Kebebasan berserikat: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Fitur saranan suntingan: 3 pranala ditambahkan. |
|||
(3 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 6:
* [[Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia]] – Pasal 16
*[[Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945|Undang-Undang Dasar 1945]] – Pasal 28I ayat (4)<ref name=":0">{{Cite web|last=Prastyo|first=Angga|date=2020-08-25|title=Kebebasan Berserikat Dan Mengeluarkan Pendapat Dalam Kerangka Demokrasi Konstitusional|url=https://bahasan.id/kebebasan-berserikat-dan-mengeluarkan-pendapat-dalam-kerangka-demokrasi-konstitusional/|website=bahasan.id|access-date=2021-11-11}}</ref>
Adapun batas-batas dari masing-masing masyarakat dalam berserikat dan berkumpul dijelaskan melalui UU No 39 Tahun 1999 pasal 24 ayat (1) yang menyebutkan, "Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai". Dan juga secara teknis cara berkumpulnya disebutkan dalam pasal 24 ayat (2) yang berbunyi, "Setiap warga negara atau kelompok masyarakat berhak mendirikan Partai Politik, [[Lembaga swadaya masyarakat|Lembaga Swadaya Masyarakat]], atau organisasi lainnya untuk berperan serta dalam jalannya pemerintahan dan penyelenggaraan negara sejalan dengan tuntutan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan". Dari kedua aturan turunan dari Undang-Undang Dasar 1945 tersebut menyebutkan bahwa masyarakat diperbolehkan dalam berkumpul dan berserikat dengan tujuan damai, bentuknya dapat berupa Partai Politik, Lembaga Swadaya Masyarakat atau organisasi masyarakat sipil di luar pemerintah lainnya.<ref>{{Cite web|title=UU Nomor 39 tahun 199 tentang hak asasi manusia|url=https://www.komnasham.go.id/files/1475231474-uu-nomor-39-tahun-1999-tentang-%24H9FVDS.pdf|website=komnasham|access-date=2021-11-11}}</ref> Sedangkan jika ada pelanggaran, telah dibuat UU tersendiri dalam hal pengadilan hak asasi manusia yaitu UU No 26 Tahun 2000.<ref>{{Cite news|last=Putri|first=Vanya Karunia Mulia|date=2021-09-29|title=isi UU nomor 26 tahun 2000|url=https://www.kompas.com/skola/read/2021/09/29/160000469/isi-uu-nomor-26-tahun-2000|work=Kompas.com|access-date=2021-11-11}}</ref>
== Sejarah ==
Sejarah lahirnya inisiasi kebebasan untuk berserikat muncul pada tahun 1799-1800 saat adanya pelarangan berkumpul dan berserikat para pekerja di [[Britania Raya]], pelarangan tersebut untuk melakukan antisipasi pergerakan kaum buruh melalui serikat pekerja pada saat adanya [[Revolusi Industri|revolusi industri]]. Karena adanya pelarangan tersebut maka terjadinya protes besar-besaran pada tahun 1855 untuk menuntut pemerintah memberikan hak berkumpul bagi kaum buruh.<ref>{{Cite book|last=Cannon|first=John|date=2009|url=https://books.google.co.id/books?id=PM9xCgAAQBAJ&printsec=frontcover&hl=id&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false|title=The Oxford Companion to British History|publisher=Oxford Univesity Press|isbn=9780199567638|language=en|url-status=live}}</ref> Lantas pada tahun 1878 di [[Jerman]] terjadi pelarangan serupa yang ditujukan kepada kaum serikat melalui [[Sozialistengesetze]]. Hal ini terjadi hingga tahun 1890 dan hingga masa kepemimpinan [[Jerman Nazi|Nazi]] pada tahun 1933. Serikat buruh digabung menjadi satu dan dikendalikan negara dengan nama [[Serikat Buruh Jerman]]. Hingga setelah [[Perang Dunia II|perang dunia II]] mereka mulai mendapatkan kebebasan dan dijamin oleh [[Grundgesetz]] (undang-undang dasar Jerman)<ref>{{Cite book|first=T.W. Mason|date=1993|title=Social Policy in the Third Reich: The Working Class and the "National Community", 1918-1939|location=Oxford: UK|publisher=Berg Publishers|url-status=live}}</ref>
Di Indonesia kebebasan dalam berkumpul dan berserikat justru digagas oleh pemerintah kolonial Hindia-Belanda pada tahun 1847. Pemerintah kolonial mengeluarkan [[Kitab Undang-Undang Hukum Perdata|Burgerlijk Wetboek]] (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) dalam melakukan perlindungan hak dalam berserikat. Selanjutnya pada tahun 1870 dikeluarkanlah Staatsblad 1870 Nomor 64 sebagai aturan teknis dalam berorganisasi. Di dalam peraturan ini sudah mulai muncul aturan teknis terkait badan hukum sebuah organisasi maupun organisasi yang tidak berbadan hukum.<ref name=":0" /> Hal ini berjalan hingga kemerdekaan indonesia dicapai, awalnya [[Soekarno]] agak berhati-hati dalam memberikan hak berkumpul dan berserikat, hingga pada 1950-1959 muncullah ide demokrasi parlementer. Dalam hal pemenuhan hak untuk berkumpul secara politik, pada masa itu dapat dikatakan masa keemasan demokrasi. Banyak organisasi politik yang berkembang dan menjamur untuk mengarahkan arah kebijakan negara. Hingga pada akhirnya dibubarkanlah demokrasi parlementer dan menjadi demokrasi Terpimpin.<ref>{{Cite web|last=Triyana|first=Bonnie|date=2016-06-03|title=Demokrasi: Mengapa demokrasi harus tetap dipertahankan di negeri ini?|url=https://historia.id/politik/articles/demokrasi-vZ5EL/page/1|website=historia|access-date=2021-11-11}}</ref>
Baris 36:
=== 1998-Sekarang ===
Reformasi 1998 rupanya memberikan dampak yang lebih baik bagi kebebasan berserikat, praktis setelah adanya perubahan kepemimpinan beberapa kali membawa angin segar untuk kebebasan berserikat dan berkumpul. Pada periode ini terjadi amandemen UUD yang menempatkan kebebasan berserikat bersandingan dengan [[Kebebasan berbicara|kebebasan berpendapat]]. Kedua hal tersebut dianggap sebagai elemen yang esensial dalam membentuk masyarakat yang demokratis dan tergantung antara satu sama lain.<ref>{{Cite book|last=Asshiddiqie|first=Jimly|date=2006|title=Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik, dan Mahkamah Konstitusi|url-status=live}}</ref>
== Referensi ==
Baris 43:
== Bacaan lanjut ==
* ''L'histoire étonnante de la Loi 1901: le droit des associations avant et après Pierre Waldeck-Rousseau'', Jean-Claude Bardout
{{hukum-stub}}▼
[[Kategori:Hak asasi manusia]]
▲{{hukum-stub}}
|