Kiblat: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: perubahan kosmetika |
Zona Tenang (bicara | kontrib) k Menambah Kategori:Kiblat muslim menggunakan HotCat |
||
(36 revisi perantara oleh 18 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Spoken Wikipedia|Devi P. L- Bagian 1- Kiblat.wav|Devi P. L- Bagian 2- Kiblat.wav|Devi P. L- Bagian 3- Kiblat.wav|Devi P. L- Bagian 4- Kiblat.wav|Devi P. L- Bagian 5- Kiblat.wav|Devi P. L- Bagian 6- Kiblat.wav|date=24 Juli 2022}}
[[Berkas:Supplicating Pilgrim at Masjid Al Haram. Mecca, Saudi Arabia.jpg|jmpl|upright=1.35|alt="Seorang pria sedang berdoa dengan mengadahkan telapak tangan menghadap Ka'bah"|Seorang Muslim berdoa ke arah [[Ka'bah]], kiblat umat Islam, di [[Masjidil Haram]].]]
[[Berkas:US Army 51420 Soldiers celebrate end of Ramadan.jpg|jmpl|upright=1.35|alt="Sejumlah tentara Amerika Serikat terlihat sedang sujud untuk melakukan salat ke arah kiblat."|Jemaah [[salat]] yang sedang [[sujud]] ke arah yang sama yaitu arah kiblat.]]
'''Kiblat''' (dari {{lang-ar|قبلة|qiblah}} yang berarti "arah") adalah arah yang dituju [[Muslim|umat Islam]] dalam sebagian konteks ibadah, termasuk dalam [[salat]]. Arah ini menuju kepada bangunan [[Ka'bah]] di [[Masjidil Haram]], [[Makkah]], [[Arab Saudi]], yang menurut umat Islam adalah bangunan suci yang dibangun dua orang Nabi, yaitu [[Ibrahim]] dan anaknya [[Isma'il|Ismail]]. Menurut kepercayaan umat Islam, arah kiblat ini diperintahkan oleh [[Allah]] dalam [[Al-Qur'an]], Surat [[Al-Baqarah]] ayat 144, 149, dan 150 yang diwahyukan kepada Nabi Islam [[Muhammad]] pada tahun ke-2 [[Hijriyah]];
Selain untuk salat, kiblat juga merupakan arah [[ihram|berihram]] dalam [[haji]], arah wajah hewan saat disembelih, arah jenazah seorang Muslim saat dimakamkan, arah yang dianjurkan untuk berdoa, serta arah yang dihindari untuk buang air serta membuang dahak. Dalam arsitektur [[masjid]], umumnya terdapat [[mihrab]] yaitu [[relung]] pada salah satu dinding masjid untuk menunjukkan sisi yang mengarah ke kiblat. Pada praktiknya, dikenal dua cara menghadap kiblat, yaitu ''<nowiki>'ainul ka'bah</nowiki>'' (persis mengarah ke bangunan Ka'bah) atau ''jihatul ka'bah'' (kira-kira mengarah ke Ka'bah tanpa harus persis). Kebanyakan ulama berpendapat ''<nowiki>'ainul ka'bah</nowiki>'' hanya dituntut jika memungkinkan (misalnya di lokasi Masjidil Haram dan sekitarnya), dan jika tidak ''jihatul ka'bah'' dapat dilakukan.
Secara teknis, definisi kiblat yang paling
Sebelum [[astronomi]] atau ilmu falak dikenal di [[Dunia Islam]], umat Islam juga sempat menggunakan berbagai metode tradisional untuk menentukan arah kiblat, seperti mengikuti kebiasaan [[sahabat Nabi]], mengikuti posisi terbit dan terbenam benda langit, atau arah angin. Setelah masuknya karya-karya astronomi Yunani, rumus-rumus matematis untuk mencari arah kiblat mulai dikembangkan ilmuwan Muslim, dan pada abad ke-9 dan ke-10 metode-metode yang setara dengan rumus kiblat modern telah ditemukan oleh para ilmuwan termasuk [[Habasy al-Hasib]], [[An-Nayrizi|An-Nairizi]], dan [[Ibnu Yunus]]. Awalnya, metode matematis ini digunakan bersama-sama dengan berbagai metode tradisional sehingga kota-kota Muslim banyak memiliki masjid dengan bermacam-macam arah kiblat. Sejak abad ke-18 dan ke-19 metode penentuan posisi koordinat yang akurat telah tersedia, sehingga memungkinkan penghitungan arah kiblat secara matematis dengan hasil yang lebih akurat dibanding sebelumnya. Akan tetapi, masjid-masjid dengan beragam arah kiblat lama masih berdiri di kota-kota berpenduduk Muslim hingga saat ini. Menjelang misi antariksawan Malaysia [[Sheikh Muszaphar Shukor]] ke [[Stasiun Luar Angkasa Internasional]] (ISS) pada Oktober 2007, muncul pembahasan mengenai arah kiblat dari luar angkasa. Menanggapi permintaan panduan dari Muszaphar, para ulama Malaysia mengurutkan prioritas arah yang dapat diikuti jika mungkin: 1) Ka'bah 2) "proyeksi Ka'bah" ke luar angkasa 3) Bumi 4) "ke mana saja". Mereka juga menyebutkan pentingnya mengutamakan "apa yang memungkinkan", senada dengan pendapat beberapa pemikir Muslim lainnya.
