiografi [[Hasjim Ning]]; 1986)
 
=== KaryaNon-fiksi ===
* ''[[Dialektika Minangkabau]]'' (editor, 1983)
* Antologi Lengkap Cerpen A.A. Navis (2005)
* ''[[Alam Terkembang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau]]'' (1984)
* Gerhana: novel (2004)
* ''Surat dan Kenangan Haji'' (1994)
* Bertanya Kerbau Pada Pedati: kumpulan cerpen (2002)
* ''Filsafat dan Strategi Pendidikan M. Sjafei: Ruang Pendidik INS Kayutanam'' (1996)
* Cerita Rakyat dari Sumatra Barat 3 (2001)
* ''Yang Berjalan Sepanjang Jalan'' (1999)
* Kabut Negeri si Dali: Kumpulan Cerpen (2001)
 
* Dermaga Lima Sekoci (2000)
=== Cerita rakyat ===
* Jodoh: Kumpulan Cerpen (1999)
* ''Cerita Rakyat dari Sumatera Barat'' (1994)
* Yang Berjalan Sepanjang Jalan (1999)
* ''Cerita Rakyat dari SumatraSumatera Barat 2'' (1998)
* ''Cerita Rakyat dari Sumatera Barat 3'' (2001)
* Filsafat dan Strategi Pendidikan M. Sjafei: Ruang Pendidik INS Kayutanam (1996)
 
* Otobiografi A.A. Navis: Satiris dan Suara Kritis dari Daerah (1994)
=== Karya tentang A.A. Navis ===
* Surat dan Kenangan Haji (1994)
* ''Otobiografi A.A. Navis: Satiris dan Suara Kritis dari Daerah'' (Abrar Yusra, 1994)
* Cerita Rakyat dari Sumatra Barat (1994)
* ''A.A. Navis: karya dan dunianya'' (Ivan Adilla, 2003)
* Hujan Panas dan Kabut Musim: Kumpulan Cerita Pendek (1990)
* Pasang Surut Pengusaha Pejuang: Otobiografi Hasjim Ning (1986)
* Alam Terkembang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau (1984)
* Di Lintasan Mendung (1983)
* Dialektika Minangkabau (editor) (1983)
* Dermaga dengan Empat Sekoci: Kumpulan Puisi (1975)
* Saraswati: Si Gadis dalam Sunyi: sebuah novel (1970)
* Kemarau (1967)
* Bianglala: Kumpulan Cerita Pendek (1963)
* Hudjan Panas (1963)
* Robohnya Surau Kami (1955)
 
== Referensi ==
Baris 103 ⟶ 75:
== Pranala luar ==
* [http://www.tamanismailmarzuki.com/tokoh/navis.html Profil Ali Akbar Navis di Situs Taman Ismail Marzuki]
* [http://id.shvoong.com/books/biography/2118445-biografi-navis/ Biografi A.A. Navis] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20131202014020/http://id.shvoong.com/books/biography/2118445-biografi-navis/ |date=2013-12-02 }}
* {{id}} [http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/a/ali-akbar-navis/index.shtml TokohIndonesia.Com] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20061121125931/http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/a/ali-akbar-navis/index.shtml |date=2006-11-21 }}
 
{{lifetime|1924|2003|Navis, Ali Akbar}}
{{Authority control}}
 
[[Kategori:Sastrawan Indonesia|A.A. Navis]]
[[Kategori:Tokoh Angkatan 66]]
[[Kategori:Alumni INS Kayutanam]]
[[Kategori:Seniman Minangkabau]]
[[Kategori:TokohDosen MinangkabauIndonesia]]
[[Kategori:Alumni INS Kayutanam]]
[[Kategori:Sastrawan Minangkabau]]
[[Kategori:Tokoh Sumatera Barat]]
[[Kategori:Tokoh dari Padang Panjang]]
[[Kategori:Tokoh Angkatan 66]]
[[Kategori:Politikus Indonesia]]
[[Kategori:Politikus Partai Golongan Karya]]
[[Kategori:Penerima Bintang Budaya Parama Dharma]]