Perang Bubat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Nusantara1945 (bicara | kontrib)
k Perbaikan Pengetikan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(183 revisi perantara oleh 34 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{taknetral}}
{{refimprove}}
{{Infobox military conflict
| conflict = Perang Bubat (ᮕᮨᮛᮍ᮪Pertempuran ᮘᮥᮘᮒ᮪Bubat)
| image =
| caption =
| date = 1357
| place = Alun-alun Bubat, kawasan utara [[Trowulan, Mojokerto|Trowulan]], [[Majapahit]] (sekarang [[Trowulan, Mojokerto|Trowulan]], [[Kabupaten Mojokerto]], [[Jawa timur]], [[Indonesia]])
| result = '''Kemenangan Majapahit'''{{br}}
|result=Kemenangan Majapahit yang menentukan, kematian keluarga kerajaan Sunda, insiden itu sangat merusak hubungan antara dua kerajaan
*Gugurnya bala sentana Raja [[Kerajaan Sunda|Sunda]]{{br}}
|combatant1=[[Majapahit]]
*Rusaknya hubungan baik di antara kedua kerajaan
|combatant2=[[Kerajaan Sunda]]
| combatant1 = [[File:Naval flag of Majapahit Kingdom.svg|20px]][[Kerajaan Majapahit|Kemaharajaan Majapahit]]
|commander1=[[Gajah Mada]] (Perdana Menteri Majapahit)
|commander2 combatant2 =Maharaja Lingga[[Kerajaan BuanaSunda Galuh]]{{KIAbr}}/ (Raja[[Kerajaan Sunda)]]
| commander1 = [[File:Naval flag of Majapahit Kingdom.svg|20px]]'''[[Hayam Wuruk|Maharaja Hayam Wuruk]]'''{{br}}[[File:Naval flag of Majapahit Kingdom.svg|20px]]'''[[Gajah Mada]]'''{{br}}
|strength1=Sejumlah besar pasukan Majapahit ditempatkan di ibukota Majapahit, jumlah pastinya tidak diketahui
| commander2 = '''[[Linggabuana|Maharaja Linggabuana]]'''{{KIA}}{{br}}[[Dyah Pitaloka Citraresmi|Putri Pitaloka]] [[Bunuh diri|†]]{{br}}
|strength2=Keluarga Kerajaan Sunda, pejabat negara, pelayan dan penjaga, jumlah pasti tidak diketahui, mungkin kurang dari 100 orang
| strength1 = Pasukan-pasukan Majapahit yang ditempatkan di ibu kota, jumlah pastinya tidak diketahui
|casualties1=tidak ada korban dari pihak jawa
| strength2 = Sentana Raja Sunda, pejabat-pejabat Kerajaan Sunda, hamba-sahaya, prajurit pengawal, dan prajurit laut, jumlah pastinya tidak diketahui<br>Sekurang-kurangnya 2.200 kapal
|casualties2=Hampir semua pihak Sunda tewas, termasuk Raja Sunda dan Putri Pitaloka
| casualties1 = Tidak diketahui
| casualties2 = Hampir semua anggota rombongan Kerajaan Sunda gugur, termasuk Raja Sunda dan putri kerajaan sunda
}}
'''Perang Bubat ᮕᮨᮛᮍ᮪ ᮘᮥᮘᮒ᮪''' adalah [[perang]] yang terjadi pada tahun 1279 Saka atau 1357 M pada abad ke-14, yaitu pada masa pemerintahan raja [[Majapahit]] [[Hayam Wuruk]]. Perang terjadi akibat perselisihan antara Mahapatih Gajah Mada dari Majapahit dengan Prabu [[Maharaja Linggabuana]] dari [[Kerajaan Sunda]] di [[Pesanggrahan Bubat]], yang mengakibatkan tewasnya seluruh rombongan Sunda. Sumber-sumber rujukan tertua mengenai adanya perang ini terutama adalah ''[[Pararaton|Serat Pararaton]]'' serta ''[[Kidung Sunda]]'' dan ''[[Kidung Sundayana]]'' yang berasal dari [[Bali]].
 
'''Perang Bubat''' yang juga disebut '''Pasunda Bubat''' adalah pertempuran antara [[Kerajaan Sunda|bala sentana Raja Sunda]] dan angkatan perang [[Majapahit]] yang berlangsung di alun-alun Bubat, kawasan utara [[Trowulan]], ibu kota Majapahit, pada tahun 1279 Saka atau 1357 Masehi yang tercatat di Catatan Kidung Pasunda Bubat/Kidung sunda yang merupakan catatan era Majapahit Saat Berkuasanya Raja Hayam Wuruk,untuk Lokasi Lapangan bubat tercantum pada Pupuh 86 dan Pupuh 87 di Catatan Negarakretagama.<ref name="Historia1">{{Cite web|url=https://historia.id/kuno/articles/perang-bubat-dalam-memori-orang-sunda-vJdVM|title=Perang Bubat dalam Memori Orang Sunda|website=Historia - Obrolan Perempuan Urban|date=22 Mei 2015|language=id-ID|access-date=06 Mei 2018|archive-date=2021-12-19|archive-url=https://web.archive.org/web/20211219055953/https://historia.id/kuno/articles/perang-bubat-dalam-memori-orang-sunda-vJdVM|dead-url=yes}}</ref><ref>Kisah Awal Terjadinya Perang Bubat.[https://www.pinhome.id/blog/sejarah-atau-kisah-awal-terjadinya/</ref>Peristiwa ini Juga tercatat Di Lontar Kidung Panji Marga era majapahit.
== Rencana pernikahan ==
Peristiwa Perang Bubat diawali dari niat Prabu [[Hayam Wuruk]] yang ingin memperistri putri [[Mayang Sari]] dari Negeri Sunda.
 
== Catatan sejarah ==
Kitab [[Pararaton]] menyebut "...''Bhre Prabhu ayun ing Putri ring Suṇḍa. Patih Maḍu ingutus anguṇḍangeng wong Suṇḍa, ahiděp wong Suṇḍa yan awawarangana ..."'' yang menyatakan bahwa saat itu Hayam Wuruk berkeinginan untuk menikahi Puteri Sunda dengan mengutus Patih Madhu.
{{quote box
| width = 50%
| align = left
| quote = ''"Manak deui Prebu Maharaja. Lawasniya ratu tujuh tahun. Kena kabawa ku kalawisaya, kabancana ku seuweu dimanten, ngaran Tohaan. Mundut agung dipipanumbasna. Urang réya sangkan nu angkat ka Jawa, mumul nu lakian di Sunda, pan prangrang di Majapahit."'' <br> <br/>
"Berputra seorang, Sang Prěbu Maharaja. Tujuh tahun lamanya meraja. Terseret oleh ulah khianat, celaka lantaran anak dipersunting, bernama Tohaan. Besar nian tuntut pintanya. Ramai orang berangkat ke Jawa, sebab dia enggan berlaki Sunda, sampai-sampai orang berperang di Majapahit."
| salign = right
| source = ''[[Carita Parahyangan]]''<ref name="SNI-II:Zaman Kuno">{{cite book |author1=Marwati Djoened Poesponegoro |author2=Nugroho Notosusanto | title=Sejarah Nasional Indonesia: Zaman kuno | url=http://www.worldcat.org/title/sejarah-nasional-indonesia/oclc/318053182 | date=2008 | publisher=Balai Pustaka | isbn=978-9794074084 |oclc=318053182 | language=id | access-date=3 Juni 2018}}</ref>{{rp|391}}
}}
 
Insiden Pasunda Bubat disinggung di dalam ''[[Carita Parahyangan]]'' (abad ke-16) dan ''[[Pararaton]]'' (abad ke-15),<ref name="Historia2">{{Cite web|url=https://historia.id/kuno/articles/tragedi-perang-bubat-dan-batalnya-pernikahan-hayam-wuruk-dyah-pitaloka-vZ5yx|title=Tragedi Perang Bubat dan Batalnya Pernikahan Hayam Wuruk-Dyah Pitaloka|website=Historia - Obrolan Perempuan Urban|date=22 Mei 2015|language=id-ID|access-date=06 Mei 2018}}</ref> tetapi tidak terdapat di dalam ''[[Nagarakretagama]]'' (abad ke-14). Meskipun demikian, pertempuran di Bubat menjadi tema utama ''[[Kidung Sunda]]'', naskah Bali dari sekitar pertengahan abad ke-16.<ref name="Historia1"/>
Konon ketertarikan Hayam Wuruk terhadap putri tersebut karena beredarnya sebuah lukisan sang putri di [[Majapahit]]; yang dilukis secara diam-diam oleh seorang seniman pada masa itu, bernama [[Sungging Prabangkara]].{{fact}}
 