Baris 15 ⟶ 19:
[[Ka'bah]], yang berada di tengah-tengah [[Masjidil Haram]], [[Makkah]], adalah lokasi kiblat umat [[Islam]]. Selain menjadi kiblat, tempat suci umat Islam yang juga disebut Baitullah ("Rumah Allah") ini adalah tempat pelaksanaan [[tawaf]] (salah satu rangkaian ibadah dalam [[haji]] dan [[umrah]]). Ka'bah berbentuk bangunan segi empat, dan keempat sudut temboknya kira-kira searah dengan empat penjuru [[mata angin]].{{sfn|Wensinck|1978|p=317}} Al-Qur'an menyebutkan bahwa bangunan Ka'bah didirikan oleh [[Ibrahim]] dan anaknya [[Isma'il|Ismail]] (keduanya adalah [[Nabi dan Rasul|Nabi dalam Islam]]).{{sfn|Wensinck|1978|p=318}} Pada generasi sebelum Muhammad, Ka'bah digunakan sebagai pusat peribadatan [[Agama di Arab pra-Islam|agama Arab pra-Islam]], tetapi tidak terdapat banyak catatan sejarah tentang Ka'bah sebelum munculnya Islam.{{sfn|Wensinck|1978|p=318}}
Status Ka'bah atau Masjidil Haram sebagai kiblat umat Islam berasal dari Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 144, 149, dan 150, yang semuanya memuat perintah "palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram" (''fawalli wajhaka syathra l-masjidil haram'').{{sfn|Hadi Bashori|2015|pp=97–98}} Menurut tradisi Islam, ayat ini diwahyukan pada bulan Rajab atau Syakban tahun ke-2 Hijriyah (624 M),{{sfn|Hadi Bashori|2015|p=104}}{{sfn|Wensinck|1986|p=82}} bertepatan sekitar
Terdapat beberapa riwayat yang berbeda tentang arah kiblat pada masa Muhammad di Mekkah (sebelum hijrah ke Madinah). Menurut satu riwayat (disebutkan oleh sejarawan [[Ibnu Jarir ath-Thabari]] dan ahli tafsir [[Al-Baidhawi]]), Muhammad salat menghadap Ka'bah, sedangkan riwayat lain (juga disebutkan oleh ath-Thabari serta [[Ahmad bin Yahya bin Jabir al-Baladzuri|Ahmad al-Baladzuri]]) menyebutkan bahwa ketika di Makkah ia berkiblat ke Yerusalem. Ada pula riwayat (disebutkan dalam [[sirah]] karya [[Ibnu Hisyam]]) yang menyebutkan bahwa pada masa itu, Muhammad selalu salat sedemikian rupa sehingga sekaligus menghadap Ka'bah dan Yerusalem.{{sfn|Wensinck|1986|p=82}} Kini umat Islam, baik [[Sunni]] maupun [[Syiah]], semuanya berkiblat ke Ka'bah. Satu-satunya pengecualian besar dalam sejarah adalah kaum [[Qaramitah|Qaramithah]], sebuah aliran sempalan Syiah yang pada tahun 930 sempat menyerang Ka'bah dan merampas batu [[Hajar Aswad]] dari Ka'bah ke pusat kekuasaannya di [[Al-Hasa|Al-Ahsa]] dengan niat memulai era baru dalam Islam.{{sfn|Wensinck|1978|p=321}}{{sfn|Daftary|2007|p=149}}{{efn|Tindakan ini dikecam keras baik oleh [[Kekhalifahan Abbasiyah|Khalifah Abbasiyah]] yang Suni maupun [[Kekhalifahan Fatimiyah|Khalifah Fatimiyah]] yang Syiah. Pemimpin kaum Qaramithah [[Abu Thahir al-Jannabi]] menolak permintaan kedua khalifah tersebut untuk mengembalikan Hajar Aswad, dan batu tersebut baru dikembalikan pada 951 setelah kematian Abu Thahir dan pembayaran uang dari Kekhalifahan Abbasiyah.{{sfn|Daftary|2007|pp=149–151}}}}
Baris 21 ⟶ 25:
== Dalam ibadah dan adab Islam ==
[[Berkas:Samarcanda, Shah-i-Zinda 28 (cropped).jpg|upright=1.3|jmpl|alt="Beberapa jemaah sedang salat menghadap mihrab atau ceruk yang digunakan imam untuk memimpin salat. Mihrab berwarna hitam dan dihiasi dengan kaligrafi"|[[Mihrab]] yang berada di bagian depan masjid menunjukkan arah kiblat untuk melakukan salat. Foto dari Masjid [[Shah-i-Zinda|Syahizindah]] di [[Samarkand]], Uzbekistan.]]
