Sunni: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Nurislam112 (bicara | kontrib) |
Templat kutipan - menambahkan parameter. doi: 10.1080/10576100590905057. Tag: halaman dengan galat kutipan |
||
(78 revisi perantara oleh 17 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Islam Sunni}}{{Islam}}
'''Sunni''' ({{IPAc-en|ˈ|s|uː|n|i|,_|ˈ|s|ʊ|n|i|}}, [[Kamus Besar Bahasa Indonesia|KBBI]]: '''Suni''') adalah cabang (firkah) terbesar [[Islam]], yang dianut 85–90% populasi penduduk Muslim. Namanya berasal dari kata ''[[Sunnah]]'', yakni meneladani apa yang telah diajarkan Nabi Islam [[Muhammad]].<ref>{{cite encyclopedia|title=Sunni Islam|editor=John L. Esposito|encyclopedia=The Oxford Dictionary of Islam|publisher=Oxford University Press|location=Oxford|year=2014|url=http://www.oxfordislamicstudies.com/article/opr/t125/e2280}}</ref> Perbedaan Sunni dengan [[Shia Islam|Syiah]] berkaitan dengan pertentangan tentang siapa yang pantas sebagai [[penerus Nabi Muhammad|penerus Muhammad]] yang berujung pada perbedaan antara [[Akidah Islam|akidah]] dan [[fikih]].<ref name="EMMENA">{{cite encyclopedia|author=Tayeb El-Hibri, Maysam J. al Faruqi|title=Sunni Islam|editor=Philip Mattar|encyclopedia=The Encyclopedia of the Modern Middle East and North Africa|publisher=MacMillan Reference|year=2004|edition=Second}}</ref> Menurut tradisi Sunni, Muhammad tidak memiliki penerus dan orang-orang yang terlibat dalam peristiwa [[Saqifah]] menunjuk [[Abu Bakr|Abu Bakar]] sebagai [[khalifah]].<ref name="EMMENA" /><ref name="FitzpatrickWalkerP3">{{cite book|last1=Fitzpatrick|first1=Coeli|last2=Walker|first2=Adam Hani|year=2014|url=https://books.google.com/books?id=2AtvBAAAQBAJ&pg=PA3|title=Muhammad in History, Thought, and Culture: An Encyclopedia of the Prophet of God [2 volumes]|publisher=ABC-CLIO|isbn=978-1610691789|page=3}}</ref><ref>{{cite book|last=Madelung|first=Wilferd|year=1997|url=https://archive.org/details/TheSuccessionToMuhammadByWilferdMadelung/page/n47|title=The Succession to Muhammad|publisher=Cambridge University Press|isbn=0521646960|page=xi|author-link=Wilferd Madelung}}</ref> Hal ini berbeda dengan pandangan [[Syiah#Penerus Ali|Syiah]], yang menganggap bahwa Muhammad menunjuk [[Ali bin Abi Thalib]] sebagai penerusnya.<ref>{{cite book|last=Jafri|first=Syed Husain Mohammad|date=27 August 1976|title=The Origins and Early Development of Shi'a Islam (Millennium (Series)) (The Millennium (Series).)|location=Karachi, Pakistan|publisher=Oxford University Press (First Published By Longman Group Ltd and Librairie du Liban 1979)|isbn=978-0195793871|pages=19–21|quote=The Shi'a unequivocally take the word in the meaning of leader, master and patron and therefore the explicitly nominated successor of the Prophet. The Sunnis, on the other hand, interpret the word mawla in the meaning of a friend or the nearest kin and confidant.}}</ref>
Orang yang menganut cabang Islam ini lebih menyebut dirinya sebagai "ahli sunah", atau lebih lengkapnya '''{{transliteration|ar|ALA|ahlussunnah wal-jamāʻah}}''' ("orang yang mengikuti Sunnah dan berada dalam golongan Jamaah"). Pengikut dari ''ahlus-sunnah'' dikenal dengan sebutan Sunni. Sunni sering dijuluki sebagai "Islam Ortodoks",<ref>{{cite book|author1=John Richard Thackrah|date=2013|title=Dictionary of Terrorism|publisher=Routledge|isbn=978-1135165956|edition=2, revised|page=252}}</ref><ref>{{cite book|date=2009|title=The Status of Women Under Islamic Law and Modern Islamic Legislation|url=https://archive.org/details/statusofwomenund0000nasi_k9w1|publisher=Brill|isbn=978-9004172739|editor1-last=Nasir|editor1-first=Jamal J.|edition=revised|page=[https://archive.org/details/statusofwomenund0000nasi_k9w1/page/11 11]}}</ref><ref>{{cite book|author1=George W. Braswell|date=2000|title=What You Need to Know about Islam & Muslims|url=https://archive.org/details/whatyouneedtokno0000bras|publisher=B&H Publishing Group|isbn=978-0805418293|edition=illustrated|page=[https://archive.org/details/whatyouneedtokno0000bras/page/62 62]}}</ref> meski banyak ulama dan pakar agama menentangnya.<ref>An Introduction to the Hadith. John Burton. Published by Edinburgh University Press. 1996. p. 201. Cite: "Sunni: Of or pertaining ''sunna'', especially the ''Sunna'' of the Prophet. Used in conscious opposition to Shi'a, Shi'í. There being no ecclesia or centralized magisterium, the translation 'orthodox' is inappropriate. To the Muslim 'unorthodox' implies heretical, ''mubtadi'', from ''bid'a'', the contrary of ''sunna'' and so 'innovation'."</ref>
[[Al-Qur'an]] dan [[hadis]] (utamanya yang berada dalam [[Kutubussittah]]) dan [[ijma']], menjadi landasan fikih Sunni. [[Syariah]] diturunkan dengan mempertimbangkan sumber-sumber tersebut, bersama dengan ''[[qiyas]]'', ''[[istislah]]'', dan ''[[istihsan]]'', menggunakan metode [[ijtihad]] yang dikembangkan imam-imam [[mazhab]]. Terkait dengan [[akidah]], Sunni berpegang teguh pada [[rukun iman]]. Terdapat dua golongan mazhab akidah dalam tradisi Sunni, yaitu [[Asy'ariyah]] dan [[Maturidiyah]] yang menganut pemahaman [[ilmu kalam]], serta [[Atsariyah]] yamg menganut pemikiran tekstual.
== Terminologi ==
=== Sunnah ===
''Sunnah'', secara bahasa bermakna ''"j''alan, cara, atau perilaku walaupun tidak diridai".<ref name="M. Hasyim Asy'ari">{{harvnb|M. Hasyim Asy'ari|loc={{cite book | title= Risalah Ahlussunnah Wa al-Jama'ah | publisher=Maktabah al-Turats al-Islami | publication-place=Jombang | year=1418H | p=5}}; dikutip dalam: {{cite book | author = Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur | editor1-last= AM | editor1-first= Ahmad Muntaha | title=Khazanah Aswaja | publisher=Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur | publication-place=Surabaya | year=2016 | isbn=978-602-74756-0-1 | p=10 | language=id | ref=harv }}}} Kemudian menambahkan: Dalam istilah syariat (fikih), sunah berarti sesuatu yang dianjurkan untuk dilakukan, tetapi tidak wajib. Sedangkan menurut ulama ''ushul fiqh'', kata Sunah berarti sesuatu yang secara khusus datang dari Nabi, bukan al-Qur'an, dan dapat dijadikan sebagai dalil dalam menetapkan sesuatu hukum-hukum agama. Dalam batasan yang agak luas, dimaksukkan pula dalam kategori Sunah adalah perbuatan, fatwa dan tradisi yang diinisiasi oleh para sahabat (''atsar al-shahabi''). Sedangkan Sunah dalam batasan ahli kalam (para teolog) ialah keyanikan (''i'tiqad'') yang didasarkan pada dalil ''naql'' (al-Qur'an, hadis, dan ''qawl'' atau ucapan ''Shahabi'', bukan semata bersandar pada pemahaman akal (rasio). Dalam pengertian ahli politik, sunah ialah jejak yang ditinggalkan oleh Muhammad dan para ''Khulafa Rasyidun''. Baca {{cite book|author=as-Syatibi|title=al-Muwafaqat fi Ushul al-Syariah|p=IV/3}}, {{cite book|author=as-Syaukani|title=Irsyad al-Fuhul|p=31}}, {{cite book|author=Jalal Muhammad Musa|year=1975|title=Nasy'at al-Asyariyah wa Tathawwuruh|publisher=Dar al-Kitab al-Lubhani|publication-place=Bairut|p=15}}, {{cite book|author=Muhammad Abu Zahrah|title=Tarikh al-Madzahib al-Islamiyah fi a-Siyasah wa al-'Aqidah|publisher=Dar al-Fikri al-'Arabiyah,tth|publication-place=Bairut|p=160}}.</ref>
Kata bahasa Arab ''sunnah'' sudah tua dan berakar pada bahasa pra-Islam. Kata tersebut merujuk pada tradisi yang diikuti mayoritas orang.<ref>Ess: ''Der Eine und das Andere''. 2011, Bd. II, S. 1271.</ref> Istilah tersebut mendapat signifikansi politik yang lebih besar setelah pembunuhan [[Khilafah|Khalifah]] ketiga [[Utsman bin 'Affan|Utsman bin ʿAffan]] . Dikatakan [[Malik al-Asytar]], seorang sahabat terkenal [[Ali bin Abi Thalib]], didorong selama [[pertempuran Shiffin]] melawan [[Muawiyah bin Abu Sufyan]]. Setelah pertempuran usai, dirumuskan bagaimana "[[Sunnah]] yang benar sebagai alat pemersatu umat, bukan pemecah belah umat" (''as-sunna al-ʿādila al-jāmiʿa gairal-mufarriqah'') untuk menyelesaikan konflik. Waktu ketika ''sunnah'' adalah bentuk pendek dari “[[sunnah]] [[Muhammad dalam Islam|nabi]]” masih belum diketahui.<ref>Ess: ''Der Eine und das Andere''. 2011, Bd. II, p. 1272. (German)</ref> Pada masa [[Kekhalifahan Umayyah]], gerakan politik seperti [[Syiah]] dan [[Khawarij]] yang memberontak terhadap pembentukan negara; memimpin pertempuran mereka atas nama "kitab Allah ([[al-Qur'an]]) dan Sunnah Nabi-Nya".<ref>Patricia Crone und Martin Hinds: ''God's Caliph. Religious authority in the first centuries of Islam''. Cambridge University Press, Cambridge, 1986. S. 59–61.</ref> Selama [[Perang Saudara Islam II|Perang Saudara Islam Kedua]] (680–92), istilah ''sunnah'' menerima konotasi yang kritis terhadap doktrin [[Syiah|Syi'ah]]. Hal ini dicatat oleh Masrūq bin al-Ajdaʿ (w. 683), yang merupakan seorang ''[[Mufti]]'' [[Kufah]], bahwa dua khalifah pertama, [[Abu Bakar Ash-Shiddiq|Abū Bakar ash-Shiddiq]] dan [[Umar bin Khattab|ʿUmar bin Khattab]] wajib dicintai dan diakui prioritasnya (''Fadā'il''). Seorang murid Masruq, asy-Sya'bi (meninggal antara 721 dan 729), yang awalnya memihak Syiah di Kufah selama Perang Saudara, tetapi membelot karena fanatisme mereka dan akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan Khalifah Umayyah [[Abdul Malik bin Marwan|ʿAbdul-Malik bin Marwan]], mempopulerkan konsep ''sunnah''.<ref>Abū Yūsuf Yaʿqūb ibn Sufyān al-Fasawī: ''Kitāb al-Maʿrifa wa-t-tārīḫ''. Ed. Akram Ḍiyāʾ al-ʿUmarī. 3 Bde. Bagdad: Maṭbaʿat Aršād 1975. Bd. II, p. 813. [https://archive.org/stream/fasawe/M_fasaoy02#page/n813/mode/2up Digitalisat].</ref> Juga diriwayatkan oleh asy-Sya'bi, bahwa dia mengutuk orang-orang yang membenci [[Aisyah|ʿAisyah]] dan menganggapnya sebagai pelanggaran ''[[sunnah]]''.<ref>[[Adh-Dhahabī|Šams ad-Dīn aḏ-Ḏahabī]]: ''Siyar aʿlām an-nubalāʾ.'' Ed. Šuʿaib al-Arnāʾūṭ. 11. Aufl. Muʾassasat ar-Risāla, Beirut, 1996. Bd. IV, S. 300. [https://archive.org/stream/11950/san04#page/n299/mode/2up Digitalisat]</ref>
Istilah ''sunnah'' berbeda dengan frasa yang lebih panjang panjang {{transliteration|ar|ALA|ahlussunnah wal-jamāʻah}} atau {{transliteration|ar|ALA|ahlussunnah}}, karena kedua tersebut relatif lebih muda. Kemungkinan merujuk kepada [[Ibnu Taimiyah|Ibnu Taimiyyah]], yang menggunakan bentuk pendek tersebut untuk pertama kalinya.<ref>Ibn Taimīya: ''Minhāǧ as-sunna an-nabawīya''. Ed. Muḥammad Rašād Sālim. Ǧamiʿat al-Imām Muḥammad Ibn-Saʿid, Riad, 1986. Bd. II, S. 221, 224. [https://archive.org/stream/WAQ94871/msn2#page/n219/mode/2up Digitalisat]</ref> Kemudian dipopulerkan oleh ulama [[Pan-Islamisme|pan-Islam]] seperti [[Rasyid Ridha|Muhammad Rasyid Ridha]] dalam risalahnya ''as-Sunnah wasy-Syiʿah au al-Wahhābīyah war-Rāfiḍah: Ḥaqāʾiq Dīnīya Taʾrīḫīyah Ijtimaʿīyah Iṣlaḥīyah'' ("Sunnah dan Syiah, atau [[Wahabisme|Wahhabisme]] dan ''[[Rafidhah]]'': Sejarah, Fakta Sosiologis, dan Orientasi Reformasinya“) yang diterbitkan pada tahun 1928–29.<ref>Muḥammad Rašīd Riḍā: ''as Sunna wa-š-šiʿa au al-Wahhābīya wa-r-Rāfiḍa: Ḥaqāʾiq dīnīya taʾrīḫīya iǧtimaʿīya iṣlaḥīya.'' Kairo 1928/29. [[wikisource:ar:تصنيف:السنة والشيعة أو الوهابية والرافضة:مطبوع|Digitalisat Wikisource]]</ref> Istilah "''sunnah''" biasanya sering digunakan dalam wacana Arab sebagai sebutan bagi Muslim Sunni, serta untuk membedakannya dengan Syiah. Pasangan kata "Sunnah-Syiah" juga digunakan dalam literatur penelitian Barat untuk menunjukkan kontras Sunni-Syiah.<ref>So zum Beispiel bei Mohammad Heidari-Abkenar: ''Die ideologische und politische Konfrontation Schia-Sunna: am Beispiel der Stadt Rey des 10. – 12. Jh. n. Chr.'' Inaugural-Dissertation Köln 1992 und Ofra Bengo und Meir Litvak: ''The Sunna and Shi'a in history. Division and ecumenism in the Muslim Middle East.'' 1. Aufl. Palgrave Macmillan, New York, 2011.</ref>
=== ''Ahlussunnah'' ===
''Ahl'' berarti "keluarga-keluarga, pengikut, penduduk." Dengan demikian ''ahlussunnah'' berarti "orang yang mengikuti Sunnah."<ref name="Said Abu Jaib">{{harvnb|Said Abu Jaib|loc={{cite book | title= al-Qamus al-Fiqhi Lughatan wa Istihalan|p=29}}; dikutip dalam: {{cite book | author = Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur | editor1-last= AM | editor1-first= Ahmad Muntaha | title=Khazanah Aswaja | publisher=Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur | publication-place=Surabaya | year=2016 | isbn=978-602-74756-0-1 | p=10 | language=id | ref=harv }}}}.</ref>