Perang Bubat disinggung di dalam salah satu pupuh ''[[Pararaton]]'', tawarikh Jawa dari abad ke-15. Jati diri penulisnya tidak diketahui. ''Pararaton'' disusun dalam bentuk catatan peristiwa yang terjadi sekitar tahun 1474–1486, sementara bagian sastrawinya disusun sebagai uraian sejarah antara tahun 1500–1613. Naskah ini pertama kali dipublikasikan pada tahun 1896 oleh J.L.A. Brandes, seorang filolog Belanda, lengkap dengan terjemahan, keterangan, dan ulasan.<ref name="Historia2"/>
Menurut catatan sejarah Pajajaran oleh Saleh Danasasmita serta Naskah Perang Bubat oleh Yoseph Iskandar, niat pernikahan itu adalah untuk mempererat tali persaudaraan yang telah lama putus antara [[Majapahit]] dan [[Kerajaan Sunda|Sunda]]. [[Raden Wijaya]] yang menjadi pendiri kerajaan Majapahit dianggap keturunan Sunda dari [[Dyah Lembu Tal]] dan suaminya yaitu [[Rakeyan Jayadarma]], raja kerajaan Sunda. Hal ini juga tercatat dalam ''[[Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara]]'' parwa II sarga 3.{{fact}} Dalam [[Babad Tanah Jawi]], Raden Wijaya disebut pula dengan nama ''Jaka Susuruh'' dari Pajajaran. Meskipun demikian, catatan sejarah Pajajaran tersebut dianggap lemah kebenarannya, terutama karena nama [[Dyah Lembu Tal]] adalah nama laki-laki. Menurut kitab [[Kakawin Nagarakretagama|Negarakretagama]] rekaman sejarah yang dibuat oleh Mpu Prapanaca, [[Dyah Lembu Tal]] ini merupakan Putra [[Mahisa Campaka|Narasingamurthi]] dan seorang perwira yuda gagah berani <ref>{{Cite web|title=Dyah Lembu Tal|url=https://p2k.unkris.ac.id/en1/3073-2962/Dyah-Lembu-Tal_59887_p2k-unkris.html|website=p2k.unkris.ac.id|access-date=19 Desember 2021}}</ref>
 
Meskipun berlangsung pada pertengahan abad ke-14, peristiwa Perang Bubat baru mengemuka pada abad ke-16 di dalam karya sastra Sunda yang berjudul ''Carita Parahyangan'', kendati hanya berupa sepotong informasi singkat mengenai insiden itu. Di dalam ''Carita Parahyangan'', putri Raja Sunda disebut ''Tohaan'',{{efn| group=lower-roman | 1=Istilah Sunda kuno ini berkerabat dengan kata ''Tuan'' di dalam bahasa Melayu-Indonesia.}} artinya "yang dituakan atau yang dimuliakan".<ref name="Historia1"/> ''Carita Parahyangan'' memuat bait "''pan prangrang di Majapahit''" yang diterjemahkan menjadi "orang berperang di Majapahit."
Alasan umum yang dapat diterima adalah Hayam Wuruk memang berniat memperistri Mayang Sari dengan didorong alasan politik, yaitu untuk mengikat persekutuan dengan Negeri Sunda.<ref name="end">{{cite book|last=Munoz|first=Paul Michel|title=Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula|publisher=Editions Didier Millet|year=2006|location=Singapore|url=|doi=|pages=279|isbn= 9814155675}}</ref> Atas restu dari keluarga kerajaan Majapahit, Hayam Wuruk mengirimkan surat kehormatan kepada Maharaja Linggabuana untuk melamar Mayang Sari. Upacara pernikahan rencananya akan dilangsungkan di Majapahit. Pihak dewan kerajaan Negeri Sunda sendiri sebenarnya keberatan, terutama Mangkubumi Hyang Bunisora Suradipati. Ini karena menurut adat yang berlaku di [[Nusantara]] pada saat itu,{{fact}} tidak lazim pihak pengantin perempuan datang kepada pihak pengantin lelaki. Selain itu ada dugaan{{fact}} bahwa hal tersebut adalah jebakan diplomatik Majapahit yang saat itu sedang melebarkan kekuasaannya, di antaranya dengan cara menguasai [[Kerajaan Dompu]] di Nusa Tenggara.
 
<ref>{{Cite book|url=https://books.google.com/books?id=xghCDwAAQBAJ&q=Bubat+dalam+Carita+Parahyangan&pg=PA58|title=Menggali Pemerintahan Negeri Doho : Dari Majapahit Menuju Pondok Pesantren: Penerbit Elmatera|last=M.M|first=Drs Haris Daryono Ali Haji, S. H.|date=2012-05-01|publisher=Diandra Kreatif|isbn=9786021222645|language=id}}</ref>
Linggabuana memutuskan untuk tetap berangkat ke Majapahit, karena rasa persaudaraan yang sudah ada dari garis leluhur dua negara tersebut. Linggabuana berangkat bersama rombongan Sunda ke Majapahit dan diterima serta ditempatkan di Pesanggrahan Bubat.
 
[[File:023 Close Up, Wringin Lawang (40429713221).jpg|thumb|right|Menurut ''Nagarakretagama'', alun-alun Bubat terletak di kawasan utara [[Trowulan, Mojokerto|Trowulan]], ibu kota Majapahit, mungkin di sekitar Gapura Wringin Lawang atau candi Brahu.
Dari Sumber lain ( Buku Geger Nusantara ) disebutkan oleh Penulis kalau Rencana Pernikahan Mayang Sari dan Prabhu Hayam Wuruk adalah upaya dari Prabhu Lingga Buana untuk menghancurkan Kerajaan Majapahit karna yang sebenarnya Mayang Sari adalah saudari Kembar Prabu Hayam Wuruk yang sedari kecil dititipkan di kerajaan Prabhu lingga Bhuana untuk menghindari pernikan antara saudara kembar,sehingga ditolak oleh Mahapatih Gajah Mada namun prabhu lingga Bhuana tetap bersikeras untuk menikahkan mereka dan pada akhirnya terjadilah Perang Bubat menyebabkan seluruh Pasukan Lingga Bhuana Gugur di pertempuran
 
]]
== Kesalah-pahaman ==
Raja Sunda datang ke Bubat beserta permaisuri dan putri Mayang Sari dengan diiringi prajurit menggunakan dua ratus kapal kecil dan jumlah totalnya adalah 2.000 kapal datang ke Kerajaan Majapahit sebagaimana diceritakan dalam [[Kidung Sunda]]. Namun adanya perintah dari Ayahanda Hayam Wuruk yaitu Krtawarddhana kepada Gajah Mada untuk membatalkan pernikahan menurut tafsir kisah ''Panji Angreni'' <ref>{{Cite web|date=2015-05-22|title=Drama Bubat dan Panas-Dingin Hubungan Majapahit-Sunda|url=https://historia.id/kuno/articles/drama-bubat-dan-panas-dingin-hubungan-majapahit-sunda-DnE7B|website=Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia|language=id-ID|access-date=2021-12-25}}</ref>dan apabila merujuk kepada [[Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara|''Pustaka Rajyarajya'']] yang berasal dari Cirebon & merupakan bagian dari [[Naskah Wangsakerta]] yang tersimpan di Museum Sejarah Sunda "Sri Baduga" di [[Bandung]] memperlihatkan adanya kedekatan darah antara Hayam Wuruk dengan Dyah Pitaloka, dari adanya pernikahan Rakyan Jayadarma dengan [[Dyah Lembu Tal]]. Maka [[Gajah Mada]] menyarankan Hayam Wuruk untuk tidak melanjutkan rencana pernikahan. Dimana hal ini membuat Kerajaan Sunda merasa dipermalukan, hingga pada akhirnya memilih berperang melawan Majapahit demi menjaga kehormatan.
 
