Sukuk hijau: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Elis (WMID) (bicara | kontrib) |
FIn4nwatin (bicara | kontrib) |
||
(10 revisi perantara oleh 8 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
'''Sukuk hijau''' adalah
== Sejarah ==
Transaksi berbasis
Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 27 Juli 2017, instrumen pasar modal mulai meluncurkan sukuk hijau. Tadau Energy Sdn. Bhd. (perusahaan pembangkit energi terbarukan asal Malaysia) menjadi pionir penerbitan sukuk hijau senilai MYR250 juta untuk membiayai pembangkit listrik tenaga surya fotovoltaik skala besar.<ref name=":0" /> Bukanlah hal baru apabila terkait sukuk maupun pembangkit listrik tenaga surya, Namun, instrumen pasar modal baru ini diciptakan secara khusus untuk mengarahkan arus modal Islam yang belum dimanfaatkan menuju aset hijau.
Baris 11:
== Ciri khas ==
Obligasi negara dibagi menjadi dua, yakni obligasi konvensional dan obligasi syariah (sukuk). Sukuk memiliki lima ciri khas yang jelas membedakannya dengan obligasi konvensional. Pertama, sukuk memerlukan aset yang mendasari ''(underlying asset)'' seperti tanah, bangunan atau jasa dalam penerbitannya, sementara obligasi konvensional tidak. Kedua, sukuk disebut surat atas kepemilikan aset, sementara obligasi konvensional dikenal sebagai surat utang. Ketiga, sukuk memiliki imbal hasil berupa upah/sewa ''(ujrah),'' selisih harga lebih ''(margin),'' dan bagi hasil, sesuai dengan jenis akad ''(jarrah/mudharabah/wakalah/istishna/musyarakah/kafalah)'' yang digunakan dalam penerbitan. Sementara, obligasi konvensional memiliki imbal hasil berupa kupon bunga dan ''capital gain.'' Keempat, penggunaan dana sukuk hanya untuk proyek yang selaras dengan prinsip syariah, sementara obligasi konvensional bebas digunakan untuk proyek apapun. Kelima, sukuk memerlukan biaya tambahan untuk Dewan Pengawas Syariah, sementara obligasi tidak.
Dalam konteks global, green sukuk menjadi semakin penting karena tantangan perubahan iklim dan degradasi lingkungan yang terus meningkat. Negara-negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia, perlu mencari cara untuk mendanai proyek-proyek hijau yang dapat membantu mencapai target emisi karbon dan pembangunan berkelanjutan. Green sukuk menawarkan solusi yang tidak hanya mendukung keberlanjutan lingkungan tetapi juga memberikan manfaat ekonomi yang nyata.
=== Perbedaan Sukuk, Sukuk Hijau, dan Obligasi Hijau ===▼
Pada dasarnya, sukuk, sukuk hijau, dan obligasi hijau adalah sebuah obligasi. Perbedaan ketiganya terletak pada prinsip keuangan dan peruntukannya. Sukuk ialah jenis obligasi syariah yang peruntukannya untuk membiayai defisit APBN dan pembangunan infrastruktur. Sementara itu, obligasi hijau merupakan obligasi konvensional dengan peruntukan untuk membiayai proyek, investasi, dan pengeluaran yang ramah lingkungan. Sedangkan, sukuk hijau bertindak menggabungkan kedua aspek tersebut, yakni memadukan antara keuangan syariah dan peruntukkan bagi proyek hijau.<ref name=":1">{{Cite book|last=World Bank|date=2020|url=https://openknowledge.worldbank.org/handle/10986/34569|title=Pioneering The Green Sukuk: Three Years On.|url-status=live}}</ref>▼
Selain itu, green sukuk juga sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) yang ditetapkan oleh PBB, terutama dalam hal aksi iklim, energi bersih, dan infrastruktur berkelanjutan. Dengan demikian, green sukuk memiliki potensi untuk menjadi instrumen keuangan utama dalam upaya global untuk mencapai SDGs pada tahun 2030.[https://scholar.unair.ac.id/en/publications/an-empirical-study-of-the-effects-of-green-sukuk-spur-on-economic]
=== Komponen Khas Obligasi dan Sukuk Hijau ===▼