Salah satu dokumen pendukung paling awal untuk ''ahlussunnah'' berasal dari sarjana Bashrah, Muhammad bin Siri (wafat 728). Namanya disebutkan dalam ''Shahih'' [[Imam Muslim|Muslim bin al-Hajjaj]]: "Sebelumnya seseorang tidak bertanya tentang [[Ulum hadis|sanad]]. Tetapi saat ''[[fitnah]]'' bermula, seseorang berkata: 'Sebutkan kami perawi Anda'. Seseorang kemudian akan menjawabnya: jika mereka adalah ahlussunnah, terimalah hadis mereka. Namun jika mereka adalah ahlul-[[bid'ah]], tolaklah hadis mereka."<ref>[[wikisource:ar:صحيح مسلم/المقدمة#باب بيان أن الإسناد من الدين وأن الرواية لا تكون إلا عن الثقات|''Ṣaḥīḥ Muslim, Muqaddima, Bāb anna al-isnād min ad-dīn wa-ʾanna r-riwāya lā takūn illā ʿan aṯ-ṯiqāt'']]</ref> G.H.A. Juynboll menduga, istilah ''fitnah'' dalam pernyataan ini tidak terkait dengan Perang Saudara pertama (665–661) setelah pembunuhan [[Utsman bin 'Affan|Utsman bin Affan]], tetapi Perang Saudara kedua (680–692)<ref>G.H.A. Juynboll: ''Muslim tradition. Studies in chronology, provenance and authorship of early ḥadīṯ''. Cambridge University Press, Cambridge u. a. 1983. S. 17f.</ref> ketika umat Islam terpecah. menjadi empat pihak ([[Abdullah bin Zubair]], [[Dinasti Umayyah|Bani Umayyah]], Syiah di bawah [[Al-Mukhtar ats-Tsaqafi|al-Mukhtar bin Abi Ubaid]], dan Khawarij). Istilah ''ahlussunnah'' ditunjuk dalam situasi ini yang menjauh dari ajaran sesat dari berbagai pihak yang bertikai.<ref>Zaman: ''Religion and politics under the early ʿAbbāsids''. 1997, S. 49.</ref>
Istilah ''ahlussunnah'' selalu dipuji. [[Abu Hanifah]] (w. 769), menegaskan bahwa orang-orang ini adalah "orang-orang saleh dan orang-orang Sunnah" (''ahlul-ʿadl wa-ahlus-sunnah'').<ref>Abū Ḥanīfa: ''Risāla ilā ʿUṯmān al-Battī''. Ed. Muḥammad Zāhid al-Kauṯarī. Kairo, 1949. S. 38. [[iarchive:hanafi 20150711 0546/page/n37|Digitalisat]].</ref> Menurut [[Josef van Ess]] istilah ini tidak berarti lebih dari "orang beriman yang terhormat dan benar".<ref>Ess: ''Der Eine und das Andere''. 2011, Bd. II, S. 1273.</ref> Di kalangan mazhab Hanafi, sebutan ''ahlus-sunnah'' dan ''ahlul-ʿadl'' (orang-orang terhormat) dapat dipertukarkan untuk waktu yang lama. Oleh karena itu ulama mazhab Hanafi, Abul-Qāsim as-Samarqandī (w. 953), yang menyusun katekismus untuk [[Keamiran Samaniyah|Samaniyah]], terkadang menggunakan satu ungkapan dan terkadang ungkapan lain untuk kelompoknya sendiri.<ref name="Rudolph2">Ulrich Rudolph: ''Al-Māturīdī und die sunnitische Theologie in Samarkand.'' Brill, Leiden 1997. S. 66.</ref>
Bentuk tunggal dari ''ahlus-sunna'' adalah ''ṣāḥib sunnah'' (individu pengikut sunnah).<ref>Juynboll: “An Excursus on ahl as-sunnah”. 1998, S. 321.</ref> Ungkapan ini digunakan misalnya oleh [[Ibn Mubarak|ʿAbdallāh bin al-Mubārak]] (w. 797) untuk seseorang, yang berlepas diri dari ajaran Syiah, Khawarij, Qadariyah, dan Murji'ah.<ref>Ibn Abī Yaʿlā: ''Ṭabaqāt al-Ḥanābila''. 1952, Bd. II, S. 40.</ref> Selain itu, kata sifat [[Kata benda dan kata sifat bahasa Arab|nisbah]] ''sunni'' juga digunakan untuk individu. Demikian tercatat, ulama Quran dari Kufah Abu Bakar bin 'Auyasy (wafat 809) ditanya, bagaimana dia menjadi seorang ''sunni''. Ia menjawab, "Orang yang, ketika firkah-firkah sesat disebutkan, tidak tertarik mengikutinya."<ref>Abū l-Qāsim Hibatallāh al-Lālakāʾī: ''Šarḥ uṣūl iʿtiqād ahl as-sunna wa-l-ǧamāʿa''. 8. Aufl. Ed. Aḥmad Saʿd Ḥamdān. Wizārat aš-šuʾūn al-islāmīya, Riad, 2003. Bd. I, S. 65. [[iarchive:FP16154/page/n64/mode/2up|Digitalisat]] – Engl. Übers. bei Juynboll: “An Excursus on ahl as-sunnah”. 1998, S. 319.</ref> Ulama Andalusia, [[Ibnu Hazm]] (w. 1064) kemudian mengajarkan, bahwa mereka yang mengaku Islam dapat dibagi menjadi empat kelompok: ''Ahlussunnah'', [[Muktazilah]], Murji'ah, Syiah, dan Khawarij.<ref>Ibn Ḥazm: ''al-Faṣl fi-l-milal wa-l-ahwāʾ wa-n-niḥal.'' Ed. Muḥammad Ibrāhīm Naṣr; ʿAbd-ar-Raḥmān ʿUmaira. 5 Bde. Dār al-Ǧīl, Beirut 1985. Bd. II, S. 265.</ref>
Pada abad ke-9, sejumlah orang mulai menambah istilah ''ahlussunnah'' dengan tambahan-tambahan positif lainnya. [[Abu al-Hasan al-Asy'ari]] merumuskan frasa untuk kelompoknya seperti seperti ''ahlussunnah wal-istiqāmah'' ("orang-orang yang mengikuti Sunnah dan teguh pendiriannya"), ''ahlussunnah wal-ḥadīṡ'' "orang-orang yang mengikuti Sunnah dan Hadis"),<ref>Ess: ''Der Eine und das Andere''. 2011, Bd. II, S. 1274.</ref> atau ''ahlul-ḥaqq was-sunnah''<ref name="Kitab al-Ibana82">So al-Ašʿarī: ''Kitāb al-Ibāna ʿan uṣūl ad-diyāna''. S. 8. – Engl. Übers. S. 49.</ref> (“orang-orang yang benar dan mengikuti Sunnah”).
=== ''Ahlussunnah wal-jama'ah'' ===
''Al-Jama'ah'', berasal dari kata ''al-jam'u'' artinya mengumpulkan sesuatu, dengan mendekatkan sebagian ke sebagian lain, atau mengumpulkan yang bercerai-berai. Kata ''jama'ah'' juga berasal dari kata ''ijtima''' (perkumpulan), yang merupakan lawan kata ''tafaruq'' (perceraian) dan lawan kata dari ''furqah'' (perpecahan). ''Jama'ah'' adalah sekelompok orang banyak dan sekelompok manusia yang berkumpul berdasarkan satu tujuan. Selain itu, ''Jama'ah'' juga berarti kaum yang bersepakat dalam suatu masalah, atau orang-orang yang memelihara kebersamaan dan kolektifitas dalam mencapai satu tujuan.<ref name="p=10">Lihat {{cite book | author = Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur | editor1-last= AM | editor1-first= Ahmad Muntaha | title=Khazanah Aswaja | publisher=Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur | publication-place=Surabaya | year=2016 | isbn=978-602-74756-0-1 | p=10 | language=id | ref=harv }} .</ref>
Kemunculan ungkapan ''ahlussunnah wal-jama'ah'' tidak sepenuhnya jelas. Khalifah Abbasiyah [[Ma'mun ar-Rasyid|Al-Ma'mūn]] (memerintah tahun 813–33) mengeluarkan dekrit tentang sekelompok orang, yang mengaku teguh kepada sunnah (''nasabū anfusahum ilās-sunnah'') dan mengeklaim, mereka adalah "orang-orang pengikut kebenaran, agama dan masyarakat” (''ahlul-ḥaqq wad-dīn wal-jamāʿah'').<ref>[[Al-Tabari|Abū Jaʿfar Muḥammad b. Jarīr aṭ-Ṭabarī]]: ''Taʾrīḫ ar-rusul wa-l-mulūk''. Hrsg. von M. J. de Goeje. Brill, Leiden, 1879–1901. Bd. III, S. 1114, Zeile 4–8 [http://menadoc.bibliothek.uni-halle.de/content/pageview/467635 Digitalisat] und Ess: ''Der Eine und das Andere''. 2011, Bd. II, S. 1278.</ref> ''Sunnah'' dan ''jama'ah'' sudah terhubung di sini. Sebagai pasangan, istilah-istilah ini sudah muncul pada abad ke-9. Tercatat bahwa murid Ahmad bin Hanbal, Harb bin Ismail (wafat 893) menulis kitab berjudul ''as-Sunnah wal-Jamāʿah'', yang kemudian dibantah oleh ulama Muktazilah, [[Abu Al-Qasim al-Balkhi]].<ref>Vgl. [[Yāqūt ar-Rūmī]]: ''Muʿǧam al-Buldān'' Ed. F. Wüstenfeld. Brockhaus, Leipzig, 1866–1870. Bd. III, S. 213f. [http://menadoc.bibliothek.uni-halle.de/ssg/content/pageview/505612 Digitalisat] und van Ess: ''Der Eine und das Andere''. 2011, S. 332. (german)</ref> [[Al-Jubba'i]] (w. 916) mengisahkan dalam ''Kitāb al-Maqālāt'' nya, bahwa Ahmad bin Hanbal menggelari murid-muridnya dengan predikat ''sunnah wal-jama'ah''.<ref>Ess: ''Der Eine und das Andere''. 2011, Bd. II, S. 1273f.</ref> Hal ini menunjukkan bahwa pengikut mazhab Hambali adalah yang pertama kali menggunakan frasa ''ahlus-sunnah wal-jamāʿah'' sebagai sebutan diri.<ref name="Ess201112762">Ess: ''Der Eine und das Andere''. 2011, Bd. II, S. 1276.</ref>
Akan tetapi, kelompok [[Karramiyyah]] yang didirikan oleh Muhammad bin Karram (wafat 859) mengklaim sebagai ''as-sunnah wal-jama'ah''. Mereka menyebut itu karena mereka memuji pendiri mazhab ini setelah memahami sebuah hadis, yang menurutnya nabi Muhammad menubuwatkan bahwa pada akhir zaman akan muncul seorang laki-laki bernama Muhammad bin Karram, yang akan memulihkan ''sunnah'' dan ''jamāʿah'' dan berhijrah dari Khorasan ke Yerusalem, seperti ketika Muhammad hijrah dari Makkah ke Madinah.<ref name="Ess201112762"/> Menurut kesaksian ulama [[Transoksiana]], Abul-Yusr al-Bazdawi (w. 1099), [[Kullabiyah]] (pengikut ulama Basrian bin Kullab (w. 855)) juga mengeklaim sebagai ''ahlus-sunnah wal-jama'ah''.<ref name="Bazdawi2502">al-Bazdawī: ''Kitāb Uṣūl ad-Dīn.'' 2003, S. 250.</ref>
Abu al-Hasan al-Asy'ari jarang menggunakan ungkapan ''ahlus-sunna wal-jama'ah'',<ref>Er kommt bei ihm nur einmal vor, nämlich al-Ašʿarī: ''Kitāb Maqālāt al-islāmīyīn wa-iḫtilāf al-muṣallīn.'' 1963, S. 471, Zeile 10. [http://menadoc.bibliothek.uni-halle.de/ssg/content/pageview/708141 Digitalisat]</ref> dan lebih menyukai kombinasi yang lain. Belakangan orang-orang Asy'ariyah seperti al-Isfaranini (w. 1027) dan Abdul-Qahir al-Baghdadi (w. 1078) juga menggunakan ungkapan ''ahlussunnah wal-jama'ah'' dan menggunakannya dalam karya-karya mereka untuk merujuk pada mazhab mereka sendiri.<ref>van Ess: ''Der Eine und das Andere''. 2011, S. 681, 718.</ref> Menurut al-Bazdawi semua orang Asy'ari pada masanya mengatakan mereka termasuk ''ahlus-sunnah wal-jama'ah''.<ref name="Bazdawi2502"/> Selama ini, istilah tersebut telah digunakan sebagai sebutan diri oleh pengikut Maturidi dan Hanafi di Transoksiana, serta sering digunakan oleh [[Abu al-Laits al-Samarqandi|Abu al-Laits as-Samarqandi]] (wafat 983), Abu Syakur (wafat 1086) dan al-Bazdawi.<ref name="Rudolph2"/> Mereka menggunakan istilah itu untuk melawan musuh mereka,<ref>Brodersen: „Sunnitische Identitätssuche im Transoxanien des 5./11. Jahrhunderts.“ 2019, S. 345.</ref> seperti pengikut Muktazilah.<ref>Brodersen: „Sunnitische Identitätssuche im Transoxanien des 5./11. Jahrhunderts.“ 2019, S. 347. (German)</ref> Al-Bazdawī juga membedakan ''ahlussunnah wal-jama'ah'' dengan ahli hadis, "karena mereka akan menganut ajaran yang bertentangan dengan Al-Qur'an".<ref>al-Bazdawī: ''Kitāb Uṣūl ad-Dīn.'' 2003, S. 254.</ref>
Menurut [[Syamsuddin Al-Maqdisi|Syamsuddin al-Maqdisī]] (hidup akhir abad ke-10), ungkapan ''ahlussunnah wal-jama'ah'' menjadi pujian pada masanya, mirip dengan ''ahlul-ʿadl wat-tauḥīd'' ("orang-orang yang mengikuti keadilan dan tauhid"), yang digunakan untuk Muktazilah atau sebutan umum seperti [[Mu'min|Mukminun]] (“Orang Beriman“) atau ''aṣḥābul-hudā'' (“orang-orang yang mendapat petunjuk”) untuk orang Muslim, yang dipandang sebagai orang-orang beriman yang benar.<ref>Šams ad-Dīn al-Muqaddasī: ''Kitāb Aḥsan at-taqāsīm fī maʿrifat al-aqālīm.'' Ed. M. J. de Goeje. 2. Aufl. Brill, Leiden 1906. S. 37. [http://menadoc.bibliothek.uni-halle.de/ssg/content/pageview/503492 Digitalisat] – Französische Übersetzung André Miquel. Institut Français de Damas, Damaskus, 1963. S. 88.</ref> Karena ungkapan ''ahlussunnah wal-jama'ah'' digunakan dengan tuntutan keyakinan yang benar, maka dalam penelitian akademis digunakan istilah yang diterjemahkan sebagai "ortodoks".<ref>So Kate Chambers Seelye in ihrer Übersetzung von al-Baghdādīs ''Al-Farq baina l-firaq'', siehe Seelye: ''Moslem Schisms and Sects''. 1920, S. 38.</ref>
Mengenai apa sebenarnya istilah ''jama'ah'' dalam frasa ''ahlussunnah wal-jama'ah ini'' terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. [[Imam Ath-Thahawi|Ath-Thahawi]] (wafat 933), dalam rangkumannya terhadap akidah Sunni, istilah ''jama'ah'' berbeda dengan istilah Arab ''[[Sekte|furqah]]'' ("golongan yang berpecah belah").<ref>See z. B. aṭ-Ṭaḥāwī: ''al-ʿAqīda aṭ-Ṭaḥāwīya''. 1995, S. 24. – Engl. Übers. Watt: ''Islamic creeds: a selection''. 1994, S. 53.</ref><ref>Siehe z. B. aṭ-Ṭaḥāwī: ''al-ʿAqīda aṭ-Ṭaḥāwīya''. 1995, S. 24. – Engl. Übers. Watt: ''Islamic creeds: a selection''. 1994, S. 53.</ref> Ath-Thahawi menjelaskan bahwa kata ''jama'ah'' dianggap benar dan lurus (''ḥaqq wa-ṣawāb'') dan ''furqah'' sebagai menyimpang dan menyesatkan (''zaig wa-ʿaḍāb'').<ref>aṭ-Ṭaḥāwī: ''al-ʿAqīda aṭ-Ṭaḥāwīya''. 1995, S. 31. – Engl. Übers. Watt: ''Islamic creeds: a selection''. 1994, S. 56.</ref> Ibnu Taimiyyah berpendapat, bahwa ''jama'ah'' sebagai lawan kata dari ''firqah'' mengandung makna ''ijtimāʿ'' ("kesepakatan bersam"). Selanjutnya ia menghubungkannya dengan prinsip ''[[ijmak]]'', sumber hukum ketiga Islam setelah Al-Qur'an dan Sunnah.<ref>Ibn Taimīya: ''al-ʿAqīda al-Wāsiṭīya''. 1999, S. 128. – Dt. Übers. Wein S. 99.</ref> Ulama Utsmaniyah Muslih ad Din al-Qastallani (wafat 1495) berpendapat bahwa ''jama'ah'' berarti "jalan para [[Sahabat Nabi|Sahabat]]” (''ṭarīqat aṣ-ṣaḥābah'').<ref name="Zabidi62">Murtaḍā az-Zabīdī: ''Itḥāf as-sāda al-muttaqīn bi-šarḥ Iḥyāʾ ʿulūm ad-dīn''. Muʾassasat at-taʾrīḫ al-ʿArabī, Beirut, 1994. Bd. II, S. 6 [https://archive.org/stream/FP78871/ithafsm02#page/n6/mode/2up Digitalisat]</ref> Teolog Indonesia modern [[Nurcholish Madjid]] (w. 2005) menafsirkan ''jamaah'' sebagai konsep [[Inklusivisme|inklusif]]: terbuka untuk [[Nilai pluralisme|pluralisme]] dan dalam dialog tetapi tidak terlalu menekankan.<ref>Saleh: ''Modern Trends in Islamic Theological Discourse in 20th Century Indonesia''. 2001, S. 91–96. (German)</ref>
== Sejarah ==
[[File:Kaaba_daylight.png|pra=https://en.wiki-indonesia.club/wiki/File:Kaaba_daylight.png|jmpl|[[Masjidilharam]] dan [[Ka'bah]] di Makkah merupakan tempat suci bagi seluruh umat Islam di dunia.]]