Di Kitab Negarakertagama Pada Pupuh 87 tentang Lokasi bubat dijelaskan bahwa Di Lapangan Bubat pernah terjadi perang tanding,Adu Pukul ,dengan Bait sebagai berikut :
Menurut Kidung Sundayana,{{fact}} timbul niat Mahapatih [[Gajah Mada]] untuk menguasai Kerajaan Sunda. Gajah Mada ingin memenuhi [[Sumpah Palapa]] yang dibuatnya pada masa sebelum Hayam Wuruk naik tahta, sebab dari berbagai kerajaan di Nusantara yang sudah ditaklukkan Majapahit, hanya kerajaan Sunda lah yang belum dikuasai.
 
"''praɳ tandiɳ praɳ pupuh ikan''
Dengan maksud tersebut, Gajah Mada membuat alasan oleh untuk menganggap bahwa kedatangan rombongan Sunda di Pesanggrahan Bubat adalah bentuk penyerahan diri Kerajaan Sunda kepada Majapahit. Gajah Mada mendesak{{fact}} Hayam Wuruk untuk menerima Mayang Sari bukan sebagai pengantin, tetapi sebagai tanda takluk Negeri Sunda dan pengakuan superioritas Majapahit atas Sunda di Nusantara. Hayam Wuruk sendiri disebutkan bimbang{{fact}} atas permasalahan tersebut, mengingat Gajah Mada adalah Mahapatih yang diandalkan Majapahit pada saat itu.
 
''atembok kanin adu akanjar'' ....."
== Gugurnya rombongan Sunda ==
Kemudian terjadi insiden perselisihan antara utusan Linggabuana dengan Gajah Mada. Perselisihan ini diakhiri dengan dimaki-makinya Gajah Mada oleh utusan Negeri Sunda yang terkejut bahwa kedatangan mereka hanya untuk memberikan tanda takluk dan mengakui superioritas Majapahit, bukan karena undangan sebelumnya. Namun Gajah Mada tetap dalam posisi semula.
 
Artinya : "perang tanding ,perang pukul,adu keris...
Belum lagi Hayam Wuruk memberikan putusannya, Gajah Mada sudah mengerahkan pasukannya (Bhayangkara) ke Pesanggrahan Bubat dan mengancam Linggabuana untuk mengakui superioritas Majapahit. Demi mempertahankan kehormatan sebagai ksatria Sunda, Linggabuana menolak tekanan itu. Terjadilah peperangan yang tidak seimbang antara Gajah Mada dengan pasukannya yang berjumlah besar, melawan Linggabuana dengan pasukan pengawal kerajaan (Balamati) yang berjumlah kecil serta para pejabat dan menteri kerajaan yang ikut dalam kunjungan itu. Peristiwa itu berakhir dengan gugurnya Linggabuana, para menteri, pejabat kerajaan beserta segenap keluarga kerajaan Sunda. Raja Sunda beserta segenap pejabat kerajaan Sunda dapat didatangkan di Majapahit dan binasa di lapangan Bubat.<ref>{{cite book|author= Drs. R. Soekmono,|title= ''Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2'', 2nd ed.|publisher = Penerbit Kanisius|year= 1973, 5th reprint edition in 1988|location =Yogyakarta|page =72 }}</ref>
 
Pada awal abad ke-20, CC Berg, sejarawan Belanda, menerbitkan teks ''[[Kidung Sunda]]'' berikut terjemahannya (1927). Karya sastra Bali ini menyingkap insiden Bubat, dan merupakan bentuk ringkas dari ''Kidung Sundayana'' (1928). Di bidang penulisan sejarah Jawa, Berg menyebut ''Kidung Sunda'' — yang kemungkinan besar disusun sesudah tahun 1540 di Bali{{efn| group=lower-roman | 1=Naskah asli ''Kidung Sunda'' mungkin dibuat pada abad ke-14. Lihat [[Kidung Sunda#Penulisan|penjelasan selengkapnya di halaman itu]].}} — memuat fakta-fakta bersejarah karena insiden Bubat dikukuhkan oleh naskah Sunda kuno, ''Carita Parahyangan''. Berg menyimpulkan bahwa, "di dalam ''Kidung Sunda'' haruslah kita lihat sisa-sisa sastrawi dari cerita-cerita rakyat dan dalam tema yang sama dengan fragmen ''Pararaton''...".<ref name="Historia1" /> Namun, tanggal penulisan naskah asli ''Kidung Sunda'' mungkin lebih awal, dari abad ke-14 Masehi.<ref>{{Cite journal|last=Jákl|first=Jiří|date=2016|title=The Loincloth, Trousers, and Horse-riders in Pre-Islamic Java: Notes on the Old Javanese Term Lañciṅan|url=http://dx.doi.org/10.4000/archipel.312|journal=Archipel|issue=91|pages=185–202|doi=10.4000/archipel.312|issn=0044-8613}}</ref>{{Rp|192}} Sarjana lain seperti L.C. Damais dan S.O. Robson menempatkan penanggalan penulisan ''Kidung Panji Wijayakrama-Rangga Lawe'', sebuah kidung yang motif isinya memiliki kemiripan dan diperkirakan sezaman dengan ''Kidung Sunda'', seawal tahun 1334 Masehi.<ref>{{Cite journal|last=Damais|first=L.C.|date=1958|title=Études d’épigraphie indonésienne. VŚ Dates de manuscrits et documents divers de Java, Bali et Lombok|journal=Bulletin de l’École française d’Extrême-Orient|volume=49|issue=1|pages=1-257}}</ref>{{Rp|55-57}}<ref>{{Cite journal|last=Robson|first=S.O.|date=1979|title=Notes on the early Kidung literature|journal=Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde|volume=135|pages=300-322}}</ref>{{Rp|306}}
Tradisi menyebutkan sang Putri Mayang Sari dengan hati berduka melakukan ''bela pati'', bunuh diri untuk membela kehormatan bangsa dan negaranya.<ref>{{cite book|author= Y. Achadiati S, Soeroso M.P.,|title= ''Sejarah Peradaban Manusia: Zaman Majapahit''.|publisher = PT Gita Karya|year= 1988|location =Jakarta|page =13 }}</ref> Tindakan ini mungkin diikuti oleh segenap perempuan-perempuan Sunda yang masih tersisa, baik bangsawan ataupun abdi. Menurut tata perilaku dan nilai-nilai kasta [[ksatriya]], tindakan bunuh diri ritual dilakukan oleh para perempuan kasta tersebut jika kaum laki-lakinya telah gugur. Perbuatan itu diharapkan dapat membela harga diri sekaligus untuk melindungi kesucian mereka, yaitu menghadapi kemungkinan dipermalukan karena pemerkosaan, penganiayaan, atau diperbudak.
 
== Akibat ==
Tradisi menyebutkan bahwa Hayam Wuruk meratapi kematian Mayang Sari. Hayam Wuruk menyesalkan tindakan ini dan mengirimkan utusan (''darmadyaksa'') dari [[Bali]] - yang saat itu berada di Majapahit untuk menyaksikan pernikahan antara Hayam Wuruk dan Mayang Sari - untuk menyampaikan permohonan maaf kepada Mangkubumi [[Hyang Bunisora Suradipati]] yang menjadi pejabat sementara raja Negeri Sunda, serta menyampaikan bahwa semua peristiwa ini akan dimuat dalam [[Kidung Sunda]] atau ''Kidung Sundayana'' (di Bali dikenal sebagai ''Geguritan Sunda'') agar diambil hikmahnya. Raja Hayam Wuruk kemudian menikahi sepupunya sendiri, Paduka Sori.
 