Secara etimologi, kata ''kiblat'' berasal dari kata bahasa Arab {{lang|ar|قبلة|qiblah}} ({{transl|ar|qiblah}}) yang berarti "arah", tetapi dalam konteks Islam istilah ini mengacu kepada arah khusus yang terkait dengan ibadah.{{sfn|Hadi Bashori|2015|p=103}} Para ulama sepakat bahwa dalam keadaan normal, [[salat]] hanya sah jika dilakukan menghadap kiblat.{{sfn|Hadi Bashori|2015|p=103}} Pengecualian untuk syarat ini di antaranya salat dalam keadaan takut atau peperangan, atau [[salat sunah]] dalam perjalanan.{{sfn|Hadi Bashori|2015|p=91}} Selain arah salat, hadis juga menyebutkan perlunya menghadap kiblat saat [[ihram|berihram]] dalam [[haji]], dan setelah melempar [[Lempar jumrah|jumratul wustha]].{{sfn|Wensinck|1986|p=82}} Menurut aturan [[Adab (Islam)|adab]], kiblat juga menjadi arah wajah hewan saat disembelih, serta arah wajah jenazah saat dimakamkan.{{sfn|Wensinck|1986|p=82}} Hadis juga menganjurkan berdoa ke arah kiblat dan melarang buang air atau membuang dahak ke arah kiblat.{{sfn|Wensinck|1986|p=82}}
Dalam arsitektur [[masjid]], arah kiblat biasanya ditunjukkan oleh sebuah relung atau lekukan di tembok masjid yang mengarah ke depan. Relung ini disebut ''[[mihrab]]''; di sinilah imam berdiri di depan barisan makmum saat memimpin salat berjemaah.{{sfn|Kuban|1974|p=3}} Mihrab baru mulai menjadi bagian arsitektur masjid pada [[Kekhalifahan Umayyah|masa Umayyah]] dan bentuknya diseragamkan pada awal [[Kekhalifahan Abbasiyah|masa Abbasiyah]]. Pada masa sebelum itu, arah kiblat dapat diketahui dari arah salah satu tembok masjid. Kata mihrab tidak muncul di dalam Al-Qur'an dan hadis; satu-satunya penyebutan kata ini hanya mengacu pada tempat beribadat kaum [[Bani Israil]].{{sfn|Kuban|1974|p=3}}{{efn|Penyebutan ini berada dalam Surat Maryam, {{Pranala Quran id|19|11}}}} [[Masjid Amru bin Ash|Masjid Amr bin al-Ash]] di Fustat, Mesir, salah satu masjid tertua dalam sejarah Islam, awalnya dibangun tanpa mihrab, walaupun kini relung tersebut telah ditambahkan.{{sfn|Kuban|1974|p=4}}
Baris 42 ⟶ 46:
Model lingkaran besar yang disebut di atas diterapkan dalam hisab atau perhitungan arah kiblat yang menggunakan rumus-rumus [[trigonometri bola]]. Trigonometri bola adalah cabang [[geometri]] yang menyangkut hubungan antara sudut dan sisi segitiga yang dibentuk oleh lingkaran-lingkaran besar pada permukaan bola (alih-alih [[trigonometri]] biasa yang menyangkut segitiga datar). Dalam gambar bola bumi di bawah ini, lokasi suatu tempat disebut <math>T</math>, lokasi kiblat adalah <math>Q</math>, dan kutub utara adalah <math>U</math>, dan ketiga titik tersebut membentuk sebuah segitiga pada permukaan bumi. Arah kiblat adalah arah <math>TQ</math>, atau searah [[lingkaran besar]] yang melewati <math>T</math> dan <math>Q</math>. Arah ini dapat juga dinyatakan sebagai sudut terhadap arah utara (''inhiraf al-qiblat'') yaitu <math>\angle UTQ</math> atau <math>\angle q</math>. Arah ini dapat dihitung sebagai [[fungsi (matematika)|fungsi]] dari posisi lintang setempat <math>L_T</math>, posisi lintang kiblat <math>L_Q</math>, serta selisih bujur antara lokasi setempat <math>\Delta B</math>.{{sfn|King|1986|p=83}} Fungsi ini diturunkan dari rumus umum segitiga bola dengan tiga sudut <math>A</math>, <math>B</math>, <math>C</math> dan tiga sisi <math>a</math>, <math>b</math>, <math>c</math> (disebut juga hukum [[kotangen]]):