Salah satu kesalahan yang sering terjadi adalah berasumsi bahwa Islam Sunni mewakili Islam normatif yang muncul selama periode setelah kematian Muhammad, dan bahwa [[Sufisme]] dan [[Syiah]] bercabang dari Islam Sunni.<ref>{{Cite book|last=Hughes|first=Aaron|date=2013|url=https://books.google.com/books?id=95jSBFFaDkUC&pg=PA115|title=Muslim Identities: An Introduction to Islam|isbn=978-0231531924|page=115|quote=It is a mistake to assume, as is frequently done, that Sunni Islam emerged as normative from the chaotic period following Muhammad's death and that the other two movements simply developed out of it. This assumption is based in... the taking of later and often highly ideological sources as accurate historical portrayals – and in part on the fact that the overwhelming majority of Muslims throughout the world follows now what emerged as Sunni Islam in the early period.}}</ref> Persepsi ini sebagian disebabkan oleh ketergantungan pada sumber-sumber yang sangat ideologis yang telah diterima sebagai karya sejarah yang dapat diandalkan, dan juga karena sebagian besar umat Islam adalah Sunni. Baik Sunni maupun Syiah adalah produk akhir dari persaingan antara ideologi selama beberapa abad. Kedua firkah tersebut menggunakan satu sama lain untuk memperkuat identitas dan doktrin mereka sendiri.<ref>{{Cite book|last=Hughes|first=Aaron|date=2013|url=https://books.google.com/books?id=95jSBFFaDkUC&pg=PA115|title=Muslim Identities: An Introduction to Islam|isbn=978-0231531924|page=116|quote=Each of these sectarian movements... used the other to define itself more clearly and in the process to articulate its doctrinal contents and rituals.}}</ref>
Empat khalifah pertama yang dikenal di kalangan Sunni dikenal sebagai [[Khulafaur Rasyidin|Khulafaurrasyidin]]. Khalifah yang pertama adalah [[Abu Bakar Ash-Shiddiq|Abu Bakar]], kedua [[Umar bin Khattab|Umar]], ketiga [[Utsman bin 'Affan|Utsman]], dan keempat [[Ali bin Abi Thalib|Ali]].<ref>{{Cite web|last=Tore Kjeilen|title=Lexic Orient.com|url=http://lexicorient.com/e.o/ali.htm|archive-url=https://web.archive.org/web/20110605031233/http://lexicorient.com/e.o/ali.htm|archive-date=2011-06-05|access-date=2011-06-05|url-status=live}}</ref> Sunni mengakui penguasa setelahnya sebagai [[Khilafah|khalifah]], meski mereka tidak memasukkan siapa pun dalam daftar ''Rasyidin'' setelah kematian Ali, hingga kekhalifahan secara konstitusional dihapuskan di [[Turki]] pada 3 Maret 1924.
=== Transisi kekhalifahan menjadi dinasti monarki ===
Benih transisi kekhalifahan menjadi monarki kedinastian telah muncul, seperti yang ditakutkan oleh khalifah kedua Umar, sejak rezim khalifah ketiga Utsman, yang mengangkat banyak kerabatnya dari klan [[Dinasti Umayyah|Bani Umayyah]], seperti [[Marwan bin al-Hakam]] dan [[Al-Walid bin Uqbah|Walid bin Uqbah]] pada jabatan-jabatan penting di pemerintahan, sehingga menjadi penyebab utama kekacauan yang mengakibatkan pembunuhan dan pertikaian berikutnya selama masa Ali dan pemberontakan oleh [[Muawiyah bin Abu Sufyan]], salah satu kerabat Utsman. Hal ini menyebabkan pembentukan pemerintahan kedinastian yang kuat dari [[Dinasti Umayyah|Bani Umayyah]] setelah [[Husain bin Ali|Husain]], putra bungsu Ali dari [[Fatimah az-Zahra]], gugur dalam [[Pertempuran Karbala]]. Bangkitnya kekuasaan Bani Umayyah, suku elite Makkah yang menentang keras Muhammad di bawah kepemimpinan [[Abu Sufyan]], ayah Muawiyah, hingga [[Pembukaan Makkah|penaklukan Makkah]] oleh Muhammad, sebagai penggantinya dengan diangkatnya Utsman sebagai khalifah, yang semula dihuni masyarakat egaliter yang muncul sebagai hasil revolusi Muhammad, berubah menjadi masyarakat yang terstratifikasi antara yang kaya dan yang miskin sebagai akibat dari [[nepotisme]], dan dalam kata-kata El-Hibri melalui "penggunaan pendapatan [[zakat]] untuk menyubsidi kepentingan keluarga, yang dibenarkan Utsman sebagai ''ash-shilah''".<ref>{{Cite book|last=El-Hibri|first=Tayeb|date=October 22, 2010|url=https://www.amazon.com/Parable-Politics-Early-Islamic-History-ebook/dp/B0060LSOCE/ref=mt_kindle?_encoding=UTF8&me=|title=Parable and Politics in Early Islamic History:The Rashidun Caliphs|location=New York Chichester West Sussex|publisher=A Columbia University Press|isbn=978-0231521659|page=526 (kindle)}}</ref><ref>{{Cite book|last=Maududi|first=Abul A'la|date=July 2000|url=https://books.google.com/books?id=lDfeCQzP1cYC&pg=PT1|title=Khilafat o Malookiat|location=Lahore, Pakistan|publisher=Adara Tarjuman-ul-Quran (Private) Ltd, Urdu Bazar, Lahore, Pakistan|pages=105–153|language=ur|trans-title=Caliphate and Monarchistic}}</ref><ref>{{Cite book|last=Hazleton|first=Lesley|date=4 September 2009|url=https://archive.org/details/afterprophetepic0000hazl/page/193|title=After the Prophet:The Epic Story of Shia-Sunni Split in Islam|location=New York, London, Toronto, Sydney, Auckland|publisher=Anchor (Doubleday)|isbn=978-0385523936|page=[https://archive.org/details/afterprophetepic0000hazl/page/193 193 (kindle)]}}</ref>
Ali, selama masa pemerintahannya yang agak singkat, berupaya untuk mengembalikan sistem egaliter dan supremasi hukum atas penguasa yang dicita-citakan dalam dakwah Muhammad, tetapi terus menghadapi tentangan, dari [[perang Jamal]] melawan [[Aisyah]], [[Thalhah bin Ubaidillah|Thalhah]], dan Zubair; [[perang Shiffin]] melawan Muawiyah; dan akhirnya Ali dibunuh oleh orang [[Khawarij]]. Setelah Ali dibunuh, para pengikutnya segera memilih [[Hasan bin Ali]] putra sulung Ali dari Fatimah untuk menggantikannya. Hasan kemudian menandatangani perjanjian dengan Muawiyah melepaskan kekuasaan demi yang terakhir, dengan syarat antara lain, bahwa salah satu dari dua yang akan hidup lebih lama dari yang lain akan menjadi khalifah, dan bahwa khalifah ini tidak akan menunjuk seorang penerus tetapi akan meninggalkan soal pemilihan khalifah kepada publik. Selanjutnya, Hasan diracun sampai mati dan Muawiyah menikmati kekuasaan yang tak tertandingi. Tidak menghormati perjanjiannya dengan Hasan, ia mencalonkan putranya [[Yazid bin Muawiyah|Yazid]] untuk menggantikannya. Setelah kematian Muawiyah, Yazid meminta Husain, adik laki-laki Hasan, putra Ali dan cucu Muhammad, untuk memberikan kesetiaannya kepada Yazid, yang ditolaknya dengan jelas. Kafilahnya dikepung oleh tentara Yazid di Karbala dan dia dibunuh bersama semua rekan prianya – total 72 orang, dalam [[Pertempuran Karbala|pertempuran]] sehari penuh setelah Yazid memantapkan dirinya sebagai penguasa, meskipun pemberontakan publik yang kuat meletus setelah kematiannya melawan dinastinya untuk membalas dendam, tetapi Bani Umayyah mampu dengan cepat menekan mereka semua dan memerintah dunia Muslim, hingga akhirnya digulingkan oleh [[Banu Abbas|Bani Abbās]].<ref>{{Cite book|last=Irving|first=Washington|date=1859|url=https://books.google.com/books?id=TWAOAAAAQAAJ|title=Lives of the Successors of Mahomet|location=Sunnyside|publisher=W. Clowes|isbn=978-1273126963|pages=163–218}}</ref><ref>{{Cite book|last=Nadvi|first=Syed Abul Hasan Ali|title=Al-Murtaza|location=Karachi Pakistan|publisher=Majlis-e-Nashriyat-e-Islam|pages=218–382|language=ur|trans-title=The Murtaza}}</ref><ref>{{Cite book|last=Maududi|first=Abul A'la|date=July 2000|url=https://books.google.com/books?id=lDfeCQzP1cYC&pg=PT1|title=Khilafat o Malookiat|location=Lahore, Pakistan|publisher=Adara Tarjuman-ul-Quran (Private) Ltd, Urdu Bazar, Lahore, Pakistan|page=90|language=ur|trans-title=Caliphate and Monarchistic}}</ref><ref>{{Cite book|last=Jafri|first=Syed Husain Mohammad|date=976|title=The Origins and Early Development of Shi'a Islam (Millennium (Series)) (The Millennium (Series).)|location=Karachi|publisher=Oxford University Press (First Published By Longman Group Ltd and Librairie du Liban 1979)|isbn=978-0195793871|pages=108–109}}</ref>
===
Kekuasaan dan "kekhalifahan" Bani Umayyah berakhir di tangan Bani Abbas, yang merupakan cabang dari Bani Hasyim, suku Muhammad, hanya untuk mengantarkan monarki dinasti lain yang disebut sebagai kekhalifahan dari tahun 750 M. Periode ini adalah masa-masa formatif Islam Sunni dengan lahirnya empat mazhab dari para fukaha: [[Abu Hanifah]], [[Malik bin Anas]], [[Muhammad bin Idris as-Syafi'i|Muhammad bin Idris asy-Syafi'i]], dan [[Ahmad bin Hanbal]], begitu juga [[Ja'far ash-Shadiq|Jafar ash-Shadiq]] yang menguraikan doktrin [[imamah]], dasar pemikiran keagamaan Syiah. Tidak ada rumusan yang diterima dengan jelas untuk menentukan suksesi kekhalifahan Abbasiyah. Dua atau tiga putra atau kerabat lain diusulkan sebagai calon pemimpin baru, masing-masing didukung oleh partai pendukungnya sendiri. Uji kepatutan terjadi, dan pihak yang paling kuat menang serta mengharapkan bantuan dari khalifah yang mereka dukung begitu dia diangkat sebagai khalifah. Kekhalifahan dinasti ini berakhir dengan wafatnya Khalifah al-Ma'mun pada tahun 833 M, ketika periode dominasi Turki dimulai.<ref>{{Cite book|last=Kennedy|first=Hugh|date=2016|title=The Early Abbasid Caliphate: A Political History (Routledge Revivals) 1st Edition|location=Oxon|publisher=Routledge|isbn=978-1138953215|pages=15–16}}</ref>
===
Setelah [[Perang Dunia I]], [[Kesultanan Utsmaniyah]], sebuah kekhalifahan Sunni terbesar selama enam abad, runtuh dan menandai berakhirnya kekhalifahan. Hal ini menyebabkan protes Sunni di tempat-tempat yang jauh termasuk [[Gerakan Khilafat]] di India, yang kelak memperoleh kemerdekaan dari Inggris serta terbagi menjadi [[Pakistan]] yang didominasi Sunni dan [[India]] yang sekuler. Pakistan, negara Sunni terpadat, kemudian [[Perang Kemerdekaan Bangladesh|dipisah]] menjadi Pakistan dan [[Bangladesh]]. [[Pembubaran Kekhalifahan|Runtuhnya kekhalifahan]] tersebut juga mengakibatkan lahirnya [[Arab Saudi]], sebuah monarki absolut berbasis dinasti yang terus memperjuangkan doktrin reformis [[Muhammad bin Abdul Wahhab|Muhammad bin Abdul-Wahhab]].<ref>Gail Minault, ''The Khilafat Movement: Religious Symbolism and Political Mobilization in India'' (1982).</ref><ref>{{Cite book|last=Rogan|first=Eugene|date=26 February 2015|url=https://books.google.com/books?id=tP-4BAAAQBAJ|title=The Fall of the Ottomans|location=UK|publisher=Penguin|isbn=978-0141968704}}</ref><ref>{{Cite book|last=Ian Harris|last2=Stuart Mews|last3=Paul Morris|last4=John Shepherd|year=1992|title=Contemporary Religions: A World Guide|url=https://archive.org/details/isbn_9780582086951|isbn=978-0582086951|page=[https://archive.org/details/isbn_9780582086951/page/n384 369]}}</ref><ref>{{Cite book|last=Bowen, Wayne H.|year=2007|title=The History of Saudi Arabia|isbn=978-0313340123|ref=Bowen}}</ref> Hal ini juga dibarengi oleh berkembangnya gerakan [[Wahabisme|Wahhabi]], [[Salafiyah]], [[Islamisme]], dan [[Jihadisme]] yang memperjuangkan doktrin [[Ibnu Taimiyah|Ibnu Taimiyyah]] (1263–1328 M/661–728 H), seorang ulama [[Ahmad bin Hanbal|Hambali]]. [[Perang Dingin]] mengakibatkan radikalisasi para pengungsi Afganistan di Pakistan yang berjuang melawan [[komunisme]] yang didukung pasukan [[Uni Soviet]] di Afganistan, sehingga lahirlah [[Taliban|gerakan Taliban]]. Setelah jatuhnya rezim komunis di Afganistan dan [[Perang Saudara Afganistan (1992–1996)|perang saudara]], Taliban merebut kekuasaan dari [[Mujahidin Afghanistan|faksi Mujahidin]] di [[Afganistan]] dan membentuk pemerintahan di bawah kepemimpinan [[Mullah Omar|Mohammed Omar]], yang disebut sebagai [[Amir|Amirul-Mukminin]], cara yang terhormat untuk menyapa khalifah. Taliban diakui oleh Pakistan dan Arab Saudi hingga setelah [[Serangan 11 September 2001]], yang diotaki oleh [[Usamah bin Ladin]]—seorang warga negara Saudi yang mendapat suaka oleh Taliban—terjadi, memantik [[Perang Melawan Teror|perlawanan terhadap teror]], termasuk melawan Taliban.<ref>{{Cite book|last=Hitti|first=Philip K.|year=1970|title=History of The Arabs|publisher=Macmillan Education|isbn=978-0333098714|edition=Tenth|pages=689–741}}</ref><ref>{{Cite book|last=Kepel|first=Gilles|date=2003|url=https://books.google.com/books?id=OLvTNk75hUoC&pg=PA318|title=Jihad: The Trail of Political Islam|isbn=978-1845112578}}</ref><ref>{{Cite journal|last=Wiktorowicz|first=Quintan|year=2005|title=A Genealogy of Radical Islam|journal=Studies in Conflict & Terrorism|volume=28|issue=2|page=83|doi=10.1080/10576100590905057| issn=1057-610X }}</ref>
Pada abad ke-20, telah banyak kebencian di beberapa kalangan komunitas Sunni karena hilangnya keunggulan di beberapa wilayah yang sebelumnya didominasi Sunni seperti [[Levant|Syam]], [[Mesopotamia]], [[Balkan]], [[Kaukasus Utara]], dan [[anak benua India]].<ref>{{Cite book|last=Minahan|first=James|date=2002|title=Encyclopedia of the Stateless Nations|url=https://archive.org/details/encyclopediaofst0001mina|page=547}}</ref> Upaya terbaru oleh kelompok radikal [[jihadisme salafi]] untuk mendirikan kembali kekhalifahan Sunni terlihat dalam munculnya kelompok militan [[Negara Islam Irak dan Syam|NIIS]], dengan pemimpinnya [[Abu Bakar al-Baghdadi]] yang dikenal di kalangan pengikutnya sebagai khalifah dan ''Amirulmukminin'', "Pemimpin Kaum Beriman".<ref>{{Cite news|last=<!--Staff writer(s); no by-line.-->|date=15 May 2015|title=Profile: Abu Bakr al-Baghdadi|url=https://www.bbc.co.uk/news/world-middle-east-27801676|work=BBC News}}</ref> Jihadisme menjadi salah satu kelompok yang selalu dilawan dari dalam umat Islam di seluruh penjuru dunia yang dibuktikan dengan kehadiran hampir 2% populasi Muslim di London yang memprotes NIIS.<ref>{{Cite news|last=Da Silva|first=Chantel|date=16 June 2017|title=Cologne rally: As many as 10,000 Muslims to protest Islamic extremism|url=https://www.independent.co.uk/news/world/europe/cologne-rally-muslims-protest-islamic-extremism-germany-terror-attacks-uk-nichtmituns-not-with-us-a7792876.html|work=Independent|location=Cologne|archive-url=https://web.archive.org/web/20180106063638/http://www.independent.co.uk/news/world/europe/cologne-rally-muslims-protest-islamic-extremism-germany-terror-attacks-uk-nichtmituns-not-with-us-a7792876.html|archive-date=2018-01-06|access-date=5 January 2018|url-status=live}}</ref>