Patut dicermati bahwa ''[[Nagarakretagama]]'' yang dikarang Mpu [[Prapanca]] pada tahun 1365,menyebutkan bahwa di lapangan bubat pernah terjadi perang tanding ,perang pukul ,dan adu keris dll ''Nagarakretagama'' adalah sebuah ''pujasastra''.{{efn| group=lower-roman | 1=Karya sastra yang dimaksudkan sebagai penghormatan kepada Hayam Wuruk, Raja Majapahit, dan untuk menggambarkan kegemilangan daulat Majapahit.}} Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto memaparkan di dalam Sejarah Nasional Indonesia II bahwa "peristiwa ini tampaknya sengaja dikesampingkan Prapanca{{efn| group=lower-roman | 1=Kemungkinan besar insiden yang dianggap sebagai aib bagi istana Majapahit ini secara sengaja ditiadakan dan dikesampingkan Prapanca.}} karena tidak berkontribusi bagi kegemilangan Majapahit, bahkan dapat dianggap sebagai kegagalan politis [[Gajah Mada]] untuk menundukkan orang Sunda."<ref name="Historia2"/>
Akibat peristiwa Bubat ini, dikatakan dalam catatan tersebut bahwa hubungan Hayam Wuruk dengan Gajah Mada menjadi renggang. Gajah Mada sendiri menghadapi tentangan, kecurigaan, dan kecaman dari pihak pejabat dan bangsawan Majapahit, karena tindakannya dianggap ceroboh dan gegabah. Ia dianggap terlalu berani dan lancang dengan tidak mengindahkan keinginan dan perasaan sang Mahkota, Raja Hayam Wuruk sendiri. Peristiwa yang penuh kemalangan ini pun menandai mulai turunnya karier Gajah Mada, karena kemudian Hayam Wuruk menganugerahinya tanah perdikan di Madakaripura (kini [[Probolinggo]]). Meskipun tindakan ini tampak sebagai penganugerahan, tindakan ini dapat ditafsirkan sebagai anjuran halus agar Gajah Mada mulai mempertimbangkan untuk pensiun, karena tanah ini letaknya jauh dari ibu kota Majapahit sehingga Gajah Mada mulai mengundurkan diri dari politik kenegaraan istana Majapahit. Meskipun demikian, menurut Negarakertagama Gajah Mada masih disebutkan nama dan jabatannya, sehingga ditafsirkan Gajah Mada sendiri tetap menjabat Mahapatih sampai akhir hayatnya ([[1364]]).
 
==Ringkasan==
Tragedi ini merusak hubungan kenegaraan antar kedua negara dan terus berlangsung hingga bertahun-tahun kemudian, hubungan Sunda-Majapahit tidak pernah pulih seperti sediakala.<ref name="end"/> Pangeran Niskalawastu Kancana — adik Putri Mayang Sari yang tetap tinggal di istana Kawali dan tidak ikut ke Majapahit mengiringi keluarganya karena saat itu masih terlalu kecil — menjadi satu-satunya keturunan Raja yang masih hidup dan kemudian akan naik takhta menjadi Prabu Niskalawastu Kancana. Kebijakannya antara lain memutuskan hubungan diplomatik dengan Majapahit dan menerapkan isolasi terbatas dalam hubungan kenegaraan antar kedua kerajaan. Akibat peristiwa ini pula, di kalangan kerabat Negeri Sunda diberlakukan peraturan ''larangan estri ti luaran'', yang isinya di antaranya tidak boleh menikah dari luar lingkungan kerabat Sunda, atau sebagian lagi mengatakan tidak boleh menikah dengan pihak Majapahit. Peraturan ini kemudian ditafsirkan lebih luas sebagai larangan bagi orang Sunda untuk menikahi orang Jawa.
 
[[Kidung Sunda]] ditulis dalam 3 pupuh, berbahasa [[Jawa]] pertengahan, yang berasal dari [[Bali]] bukan dari Sunda dan ditemukan di [[Bali]].
Tindakan keberanian dan keperwiraan Raja Sunda dan putri Mayang Sari untuk melakukan tindakan ''bela pati'' (berani mati) dihormati dan dimuliakan oleh rakyat Sunda dan dianggap sebagai teladan. Raja Lingga Buana dijuluki "Prabu Wangi" ({{lang-su|raja yang harum namanya}}) karena kepahlawanannya membela harga diri negaranya. Keturunannya, raja-raja Sunda kemudian dijuluki [[Siliwangi]] yang berasal dari kata ''Silih Wangi'' yang berarti pengganti, pewaris atau penerus Prabu Wangi.
 
Pupuh I berisi kisah Hayam Wuruk
Beberapa reaksi tersebut mencerminkan kekecewaan dan kemarahan masyarakat Sunda kepada Majapahit, sebuah sentimen yang kemudian berkembang menjadi semacam rasa persaingan dan permusuhan antara suku Sunda dan Jawa yang dalam beberapa hal masih tersisa hingga kini. Antara lain, tidak seperti kota-kota lain di Indonesia, di kota [[Bandung]], ibu kota [[Jawa Barat]] sekaligus pusat budaya Sunda, tidak ditemukan jalan bernama "Gajah Mada" atau "Majapahit". Meskipun Gajah Mada dianggap sebagai tokoh [[pahlawan nasional]] Indonesia, kebanyakan rakyat Sunda menganggapnya tidak pantas akibat tindakannya yang dianggap tidak terpuji dalam tragedi ini.
yang mencari permaisuri dan tentang putri Sunda yang melakukan bunuh diri setelah seluruh rombongan Sunda kalah dalam Perang Bubat.
 
Pupuh II berisi kisah Perang Bubat antara rombongan pengiring pengantin dari Sunda dan pasukan Majapahit.
Hal yang menarik antara lain, meskipun [[Bali]] sering kali dianggap sebagai pewaris kebudayaan Majapahit, masyarakat Bali sepertinya cenderung berpihak kepada kerajaan Sunda dalam hal ini, seperti terbukti dalam naskah Bali ''[[Kidung Sunda]]''. Penghormatan dan kekaguman pihak Bali atas tindakan keluarga kerajaan Sunda yang dengan gagah berani menghadapi kematian, sangat mungkin karena kesesuaiannya dengan ajaran [[Hindu]] mengenai tata perilaku dan nilai-nilai kehormatan kasta [[ksatriya]], bahwa kematian yang utama dan sempurna bagi seorang ksatriya adalah di ujung pedang di tengah medan laga. Nilai-nilai kepahlawanan dan keberanian ini mendapatkan sandingannya dalam kebudayaan Bali, yakni tradisi [[puputan]], pertempuran hingga mati yang dilakukan kaum prianya, disusul ritual bunuh diri yang dilakukan kaum wanitanya. Mereka memilih mati mulia daripada menyerah, tetap hidup, tetapi menanggung malu, kehinaan dan kekalahan.
 
Pupuh III berisi tentang Hayam Wuruk yang meratapi putri Sunda karena melakukan bunuh diri.
== Rekonsiliasi ==
‎Karena pertempuran tragis ini menjadi keluhan sejarah-budaya yang menegangkan hubungan antar-etnis antara orang ‎‎Jawa‎‎ dan ‎‎Sunda‎‎ - dua kelompok etnis terbesar ‎‎di Indonesia‎‎ selama berabad-abad, ada upaya bersama untuk mendamaikan hubungan, antara lain dengan mengganti nama jalan-jalan kota. Pada 6 Maret 2018, Gubernur Jawa Timur, ‎‎Soekarwo,‎‎bersama Gubernur Jawa Barat, ‎‎Ahmad Heryawan‎‎ (Aher), dan Gubernur Yogyakarta, Sri Sultan ‎‎Hamengkubuwono X,‎‎menggelar Rekonsiliasi Budaya Kerukunan Budaya Sunda-Jawa di Hotel Bumi Surabaya, Selasa, 6 Maret 2018. Mereka sepakat untuk mengakhiri masalah pasca-Bubat dengan mengganti nama jalan arteri di Surabaya, Yogyakarta dan Bandung. ‎<ref>{{Cite web|date=2018-05-06|title=Peristiwa {{!}} 3 Gubernur Rekonsiliasi 661 Tahun Masalah…|url=https://web.archive.org/web/20180506105615/http://jatim.metrotvnews.com/peristiwa/yKXVaW4b-3-gubernur-rekonsiliasi-661-tahun-masalah-budaya-sunda-jawa|website=web.archive.org|access-date=2021-12-09}}</ref>
 
===Petikan sebagian isi Kitab Kidung Sunda Pupuh I===
‎Nama dua jalan arteri di Kota ‎‎Surabaya‎‎ diganti dengan identitas Sunda. Jalan Gunungsari diganti dengan nama Jalan Prabu Siliwangi dan Jalan Dinoyo digantikan oleh Jalan Sunda. Melalui ini, Jalan Prabu Siliwangi kini akhirnya berdampingan dengan Jalan Gajah Mada, sedangkan Jalan Sunda kini berdampingan dengan Jalan Majapahit. "Melalui peristiwa ini, permasalahan antara etnis Jawa dan Sunda yang terjadi sejak 661 tahun terakhir selesai hari ini. Alhamdulillah, baik saya maupun Pak Aher akhirnya bisa menemukan titik temu," kata Soekarwo. ‎
 