▲Pada dasarnya, sukuk, sukuk hijau, dan obligasi hijau adalah sebuah obligasi. Perbedaan ketiganya terletak pada prinsip keuangan dan peruntukannya. Sukuk ialah jenis obligasi syariah yang peruntukannya untuk membiayai defisit APBN dan pembangunan infrastruktur. Sementara itu, obligasi hijau merupakan obligasi konvensional dengan peruntukan untuk membiayai proyek, investasi, dan pengeluaran yang ramah lingkungan. Sedangkan, sukuk hijau bertindak menggabungkan kedua aspek tersebut, yakni memadukan antara keuangan syariah dan peruntukkan bagi proyek hijau.<ref name=":1">{{Cite book|last=World Bank|date=2020|url=https://openknowledge.worldbank.org/handle/10986/34569|title=Pioneering The Green Sukuk: Three Years On.|location=Kuala Lumpur|publisher=World Bank Publication|pages=18 & 19|url-status=live}}</ref>
Obligasi dan sukuk hijau memiliki beberapa komponen khas<ref name=":1" /> yang tidak terdapat dalam obligasi konvensional (non hijau). Diantaranya:
Baris 27 ⟶ 31:
# Elemen Pendukung (misalnya, insentif)
=== Standar
Ada beberapa panduan dan aturan yang perlu diperhatikan emiten manakala menerbitkan obligasi atau sukuk hijau. Pada level global, terdapat ''Green Bond Principles'' (GBP) milik ''International Capital Market Association'' (ICMA) yang membeberkan prinsip-prinsip obligasi hijau.<ref name=":2">{{Cite book|last=International Capital Market Association (ICMA)|date=2021|url=https://www.icmagroup.org/
== ''Eligible Green Projects'' ==
Baris 34 ⟶ 38:
== ''Green Shading'' ==
''Green shading'' merupakan peringkat hijau yang menunjukkan seberapa baik obligasi hijau selaras dengan masa depan yang tahan iklim dan rendah karbon. ''Green shading'' digunakan sebagai wawasan bagi investor untuk menilai kualitas hijau suatu proyek yang ditawarkan obligasi terkait. ''Green shading'' dapat diketahuii melalui pendapat kedua ''(second opinions)'' yang dikeluarkan oleh peninjau eksternal, salah satunya oleh lembaga iklim internasional yakni CICERO ''(Center for International Climate Research).'' ''Green shading'' versi CICERO mencakup lima kualitas proyek hijau,<ref name=":3">{{Cite book|last=Ministry of Finance Republic of Indonesia|date=2020|url=https://pea4sdgs.org/sites/default/files/2020-08/Green%20Sukuk%20Report%202020%20%282%29.pdf|title=Green Sukuk: Allocation and Impact Report 2020.|location=Jakarta|publisher=Ministry of Finance Indonesia Publication|pages=8-10|url-status=live|access-date=2021-12-02|archive-date=2022-01-18|archive-url=https://web.archive.org/web/20220118190848/https://pea4sdgs.org/sites/default/files/2020-08/Green%20Sukuk%20Report%202020%20%282%29.pdf|dead-url=yes}}</ref> yakni:
* ''Dark Green'': Energi Terbarukan dan Ketahanan Terhadap Perubahan Iklim Untuk Daerah dan Sektor Yang Sangat Rentan atau Pengurangan Risiko Bencana.
Baris 51 ⟶ 55:
=== Pengalaman Indonesia pada Obligasi Ritel Bertema Lingkungan ===
Sebelum dimulainya inisiatif obligasi hijau global dan sukuk hijau, pemerintah Indonesia telah menerbitkan seri Obligasi Negara Ritel
Penerbitan ORI didominasi oleh jangka pendek, yakni tiga tahun dan membayar bunga bulanan sekitar 7%, yang dianggap kompetitif dibandingkan dengan instrumen keuangan lainnya. Sebagai negara yang juga merupakan rumah bagi sukuk ritel terbesar di dunia (USD1,67 miliar), Indonesia memfokuskan pada keterlibatan rumah tangga sebagai upaya pendalaman keuangan. Dalam perekonimian Indonesia, skema obligasi atau sukuk berjenis ritel ini dianggap berhasil karena kebanyakan investor menyimpan uang mereka di tabungan.<ref name=":5">{{Cite journal|last=Anugrahaeni|first=Pradina|date=2017|title=Analysis of Indonesian Sovereign Green Bond and Green Sukuk Initiatives|journal=Kajian Ekonomi dan Keuangan|volume=1|issue=1|pages=16|doi=10.31685/kek.v1i1.266}}</ref>
=== Seri Sukuk Hijau Indonesia ===
Sebagai komitmen dalam menurunkan total emisi hingga 29 persen pada tahun 2030 melalui skema ‘''business as usual’'' dan 41 persen dengan bantuan internasional,<ref>{{Cite book|last=
Sementara itu, pada November 2019, Indonesia mempelopori penerbitan sukuk hijau jenis tabungan pertama di dunia dengan seri ST006 yang ditawarkan untuk investor individu (ritel). Seri ST006 dimaksudkan untuk dijual kepada perorangan warga negara Indonesia di pasar ritel domestik melalui platform online. Berangsur-angsur, Indonesia kembali menerbitkan sukuk hijau tipe ritel tabungan dengan seri ST007 (November 2020) dan ST008 (November 2021).<ref name=":3" />
|