Mengikuti pendekatan yang lebih puritan dari [[Ibnu Katsir]], [[Rasyid Ridha|Muhammad Rasyid Ridha]], dll. banyak [[tafsir]] kontemporer mengabaikan signifikansi [[Israiliyat|cerita Israiliyat]], cerita yang bersumber dari Alkitab dan riwayat orang-orang Yahudi dan Nasrani. Setengah dari tafsir Arab menolak menggunakan cerita Israiliyat secara umum, sedangkan tafsir Turki biasanya sebagian membolehkan merujuk pada cerita Israiliyat. Akan tetapi, sebagian besar mufassir non-Arab menganggap Israiliyat tidak berguna atau tidak dapat diterapkan.<ref name="Pink_pp_114-116">Johanna Pink (2010). ''Sunnitischer Tafsīr in der modernen islamischen Welt: Akademische Traditionen, Popularisierung und nationalstaatliche Interessen''. Brill, {{ISBN|978-9004185920}}, pp. 114–116.</ref> Rujukan langsung ke [[Konflik Israel–Palestina|konflik Israel-Palestina]] tidak pernah ditemukan. Masih belum jelas apakah penolakan Israiliyat memiliki motif politik atau hanya sebatas pemikiran tradisionalis.<ref name="Pink_pp_114-116" /> Penggunaan ''tafsir 'ilmi'' adalah karakteristik penting lainnya dari tafsir Sunni modern. ''Tafsir 'ilmi'' singkatan dugaan keajaiban ilmiah yang ditemukan dalam Al-Qur'an. Singkatnya, idenya adalah bahwa Al-Qur'an mengandung pengetahuan tentang hal-hal yang tidak mungkin dimiliki oleh seorang penulis abad ke-7. Penafsiran semacam itu populer di antara banyak mufassir. Beberapa ulama mufassir [[Universitas Al-Azhar]], menolak pendekatan ini, dengan alasan Al-Qur'an adalah teks untuk petunjuk agama, bukan untuk sains dan teori ilmiah yang dapat dibantah nantinya; dengan demikian ''tafsir 'ilmi'' dapat mengarah pada penafsiran yang keliru pada ayat-ayat Al-Qur'an.<ref name="Pink_pp_120-121">Johanna Pink (2010). ''Sunnitischer Tafsīr in der modernen islamischen Welt: Akademische Traditionen, Popularisierung und nationalstaatliche Interessen''. Brill, {{ISBN|978-9004185920}}, pp. 120–121.</ref> Kecenderungan tafsir Islam modern umumnya dipandang untuk menyesuaikan dengan audiens modern serta memurnikan Islam dari dugaan perubahan, beberapa di antaranya diyakini sebagai bentuk ''tahrif'' yang sengaja dibawa ke dalam Islam untuk melemahkan dan merusak dakwahnya.<ref name="Pink_pp_114-116" />
== Penganut ==
[[Berkas:Islam_by_country.png|jmpl|Negara dengan lebih dari 95% populasi Muslim.<ref>Source for distribution is the CIA World Factbook, Shiite/Sunnite distribution collected from other sources. Shiites may be underrepresented in some countries where they do not appear in official statistics.</ref>{{legend|#4a6600|'''Sunni'''}}{{legend|#66004a|[[Syiah]]}}{{legend|#04161b|[[Ibadi]]}}]]
Para pengikut Sunni meyakini bahwa [[Sahabat Nabi|sahabat]] Muhammad adalah penyebar Islam yang andal, karena Allah dan Muhammad meridai mereka. Sumber abad pertengahan bahkan melarang kutukan atau fitnah mereka.<ref>Coeli Fitzpatrick Ph.D., Adam Hani Walker ''Muhammad in History, Thought, and Culture: An Encyclopedia of the Prophet of God [2 volumes]'' ABC-CLIO, 2014 {{ISBN|978-1610691789}} pp. 106–107</ref> Keyakinan ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh [[Abdullah bin Mas'ud]], bahwa Muhammad bersabda: "Yang terbaik dari manusia adalah generasiku, kemudian [[Tabiin|generasi setelah mereka]], kemudian [[Tabi'ut tabi'in|generasi setelah mereka]]." Dukungan untuk pandangan ini juga ditemukan dalam [[Al-Qur'an]], menurut Sunni.<ref>[[Al-Qur'an|Quran]], {{Cite Quran|9|100}}</ref> Oleh karena itu, [[Hadis|riwayat]] para sahabat juga diperhitungkan untuk pengetahuan iman Islam. Sunni juga percaya bahwa para sahabat adalah [[Mu'min|mukmin sejati]] karena para sahabatlah yang diberi tugas untuk [[Sejarah Al-Qur'an|memushafkan Al-Qur'an]].
Sunni tidak memiliki hierarki formal. Pemimpin agama bersifat nonformal, dan menuntut ilmu untuk menjadi ulama di bidang hukum (''[[Syariat Islam|syariat]]'') atau akidah (''[[Ilmu kalam|kalam]]''). Kepemimpinan agama dan politik pada prinsipnya terbuka untuk semua umat Islam.<ref>Simone Chambers, Peter Nosco ''Dissent on Core Beliefs: Religious and Secular Perspectives'' Cambridge University Press, 2015 {{ISBN|978-1107101524}} p. 138</ref> Menurut Islamic Center of [[Columbia, Carolina Selatan|Columbia]], [[Carolina Selatan]], setiap orang yang memiliki kecerdasan dan kemauan bisa menjadi ulama. Selama Salat Jumat, jemaah akan memilih orang berilmu untuk memimpin salat, yang dikenal sebagai ''khatib'' (orang yang ber[[Khotbah (Islam)|khotbah]]).<ref>{{Cite web|last=Masjid al-Muslimiin|title=Organizational Structure Of Islam|url=http://almasjid.com/content/organizational_structure_islam|publisher=The Islamic Center of Columbia (South Carolina)|archive-url=https://web.archive.org/web/20081001220204/http://www.almasjid.com/content/organizational_structure_islam|archive-date=2008-10-01|access-date=7 December 2013}}</ref>
Sebuah studi yang dilakukan ''[[Pew Research Center]]'' pada tahun 2010 dan dirilis Januari 2011 <ref name="pewmuslim2">{{Cite web|date=2011-01-27|title=Region: Middle East-North Africa|url=http://pewforum.org/future-of-the-global-muslim-population-regional-middle-east.aspx|website=The Future of the Global Muslim Population – Executive Summary|publisher=Pew Research Center|archive-url=https://web.archive.org/web/20130309233947/http://www.pewforum.org/future-of-the-global-muslim-population-regional-middle-east.aspx|archive-date=2013-03-09|access-date=3 April 2013|url-status=live}}</ref> menemukan bahwa terdapat 1,62 miliar Muslim di seluruh dunia, dan diperkirakan lebih dari 85–90% adalah Sunni.<ref name="Sunni">See:</ref>
=== Mazhab akidah ===
Tidak ada kesepakatan di antara para ulama mengenai bagaimana pandangan dogmatis yang harus dipegang oleh Sunni. Sejak periode modern awal, ada gagasan bahwa ada tiga mazhab akidah yang diakui sebagai Sunni:
# yang dinamai menurut [[Abu al-Hasan al-Asy'ari]] (wafat 935) sebagai [[Asy'ariyah]] (Asya'irah);
# yang dinamai menurut [[Abu Mansur al-Maturidi]] (wafat 941) bernama [[Maturidiyah]];
# kelompok ketiga dengan nama berbeda, yang berorientasi tradisionalistis dan menolak [[Ilmu kalam|Ilmu Kalam]] yang dianjurkan oleh Maturidiyah dan Asy'ariyah
Ulama Suriah Abdul-Baqi bin Faqih Fussa (w. 1661) menyebut kelompok tradisionalis ketiga ini mazhab Hambali.<ref>Muḥammad ibn Aḥmad aṣ-Ṣaffārīnī ''Lawāmiʿ al-anwār al-bahīya wa-sawāṭiʿ al-asrār al-aṯarīya''. Muʾassasat al-Ḫāfiqain, Damaskus, 1982. Bd. I, S. 73. [https://archive.org/stream/lawme3/labsaa1#page/n71/mode/2up Digitalisat]</ref> Pemikir Ottoman {{Interlanguage link|İsmail Hakkı İzmirli|tr|İsmail Hakkı İzmirli}} (w. 1946), yang setuju untuk membagi Sunni menjadi tiga kelompok ini, menyebut kelompok ketiga ini sebagai "tradisionalis" atau "[[Salafiyah]]", tetapi juga menggunakan [[Atsariyah]] sebagai istilah alternatif. Untuk Maturidiyah dia memberikan Nasafiyah sebagai kemungkinan nama alternatif.<ref name="IsmailHakki752">İsmail Hakkı İzmirli: ''Muḥaṣṣalü l-kelâm ve-l-ḥikme''. Istanbul 1336h (= 1917/18 n.Chr.). S. 75. [https://katalog.marmara.edu.tr/eyayin/pdf/OGT01091.pdf#page=122 Digitalisat]</ref> Istilah lain yang digunakan untuk kelompok berorientasi tradisionalis adalah "[[Hadis|ahli hadis]]". Ini digunakan, misalnya, dalam dokumen akhir [[Muktamar Internasional Islam Sunni Chechnya 2016|Muktamar Grozny]]. Hanya orang-orang "ahli Hadis" yang tergolong Sunni yang mempraktikkan ''[[tafwid]]h'', yaitu yang menahan diri untuk tidak menafsirkan pernyataan-pernyataan Al-Qur'an yang rancu.<ref name="Grosny2">Abschlussdokument der Grosny-Konferenz von 2016, [https://chechnyaconference.org/material/chechnya-conference-statement-arabic.pdf arabisches Original] und [https://chechnyaconference.org/material/chechnya-conference-statement-german.pdf deutsche Übersetzung].</ref>
==== Asy'ariyah ====
Digagas oleh [[Abu al-Hasan al-Asy'ari]] (873–935), mazhab akidah ini dianut oleh banyak ulama dan terus berkembang di belahan dunia Islam sepanjang sejarah; [[al-Ghazali]] menulis tentang akidah yang membahasnya dan menyepakati beberapa prinsipnya.<ref>{{Cite web|last=J. B. Schlubach|title=Fethullah Gülen and Al-Ghazzali on Tolerance|url=http://www.fethullahgulenforum.org/articles/13/fethullah-gulen-al-ghazzali-on-tolerance|archive-url=https://web.archive.org/web/20100304153120/http://fethullahgulenforum.org/articles/13/fethullah-gulen-al-ghazzali-on-tolerance|archive-date=2010-03-04|access-date=2010-01-07|url-status=live}}</ref>
Akidah Asy'ariyah menekankan [[Revelasi|wahyu ilahi]] atas akal manusia. Berbeda dengan Mu'tazilah, mereka mengatakan bahwa [[etika]] tidak dapat diturunkan dari akal manusia, tetapi bahwa perintah Tuhan, sebagaimana diwahyukan dalam Al-Qur'an dan Sunnah (praktik-praktik Muhammad dan para sahabatnya sebagaimana dicatat dalam [[hadis]]), adalah satu-satunya sumber dari semua moralitas dan etika.
Mengenai sifat-sifat Ketuhanan, Asy'ariyah menolak posisi [[Muktazilah]] bahwa semua rujukan Al-Qur'an tentang Allah beserta sifat-sifat-Nya adalah majaz (metafor). Kaum Asy'ari menganggap bahwa sifat-sifat ini adalah "sesuai dengan sifat Ketuhanan". Karena bahasa Arab merupakan bahasa yang luas mengingat satu kata dapat memiliki 15 arti yang berbeda, Asy'ariyah berusaha untuk menemukan makna yang paling sesuai dengan Allah tanpa bertentangan dengan Al-Qur'an. Oleh karena itu, ketika Allah berfirman, "Allah tidak serupa dengan sesuatu pun", ini jelas bermakna Allah tidak [[Mujassimah|berjisim]] karena Dia-lah yang menciptakan bagian-bagian tubuh. Asy'ariyah cenderung menekankan [[kemahakuasaan]] ilahi atas kehendak bebas manusia dan mereka percaya bahwa Al-Qur'an itu abadi dan bukan makhluk.
==== Maturidiyah ====
Digagas oleh [[Abu Mansur al-Maturidi]] (w. 944), Maturidiyah merupakan mazhab akidah utama umat Islam di [[Asia Tengah]]<ref>Marlène Laruelle Being ''Muslim in Central Asia: Practices, Politics, and Identities'' Brill, 2018 {{ISBN|978-9004357242}} p. 21</ref> berdasarkan fikih [[mazhab Hanafi]]. Mazhab akidah ini dipengaruhi oleh penafsiran orang Persia tentang Islam dan sedikit tradisi yang berasal dari budaya Arab.<ref>Marlène Laruelle ''Being Muslim in Central Asia: Practices, Politics, and Identities'' Brill, 2018 {{ISBN|978-9004357242}} p. 21</ref> Berbeda dengan pendekatan tradisionalis, Maturidiyah memungkinkan untuk menolak [[hadis]] berdasarkan akal saja.<ref>Rico Isaacs, Alessandro Frigerio ''Theorizing Central Asian Politics: The State, Ideology and Power'' Springer, 2018 {{ISBN|978-3319973555}} p. 108</ref> Akan tetapi, wahyu tetap penting untuk menjelaskan kepada manusia tentang hal-hal yang berada di luar batas akal, seperti akhirat. [[Etika]] di sisi lain, tidak membutuhkan wahyu, tetapi dapat dipahami dengan akal saja. Salah satu suku, [[Dinasti Seljuk|Turki Seljuk]], bermigrasi ke [[Turki]], tempat kelak berdirinya [[Kesultanan Utsmaniyah]].<ref>{{Cite web|title=Maturidiyyah|url=http://philtar.ucsm.ac.uk/encyclopedia/islam/sunni/matur.html|website=Philtar|archive-url=https://web.archive.org/web/20060223020644/http://philtar.ucsm.ac.uk/encyclopedia/islam/sunni/matur.html|archive-date=2006-02-23|access-date=2006-04-01|url-status=dead}}</ref> Mazhab akidah ini umumnya diikuti oleh pengikut mazhab [[Mazhab Hanafi|Hanafi]] sementara pengikut mazhab [[Mazhab Syafi'i|Syafii]] dan [[Mazhab Maliki|Maliki]] di dalam kesultanan mengikuti mazhab Asy'ariyah dan Atsariyah. Dengan demikian, di mana pun dapat ditemukan pengikut [[Mazhab Hanafi|Hanafi]], di situ dapat ditemukan akidah [[Maturidiyah]].<ref>{{Cite book|last=Jeffry R. Halverson|date=2010|url=https://books.google.com/books?id=IYzGAAAAQBAJ|title=Theology and Creed in Sunni Islam: The Muslim Brotherhood, Ash'arism, and Political Sunnism|publisher=[[Palgrave Macmillan]]|isbn=978-0230106581|pages=23–24}}</ref><ref>{{Cite book|last=Shamim Akhter|date=2009|url=https://books.google.com/books?id=wikG_iOhSc8C|title=Faith & Philosophy of Islam|publisher=Kalpaz Publications|isbn=978-8178357195|page=174}}</ref>
==== Atsariyah ====
Mazhab akidah tradisionalis serta teologi skriputralis, dikenal sebagai Atsariyah, adalah mazhab akidah [[Islam]] yang menolak teologi Islam rasionalistik ([[ilmu kalam]]) dan mendukung tekstualisme yang ketat dalam menafsirkan [[Al-Qur'an]] dan [[Sunnah]].<ref>{{Cite encyclopedia|last=Abrahamov|editor=Sabine Schmidtke|encyclopedia=The Oxford Handbook of Islamic Theology|publisher=Oxford University Press|year=2014|doi=10.1093/oxfordhb/9780199696703.013.025|isbn=978-0199696703}}</ref> Kadang-kadang juga disebut sebagai Atsariyah, juga dengan [[Atsariyah|beberapa nama lain]].