{{cquote2|...“Maka Madhu kembali ke Majapahit membawa surat balasan raja Sunda dan memberi tahu kedatangan mereka. Tak lama kemudian mereka bertolak disertai banyak sekali iringan.
‎Di ‎‎Bandung,‎‎nama Jalan Majapahit akan menggantikan Jalan Gasibu di tengah kota, dan Jalan Kopo diganti Jalan Hayam Wuruk. Penggantian kedua ruas jalan ini diperkirakan akan berlangsung pada April atau awal Mei 2018," kata Aher. ‎
 
Ada dua ratus kapal kecil dan jumlah totalnya adalah 2.000 kapal, berikut kapal-kapal kecil. Kapal jung...
‎Gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X menambahkan, penamaan jalan-jalan ini diharapkan dapat mematahkan sejarah kelam yang terletak pada hubungan antara orang Sunda dan Jawa. Pemkot Yogyakarta juga akan melakukan hal yang sama. ‎‎"Yogyakarta‎‎ telah menempatkan nama Jalan Siliwangi, Pajajaran dan Majapahit menjadi satu kesatuan jalan dalam satu lajur, dari perempatan Pelemgurih ke Jombor sampai simpang tiga Maguwoharjo dan persimpangan Jalan Wonosari," katanya. ‎<ref>{{Cite web|date=2018-05-06|title=Peristiwa {{!}} 3 Gubernur Rekonsiliasi 661 Tahun Masalah…|url=https://web.archive.org/web/20180506105615/http://jatim.metrotvnews.com/peristiwa/yKXVaW4b-3-gubernur-rekonsiliasi-661-tahun-masalah-budaya-sunda-jawa|website=web.archive.org|access-date=2021-12-09}}</ref>
 
...Ada kemungkinan rombongan orang Sunda menaiki kapal semacam ini. Namun ketika mereka naik kapal, terlihatlah pratanda buruk. Kapal yang dinaiki Raja, Ratu dan Putri Sunda adalah sebuah “jung Tatar (Mongolia/Cina) seperti banyak dipakai semenjak perang Wijaya.” (bait 1. 43a.)”...}}
Pada November-Desember 2021 Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, mengunjungi Yogyakarta dan bertemu Sri Sultan HB X. Juga sebaliknya Sri Sultan HB X berkunjung ke Bandung dan betemu dengan Ridwan Kamil. Kemudian pada 8 Desember 2021, Bapak Ridwan Kamil memposting Reels Instagram dengan caption :<blockquote>GADIS SUNDA DILARANG MENIKAHI LELAKI JAWA?
 
Dalam Kitab [[Pararaton]] dijelaskan bahwa: "Orang Sunda akan mempersembahkan puteri raja, tetapi tidak diperkenankan oleh bangsawan bangsawannya, mereka ini sanggup gugur dimedan perang di Bubat, tak akan menyerah, akan mempertaruhkan darahnya."
Itu hanya mitos yang diproduksi dalam menafsirkan peristiwa bersejarah Perang Bubat yang sudah jauh lewat dan memiliki multitafsir sejarah.
 
===Petikan Pararaton===
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X bersepakat dengan kami di Pemprov Jawa Barat untuk terus membangun narasi persatuan dan perdamaian di tengah bisingnya ruang informasi bangsa ini dengan banyaknya tontonan pertengkaran di level elit dan akar rumput.
 
{{cquote2|...”Kesanggupan bangsawan bangsawan itu mengalirkan darah, para terkemuka pada pihak Sunda yang bersemangat, yalah: Larang Agung, Tuhan Sohan, Tuhan Gempong, Panji Melong, orang orang dari Tobong Barang, Rangga Cahot, Tuhan Usus, Tuhan Sohan, Orang Pangulu, Orang Saja, Rangga Kaweni, Orang Siring, Satrajali, Jagadsaja, semua rakyat Sunda bersorak...
Kami saling kunjung mengunjungi. Kami datang ke Jogja minggu lalu dan Sri Sultan datang ke Bandung minggu ini. Kami saling muhibah kesenian dan kebudayaan.
 
...Bercampur dengan bunyi bende, keriuhan sorak tadi seperti guruh...Sang Prabu Maharaja telah mendahului gugur, jatuh bersama sama dengan Tuhan Usus...
Saya menjadi supir tamu istimewa ini, menggunakan mobil listrik keliling Bandung, karena banyak yang tidak tahu, bahwa Sri Sultan dulu ngapel pacarannya dengan Ratu Hemas itu di Bandung, saat Ratu Hemas ikut orangtuanya dinas di Pindad. Termasuk ngapelnya selalu makan di Ayam Goreng Panaitan.
 
...Seri Baginda Parameswara menuju ke Bubat, ia tidak tahu bahwa orang orang Sunda masih banyak yang belum gugur, bangsawan bangsawan, mereka yang terkemuka lalu menyerang, orang Majapahit rusak...
Di Jogja sudah hadir Jln Pajajaran dan Jln Siliwangi. Sementara di Bandung hadir Jln Majapahit dan Jln Hayam Wuruk.
 
...Adapun yang mengadakan perlawanan dan melakukan pembalasan, adalah: Arya Sentong, Patih Gowi, Patih Marga Lewih, Patih Teteg, dan Jaran Baya...
Banyak yang tidak tahu, jika Alun-alun Utara Jogjakarta salah satu pohon beringin yang bernama Wijayandaru adalah pohon yang bibitnya diambil dari Keraton Pajajaran.
 
...Semua menteri araman itu berperang dengan naik kuda, terdesaklah orang Sunda, lalu mengadakan serangan ke selatan dan ke barat, menuju tempat Gajah Mada, masing masing orang Sunda yang tiba dimuka kereta, gugur, darah seperti lautan, bangkai seperti gunung, hancurlah orang orang Sunda, tak ada yang ketinggalan, pada tahun saka: Sembilan Kuda Sayap Bumi, atau: ([[1279]])."...}}
Tarian Bedhoyo Sapto ciptaan Sri Sultan HB IX, adalah terjemahan dari Serat Pajajaran yang diekspresikan dalam sendra tari keraton Jogja.
 
== Pinangan ==
Mari kedepankan narasi dan posting2 yang membawa rasa persatuan dan perdamaian.
{{quote box
| width = 50%
| align = left
| quote = ''"... Tumuli Pasunda Bubat. Bhre Prabhu ayun ing Putri ring Suṇḍa. Patih Maḍu ingutus anguṇḍangeng wong Suṇḍa, ahiděp wong Suṇḍa yan awawarangana ...,"''<br> <br/>
"... Sebab Pasunda Bubat. Bhre Prabu berahikan putri di Sunda. Patih Maḍu diutus mengundang orang Sunda. Lantaran tidak keberatan menjadi besan,{{efn| group=lower-roman | 1=''Besan'' adalah istilah yang menyifatkan hubungan antarorang tua kedua mempelai.}} datanglah (Prabu Maharaja narendra) Sunda (ke Majapahit)."''<br/>
"... Alih-alih dijamu dengan meriah, kedatangan mereka justru disambut tuntutan semena-mena Mahapatih Gajah Mada agar putri Raja Sunda diserahkan sebagai persembahan. Orang Sunda tidak sudi menurut, dan membulatkan tekad untuk berperang."
| salign = right
| source = ''Pararaton''<ref name="SNI-II:Zaman Kuno"/>{{rp|402}}<ref name="Historia2"/>
}}
Perang Bubat diawali dari rencana perkawinan politik antara Raja [[Hayam Wuruk]] (Sri Rajasanagara) dengan [[Dyah Pitaloka Citraresmi]], putri raja Sunda, Prabu [[Linggabuana]].
 
