Madraisme: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: PUEBI ("PT." menjadi "PT") |
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.5 |
||
(5 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Aliran kepercayaan di Indonesia}}
'''
[[Berkas:Burung_garuda_yang_tengah_mengepakan_sayap_berdiri_di_atas_lingkaran_bertuliskan_Purna_Wisada_Melambangkan_simbol_dari_Tri_Panca_Tunggal.jpg|jmpl|Burung garuda yang tengah mengepakan sayap berdiri di atas lingkaran bertuliskan Purna Wisada Melambangkan simbol dari Tri Panca Tunggal]]
[[Berkas:Ruang_Sri_Manganti_tiap_tahunnya_digunakan_untuk_menyelenggarakan_acara_Seren_Taun.jpg|jmpl|Ruang Sri Manganti tiap tahunnya digunakan untuk menyelenggarakan acara Seren Taun]]
==
Dalam kehidupan beragama, Kelurahan Cigugur merupakan suatu [[
Keanekaragaman agama yang dipeluk oleh penduduk di Cigugur tidak menyebabkan hubungan antar pemeluk yang berbeda agama renggang dan [[kaku]].<ref name=":0" /> [[Sikap]] toleransi dan saling menghargai di antara mereka justru tampak [[harmonis]].<ref name=":0" /> Keharmonisan hubungan, dibuktikan dengan adanya kerja sama dan sikap saling gotong-royong antar [[umat]] beragama dalam pembangunan berbagai [[rumah]] [[ibadah]] di Cigugur.<ref name=":0" /> Mesjid Al-Hidayah yang didirikan pada tanggal 01 [[Januari]] 2005. [[Mesjid]] ini dibangun di wilayah, dengan mayoritas warganya adalah penganut Katolik, namun mereka berusaha membantu pendirian mesjid guna memudahkan masyarakat [[muslim]] dalam beribadah.<ref name=":0" />
== Asal-usul ==
Pendiri Madrais adalah [[Pangeran]] Sadewa Alibasa Kusuma Wijaya Ningrat yang dikenal dengan Pangeran Madrais atau [[Kyai]] Madrais.<ref name=":3" /> Madrais merupakan anak dari Pangeran Alibasa (Pangeran Gebang yang ke sembilan) dari pernikahannya dengan R. Kastewi, keturunan ke[[lima]] dari Tumenggung Jayadipura Susukan.<ref name=":3" /> Ketika lahir namanya adalah Pangeran Sadewa Alibasa yang dalam silsilah keluarga disebut dengan Pangeran Surya Nata atau Pangeran Kusuma Adiningrat.<ref name=":3">P. Djatikusuma, ''Spritual Culture of Karuhun Urang Tradition'', (Cagar Budaya Nasional, Cigugur Kuningan Jawa Barat, 1999), h. 1.</ref>
Baris 61 ⟶ 62:
* Pikukuh tilu merupakan ajaran kuno suku sunda, istilah ini merupakan frase ber[[bahasa Sunda]] di lihat dari segi bahasa pikukuh tilu berasal dari dua kata, pikukuh dan tilu, pikukuh berarti yang bermakna suatu hal yang harus dipegang teguh karena sudah menjadi satu kepastian.<ref name=":1" /> Sedangkan kata tilu merupakan kata bilangan yang dalam bahasa Indonesia berarti tiga, jadi secara sederhana pikukuh tilu, bisa diartikan tiga hal yang harus senantiasa dipegang dalam kehidupan.<ref name=":1" />
==
[[Wayang]] menjadi media yang ampuh dipakai oleh Madrais dalam menyebarkan ajarannya.<ref name=":1" /> Biasanya [[murid]]nya menonton dan Madrais menjadi [[dalang]]nya, selain wayang Madrais juga mengajarkan ajarannya melalui [[Tayuban]] atau [[tari]]-tarian.<ref name=":1" /> Nuansa [[hiburan]] dalam penyebaran ajaran ADS sangat disukai oleh pengikutnya karena tingkat [[pendidikan]] dan pemahaman masyarakat Cigugur Kuningan pada saat itu masih rendah, maka melalui pertunjukan [[seni]], inti sari ajaran ADS mudah masuk dan diserap oleh pengikutnya ditambah pengetahuan dasar tentang ajaran Islam sangat lemah di antara mereka.<ref name=":1" /> Setiap [[bulan]] [[maulud]] murid-murid Madrais berkumpul di Cigugur, mereka datang dari [[Cirebon]], [[Sumedang]], [[Garut]] jumlahnya hampir 2500 orang.<ref name=":1" /> Pada waktu itu Madrais hanya dengan menggunakan [[cawat]] saja tiarap di atas api unggun yang dinyalakan di dalam suatu [[dapur]], sehingga Madrais dan api terhalang oleh tembok.<ref name=":1" /> Dari tubuh Madrais keluar keringat bercucuran yang ditampung dalam satu tempat yang penuh air, air campuran dengan keringat Madrais ini di bagi-bagikan kepada pengikutnya yang disambut sebagai berkah dari sang guru.<ref name=":1" />
|