Penganut mazhab akidah ini meyakini bahwa makna lahiriah Al-Qur'an dan [[hadis]] memiliki otoritas tunggal dalam masalah keyakinan dan hukum; dan bahwa penggunaan perdebatan rasional dilarang bahkan jika hanya dipakai untuk membuktikan kebenarannya.<ref name="Halverson-36">{{Cite book|last=Halverson|first=Jeffry R.|date=2010|url=https://archive.org/details/theologycreedsun00halv|title=Theology and Creed in Sunni Islam: The Muslim Brotherhood, Ash'arism, and Political Sunnism|publisher=Palgrave Macmillan|isbn=978-1137473578|page=[https://archive.org/details/theologycreedsun00halv/page/n44 36]|url-access=limited}}</ref> Mereka memaknai Al-Qur'an secara literal, dan tidak boleh [[Ta'wil|ditakwil]] (penafsiran majazi/metaforis). Mereka tidak berusaha mengkonseptualisasi makna ayat Al-Qur'an secara rasional, dan meyakini bahwa hal-hal semacam ini harus diserahkan kepada Allah saja (''[[tafwid]]h'').<ref name="Halverson-3637">{{Cite book|last=Halverson|first=Jeffry R.|date=2010|url=https://archive.org/details/theologycreedsun00halv|title=Theology and Creed in Sunni Islam: The Muslim Brotherhood, Ash'arism, and Political Sunnism|publisher=Palgrave Macmillan|isbn=978-1137473578|pages=[https://archive.org/details/theologycreedsun00halv/page/n44 36]–37|url-access=limited}}</ref> Intinya, teks Al-Qur'an dan hadis diterima apa adanya tanpa menanyakan "bagaimana memaknainya" (''[[bi-la kaifa]]'').
Mazhab akidah tradisionalis muncul di kalangan ulama hadis yang akhirnya bergabung menjadi gerakan yang disebut [[Ahli Hadis|ahli hadis]], dengan [[Ahmad bin Hanbal]] sebagai pemimpinnya.<ref name="Lapidus130">{{Cite book|last=Lapidus|first=Ira M.|year=2014|title=A History of Islamic Societies|publisher=Cambridge University Press (Kindle edition)|isbn=978-0521514309|page=130|author-link=Ira M. Lapidus}}</ref> Dalam masalah akidah, mereka beradu dengan [[Muktazilah]] dan mazhab akidah lainnya, mengutuk banyak poin doktrin mereka serta metode rasionalistik yang mereka gunakan dalam mempertahankannya.<ref name="Lapidus130" /> Pada abad ke-10 M [[Abu al-Hasan al-Asy'ari|al-Asy'ari]] dan [[Abu Mansur al-Maturidi|al-Maturidi]] menemukan jalan tengah antara rasionalisme Muktazilah dan literalisme [[Mazhab Hambali|Hambali]], dengan menggunakan metode rasionalistik yang diperjuangkan oleh Muktazilah untuk mempertahankan sebagian besar ajaran doktrin tradisionalis.<ref>{{Cite book|last=Lapidus|first=Ira M.|year=2014|title=A History of Islamic Societies|publisher=Cambridge University Press (Kindle edition)|isbn=978-0521514309|pages=123–124|author-link=Ira M. Lapidus}}</ref><ref>{{Cite book|last=Blankinship|first=Khalid|year=2008|title=The Cambridge Companion to Classical Islamic Theology|publisher=Cambridge University Press (Kindle edition)|editor-last=Tim Winter|page=53|chapter=The early creed|author-link=Khalid Yahya Blankinship}}</ref> Meskipun sebagian besar ulama Hambali yang menolak sintesis ini minoritas, pendekatan mereka yang berbasis narasi dan emosional terhadap iman tetap berpengaruh di kalangan massa perkotaan di beberapa daerah, khususnya di [[Bagdad]] zaman [[Kekhalifahan Abbasiyah|Abbasiyah]].<ref>{{Cite book|last=Halverson|first=Jeffry R.|date=2010|url=https://archive.org/details/theologycreedsun00halv|title=Theology and Creed in Sunni Islam: The Muslim Brotherhood, Ash'arism, and Political Sunnism|publisher=Palgrave Macmillan|isbn=978-1137473578|page=[https://archive.org/details/theologycreedsun00halv/page/n43 35]|url-access=limited}}</ref>
Meskipun [[Asy'ariyah]] dan [[Maturidiyah]] sering disebut "Sunni ortodoks", mazhab akidah tradisionalis telah berkembang pesat bersamanya serta terus bersaing untuk mendapatkan predikat "Sunni Ortodoks".<ref>{{Cite book|last=Brown|first=Jonathan A.C.|year=2009|title=Hadith: Muhammad's Legacy in the Medieval and Modern World|url=https://archive.org/details/hadithmuhammadsl0000brow|publisher=Oneworld Publications (Kindle edition)|page=[https://archive.org/details/hadithmuhammadsl0000brow/page/n193 180]|quote=The Ash'ari school of theology is often called the Sunni 'orthodoxy.' But the original ahl al-hadith, early Sunni creed from which Ash'arism evolved has continued to thrive alongside it as a rival Sunni 'orthodoxy' as well.}}</ref> Pada zaman modern, mazhab akidah ini memiliki dampak yang tidak proporsional pada teologi Islam, yang telah diapropriasi oleh aliran [[Wahabisme|Wahhabi]] dan [[Salafiyah|Salafi]] tradisionalis lainnya dan telah menyebar jauh melampaui batas-batas mazhab [[Mazhab Hambali|Hambali]].<ref>{{Cite encyclopedia|last=Hoover|volume=1|editor=Sabine Schmidtke|encyclopedia=The Oxford Handbook of Islamic Theology|publisher=Oxford University Press|year=2014|isbn=978-0199696703|access-date=2016-08-02}}</ref>
==== Pengertian sempit ====
Ada ulama yang ingin membatasi istilah Sunni untuk [[Asy'ariyah]] dan [[Maturidiyah]] saja. Misalnya, Murtadha az-Zabidi (w. 1790) menulis dalam tafsir tentang kitab [[al-Ghazali]], ''Ihya' 'Ulumuddin'': "Kapankah ''ahlussunnah wal-jama'ah'' digunakan, yakni ketika Asy'ariyah dan Maturidiyah (digagas)".<ref name="Zabidi62"/> Pernyataan ini juga dilontarkan Kantor Fatwa Mesir pada Juli 2013.<ref name="Daralifta23662">[https://www.dar-alifta.org/AR/ViewFatwa.aspx?ID=12579 ''al-Murād bi-ahl as-sunna wa-l-ǧamāʿa''] {{Webarchive}} Fatwa Nr. 2366 des ägyptischen Fatwa-Amtes vom 24. Juli 2013.</ref> Pada masa [[Kesultanan Utsmaniyah|Utsmaniyah]], banyak upaya dilakukan untuk membangun keselarasan yang baik antara ajaran Asy'ariyah dan Maturidiyah.<ref name="Daralifta23662" /> Ada juga ulama yang menganggap Sunni adalah Asy'ariyah saja. Misalnya, tokoh Sufi Maroko Ahmad ibn ʿAjibah (w. 1809) menyatakan dalam tafsir [[Surah Al-Fatihah]]: “Terkait Sunni, merekalah yang mengikut Asy'ariyah serta mengikuti keyakinan yang benar.“<ref>Aḥmad b. ʿAǧība: ''Tafsīr al-Fātiḥa al-kabīr''. Ed. ʿĀṣim Ibrāhīm al-Kaiyālī. Dār al-kutub al-ʿilmīya, Beirut, 2005. p. 347.</ref>
Sebaliknya, ada juga ulama yang mendepak Asy'ariyah dari Sunni. Ulama Andalusia, [[Ibnu Hazm]] (w. 1064) mengatakan bahwa Abu al-Hasan al-Asy'ari mengikuti [[Murji'ah]], sebuah mazhab akidah yang banyak didepak dari Sunni.<ref name="Ibn Hazm265f2">Ibn Ḥazm: ''al-Faṣl fi-l-milal wa-l-ahwāʾ wa-n-niḥal.'' Ed. Muḥammad Ibrāhīm Naṣr; ʿAbd-ar-Raḥmān ʿUmaira. 5 Bde. Dār al-Jīl, Beirut 1985. Bd. II, pp. 265ff.</ref> Ulama [[Syrians|Suriah]]-[[Bangsa Albania|Albania]] penganut Atsariyah-[[Salafiyah]], [[Muhammad Nashiruddin Al-Albani|Muhammad Nashiruddin al-Albani]], menolak ekstremisme dalam mendepak [[Asy'ariyah]] dari Sunni. Ia meyakini bahwa meski pemahamannya berbeda dengan Atsariyah, ulama Asy'ari tidak pantas didepak dari ''ahlussunnah wal-jama'ah'', kecuali bagi mereka yang tidak mengikuti manhaj [[salaf]]. Menurut Albani:<blockquote>“Saya tidak setuju dengan pendapat sebagian ulama (rahimahullah) di masa lampau dan sekarang yang kami katakan tentang sebuah kelompok dari [banyak] kelompok Islam yang bukan ''Ahlussunnah'' karena penyimpangannya dalam satu masalah atau lainnya. ... Adapun apakah Asy'ariyah atau Maturidiyah itu dari ''Ahlussunnah wal-Jama'ah'', saya katakan bahwa mereka itu ''Ahlussunnah wal-Jama'ah'' dalam banyak hal yang berkaitan dengan ''akidah'' tetapi dalam masalah ''[[Akidah Islam|aqidah]]'' lainnya mereka telah berbeda dengan ''Ahlussunnah wal Jama'ah.'' ''.'' Saya tidak berpendapat bahwa kita harus mengatakan bahwa mereka bukan dari ''Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah'' apapun”.<ref>{{Cite web|date=14 August 2016|title=Are the Ash'aris from Ahlus-Sunnah?|url=https://www.salafiri.com/are-asharis-from-ahlus-sunnah/|website=Salafi Research Institute|archive-url=https://web.archive.org/web/20211025091711/https://www.salafiri.com/are-asharis-from-ahlus-sunnah/|archive-date=25 October 2021|url-status=live}}</ref></blockquote>
=== Sunni dalam pengertian umum dan khusus ===
Ulama mazhab [[Mazhab Hambali|Hambali]], [[Ibnu Taimiyah|Ibnu Taimiyyah]] (w. 1328) dalam karyanya membedakan ''manhaj as-sunnah'' antara Sunni dalam pengertian umum (''ahlussunnah al-ʿāmma'') dan Sunni dalam pengertian khusus (''ahlus-sunnah al-khāṣṣa''). Sunni dalam pengertian umum adalah semua Muslim yang mengakui kekhalifahan tiga khalifah ([[Abu Bakar Ash-Shiddiq|Abu Bakar]], [[Umar bin Khattab]], dan [[Utsman bin 'Affan]]). Menurutnya, ini termasuk semua kelompok Islam kecuali Syiah ''[[Rafidhah]]''. Sunni dalam arti khusus hanyalah "ahli hadis".<ref>Ibn Taimīya: ''Minhāǧ as-sunna an-nabawīya''. Ed. Muḥammad Rašād Sālim. Ǧamiʿat al-Imām Muḥammad Ibn-Saʿid, Riad, 1986. Bd. II, S. 221f. [https://archive.org/stream/WAQ94871/msn2#page/n219/mode/2up Digitalized]</ref>
İsmail Hakkı İzmirli, yang melanjutkan pembedaan lingkaran Sunni yang lebih luas dan lebih sempit dari Ibnu Taimiyyah, mengatakan bahwa [[Ibnu Kullab|Kullabiyah]] dan Asy'ariyah adalah Sunni dalam pengertian umum, sedangkan [[Salafiyah]] mewakili Sunni dalam pengertian khusus. Tentang Maturidiyah, ia hanya mengatakan bahwa mereka lebih dekat dengan Salafiyah daripada Asy'ariyah karena mereka unggul dalam [[fikih]] daripada [[Ilmu kalam|kalam]].<ref name="IsmailHakki752"/> Ulama [[Arab Saudi|Saudi]], [[Muhammad bin Shalih al-Utsaimin]] (w. 2001), seperti Ibnu Taimiyyah, juga membedakan antara Sunni secara umum dan khusus, juga mengecualikan Asy'ariyah dari lingkaran Sunni dalam pengertian khusus dan berpandangan bahwa hanya pengikut ''salafusshalih'' yang menyepakati sunnah termasuk golongan ini.<ref name="Ibn Uthaimin">Muḥammad ibn ʿUṯaimīn: ''Aš-Šarḥ al-mumtiʿ ʿalā Zād al-mustaqniʿ''. Dār Ibn al-Ǧauzī, Dammam, 2006. Bd. XI, S. 306 [https://archive.org/stream/waq53629/11_53639#page/n306/mode/2up Digitalized]</ref>
=== Muktazilah ===
[[Muktazilah]] umumnya tidak dimasukkan sebagai Sunni. [[Ibnu Hazm]], misalnya, membandingkan mereka dengan Sunni sebagai kelompok terpisah dalam karya heresiografinya ''al-Faṣl fil-Milal wal-Ahwāʾ wan-Niḥal''.<ref name="Ibn Hazm265f2"/> Dalam banyak teks abad pertengahan, ''Ahlussunnah'' dibedakan dengan Muktazilah.<ref>for example: Halm: „Der Wesir al-Kundurī und die Fitna von Nišāpūr“. 1971, pp. 214, 216ff. (German)</ref> Pada tahun 2010, kantor [[fatwa]] Yordania mengeluarkan fatwa bahwa Muktazilah, seperti halnya Khawarij, merupakan doktrin yang bertentangan dengan Sunni.<ref>Dāʾirat al-Iftāʾ fī l-Mamlaka al-Urdunnīya al-Hāšimīya: [https://www.aliftaa.jo/Question2.aspx?QuestionId=489#.XtPmRsDgqUl al-Ašāʿira hum ǧumhūr ahl as-sunna wa-l-ǧamāʿa] Fatwa Nr. 489 vom 2. Februar 2010. [https://www.aliftaa.jo/Question2En.aspx?QuestionId=489#.XtPmkcDgqUk Englische Übersetzung]</ref> Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa kaum Muktazilah adalah Sunni dalam pengertian umum karena mereka mengakui kekhalifahan dari tiga khalifah pertama.<ref>Ibn Taimīya: ''Minhāǧ as-sunna an-nabawīya''. Ed. Muḥammad Rašād Sālim. Jamiʿat al-Imām Muḥammad Ibn-Saʿid, Riad, 1986. Bd. VI, S. 379. [https://archive.org/stream/WAQ94871/msn6#page/n377/mode/2up Digitalized]</ref>
=== Mistisisme ===
{{Sufisme}}
Terdapat kesepakatan luas bahwa para [[Sufisme|Sufi]] juga merupakan bagian dari Sunni. Pandangan ini sudah dapat ditemukan pada ulama [[Mazhab Syafi'i|Syafi'i]], [[Abu Mansur al-Baghdadi]] (wafat 1037). Dalam karya [[Heresiologi|heresiografinya]] ''al-Farq bainal-Firaq'' ia membagi Sunni ke dalam delapan kategori (''asnāf'') orang yang berbeda:
# teolog dan ulama [[Ilmu kalam|Kalam]]
# ulama [[fikih]]
# ulama tradisional dan [[hadis]]
# ulama [[Adab (Islam)|adab]] dan bahasa
# ulama [[Al-Qur'an]]
# ulama [[Sufisme|sufi]] (''az-zuhhād aṣ-ṣūfīyah'')
# orang-orang yang melakukan ''[[ribat]]'' dan ''[[jihad]]'' melawan musuh-musuh Islam
# masyarakat umum yang mengikuti mereka)<ref>al-Baġdādī: ''Al-Farq baina l-firaq.'' pp. 272–274. – Engl. Übers. Halkin S. 159–163.</ref>
Menurut klasifikasi ini, para Sufi adalah salah satu dari total delapan kelompok dalam Sunni, yang didefinisikan menurut spesialisasi agama mereka.