[[Hayam Wuruk]], raja Majapahit memutuskan — mungkin karena alasan politik — untuk mengambil putri [[Dyah Pitaloka Citraresmi|Citra Rashmi]] (juga dikenal sebagai Pitaloka) sebagai istrinya.<ref name="end">{{cite book |last=Munoz|first=Paul Michel|title=Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula|url=https://archive.org/details/earlykingdomsofi0000muno|publisher=Editions Didier Millet|year=2006|location=Singapore|pages=[https://archive.org/details/earlykingdomsofi0000muno/page/279 279]|isbn= 981-4155-67-5}}</ref> Dia adalah putri Prabu Maharaja Linggabuana Wisesa dari Kerajaan Sunda. Tradisi menggambarkannya sebagai gadis dengan kecantikan luar biasa. Patih Madhu, seorang mak comblang dari Majapahit diutus ke kerajaan untuk meminangnya. Senang dengan lamaran dan melihat kesempatan untuk membina aliansi dengan Majapahit, kerajaan terkuat di wilayah itu, raja Sunda memberikan restunya dan memutuskan untuk menemani putrinya ke Majapahit untuk pernikahan.
#yogyaistimewa #jabarjuara
 
[[File:Jan Huyghen van Linschoten Ship of China and Java.jpg|thumb|right|Rombongan kerajaan Sunda tiba di pelabuhan Hujung Galuh dengan ''jong sasanga wangunan'', sejenis [[jung Jawa]], yang juga menggabungkan teknik Cina, seperti menggunakan paku besi di samping pasak kayu, pembangunan sekat kedap air, dan penambahan kemudi tengah.]]
<ref>{{Cite web|title=Masuk • Instagram|url=https://www.instagram.com/accounts/login/|website=www.instagram.com|access-date=2021-12-09}}</ref>[[Berkas:Ridwan Kamil di depan plang Jalan Padjajaran di Yogyakarta.jpg|al=Ridwan Kamil di depan plang Jalan Padjajaran di Yogyakarta|jmpl|Ridwan Kamil di depan plang Jalan Padjajaran di Yogyakarta]]</blockquote>
Pada tahun 1357 raja Sunda dan keluarga kerajaan tiba di Majapahit setelah berlayar melintasi [[Laut Jawa]] dengan armada 200 kapal besar dan 2000 kapal kecil.<ref>Berg, C. C. (1927). ''[https://archive.org/details/in.ernet.dli.2015.530847/page/n11/mode/2up?q=c.c+berg+kidung+sunda Kidung Sunda. Inleiding, tekst, vertaling en aanteekeningen]''. BKI LXXXIII :1-161.</ref>{{rp|16–17, 76–77}} Keluarga kerajaan menaiki [[kapal jung]] (bahasa Jawa: ''[[Djong (kapal)|Jong]]'' {{transl|jv|sasanga wangunan}}) dengan sembilan lantai,{{efn| group=lower-roman | 1=Istilah ''jong sasaṅa wangunan'' ditafsirkan berbeda oleh sejarawan, dapat digambarkan sebagai kapal jong raksasa dengan ''sanga'' (sembilan) bangunan; sembilan kabin atau geladak. Anthony Reid salah menuliskannya sebagai ''jong sasana'', menuliskan ṅ sebagai n bukannya η atau ng.<ref>{{Cite book|title=Charting the Shape of Early Modern Southeast Asia|last=Reid|first=Anthony|publisher=Silkworm Books|year=2000|isbn=9747551063}}</ref>{{rp|61}} Nama yang benar adalah ''jong sasanga wangunan''.<ref>{{Cite book|title=Old Javanese-English Dictionary|last1=Zoetmulder|first1=Petrus Josephus|last2=Robson |first2=S.O. |publisher=Martinus Nijhoff|location='s-Gravenhage|year=1982}}</ref>{{rp|2199}}}}<ref name=":3">Lombard, Denys (2005)''. [https://archive.org/details/NJ2JA/mode/2up?q= Nusa Jawa: Silang Budaya, Bagian 2: Jaringan Asia]''. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. An Indonesian translation of Lombard, Denys (1990). ''Le carrefour javanais. Essai d'histoire globale (The Javanese Crossroads: Towards a Global History) vol. 2''. Paris: Éditions de l'École des Hautes Études en Sciences Sociales.</ref>{{rp|270}} dan mendarat di pelabuhan [[Janggala|Hujung Galuh]], berlayar ke daratan melalui [[Sungai Brantas]] dan tiba di pelabuhan sungai Canggu. Rombongan kerajaan kemudian berkemah di alun-alun Bubat di bagian utara Trowulan, ibu kota Majapahit, dan menunggu upacara pernikahan.
[[Berkas:Jalan Majapahit dan Jalan Hayam Wuruk di Kota Bandung.jpg|al=Ridwan Kamil berfoto dengan Sri Sultan HB X di depan plang Jalan Majapahit di kota Bandung|jmpl|Ridwan Kamil berfoto dengan Sri Sultan HB X di depan plang Jalan Majapahit di kota Bandung]]
 
Namun Gajah Mada, perdana menteri Majapahit melihat acara tersebut sebagai kesempatan untuk menuntut penyerahan Sunda ke kerajaan Majapahit, dan bersikeras bahwa alih-alih menjadi Ratu [[permaisuri]] dari Majapahit, sang putri harus ditampilkan sebagai tanda penyerahan dan diperlakukan sebagai [[selir]] raja Majapahit belaka. Raja Sunda marah dan terhina oleh permintaan Gajah Mada, dan memutuskan untuk pulang serta membatalkan pernikahan kerajaan. Namun, Majapahit menuntut tangan putri Sunda, dan mengepung perkemahan Sunda.
 
==Pertempuran dan bunuh diri sang putri==
{{quote box
| width = 50%
| align = right
| quote = "Gajah Mada melaporkan perilaku (membangkang) orang Sunda (ke istana). Bhre Prameswara dari Wengker menyatakan siap berperang. Dengan demikian, pasukan Majapahit mengepung orang Sunda. Tak mau menyerah, orang Sunda memilih mempertaruhkan nyawa. Pertempuran tidak bisa dihindari. Sorak-sorai bergemuruh atas suara ''reyong''.{{efn| group=lower-roman | 1=Sebuah alat musik gamelan.}}
Raja Sunda, Raja Maharaja, adalah orang pertama yang kehilangan nyawanya.
 
Bhre Prameswara datang ke Bubat, tanpa sadar masih banyak orang Sunda yang belum gugur. Tidak diragukan lagi pasukannya diserang dan dihancurkan. Namun dia langsung melakukan serangan balik.
 
Terpojok, para ''menak''{{efn| group=lower-roman | 1=Bangsawan Sunda.}} merangsek ke selatan. Pasukan Majapahit yang melawan serangan itu meraih kemenangan. Orang Sunda yang menyerang ke barat daya tewas. Bagai lautan darah dan segunung bangkai, tak ada lagi orang Sunda."
| salign = right
| source = ''Pararaton''<ref name="Historia2"/>
}}
 
Akibatnya, terjadi pertempuran kecil di alun-alun Bubat (sekarang kira-kira di dusun Bubat, [[Tempuran, Sooko, Mojokerto|Desa Tempuran]], [[Sooko, Mojokerto|Kecamatan Sooko]], [[Kabupaten Mojokerto]]) <ref>https://nasional.okezone.com/read/2021/03/30/337/2386237/melacak-misteri-lapangan-bubat-di-trowulan diakses 10 November 2022</ref><ref>https://intisari.grid.id/read/033355781/lokasi-perang-bubat-yang-sering-diperdebatkan-saksi-keberanian-kerajaan-yang-pernah-tantang-kerajaan-sekelas-majapahit?page=all diakses 10 November 2022</ref> antara tentara Majapahit dan keluarga kerajaan Sunda untuk mempertahankan kehormatan mereka. Itu tidak seimbang dan tidak seimbang karena pesta Sunda sebagian besar terdiri dari keluarga kerajaan, pejabat negara, dan bangsawan, disertai oleh pelayan dan pengawal kerajaan. Jumlah rombongan Sunda diperkirakan kurang dari seratus orang. Di sisi lain, penjaga bersenjata yang ditempatkan di ibu kota Majapahit di bawah komando Gajah Mada diperkirakan berjumlah beberapa ribu pasukan bersenjata dan terlatih. Rombongan Sunda dikepung di tengah alun-alun Bubat. Beberapa sumber menyebutkan bahwa orang Sunda berhasil mempertahankan alun-alun dan menyerang balik pengepungan Majapahit beberapa kali. Namun, seiring berjalannya hari, orang Sunda kelelahan dan kewalahan. Meski menghadapi kematian tertentu, orang Sunda menunjukkan keberanian dan kesatria yang luar biasa satu per satu, semuanya jatuh.
 