: <math>\cos a\,\cos C=\cot b\,\sin a - \cot B \,\sin C</math><ref>Rumus ekivalen terdapat dalam {{harvnb|Hadi Bashori|2015|p=119}}</ref>
Dengan menggunakan rumus tersebut terhadap segitiga bola <math>\triangle UTQ</math> (substitusi <math>B = \angle q = \angle UTQ</math>){{sfn|Hadi Bashori|2015|p=119}} dapat diturunkan:
: <math>\cot q = \frac{\sin L_T \cos \Delta B - \cos L_T \tan L_Q}{\sin \Delta B},</math>
atau :<math>q = \cot^{-1} \left( \frac{\sin L_T \cos \Delta B - \cos L_T \tan L_Q}{\sin \Delta B} \right).</math>{{sfn|King|1986|p=83}}
[[Berkas:Qibla from Yogyakarta on globe, Indonesian labels.svg|jmpl|pus|upright=1.2|Ilustrasi arah kiblat dari Yogyakarta, Indonesia.]]
Contoh berikut menghitung arah kiblat dari [[Kota Yogyakarta|Yogyakarta]] (7
: <math>q = \cot^{-1} \left(\frac{\sin (-7
sehingga <math>q \approx 295^{\circ}</math>
▲<math>q = \cot^{-1} \frac{\sin -7.801389^{\circ} \cos 70.539261^{\circ} - \cos -7.801389^{\circ} \tan 21.422478^{\circ} }{\sin 70.539261^{\circ} }</math>. sehingga:<br/>
▲<math>q \approx 295^{\circ}</math>,<br/> artinya arah kiblat dari Yogyakarta adalah sekitar 295° (searah jarum jam dari utara), atau miring sekitar 25° dari titik barat ke arah utara.{{sfn|Hadi Bashori|2015|p=123}}
Rumus ini diturunkan pada masa modern, tetapi metode-metode yang ekivalen dengan rumus ini telah diketahui oleh para ahli falak Muslim sejak abad ke-3 Hijriyah (abad ke-9 Masehi). Ilmuwan-ilmuwan awal yang menemukan cara-cara tersebut diantaranya adalah [[Habasy al-Hasib]] (aktif di Damaskus dan Bagdad sekitar 850 M),{{sfn|King|1986|p=85}} [[An-Nayrizi|An-Nairizi]] (Bagdad, sekitar 900 M),{{sfn|King|1986|pp=85–86}} [[Ibnu Yunus]] (abad 10-11 M),{{sfn|King|1986|p=85}} [[Ibnu al-Haitsam]] (abad ke-11 M),{{sfn|King|1986|p=85}} dan [[Al-Biruni]] (abad ke-11 M).{{sfn|King|1986|p=86}} Penggunaan trigonometri bola menjadi dasar hampir seluruh aplikasi atau situs penghitung arah kiblat.{{sfn|Di Justo|2007}}
Baris 165 ⟶ 173:
* {{cite journal|title=Geodetic analysis of disputed accurate qibla direction|first1=Tono|last1=Saksono|first2=Mohamad Ali|last2=Fulazzaky|first3=Zamah|last3=Sari|journal=Journal of Applied Geodesy | volume =12 | issue =2 | year = 2018 | publisher = De Gruyter | issn=1862-9024
| pages = 129–138 | ref=harv |doi=10.1515/jag-2017-0036}}
* {{Encyclopaedia of Islam, New Edition|volume=4|title=Kaʿba |pages=317–322|first=Arent Jan|last=Wensinck|authorlink=|url= | ref = harv}}
* {{Encyclopaedia of Islam, New Edition|volume=5|title=Ḳibla: Ritual and Legal Aspects |pages=82–83|first=Arent Jan|last=Wensinck|authorlink=|url= | ref = harv}}
{{salat}}
{{artikel pilihan}}
[[Kategori:Kiblat| ]]
[[Kategori:
[[Kategori:Salat]]
[[Kategori:Ka'bah]]
[[Kategori:Islam]]
[[Kategori:Kiblat muslim]]
|