Ulama [[Tunisia]] Muhammad bin al-Qasim al-Bakki (w. 1510) juga memasukkan kaum Sufi ke dalam Sunni. Dia membagi Sunni menjadi tiga kelompok berikut menurut pengetahuan mereka (''istiqrāʾ''):
# [[Ahli Hadis]]: Prinsip mereka didasarkan pada ''nash'', yaitu [[Al-Qur'an|Kitab]] (Al-Qur'an), [[Sunnah]], dan [[Ijmak]].
# Orang-orang yang ahli akidah, termasuk [[Asy'ariyah]] dan [[Maturidiyah]]. Mereka sepakat dalam prinsip-prinsip rasional. Mereka juga menyepakati semua pertanyaan dogmatis, kecuali soal penciptaan (''takwīn'') dan soal [[taklid]].
# Orang-orang [[Sufisme|Sufi]]. Prinsip-prinsipnya pada tahap awal sesuai dengan prinsip-prinsip dari dua kelompok lainnya, tetapi pada tahap akhir mereka mengandalkan ''kasyf'' dan ''ilham''.<ref>Abū ʿAbdallāh Muḥammad ibn al-Qāsim al-Bakkī: ''Taḥrīr al-maṭālib fīmā taḍammanathū ʿAqīdat Ibn Ḥāǧib''. Muʾassasat al-Maʿārif, Beirut, 2008. S. 40f. [[iarchive:tahreer/page/n47|Digitalisat]]</ref>
Demikian pula, [[Murtada al-Zabidi|Murtadha az-Zabidi]] menyatakan di tempat lain dalam tafsirnya tentang ''[[Ihya Ulumuddin]]'' karya Imam [[Al-Ghazali|Ghazzali]] bahwa Sunni terdiri dari empat kelompok yaitu [[Ulum hadis|ulama hadis]], Sufi, Asy'ariyah, dan Maturidiyah.''<ref>Murtaḍā az-Zabīdī: ''Itḥāf as-sāda al-muttaqīn bi-šarḥ Iḥyāʾ ʿulūm ad-dīn''. Muʾassasat at-taʾrīḫ al-ʿArabī, Beirut, 1994. Bd. II, S. 86 [https://archive.org/stream/FP78871/ithafsm02#page/n86/mode/2up Digitalisat]</ref>''
Beberapa [[ulama]] ingin mendepak Sufi dari Sunni. Ulama Yaman ʿAbbās bin Mansūr as-Saksakī (w. 1284) menjelaskan dalam karya doksografisnya ''al-Burhān fī Maʿrifat ʿAqāʾid Ahlul-Adyān'' ("Bukti Pengetahuan Keyakinan Pengikut berbagai Agama") tentang Sufi: "Mereka menamakan diri mereka pengikut Sunni, tetapi mereka tidak berhak mengeklaimnya, karena bertentangan dengan keyakinan, tindakan, dan ajaran mereka.” Hal inilah yang membedakan kaum Sufi dengan Sunni, yang menurut as-Saksakī berorientasi pada makna batin yang tersembunyi dari Al-Qur'an dan Sunnah. Dalam hal ini, menurutnya, mereka menyerupai [[Batiniyyah|orang Batiniyyah]].<ref>ʿAbbās ibn Manṣūr as-Saksakī: ''al-Burhān fī maʿrifat ʿaqāʾid ahl al-adyān.'' Ed. Bassām ʿAlī Salāma al-ʿAmūš. 2. Aufl. Maktabat al-Manār, az-Zarqā', 1996. p. 101. [http://www.archive.org/stream/agi09/087#page/n101/mode/2up Digitalisat]</ref> Menurut dokumen akhir Muktamar Grozny, hanya para Sufi yang dianggap sebagai Sunni yang merupakan "orang-orang Sufisme murni" (''ahlut-taṣawuf aṣ-ṣāfī'') dalam pengetahuan, etika, dan pemurnian batin, menurut [[Tarekat (Islam)|metode tarekat]] seperti yang diajarkan oleh [[Junaid al-Baghdadi|al-Junaid Al-Baghdadi]] dan "Imam Pemberi Petunjuk" (''aʾimma al-hudā'') yang mengikuti jalannya.<ref name="Grosny2"/>
Pada abad ke-11, tasawuf yang sebelumnya merupakan aliran yang kurang “dikodifikasikan”, mulai “diatur dan dikristalkan” <ref name="Seyyed Hossein Nasr 2007 p. 76">Seyyed Hossein Nasr, ''The Essential Seyyed Hossein Nasr'', ed. William C. Chittick (Bloomington: World Wisdom, 2007), p. 76</ref> menjadi ''[[Tarekat (Islam)|tarekat]]'' yang terus berlangsung hingga saat ini <ref name="Seyyed Hossein Nasr 2007 p. 76" /> Semua tarekat ini didirikan oleh seorang [[Santo|wali]] besar Islam Sunni, dan beberapa tarekat terbesar dan tersebar luas termasuk [[Tarekat Qadiriyah|Qadiriyah]] (oleh [[Abdul Qadir al-Jailani]] [w. 1166]), [[Tarekat Rifa'iyah|Rifa'iyah]] (oleh [[Ahmad ar-Rifa'i]] [w. .1182]), [[Tarekat Chishti|Chishtiyah]] (oleh [[Mu'in al-Din Chishti|Mu'inuddin Chishti]] [w. 1236]), [[Tarekat Syadziliyah|Syadziliyah]] (oleh [[Abul Hasan Asy-Syadzili|Abu al-Hasan asy-Syadzili]] [w. 1258]), dan [[Tarekat Naqsyabandiyah|Naqsyabandiyah]] (oleh [[Bahauddin al-Bukhari an-Naqsyabandi|Bahaud-Din Naqsyband]] [w. 1389]).<ref name="Seyyed Hossein Nasr 2007 p. 76" /> Berbeda dengan pandangan penggambaran [[Orientalisme|orientalis]] populer,<ref name="Martin Lings 1983, p.16">Martin Lings, ''What is Sufism?'' (Lahore: Suhail Academy, 2005; first imp. 1983, second imp. 1999), p. 16</ref> baik pendiri tarekat maupun pengikutnya tidak menganggap diri mereka sebagai apa pun selain Muslim Sunni ortodoks,<ref name="Martin Lings 1983, p.16" /> Banyak pembela ortodoksi Islam yang paling terkemuka, seperti [[Abdul Qadir al-Jailani]], [[al-Ghazali]], Sultan Salahuddin al-Ayyubi ([[Salahuddin Ayyubi|Saladin]]) sering dikaitkan tasawuf."<ref>Titus Burckhardt, ''Introduction to Sufi Doctrine'' (Bloomington: World Wisdom, 2008, p. 4, note 2</ref> Aliran Sunni seperti [[Salafiyah|Salafi]] dan [[Wahabisme|Wahhabi]] tidak menerima banyak praktik mistis yang terkait dengan tarekat Sufi kontemporer.<ref>Jeffrey Halverson, ''Theology and Creed in Sunni Islam'', 2010, p. 48</ref>
== Fikih ==
[[Fikih]] merupakan yurisprudensi Islam, yakni menafsirkan hukum Islam dengan menurunkan aturan-aturan tertentu – seperti tata cara salat. Semua mazhab memiliki tata cara sendiri tersendiri dalam menafsirkan fikih. Mazhab-mazhab ini merepresentasikan metodologi yang dijabarkan dengan rinci untuk menafsirkan hukum Islam, ada sedikit perbedaan metodologis. Meski konflik antarmazhab pernah diwarnai kekerasan di masa lalu,<ref name="chib2">Chibli Mallat, ''Introduction to Middle Eastern Law'', p. 116. Oxford: Oxford University Press, 2007. {{ISBN|978-0199230495}}</ref> keempat mazhab Sunni mengakui kesahihannya satu sama lain dan mereka telah berinteraksi dalam perdebatan fikih selama berabad-abad.<ref name="rabb">{{Cite encyclopedia|last=Rabb|encyclopedia=The Oxford Encyclopedia of the Islamic World|editor=John L. Esposito|publisher=Oxford University Press|year=2009|doi=10.1093/acref/9780195305135.001.0001|isbn=978-0195305135}}</ref><ref name="hussin">{{Cite encyclopedia|last=Hussin|encyclopedia=The Oxford Encyclopedia of Islam and Politics|publisher=Oxford University Press|editor=Emad El-Din Shahin|year=2014|doi=10.1093/acref:oiso/9780199739356.001.0001|isbn=978-0199739356}}</ref>
=== Mazhab fikih ===
Telah banyak tradisi intelektual dalam bidang [[Syariat Islam|syariat]] (hukum Islam), sering disebut sebagai [[mazhab]] (aliran hukum). Tradisi-tradisi ini mencerminkan sudut pandang yang berbeda tentang hukum dan kewajiban dalam beragama. Meski satu mazhab dapat memandang satu tindakan tertentu sebagai [[Fardu|kewajiban]] agama, mazhab yang lain mungkin memandangnya sebagai [[mustahab]]. Mazhab-mazhab ini bukanlah firkah; mereka mewakili sudut pandang yang berbeda tentang isu-isu yang tidak dianggap sebagai inti dari keyakinan Islam. Sejarawan berbeda pendapat tentang penggambaran yang tepat dari mazhab berdasarkan prinsip-prinsip dasar yang mereka ikuti.
Banyak ulama tradisional membagi Islam Sunni dalam dua kelompok: ''[[Ahlur Ra’yi|Ahlur-Ra'y]]'', atau "mereka yang menggunakan akal", karena menekankan penilaian dan wacana ilmiah; serta ''[[Ahli Hadis|Ahlul-Hadits]]'', atau "ahli hadis", karena menekankan pembatasan pemikiran hukum sesuai kitab suci.<ref>{{Cite web|last=Murtada Mutahhari|title=The Role of Ijtihad in Legislation|url=http://www.al-islam.org/al-tawhid/ijtihad-legislation.htm|publisher=Al-Islam.org|archive-url=https://web.archive.org/web/20120304212400/http://www.al-islam.org/al-tawhid/ijtihad-legislation.htm|archive-date=2012-03-04}}</ref> [[Ibnu Khaldun]] mendefinisikan mazhab Sunni menjadi tiga: mazhab [[Mazhab Hanafi|Hanafi]] yang mengikuti akal, mazhab [[Mazhab Zhahiri|Zhahiri]] yang melambangkan tradisi, dan mazhab menengah yang lebih luas yang mencakup [[mazhab Syafi'i]], [[Mazhab Maliki|Maliki]], dan [[Mazhab Hambali|Hambali]].<ref>Meinhaj Hussain, A New Medina, [https://archive.today/2013.01.03-002610/http://www.grandestrategy.com/2012/01/6655434312-chapter-nine-new-medina.html The Legal System], Grande Strategy, January 5th, 2012</ref><ref>[[Ignác Goldziher]], ''The Zahiris'', p. 5. Trns. Wolfgang Behn, intro. [[Camilla Adang]]. Volume three of Brill Classics in Islam. [[Leiden]]: [[Brill Publishers]], 2008. {{ISBN|978-9004162419}}</ref>
Pada [[Abad Pertengahan]], [[Kesultanan Mamluk (Kairo)|Kesultanan Mamluk]] di Mesir menetapkan bahwa mazhab Sunni yang boleh diikuti hanya Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali, tidak termasuk mazhab Zhahiri.<ref>{{Cite encyclopedia|encyclopedia=Encyclopedia.com|access-date=13 March 2012|archivedate=2012-01-18}}</ref> [[Kesultanan Utsmaniyah]] kemudian menegaskan lagi status resmi empat mazhab sebagai tanggapan terhadap pengaruh [[Syiah]] dari lawan ideologis dan politik mereka, [[Dinasti Safawiyah]].<ref name="chib2"/> Di era kontemporer, mantan [[Daftar Perdana Menteri Sudan|Perdana Menteri Sudan]] [[Sadiq al-Mahdi|Al-Sadiq al-Mahdi]], serta [[Risalah Amman]] yang dikeluarkan oleh Raja [[Abdullah II dari Yordania]], mengakui Zhahiri dan mempertahankan lima mazhab Sunni.<ref>Hassan Ahmed Ibrahim, "An Overview of al-Sadiq al-Madhi's Islamic Discourse". Taken from ''The Blackwell Companion to Contemporary Islamic Thought'', p. 172. Ed. Ibrahim Abu-Rabi'. [[Hoboken, New Jersey|Hoboken]]: [[Wiley-Blackwell]], 2008. {{ISBN|978-1405178488}}</ref><ref>{{Cite web|title=AmmanMessage.com – The Official Site|url=http://ammanmessage.com/index.php?option=com_content&task=view&id=91&Itemid=74|archive-url=https://web.archive.org/web/20130202045430/http://ammanmessage.com/index.php?option=com_content&task=view&id=91&Itemid=74|archive-date=2013-02-02|access-date=2013-09-13|url-status=live}}</ref>
== Rukun iman ==
{{Akidah|Sunni}}Landasan keimanan Sunni disebut [[Akidah Islam|akidah]], yang meringkas hal-hal penting dalam bentuk daftar. Poin pengajaran individu berbeda tergantung pada afiliasi penulis dengan tradisi pengajaran tertentu. Akidah terpenting yang secara eksplisit mengklaim mewakili ajaran Sunni meliputi:
* Kembali ke karya [[Ahmad bin Hanbal|Ahmad ibn Hanbal]], ketika ia mendefinisikan "ciri-ciri orang beriman dari ''ahlussunnah wal-jama'ah''". Teks tersebut dalam karya berjudul ''Ṭabaqāt al-Ḥanābilah'' oleh ulama Hambali Qadi bin Abi Yaʿla (w. 1131). Versi pertama berasal dari risalah tentang Sunnah oleh murid Ahmad bin Hanbal, Muhammad bin Habib al-Andarani, versi kedua berdasarkan murid Ahmad, Muhammad bin Yunus.<ref>Ibn Abī Yaʿlā: ''Ṭabaqāt al-Ḥanābila''. 1952, Bd. I, S. 294f und S. 329f.</ref>
* Akidah Abu al-Hasan al-Asy'ari dalam karyanya ''Maqālāt al-islāmīyīn''<ref>al-Ašʿarī: ''Kitāb Maqālāt al-islāmīyīn wa-iḫtilāf al-muṣallīn.'' 1963, p. 290–297. [http://menadoc.bibliothek.uni-halle.de/ssg/content/pageview/718931 Digitalisat] – Compare to the translations of [[Joseph Schacht]]: ''Der Islām mit Ausschluss des Qur'āns''. Mohr/Siebeck, Tübingen 1931, pp. 54–61. [http://www.archive.org/stream/MN40189ucmf_1#page/n71/mode/2up Digitalisat]</ref> dan ''Kitāb al-Ibānah''.<ref name="Kitab al-Ibana82"/> Yang pertama disebut ajaran ''ahlul-hadiṡ was-sunnah'', yang terakhir disebut ajaran ''ahlul-ḥaqq was-sunnah''.