Raja Sunda tewas dalam duel dengan seorang jenderal Majapahit serta bangsawan Sunda lainnya dengan hampir semua pihak kerajaan Sunda dibantai dalam tragedi itu.<ref>{{cite book |author1=Drs. R. Soekmono | title= ''Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2'', 2nd ed. | publisher = Penerbit Kanisius | edition = 1973, 5th reprint edition in 1988 | location =Yogyakarta| page =72 }}</ref> Tradisi mengatakan bahwa putri yang patah hati — bersama dengan semua wanita Sunda yang tersisa — mengambil nyawanya sendiri untuk membela kehormatan dan martabat negaranya.<ref>{{cite book |author1=Y. Achadiati S. |author2=Soeroso M.P. | title= ''Sejarah Peradaban Manusia: Zaman Majapahit''. | publisher = PT Gita Karya | year= 1988 | location =Jakarta| page =13 }}</ref> Ritual bunuh diri oleh para wanita dari kelas [[kshatriya]] (prajurit) setelah kekalahan kaum laki-laki mereka, seharusnya untuk mempertahankan harga diri dan kehormatan mereka serta untuk melindungi kesucian mereka, daripada menghadapi kemungkinan penghinaan melalui pemerkosaan, penaklukan, atau perbudakan.
 
=== Versi lain ===
Menurut Ahli Sejarah Agus Aris Munandar yang mendasarkan kepada Kisah ''Panji Angreni'' yang ditulis pada 1801, menyebut bahwa Gadjah Mada semula setuju dengan pernikahan tersebut sebagai upaya mempersatukan Majapahit dan Sunda. Namun Ayahanda Hayam Wuruk yaitu Kertawardhana berkebaratan dengan pernikahan tersebut. Terlebih [[Hayam Wuruk]] sudah dijodohkan dengan Indudewi yang berasal dari Daha Kediri, sehingga Kertawardhana memerintahkan Gajah Mada untuk membatalkan pernikahan tersebut.<ref name=":0" />
 
==Akibat==
{{multiple image
| perrow = 2
| total_width = 600
| image1 = Sunda Kingdom.svg
| image2 = Majapahit Core and Provinces.svg
| footer = [[Kerajaan Sunda]] menduduki bagian barat pulau [[Jawa]], ia adalah tetangga barat [[Majapahit]].
}}
 
Menurut tradisi, wafatnya Dyah Pitaloka ditangisi oleh Hayam Wuruk dan seluruh penduduk kerajaan Sunda yang telah kehilangan sebagian besar anggota keluarga kerajaannya. Kemudian, raja Hayam Wuruk menikah dengan Paduka Sori, sepupunya sendiri. Perbuatan Pitaloka dan keberanian ayahnya dipuja sebagai tindakan mulia kehormatan, keberanian dan martabat dalam tradisi [[orang Sunda|Sunda]]. Ayahnya, Prabu Maharaja Linggabuana Wisesa dipuja oleh orang Sunda sebagai Prabu Wangi ({{lang-su|raja dengan aroma yang menyenangkan}}) karena tindakan heroiknya untuk mempertahankan kehormatannya melawan Majapahit. Keturunannya, yang kemudian menjadi raja Sunda, disebut [[Siliwangi]] ({{lang-su|penerus Wangi}}).
 
Gajah Mada menghadapi tentangan, ketidakpercayaan dan ejekan di istana Majapahit karena tindakannya yang ceroboh, yang tidak sesuai selera para bangsawan Majapahit, telah mempermalukan martabat Majapahit, dan merusak pengaruh raja Hayam Wuruk. Peristiwa malang ini juga menandai berakhirnya karir Gajah Mada, karena tidak lama setelah peristiwa ini, raja memaksa Gajah Mada untuk pensiun dini melalui pemberian perdana menteri tanah di Madakaripura (hari ini [[Probolinggo]]), sehingga diasingkan jauh dari urusan istana ibu kota.
 
Tragedi ini sangat merusak hubungan antara kedua kerajaan dan mengakibatkan permusuhan selama bertahun-tahun yang akan datang, situasi tidak pernah kembali normal.<ref name="end"/> Pangeran Niskalawastu Kancana—adik puteri Pitaloka yang semasa kecil tinggal di keraton Kawali (ibu kota Sunda Galuh) dan tidak menemani keluarganya ke Majapahit—menjadi satu-satunya pewaris Raja Sunda yang masih hidup. Kebijakannya setelah naik takhta antara lain memutuskan hubungan diplomatik Sunda dengan Majapahit, memberlakukan kebijakan isolasi terhadap Majapahit, termasuk memberlakukan undang-undang "Larangan Estri ti Luaran", yang melarang orang Sunda menikah [[orang Jawa|Jawa]]. Reaksi-reaksi ini mencerminkan kekecewaan dan kemarahan Sunda terhadap Majapahit, dan kemudian berkontribusi pada permusuhan Sunda-Jawa, yang mungkin masih berlangsung hingga saat ini.<ref>{{Cite news|url=https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-3670213/antropolog-dampak-perang-bubat-diwariskan-lintas-generasi/komentar|title=Antropolog: Dampak Perang Bubat Diwariskan Lintas Generasi|last=Hadi|first=Usman|work=[[Detik.com|detikcom]]|language=id-ID|access-date=2018-05-06|date=2017-10-04}}</ref>
 
Anehnya, meskipun [[Bali]] dikenal sebagai pewaris budaya Majapahit, pendapat [[orang Bali|Bali]] tampaknya berpihak pada Sunda dalam perselisihan ini, sebagai bukti melalui naskah mereka ''[[Kidung Sunda]]''. Penghormatan dan kekaguman orang Bali terhadap tindakan heroik Sunda dengan berani menghadapi kematian tertentu mungkin sesuai dengan kode kehormatan kasta [[kshatriya]] [[Hinduisme di Indonesia|Hindu]], bahwa kematian tertinggi dan sempurna dari seorang ksatria ada di ujung pedang; untuk mati di medan perang. Praktik unjuk rasa keberanian memiliki tandingan Bali dalam tradisi [[puputan]] mereka, pertarungan sampai mati oleh laki-laki dan diikuti dengan ritual bunuh diri massal oleh perempuan daripada menghadapi penghinaan menyerah.
 
Ada kemungkinan Sunda menjadi jajahan Majapahit setelah pertempuran ini. Ia akhirnya memperoleh kemerdekaannya pada tahun yang tidak diketahui.<ref>{{Cite book |last=Hall |first=D.G.E. |title=A History of South-East Asia |publisher=The Macmillan Press Ltd |year=1981 |isbn=978-1-349-16521-6 |edition=4th |location=London |page=100}}</ref> Penaklukan Sunda oleh Majapahit berarti Gajah Mada akhirnya memenuhi [[sumpah Palapa]]-nya:<ref name=":1">{{Cite book |last=Nugroho |first=Irawan Djoko |title=Majapahit Peradaban Maritim |publisher=Suluh Nuswantara Bakti |year=2011 |isbn=978-602-9346-00-8 |page=214}}</ref><blockquote>... ''Tunggalan padompo pasunda, samangkana sira Gajah Mada mukti palapa''. (Bersatu setelah penaklukkan Dompo and Sunda, dengan demikian Gajah Mada makan ''palapa''.)</blockquote>
 
==Warisan==
[[File:Trowulan Archaeological Site.svg|thumb|right|Peta Trowulan, alun-alun Bubat diperkirakan terletak di bagian utara kota.]]
Pertempuran tragis diyakini telah menyebabkan sentimen buruk permusuhan Sunda-Jawa secara turun-temurun. Sebagai contoh, tidak seperti kebanyakan kota di Indonesia, sampai saat ini di [[Bandung]], ibu kota [[Jawa Barat]] yang juga merupakan pusat budaya masyarakat Sunda, tidak ada nama jalan yang bertuliskan "Gajah Mada" atau "Majapahit". Meskipun saat ini Gajah Mada dianggap sebagai salah satu [[Pahlawan Nasional Indonesia|pahlawan nasional Indonesia]], orang Sunda tetap tidak menganggapnya pantas berdasarkan perbuatan jahatnya dalam kejadian ini. Begitu pula sebaliknya, hingga saat ini belum ada jalan bertuliskan nama "Siliwangi" atau "Sunda" di Surabaya dan Yogyakarta.
 
