Audit Lingkungan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: resiko → risiko (bentuk baku)
OrophinBot (bicara | kontrib)
 
Baris 6:
Audit lingkungan mulai dikenal secara terbatas pada akhir tahun 1970-an dan awal 1980-an di Amerika ketika masyarakat mulai meningkatkan kepeduliannya terhadap lingkungan hidup setelah [[Konferensi tingkat tinggi|Konferensi Tingkat Tinggi]] dunia di [[Stockholm]] pada tahun 1972. Konferensi tersebut membahas tentang [[degradasi lingkungan]] dan menghasilkan ''The United Nations of Environment Progame'' (UNCEP). Sedangkan di Amerika dengan adanya ''US National Environmental Policy Act'' (NEPA) atau Undang-Undang Perlindungan Lingkungan pada tahun 1969 dan mulai diterapkan pada tahun 1970, pengembangan perangkat pengelolaan lingkungan hidup mulai gencar dilakukan.{{sfn|Fandeli Chafid|2008}}
 
Secara internasional audit lingkungan mencapai masa kematangan pada pertengahan tahun 1990-an. Di [[Indonesia]] audit lingkungan memiliki sejarah yang serupa ketika Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) meminta beberapa perusahaan besar di Indonesia untuk melakukan audit lingkungan pada era yang sama (1990-an). Ketika itu terdapat 3 perusahaan yang telah melakukan audit lingkungan yaitu PT Caltex Pacific Indonesia di [[Riau]], PT Inti Indo Rayon Utama di [[SumatraSumatera Utara|Sumatera Utara]], dan [[Freeport Indonesia|PT Freeport Indonesia]] di [[Timika (kota)|Timika]], [[Papua (wilayah Indonesia)|Irian Barat]] (1993-1995). Audit lingkungan pada awalnya dirancang sebagai perangkat pengelolaan lingkungan yang mengutamakan prinsip sukarela, misalnya dengan penerapan [[British Standards|British Standard]] (BS 7750) pada awal 1990-an, EMAS di [[Eropa]], ''Oko Audit'' di [[Jerman]] atau [[ISO 14000]] secara internasional.
 
Setelah itu lahir Peraturan Menteri Lingkungan Hidup pada tahun 1994 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Audit Lingkungan yang tertuang dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 42 tahun 1994. Indonesia telah mengadopsi perangkat audit lingkungan secara sukarela pada tahun 1994 yang kemudian mengembangkan suatu pedoman pelaksanaan audit lingkungan yang bersifat wajib (''mandatory)'' pada tahun 2001 melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.30 tahun 2001 sebagai penjabaran dari Udang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 23 tahun 1997. Namun akhirnya setelah keluar Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang PPLH, kemudian dijabarkan menjadi Kepmen LH No. 17 tahun 2010, dan selanjutnya direvisi lagi menjadi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.03 tahun 2013, maka audit lingkungan dari diwajibkan menjadi sukarela (''voluntary'').{{sfn|Pemerintah Republik Indonesia|1997}}