* Akidah Hanafi ath-Thahawi Mesir (w. 933), juga dikenal dengan judul ''Bayan as-Sunnah wal-Jamāʿah.'' Telah beberapa kali menerima penafsiran sejak abad ke-13 dan seterusnya.<ref>Abū Jafar aṭ-Ṭaḥāwī: ''al-ʿAqīda aṭ-Ṭaḥāwīya''. Dār Ibn Ḥazm, Beirut, 1995. [[iarchive:FP0177|Digitalisat]] – Engl. Übersetzung in [[William Montgomery Watt]]: ''Islamic creeds: a selection''. Edinburgh Univ. Press, Edinburgh, 1994. pp. 56–60.</ref>
* Akidah Qadiriyah (''al-iʿtiqād al-Qādirī'') yang disebutkan dalam ''al-Muntaẓam'' oleh [[Ibnu al-Jauzi]].<ref name="IbnGauzi280198">Ibn al-Ǧauzī: ''Al-Muntaẓam fī sulūk al-mulūk wa-l-umam''. 1992, Bd. XV, S. 280. – Dt. Übers. Mez 198.</ref>
* Akidah [[al-Ghazali]] (w. 1111) dalam juz kedua dari kitab ''Ihya Ulumuddin''. Judulnya adalah "Akidah Sunni dalam Dua Kalimat [[Syahadat]]" (''Aqīdah ahlus-sunnah fī kalimatainisy-syahādah'').<ref>al-Ġazālī: ''Iḥyāʾ ʿulūm ad-dīn.'' Dār Ibn Ḥazm, Beirut, 2005. S. 106–111. [https://archive.org/stream/WAQ83936/83936#page/n106/mode/2up Digitalisat]</ref>
* ''Aqidah Wasithiyah'' oleh Ibnu Taimiyyah (1263–1328),<ref>Ed. Ašraf ibn ʿAbd al-Maqṣūd. Aḍwāʾ as-salaf, Riad, 1999. [[iarchive:waq43575|Digitalisat]]</ref> yang kemudian menjadi penting terutama di kalangan Wahhabisme dan Ahli Hadis. Diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis oleh [[Henri Laoust]],<ref>Henri Laoust: ''La profession de foi d'Ibn Taymiyya, texte, trad. et commentaire de la Wāsiṭiyya.'' Geuthner, Paris, 1986.</ref> oleh Merlin Swartz ke dalam bahasa Inggris,<ref>Merlin L. Swartz: "A Seventh-Century (A.H.) Sunnī Creed: The ʿAqīda Wāsiṭīya of Ibn Taymīya" in ''Humaniora Islamica'' 1 (1973) 91–131.</ref> dan oleh Clemens Wein ke dalam bahasa Jerman.<ref>Clemens Wein: ''Die islamische Glaubenslehre (ʿAqīda) des Ibn Taimīya''. Inaugural-Dissertation Bonn 1973. S. 70–101.</ref>
Mayoritas yang disebutkan mengakui tentang enam poin penting tentang keimanan, yang dikenal sebagai enam [[Rukun iman|''rukun'' ''iman'']].<ref>{{Cite web|title=Dr Al-Ifta Al-Missriyyah|url=http://www.dar-alifta.org/Foreign/ViewArticle.aspx?ID=64&CategoryID=2|archive-url=https://web.archive.org/web/20171222051645/http://www.dar-alifta.org/Foreign/ViewArticle.aspx?ID=64&CategoryID=2|archive-date=2017-12-22|access-date=2017-12-19|url-status=live}}</ref> Keenam rukun ini telah disepakati Sunni hingga sekarang. Selain itu, Islam Sunni klasik juga menguraikan banyak doktrin utama lainnya sejak abad ke-8, seperti ''[[Aqidah Thahawiyah]]''. Secara tradisional, enam rukun iman Sunni ini adalah:
* Iman kepada Allah
* Iman kepada malaikat
* Iman kepada kitab-kitab Allah
* Iman kepada Nabi dan Rasul Allah
* Iman kepada Hari Akhir
* Iman kepada qada dan qadar
== Pandangan terhadap hadis ==
Al-Qur'an seperti yang ada sekarang ini, [[Mushaf|dibukukan]] oleh [[sahabat Muhammad]] beberapa bulan setelah kematian Muhammad, dan diterima oleh semua firkah Islam.<ref>[[Muhammad Hamidullah]], "Tareekh Quran Majeed", ''Khutbat-e-Bahawalpur'' pp. 1–17</ref> Banyak persoalan akidah dan kehidupan sehari-hari yang tidak secara langsung ditentukan dalam Al-Qur'an, tetapi merupakan tindakan yang pernah dialami Muhammad dan komunitas Muslim awal. Generasi berikutnya mencari [[tradisi lisan]] tentang sejarah awal Islam, berkaitan dengan apa yang pernah dilakukan Muhammad dan pengikut pertamanya, dan menuliskannya agar dapat dilestarikan. Tradisi lisan yang tercatat ini disebut hadis.<ref>[[Mufti Taqi Usmani]], ''The Authority of Sunnah'', Delhi: Kitab Bhawan, p. 6</ref> Para cendekiawan Muslim selama berabad-abad telah menyaring hadits dan mengevaluasi sanad-sanad riwayat dari setiap hadits, mencermati tingkat kepercayaan para perawi dan menilai kekuatan masing-masing hadis.<ref>[[Muhammad Mustafa Azmi]], "Hadith Criticism: History and Methodology". ''Studies in Hadith Methodology and Literature'', pp. 46–57</ref>
=== Kutubussittah ===
''Kutubussittah'' adalah enam kitab yang berisi kumpulan hadis. Muslim Sunni menerima koleksi hadis [[Shahih Bukhari|Bukhari]] dan [[Imam Muslim|Muslim]] sebagai yang paling ''[[Hadits Shahih|shahih]],'' serta menerima semua hadis ''shahih'', dan memberikan status yang sedikit lebih rendah pada koleksi ulama hadis lainnya. Empat koleksi hadis lainnya juga digunakan secara khusus oleh Muslim Sunni, sehingga total menjadi enam:
* ''[[Shahih Bukhari]]'' karya [[Imam Bukhari|Muhammad bin Ismail al-Bukhari]]
* ''[[Shahih Muslim]]'' karya [[Muslim bin al-Hajjaj]]
* [[Sunan an-Nasa'i|''Sunan ash-Shughra'']] dari [[Ahmad bin Syuaib An-Nasa'i|Ahmad bin Syuaib an-Nasa'i]]
* ''[[Sunan Abu Dawud]]'' dari [[Abu Dawud]]
* [[Jami at-Tirmidzi|''Jami' at-Tirmidzi'']] dari [[Muhammad bin Isa at-Tirmidzi]]
* ''[[Sunan Ibnu Majah]]'' dari [[Imam Ibnu Majah|Ibnu Majah]]
Ada juga kumpulan hadis lainnya yang juga memuat banyak hadis ''shahih'' dan sering digunakan oleh para ulama dan ahli. Contoh koleksi ini meliputi:
* ''[[Mushannaf Abdurrazzaq]]'' karya [[Imam Abdurrazzaq Ash-Shan'ani|'Abdurrazzaq ash-Shan'ani]]
* [[Musnad Ahmad|''Musnad'']] [[Ahmad bin Hanbal]]
* [[Al-Mustadrak ala ash-Shahihain|''Mustadrak'']] [[Hakim an-Naisaburi|Al Haakim]]
* [[Muwatta Malik|''Muwatta'']] [[Malik bin Anas|Imam Malik]]
* ''[[Shahih Ibnu Hibban]]''
* ''[[Shahih Ibnu Khuzaimah]]'' karya [[Ibnu Khuzaimah]]
* [[Sunan Darimi|''Sunan ad-Darimi'']] karya [[Ad-Darimi]]
== Kelembagaan ==
Salah satu lembaga pendidikan penting dalam Islam Sunni adalah [[Universitas Al-Azhar]], Kairo, Mesir. Pasal 32b, ayat 7 Statuta Universitas Al-Azhar Mesir Tahun 1961 menegaskan bahwa Al-Azhar mengikuti ''manhaj Ahlussunnah wal-Jama'ah,'' menyepakati dasar-dasar agama dan penerapan [[fikih]], dengan empat [[Mazhab|mazhabnya]]. Hanya orang yang berpegang teguh pada keilmuan serta akhlakulkarimah yang dapat menjadi "Anggota Dewan Ulama Besar" (''haiʾat kibār al-ʿulamāʾ''), seperti [[Imam Besar al-Azhar]].<ref>{{cite web|title=Gesetz Nr. 103/1961 über die Neuordnung der Azhar und Gremien, die sie umfasst Art. 32b, Abs. 7|url=https://www.egypt.gov.eg/arabic/laws/download/newlaws/%D8%A7%D9%84%D9%82%D8%A7%D9%86%D9%88%D9%86%20%D8%B1%D9%82%D9%85%20103%D9%84%D8%B3%D9%86%D8%A9%201961.pdf#page=11|archive-url=https://web.archive.org/web/20220305150029/https://www.egypt.gov.eg/arabic/laws/download/newlaws/%D8%A7%D9%84%D9%82%D8%A7%D9%86%D9%88%D9%86%20%D8%B1%D9%82%D9%85%20103%D9%84%D8%B3%D9%86%D8%A9%201961.pdf#page=11|archive-date=5 March 2022|access-date=9 February 2021|url-status=dead}}</ref> [[Universitas Zaitunah]] di Tunisia dan [[Universitas Al-Qarawiyyin|Universitas al-Qarawiyyin]] di Maroko, juga diakui. Keduanya disebut bersama Al-Azhar dalam dokumen Muktamar Grozny.<ref name="Grozny2">Final Document of Grozn von 2016, [https://chechnyaconference.org/material/chechnya-conference-statement-arabic.pdf arabisches Original] and [https://chechnyaconference.org/material/chechnya-conference-statement-german.pdf German translation].</ref>
Lembaga lainnya yang juga mengakui sebagai Sunni adalah [[Dewan Ulama Senior Arab Saudi]], dibentuk 1971. Pada awal berdirinya, majelis tersebut telah mengeluarkan banyak sekali fatwa mengenai kriteria orang yang layak disebut Sunni. Pada 1986, dewan tersebut mengeluarkan fatwa untuk mendepak [[Al-Ahbash]] dari Sunni.<ref>Mustafa Kabha und Haggai Erlich: „Al-Ahbash and Wahhabiyya: Interpretations of Islam“ in ''International Journal of Middle East Studies'' 38/4 (2006) 519–538. Hier p. 527f. und Aḥmad ibn ʿAbd ar-Razzāq ad-Darwīš: ''Fatāwā al-Laǧna ad-dāʾima li-l-buḥūṯ al-ʿilmīya wal-iftāʾ''. Dār al-ʿĀṣima, Riad, 1996. Bd. XII, p. 308–323. [https://archive.org/stream/fldbeefldbee/fldbee12#page/n308/mode/2up Digitalisat]</ref> Liga Muslim Arab di Makkah, yang juga didanai Saudi, membuat resolusi tahun 1987 bahwa Sunni merupakan ajaran yang murni pada masa Rasulullah serta kekhalifahan.<ref>Arbitrament10/9 ''Ḥukm al-ḫilāf al-ʿaqadī wa-l-fiqhī wa-t-taʿaṣṣub al-maḏhabī'' from 21. Oktober 1987, See: ''Qarārāt al-maǧmaʿ al-fiqhī al-Islāmī bi-Makka al-mukarrama fī daurātihī al-ʿišrīn (1398-1432h/1977-2010m)'' Rābiṭat al-ʿālam al-islāmī, Mekka o. D. p. 257–260. p. 258 [https://d1.islamhouse.com/data/ar/ih_books/single_010/ar_qrarat_elmogama3_alfiqhy.pdf#page=258 Digitalized]</ref>
[[Direktorat Agama Turki]] (''Diyanet İşleri Başkanlığı''), meneruskan kebijakan keagamaan pada masa Utsmaniyah serta menjelaskan apa yang dimaksud Sunni.<ref name="Lord138">Lord: ''Religious Politics in Turkey: From the Birth of the Republic to the AKP''. 2018, p. 138.</ref> Pada 1960-an, muncul rencana [[Komite Penyatuan Nasional]] untuk mengubah Diyanet menjadi lembaga nondenominasi yang juga merangkul [[Alevi]]. Akan tetapi, rencana ini gagal karena adanya resistensi dari ulama Sunni di dalam maupun di luar DIyanet.<ref>Lord: ''Religious Politics in Turkey: From the Birth of the Republic to the AKP''. 2018, p. 142–147.</ref> Sejak 1990-an, Diyanet menyatakan dirinya sebagai lembaga yang berdiri di atas denominasi (''mezhepler üstü'')<ref name="Lord138" /> Pendidikan keagamaan di sekolah-sekolah Turki dirancang khusus berdasarkan Islam Sunni.<ref>Lord: ''Religious Politics in Turkey: From the Birth of the Republic to the AKP''. 2018, p. 155.</ref>
== Citra ==
=== Sebagai cabang Islam yang selamat ===
Sebuah [[hadis]] terkenal, yang ditafsirkan sebagai ''[[Vaticinium ex eventu]]'', mengatakan bahwa [[Umma|umat]] Islam akan terpecah menjadi 73 golongan, hanya satu yang akan selamat.<ref>Juynboll: “An Excursus on ahl as-sunnah”. 1998, p. 323f.</ref> Kaum Sunni berpendapat bahwa merekalah yang merupakan ''firqatun-najiyah'' (golongan yang diselamatkan). Misalnya, [[Abu Mansur al-Baghdadi]] (w. 1037) menjelaskan di awal karya [[Heresiologi|heresiografinya]] ''al-Farq bainal-firaq'' ("Perbandingan Firqah-FIrqah") bahwa ada 20 ''[[Rafidhah]]'' 20 [[Khawarij]], 20 [[Qadariyah]], 3 [[Murji'ah]], 3 Najjariyah, 3 [[Karramiyya]]h, dan terakhir Bakriyyah, Dirariyyah, dan [[Jaham bin Shafwan|Jahmiyah]]. Ini adalah 72 sekte yang sesat. Sekte ke-73 yang merupakan “sekte yang diselamatkan” adalah Sunni (''ahlussunnah wal-jamaʿah''). Menurut al-Baghdadi, mereka terdiri dari dua kelompok, yaitu pengikut [[Ahlur Ra’yi|''Ra'y'']] dan pengikut hadis. Mereka menyepakati dasar-dasar agama (''uṣūluddīn''). Yang ada hanyalah perbedaan derivasi (''furūʿ'') dari norma-norma mengenai pertanyaan tentang [[halal]]-[[haram]] dalam perkara fikih. Perbedaan ini tidak begitu besar sehingga mereka menganggap satu sama lain telah menyimpang dari jalan yang benar.<ref>al-Baġdādī: ''Al-Farq baina l-firaq.'' S. 38f. – Engl. Übers. Chambers Seelye S. 38 (the term ''ahl as-sunna wa-l-ǧamāʿa'' is here transalted as “the orthodoxy”).</ref>
=== Sebagai pusat komunitas Islam ===
Banyak ulama Sunni juga menjadikan Sunni sebagai pusat komunitas Muslim. Gagasan tersebut telah muncul sampai batas tertentu menurut ulama Asy'ariyah, ʿAbdul-Qāhir al-Baghdādī, yang menekankan pada beberapa pertanyaan dogmatis bahwa posisi Sunni berada di tengah-tengah antara posisi kelompok Islam lainnya.<ref>John B. Henderson: ''The construction of orthodoxy and heresy: Neo-Confucian, Islamic, Jewish, and early Christian patterns''. State University of New York Press, Albany, NY, 1998. p. 107.</ref> Contohnya adalah pertanyaan tentang [[Takdir dalam Islam|Qadar]], yang menurut teori [[Kasb]], berada tepat di tengah antara dua posisi ekstrem [[Jabariyah]] dan [[Qadariyah]].
Ulama Hanbali [[Ibnu Taimiyah|Ibnu Taimiyyah]] (w. 1328), yang selain dikenal karena sikapnya yang tidak kenal kompromi, juga menganut pandangan ini. Ia mengatakan bahwa Sunni mewakili "bagian tengah di antara firkah [[Umma|umat]]" (''al-wasaṭ fī firaq al-ummah''), seperti halnya Umat Islam adalah tengah di antara komunitas agama lainnya. Ia mengilustrasikan ini dengan contoh-contoh berikut:
* Dalam hal sifat-sifat Allah, kaum Sunni berdiri di tengah-tengah antara Jahmiyyah, yang sepenuhnya menghilangkan sifat-sifat Tuhan, dan Musyabbihah, yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya.