Tragedi itu juga menyebabkan mitos berputar di sekitar orang Indonesia, yang melarang pernikahan antara orang Sunda dan orang Jawa, karena tidak berkelanjutan dan hanya membawa kesengsaraan bagi pasangan itu.<ref>{{Cite news| title = Tragedi Perang Bubat dan mitos orang jawa dilarang kawin dengan sunda | date = 24 April 2015 | author = Hery H Winarno | url = https://www.merdeka.com/peristiwa/tragedi-perang-bubat-mitos-orang-jawa-dilarang-kawin-dengan-sunda.html | work = [[Merdeka.com]] }}</ref>
 
Pertempuran tersebut menjadi inspirasi yang subur sebagai bentuk [[tragedi]] Indonesia; termasuk pertunjukan [[wayang]] dan berbagai drama tari.<ref>{{Cite news|url=http://www.tribunnews.com/internasional/2017/11/11/kisah-tragis-dyah-pitaloka-di-perang-bubat-mengharu-biru-warga-korsel|title=Kisah Tragis Dyah Pitaloka di Perang Bubat Mengharu-biru Warga Korsel|work=[[Tribunnews|Tribunnews.com]]|access-date=2018-05-06|first=Y|last=Gustaman|date=2017-11-11}}</ref> Mereka kebanyakan menggambarkan kisah romansa tragis yang ditakdirkan, pertempuran dua kerajaan dan bunuh diri seorang putri cantik. Dongeng berdasarkan Pertempuran Bubat ditampilkan sebagai pertunjukan wayang ([[wayang golek]]),<ref>{{Cite web|url=https://www.sidaknews.com/pagelaran-wayang-di-purwakarta-tampilkan-kisah-perang-bubat/|title=Pagelaran Wayang di Purwakarta Tampilkan Kisah "Perang Bubat" {{!}} Sidak News|website=www.sidaknews.com|language=id-ID|access-date=2018-05-06|archive-date=2018-05-06|archive-url=https://web.archive.org/web/20180506173718/https://www.sidaknews.com/pagelaran-wayang-di-purwakarta-tampilkan-kisah-perang-bubat/|dead-url=yes}}</ref> drama [[sandiwara]] Sunda,<ref>{{Cite news|url=http://igsberita.com/cincin-cinta-miss-titin-eps-020/|title=Cincin Cinta Miss Titin (Eps. 020) - IGS BERITA|work=IGS BERITA|access-date=2018-05-06|language=id-ID|archive-url=https://web.archive.org/web/20180505213552/http://igsberita.com/cincin-cinta-miss-titin-eps-020/|archive-date=2018-05-05|url-status=dead}}</ref> dan drama tradisional Jawa ([[Ketoprak (seni budaya)|Ketoprak]]).<ref>{{Cite news|url=https://www.liputan6.com/regional/read/2508055/siswa-sma-gelar-drama-perang-bubat-versi-bahasa-inggris|title=Siswa SMA Gelar Drama Perang Bubat Versi Bahasa Inggris|work=[[Liputan6.com]]|access-date=2018-05-06|editor-last2=Ryandi|editor-first2=Eko Dimas|editor-last=Mahbub|editor-first=Harun}}</ref> Ini juga menginspirasi buku-buku novel fiksi sejarah<ref>{{Cite web|url=https://www.goodreads.com/book/show/1439781.Gajah_Mada|title=Gajah Mada (Gajah Mada, #4)|website=www.goodreads.com|access-date=2018-05-06}}</ref> dan video game strategi ''[[Age of Empires II|Age of Empires II HD: Rise of the Rajas]]'' menampilkan tragedi Pasunda Bubat sebagai salah satu kampanyenya.<ref>{{Citation|last=TheViperAOC - Age of Empires 2#HD Edition|title=AOE II: Rise of the Rajas Campaign - 1.5 Gajah Mada: The Pasunda Bubat Tragedy|date=2018-05-01|url=https://www.youtube.com/watch?v=kCF1yF-IpA4|access-date=2018-05-06}}</ref>
 
== Rekonsiliasi ==
Karena pertempuran tragis ini menjadi keluhan sejarah-budaya yang merenggangkan hubungan antar etnis antara orang Jawa dan Sunda — dua kelompok etnis terbesar di Indonesia selama berabad-abad, ada upaya bersama untuk mendamaikan hubungan, antara lain dengan mengganti nama kota. jalan-jalan. Pada 6 Maret 2018, Gubernur Jawa Timur [[Soekarwo]] bersama Gubernur Jawa Barat [[Ahmad Heryawan]] (Aher) dan Gubernur DIY Sri Sultan [[Hamengkubuwana X|Hamengkubuwono X]] menggelar Rekonsiliasi Budaya Harmoni Budaya Sunda-Jawa di Hotel Bumi Surabaya. Selasa, 6 Maret 2018. Mereka sepakat untuk mengakhiri masalah pasca-Bubat dengan mengganti nama jalan arteri di Surabaya, Yogyakarta dan Bandung.<ref name="Metro Sunda-Jawa">{{Cite news|url=http://jatim.metrotvnews.com/peristiwa/yKXVaW4b-3-gubernur-rekonsiliasi-661-tahun-masalah-budaya-sunda-jawa|title=3 Gubernur Rekonsiliasi 661 Tahun Masalah Budaya Sunda-Jawa|last=developer|first=metrotvnews|work=[[MetroTV|Metrotvnews.com]]|language=id|access-date=2018-05-06|archive-url=https://web.archive.org/web/20180506105615/http://jatim.metrotvnews.com/peristiwa/yKXVaW4b-3-gubernur-rekonsiliasi-661-tahun-masalah-budaya-sunda-jawa|archive-date=2018-05-06|url-status=dead}}</ref>
 
Nama dua jalan arteri di kota Surabaya diganti dengan identitas Sunda. Jalan Gunungsari diganti dengan nama Jalan Prabu Siliwangi dan Jalan Dinoyo diganti dengan Jalan Sunda. Lewat jalan ini, Jalan Prabu Siliwangi kini akhirnya berdampingan dengan Jalan Gajah Mada, sedangkan Jalan Sunda kini berdampingan dengan Jalan Majapahit.
== Referensi ==
{{reflist}} 4. Buku Geger Nusantara karya Team Surya Majapahit
 
Gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X menambahkan, penamaan jalan tersebut diharapkan dapat memecahkan sejarah kelam yang terbentang dalam hubungan masyarakat Sunda dan Jawa. Pemprov DIY juga akan melakukan hal yang sama.<ref name="Metro Sunda-Jawa" />
== Bacaan lanjutan ==
* [[Yoseph Iskandar]], "Perang Bubat", Naskah bersambung Majalah Mangle, Bandung, 1987.
 
== Lihat pula juga==
{{portal|Indonesia}}
* ''[[Kidung Sunda]]''
*[[Kidung Sunda]]
*
*[[Pararaton]]
*[[Kerajaan Sunda]]
*[[Puputan]]
*[[Wilayah Majapahit]]
 
== Keterangan ==
{{Lembaran hitam Nusantara}}Dalam konteks kolonial Belanda, permusuhan kedua etnis ini tampaknya sengaja dipelihara sebagai bagian dari politik pecah belah (devide et impera). Kidung Sundayana yang memuat kisah Pasunda Bubat masuk dalam pelajaran di sekolah-sekolah Belanda di Jabar.
{{notelist | group=lower-roman | close}}
 
== Rujukan ==
Konflik ini sengaja terus dikipas-kipas oleh Belanda. Padahal sebagai sebuah sejarah, akurasinya perlu dipertanyakan, penuh bias, karena bercampur mitos. Jarak antara serat Pararaton (1474 M) yang menjadi rujukan kidung Sundayana, sangat jauh dengan peristiwa Perang Bubat, sekitar 117 tahun. Tidak ada prasasti sebagai sumber otentik yang bisa menjadi rujukan.
{{reflist}}
 
[[Kategori:Sejarah NusantaraMajapahit]]
[[Kategori:Perang|Bubat]]
[[Kategori:Kerajaan Majapahit]]
[[Kategori:Kerajaan Sunda]]
[[Kategori:Konflik dalam tahun 1357]]
[[Kategori:Sejarah Sundamiliter Indonesia]]
[[Kategori:Tahun 1357 di Asia]]
[[Kategori:Sejarah Indonesia]]
[[Kategori:Perlawanan habis-habisan]]