* dalam qada dan qadar, berdiri di tengah-tengah antara Qadariyah dan Jabariyah,
* pada pertanyaan tentang ancaman dari Tuhan (''waʿid Allah''), berdiri di tengah-tengah antara Murji'ah dan Waʿīdiyah, sebuah subkelompok dari Qadariyah,
* terkait pertanyaan iman dan agama, mereka berdiri di tengah-tengah antara Haruiyya (Khawarij) dan [[Muktazilah]] di satu sisi dan Murji'ah dan Jahmiyah di sisi lain,
* dan berkenaan dengan [[Sahabat Nabi]] mereka berdiri di tengah-tengah antara [[Rafidhah]] dan [[Khawarij]].<ref>Ibn Taimīya: ''al-ʿAqīda al-Wāsiṭīya''. 1999. S. 82. [[iarchive:waq43575/page/n81/mode/2up|Digitalized]] Deutsche Übers. Cl. Wein. 1973, S. 84f.</ref>
Ulama Hanafi [[Ali al-Qari]] (w. 1606) melanjutkan gagasan ini kemudian. Dalam kampanye anti-Syiah ''Syamm al-Alawāriḍ fī ḍamm ar-Rawāfiḍ'' dia mengutip sebuah riwayat yang dinisbatkan kepada [[Ali bin Abi Thalib]]: "Dua kelompok yang akan dibinasakan karena aku: orang yang mencintaiku berlebihan dan orang yang membenciku berlebihan." Ia mencatat bahwa pecinta berlebihan adalah Rafidhah dan pembenci berlebihan adalah Khawarij. Sunni, di sisi lain, sangat mencintai Ali serta berada di tengah yang seimbang (''al-wasaṭ allażī huwal-qisṭ'' ). Dalam surah Al-Baqarah 2:143, Allah berfirman bahwa Dia akan menjadikan umat Islam sebagai komunitas yang berdiri di tengah (''umma wasaṭ''). Karena Sunni menjauhi pernyataan berlebihan yang dijelaskan dalam riwayat, al-Qari percaya bahwa Sunni juga sebenarnya adalah "[[Syiah|Pengikut Ali]]" (''syīʿat ʿAlī'').<ref>ʿAlī al-Qārī: ''Šamm al-al-ʿawāriḍ fī ḏamm ar-rawāfiḍ''. Ed. Maǧīd Ḫalaf. Markaz al-Furqān, Kairo, 2004. p. 74, 76. [[iarchive:sazrsazr/page/n74|Digitalized]]</ref>
=== Sebagai pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan Islam ===
ʿAbdul-Qāhir al-Baghdādī menjelaskan Sunni dalam karyanya ''al-Farq bainal-firaq'' sebagai garda terdepan dalam ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, usaha, dan kebudayaan yang dibanggakan umat Islam, al-Baghdadi menjelaskan bahwa Sunni memiliki andil yang besar.<ref>al-Baġdādī: ''Al-Farq baina l-firaq.'' p. 314.</ref> Dalam bab terakhir bukunya, al-Baghdadi juga mengkaitkan hal ini dengan aktivitas pembangunan di negara-negara Islam. Dia percaya bahwa Sunni dengan banyaknya amal usaha seperti [[masjid]], [[madrasah]], istana, industri, dan rumah sakit, telah mencapai posisi yang tidak mampu dicapai firkah lainnya karena tidak ada firkah lain yang mampu menyelenggarakan amal usaha sebanyak Sunni.<ref>al-Baġdādī: ''Al-Farq baina l-firaq.'' p. 317.</ref>
== Persaingan antara Asy'ariyah, Maturidiyah dan Salafi ==
[[Berkas:Ahmed_el-Tayeb.jpg|jmpl|[[Ahmed el-Tayeb]], Imam besar Al-Azhar, salah satu tokoh penting dalam Muktamar Chechnya, memilih undur diri dari keputusan muktamar.]]
Sejak paruh kedua abad ke-20, timbul persaingan antara kelompok [[Asy'ariyah]] dan [[Salafiyah]], yang saling mengeluarkan lawan-lawannya dari firkah Sunni. Di [[Indonesia]], ulama Asy'ariyah [[Sirajuddin Abbas]] (w. 1980) menulis kitab pada masa 1960-an, yang menyatakan dengan tegas bahwa Ahli Salaf (Salafiyah) bukan bagian dari Sunni. Selain itu, ia menganggap bahwa tidak ada "mazhab Salafi" pada 300 tahun pertama Islam. Sejak saat itu, ia menyimpulkan bahwa orang-orang yang menganut "mazhab Salafi" dianggap "memperkenalkan mazhab yang tidak pernah ada sebelumnya".<ref>Dhuhri: „The Text of Conservatism“. 2016, p. 46f.</ref> Menurutnya, hanya Asya'irah yang benar merupakan Sunni. Tulisan-tulisan Abbas sering menjadi rujukan bagi kampanye antisalafi di [[Aceh]] pada 2014.<ref>Dhuhri: „The Text of Conservatism“. 2016, p. 49.</ref> Selama kampanye tersebut, banyak sekolah dan madrasah Salafi di Aceh ditutup pemerintah provinsi.<ref>Institute for Policy Analysis of Conflict: [http://file.understandingconflict.org/file/2016/10/IPAC_Report_32.pdf “The Anti-Salafi Campaign in Aceh”]. ''IPAC-Report No. 32'' 6. Oktober 2016.</ref>
Dengan adanya keraguan atas status Salafi sebagai bagian dari Sunni, [[Lajnah Da'imah|Lajnah Daimah]] di [[Arab Saudi]] memutuskan fatwa bahwa Salafi termasuk dalam kelompok Sunni.<ref>Aḥmad ibn ʿAbd ar-Razzāq ad-Darwīš: ''Fatāwā al-Laǧna ad-dāʾima li-l-buḥūṯ al-ʿilmīya wal-iftāʾ''. Dār al-ʿĀṣima, Riad, 1996. Bd. II, S. 165f. [https://archive.org/stream/fldbeefldbee/fldbee02#page/n164/mode/2up digitalized]</ref> Seperti halnya Asy'ariyah, Salafi meyakini bahwa Salafi adalah ajaran Islam Sunni yang benar, dan menolak Asya'irah dan [[Maturidiyah]] sebagai bagian dari Sunni.<ref>Namira Nahouza: ''Wahhabism and the Rise of the New Salafis. Theology, Power and Sunni Islam''. Tauris, London, 2018. p. 144–147.</ref> Contohnya adalah Syekh [[Muhammad bin Shalih al-Utsaimin]], dalam tafsirnya terhadap ''Aqidah Wasithiyah'' karya [[Ibnu Taimiyyah]] pada 2001 menyatakan bahwa Asya'irah dan Maturidiyah bukanlah bagian dari Sunni, karena doktrin akidahnya bertentangan dengan Nabi Muhammad dan para sahabat. Dengan alasan ini pula, kelompok-kelompok ini tidak dibenarkan menggunakan nama Sunni. Sunni adalah orang yang benar-benar mengikuti [[manhaj salaf]], menurut pandangan mereka.<ref>Muḥammad Ibn ʿUṯaimīn: ''Šarḥ al-Wāsiṭīya li-Ibn Taimīya''. Dār Ibn al-Ǧauzī, ad-Dammām, 2001. p. 53f. [https://archive.org/stream/waq51901/01_51901#page/n52/mode/2up Digitalized]</ref>
Anggapan [[Wahabi|Wahhabisme]] bahwa Asy'ariyah bukan kelompok Sunni menjadi pokok bahasan [[fatwa]] oleh "Lembaga Fatwa Mesir" pada Juli 2013. Dalam fatwanya itu, lembaga tersebut menolak anggapan tersebut, serta menetapkan bahwa Asy'ariyah masih mewakili jumhur ulama, dan menekankan bahwa mereka adalah orang-orang yang di masa lalu menolak argumen [[ateis]] (''syubuhāt al-malāḥidah''). Barang siapa menyatakan mereka tidak beriman atau yang meragukan ortodoksi mereka harus takut akan agama mereka.<ref>[https://www.dar-alifta.org/ar/ViewFatwa.aspx?ID=12581 ''Ramy al-Ašāʿira bi-l-ḫurūǧ ʿan ahl as-sunna wa-l-ǧamāʿa''] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20210417060447/https://www.dar-alifta.org/ar/ViewFatwa.aspx?ID=12581|date=17 April 2021}} Fatwa Nr. 2370 des ägyptischen Fatwa-Amtes vom 24. Juli 2013.</ref> Pada hari yang sama, lembaga fatwa tersebut juga menegaskan bahwa ''ahlussunnah wal-jama'ah'' hanya berlaku bagi mereka yang mengikuti pemahaman Asya'irah maupun Maturidiyah.<ref name="Daralifta2366" />
Kompetisi antara kelompok Salafi dan Asy'ariyah muncul lagi dalam dua muktamar Sunni tahun 2016, dalam rangka menanggapi terorisme NIIS. [[Muktamar Internasional Islam Sunni Chechnya 2016|Muktamar yang pertama]] pada 2016 membahas judul "Siapakah ''ahlussunnah wal-jama'ah''?" dilaksanakan di [[Grozny]], Chechnya, pada Agustus 2016 dan didanai oleh [[Ramzan Kadyrov]]. Ulama [[Mesir]], [[India]], [[Syria]], [[Yemen|Yaman]], dan [[Rusia]] ikut serta, seperti Imam Besar al-Azhar [[Ahmed el-Tayeb]], serta Mufti Agung India, [[Sheikh Abubakr Ahmad|Sheikh Abubakr Ahmed]]. Menurut penyelenggara, muktamar ini diharapkan "memperbaiki penyimpangan agama yang serius dan berbahaya oleh para ekstremis yang mencoba mencoreng kehormatan ''ahlussunnah wal-jama'ah''."<ref name="Grozny" /> Muktamar ini menghasilkan deklarasi bahwa kelompok Salafi dan [[Islamisme]] seperti [[Ikhwanul Muslimin]], [[Hizbut Tahrir]], dll. serta organisasi [[Takfiri]] seperti [[Negara Islam Irak dan Syam|NIIS]] bukan Islam Sunni.<ref name="islam.in.ua">{{cite web|title=The Conference of Ulama in Grozny: the Reaction of the Islamic World|url=https://islam.in.ua/en/islamic-studies/conference-ulama-grozny-reaction-islamic-world|publisher=islam.in.ua}}</ref> Menanggapi ini, ulama Salafi menggelar muktamar tandingan di [[Kuwait]] pada November 2016 dengan judul "Makna Sesungguhnya dari ''Ahlussunnah wal-Jama'ah''" (''al-Mafhūm aṣ-ṣaḥīḥ li-ahlussunnah wal-jama'ah''). Dalam muktamar ini, mereka juga sepakat menjauhkan diri dari kelompok ekstremis, serta bersikeras bahwa Salafi bukan hanya bagian dari Sunni, melainkan mewakili Sunni sendiri. Muktamar ini dipimpin oleh Ahmad bin Murabit, Mufti Agung [[Mauritania]].<ref>[https://arabic.cnn.com/middleeast/2016/11/13/kuwait-conference-sunni-islam Muʾtamar bi-l-Kuwait raddan ʿalā Ġurūznī as-salaf hum as-sunna... wa-lā li-ṯ-ṯaurāt] Arabic CNN 13. November 2016.</ref><ref>ʿAbdallāh Maṣmūdī: [http://howiyapress.com/%D8%AA%D9%88%D8%B5%D9%8A%D8%A7%D8%AA-%D9%85%D8%A4%D8%AA%D9%85%D8%B1-%D8%A7%D9%84%D9%85%D9%81%D9%87%D9%88%D9%85-%D8%A7%D9%84%D8%B5%D8%AD%D9%8A%D8%AD-%D8%A3%D9%87%D9%84-%D8%A7%D9%84%D8%B3%D9%86%D8%A9/ Tauṣīyāt Muʾtamar ''al-Mafhūm aṣ-ṣaḥīḥ li-ahl as-sunna wa-l-ǧamāʿa wa-aṯaru-hū fī l-wiqāya min al-ġulūw wa-t-taṭarruf'']. Howiyapress.com 13. November 2016.</ref> Beberapa hari kemudian, [[Imam Besar Al-Azhar|Imam Besar al-Azhar]] [[Ahmed el-Tayeb]] secara terbuka undur diri dari deklarasi Muktamar Grozny, menegaskan kembali bahwa dia tidak berpartisipasi di dalamnya dan menekankan bahwa dia secara alami memandang kaum Salafi sebagai Sunni.<ref>[https://arabic.cnn.com/middleeast/2016/11/19/azhar-grozny-conference-islam Aḥmad aṭ-Ṭaiyib: al-Azhar barīʾ min muʾtamar aš-Šīšān.. wa-s-Salafīyūn min ahl as-sunna wa-l-ǧamāʿa] Arabic CNN 19. November 2016.</ref>
== Referensi ==
{{reflist|2}}
==
* Branon Wheeler, [http://books.google.com.pk/books?id=slLpouSlzPcC&printsec=frontcover&source=gbs_atb Applying the Canon in Islam: The Authorization and Maintenance of Interpretive Reasoning in Ḥanafī Scholarship], [[SUNY Press]], 1996 * Charles River Editors. ''The History of the Sunni and Shia Split: Understanding the Divisions within Islam'' (2010) 44pp [https://www.amazon.com/History-Sunni-Shia-Split-Understanding/dp/1502389983/ excerpt]; brief introduction.
* Farooqi, Mudassir, Sarwar Mehmood Azhar, and Rubeena Tashfeen. "Jihadist Organizations History and Analysis." ''Journal of Social, Political, and Economic Studies'' 43.1/2 (2018): 142–151. [http://jspes.org/samples/JSPES43_1_2farooqi.pdf online]
* Gesink, Indira Falk. ''Islamic reform and conservatism: Al-Azhar and the evolution of modern Sunni Islam'' (Tauris Academic Studies, 2010)
* Haddad, Fanar. ''Understanding 'Sectarianism': Sunni-Shi'a Relations in the Modern Arab World'' (Oxford UP, 2020).
* Haddad, Fanar. "Anti-Sunnism and anti-Shiism: Minorities, majorities and the question of equivalence." ''Mediterranean Politics'' (2020): 1–7 [https://www.academia.edu/download/61657158/Online_pub20200101-92953-1264chc.pdf online]{{dead link|date=July 2022|bot=medic}}{{cbignore|bot=medic}}.
* Halverson, Jeffry. ''Theology and creed in Sunni Islam: the Muslim Brotherhood, Ash'arism, and political Sunnism'' (Springer, 2010).
* Hazleton, Lesley. ''After the prophet: the epic story of the Shia-Sunni split in Islam'' (Anchor, 2010).
* Kamolnick, Paul. ''The Al-Qaeda Organization and the Islamic State Organization: History, Doctrine, Modus, Operandi, and US Policy to Degrade and Defeat Terrorism Conducted in the Name of Sunni Islam'' (Strategic Studies Institute, United States Army War College, 2017) [https://dc.etsu.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1127&context=etsu_books online].
* Khaddour, Kheder. ''Localism, War, and the Fragmentation of Sunni Islam in Syria'' (Carnegie Endowment for International Peace., 2019) [https://carnegieendowment.org/files/03_19_Khaddour_Syria_Islam_final.pdf online].
* McHugo, John. ''A Concise History of Sunnis and Shi'is'' (2018) [https://www.amazon.com/Concise-History-Sunnis-Shiis/dp/1626165866/ excerpt]
* Nuruzzaman, Mohammed. "Conflicts in Sunni Political Islam and Their Implications." ''Strategic Analysis'' 41.3 (2017): 285–296 [https://www.academia.edu/download/52188176/Conflicts_Sunni_Political_Islam.pdf online]{{dead link|date=July 2022|bot=medic}}{{cbignore|bot=medic}}.
* Nydell, Margaret K. ''Understanding Arabs: A guide for modern times'' (3rd ed. Hachette UK, 2018).
* {{cite book |last=Patler |first=Nicholas |title=From Mecca to Selma: Malcolm X, Islam, and the Journey Into the American Civil Rights Movement |year=2017 |publisher=The Islamic Monthly |url=http://theislamicmonthly.com/mecca-to-selma/}}
* Tezcan, Baki. "The Disenchantment of Sufism, the Rationalization of Sunni Islam, and Early Modernity." ''Journal of the Ottoman and Turkish Studies Association'' 7.1 (2020): 67–69 [https://www.jstor.org/stable/10.2979/jottturstuass.7.1.21 online].
* {{cite book | author = Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur | editor1-last= AM | editor1-first= Ahmad Muntaha | title=Khazanah Aswaja | publisher=Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur | publication-place=Surabaya | year=2016 | isbn=978-602-74756-0-1 | p=10 | language=id | ref=harv }}
* Wheeler, Branon. [https://books.google.com/books?id=slLpouSlzPcC Applying the Canon in Islam: The Authorization and Maintenance of Interpretive Reasoning in Ḥanafī Scholarship], [[SUNY Press]], 1996.
* {{cite book | translator-last1= Boediwardoyo | translator-first1= Satriyo | editor1-last= Yudhi | editor1-first= Esha Rachman | title=500 tokoh muslim 500 tokoh muslim dunia paling berpengaruh saat ini | publisher=PT. Ufuk Publishing House | publication-place=Jakarta | year=2013 | isbn=978-602-7689-52-7 | oclc=960422789 | language=id | ref=harv | p=38 }}
* {{Cite EB1911|wstitle=Sunnites|short=x}}
=== Daring ===
* [https://www.britannica.com/topic/Sunni Sunni: Islam], in ''Encyclopædia Britannica Online'', by The Editors of Encyclopaedia Britannica, Asma Afsaruddin, Yamini Chauhan, Aakanksha Gaur, Gloria Lotha, Matt Stefon, Noah Tesch and Adam Zeidan
== Lihat pula ==
Baris 91 ⟶ 273:
* {{en}} [http://www.scribd.com/doc/140263014/I-TIQAT-AHLUSSUNNAH-WAL-JAMAAH/ I'tiqat Ahlussunnah wal Jama'ah di Scribd.com]
{{Topik Islam}}
{{Pembagian mazhab}}
[[Kategori:
[[Kategori:Teologi Islam]]
[[Kategori:Muslim]]
[[Kategori:Cabang Islam]]
|